Anda di halaman 1dari 11

12

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, April 2016 http://ejournal.umm.ac.id/index.php/
Volume 1, Nomor 3, hlm 12-22 kembara/index
PISSN 2442-7632 EISSN 2442-9287

ANALISIS WACANA DALAM GURINDAM XII


DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER SERTA IMPLIKASINYA
SEBAGAI MATERI AJAR SASTRA

Doni Uji Windiatmoko


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Majapahit Mojokerto
masdoniujiwe@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini mendeskripsikan aspek tekstual, kontekstual, intertekstual, dan nilai pendidikan karakter
dalam gurindam XII karya Raja Ali Haji. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini adalah teks Gurindam XII karyaRaja Ali Haji. Data dalam penelitian ini berupa kata,
kalimat, dan paragraf dalam teks Gurindam XII karyaRaja Ali Haji, khususnya pasal V dan VI. Teknik analisis
data menggunakan analisis isi atau content analysis. Hasil penelitian menunjukkan, (1) aspek tekstual secara
gramatikal meliputi pengacuan (referensi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi), sedangkan secara
leksikal meliputi repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (lawan kata), kolokasi (sanding kata),
hiponimi (hubungan atas-bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan bentuk). (2) Aspek kontekstual, menunjukkan
konteks sosial budaya dan konteks situasi (fisik dan kemanfaatan). (3)Aspek intertekstual menunjukkan bahwa
kedua pasal tersebut ada keterkaitan atau saling memengaruhi baik secara wujud kata, klausa, kalimat maupun
maknanya.(4) Nilai pendidikan karakter yang ditemukan yaitu jujur, gemar membaca, dan peduli sosial.

Kata kunci: analisis wacana, nilai pendidikan karakter, materi ajar sastra, gurindam XII

Abstract: This study described aspects of textual, contextual and intertextual couplets XII written by Raja
Ali Haji. The study used descriptive qualitative method, more specifically content analysis. Source of data
in this study was couplets XII Raja Ali Haji. The research data studied wrer words, sentences, and
paragraphs in the text of Raja Ali Haji’s couplets XII, particularly articles V and VI. Content analysis
technique was used to analyize the data. The results revealed (1) some textual aspects grammatically (i.e.
reference, ellipsis, and conjunction) and lexically (i.e. repetition, synonym, antonym, collocation, hyponym,
and equivalence of form). Furthermore, the results disclosed (2) contextual aspects including cultural,
social and situational contexts (physic and benefits), while (3) the inter-textual aspect revealed there was
correlation or inter-correlation among the meanings of words, clauses and sentences in the two articles
(V and VI). The values of character education found in this study included honesty, read enjoyment, and
social care. In addition, the results of this study can be used for teaching materials in school literature.

Keywords: discourse analysis, value of character education, teaching materials of literature, couplets XII

PENDAHULUAN
ketiga aspek tersebut tidak sertamerta mampu
Sastra memiliki komposisi makna masing-masing. menjelaskan semua hal tentang sastra. Padahal
Tiap pakar atau pengarang mempunyai arti berbeda sastra harus dikaji secara menyeluruh dan utuh.
yang satu sama lain tidak bisa saling menyalahkan Ketiga aspek itu hanya bagian-bagian sastra yang
dan memberi khazanah makna untuk sastra itu perlu dimengerti.
sendiri. Jadi, sastra adalah sebuah pengalaman, Karya sastra khususnya di wilayah Melayu
pemikiran atau perasaan manusia yang kreatif, reaktif, sangat beragam dan menarik untuk dikaji. Pada
dan produktif terhadap sekitarnya dengan media umumnya, produk sastranya berupa prosa dan puisi.
bahasa. Misalnya, prosa terdapat hikayat, legenda, dongeng,
Terdapat tiga aspek teks sastra yang perlu sedangkan puisi terdapat mantra, syair, pantun, dan
untuk dipelajari yaitu decore (memberikan sesuatu gurindam. Pembagian jenis karya sastra tersebut
kepada pembaca), delectare (memberikan kenikmatan berdasarkan bentuk.
melalui unsur estetik), dan movere (mampu Menurut periodenya, jenis puisi yang disebut
menggerakkan kreativitas pembaca). Akan tetapi, dinamakan puisi lama. Mantra adalah puisi tua,

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 3, April 2016, hlm 254-264
12
13

keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada berisi nasihat tentang agama, budi pekerti, pendidikan,
mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan moral, dan tingkah laku. Pasal I dan II memberi
lebih pada bentuk adat dan kepercayaan. Puisi lama nasihat tentang agama (religius). Pasal III tentang
yang berasal dari tanah Arab disebut syair. Sementara budi pekerti, yaitu menahan kata-kata yang tidak
itu, pantun adalah puisi lama yang berasal dari perlu dan makan seperlunya. Pasal IV tentang tabiat
Melayu asli yang membudaya dan terkenal dalam yang mulia, yang muncul dari hati (nurani) dan akal
masyarakat. Gurindam itu sendiri memiliki arti pikiran (budi). Pasal V tentang pentingnya pendidikan
sebagai bentuk karya sastra lama yang berbentuk dan memperluas pergaulan dengan kaum terpelajar.
puisi. Pasal VI tentang pergaulan, yang menyarankan
Pada artikel ini, penulis akan membahas dan untuk mencari sahabat yang baik, demikian pula
mengkaji secara mendalam mengenai Gurindam XII guru sejati yang dapat mengajarkan mana yang baik
karya Raja Ali Haji. Dinamai XII karena memang dan buruk.
terdiri dua belas pasal. Gurindam XII ini sangat Pasal VII berisi nasihat agar orang tua
tersohor karena selain pesan-pesan yang dikandung, membangun akhlak dan budi pekerti anak-anaknya
juga karena ketokohan pengarang. sejak kecil dengan sebaik mungkin. Jika tidak, kelak
Raja Ali Haji dilahirkan di Pulau Penyengat, orang tua yang akan repot sendiri. Pasal VIII berisi
Kepulauan Riau, yang merupakan keturunan kedua nasihat agar orang tidak percaya pada orang yang
(cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan culas dan tidak berprasangka buruk terhadap
IV dari Kesultanan Lingga-Riau. Mahakaryanya, seseorang. Pasal IX berisi nasihat tentang moral
Gurindam Dua Belas, yang diterbitkan pada tahun pergaulan pria, wanita, dan tentang pendidikan.
1847 menjadi pembaruan arah aliran kesusasteraan Hendaknya dalam pergaulan antara pria wanita ada
pada zamannya. Raja Ali Haji yang berpendidikan pengendalian diri dan setiap orang selalu rajin
Arab masih mengekalkan bahasa Melayu Klasik beribadah agar kuat imannya. Pasal X berisi nasihat
yang banyak memengaruhi oleh perkataan Arab keagamaan dan budi pekerti, yaitu kewajiban anak
dan struktur Arab. untuk menghormati orang tuanya. Pasal XI berisi
Pada tahun 1822 sewaktu Raja Ali Haji masih nasihat kepada para pemimpin agar menghindari
kecil, beliau pernah dibawa oleh orang tuanya ke tindakan yang tercela, berusaha melaksanakan
Betawi (Jakarta). Ketika itu bapaknya, Raja Haji amanat anak buah dalam tugasnya, serta tidak
Ahmad, menjadi utusan Riau untuk menjumpai berkhianat. Pasal XII (terakhir) berisi nasihat
Gubernur Jenderal Baron van der Capellen. keagamaan, agar manusia selalu ingat hari kematian
Berulang-ulang kali Raja Haji Ahmad menjadi utusan dan kehidupan di akhirat.
kerajaan Riau ke Jawa, waktu yang berguna itu Akan tetapi, dalam penelitian ini, penulis memilih
telah dimanfaatkan oleh putranya Raja Ali untuk pasal V dan VI untuk dikaji. Pemilihan tersebut
menemui banyak ulama, untuk memperdalam ilmu berdasarkan tujuan tertentu yang nantinya menjadi
pengetahuan Islamnya, terutama ilmu fikih. Ulama subbab tersendiri pada tulisan ini. Pendekatan yang
Betawi yang sering dikunjungi oleh beliau ialah digunakan penulis adalah pendekatan analisis wacana
Saiyid Abdur Rahman al-Mashri. secara deskriptif. Penulis mencoba menganalisis
Raja Ali Haji sempat belajar ilmu falak dengan dari aspek tekstual, kontekstual, serta intertekstual
beliau. Selain dapat mendalami ilmu keislaman, Raja Ali pada dua teks gurindam yang dipilih menjadi sumber
Haji juga banyak mendapat pengalaman dan pengetahuan data. Selain itu, terdapat relevansi antara hasil kajian
hasil pergaulan dengan sarjana-sarjana kebudayaan dengan materi ajar sastra di sekolah.
Belanda seperti T. Roode dan Van Der Waal yang Berdasarkan latar belakang masalah tersebut,
kemudian menjadi sahabatnya. Selain itu, Raja Ali Haji penulis mencoba menganalisis aspek tekstual,
juga seorang intelektual terkenal di penghujung abad konstekstual, dan intertekstual pada gurindam pasal
ke-19. Kecemerlangan Raja Ali Haji dalam dunia V dan VI. Tujuan penelitian ini adalah untuk
intelektual berkat karya-karya dan perjuangannya dalam mendeskripsikan aspek tekstual, kontekstual,
mencerdaskan masyarakatnya. Karya-karyanya tidak intertekstual pada gurindam pasal V dan VI, nilai
hanya terbatas pada Gurindam Dua Belas, sebagai pendidikan karakter, serta dapat digunakan untuk
sebuah karya sastra yang sangat dikenal di Indonesia, materi ajar sastra di sekolah. Penulis menemukan
tetapi juga meliputi berbagai bidang seperti agama, manfaat penelitian yang dapat dikemukakan adalah
sejarah, bahasa, dan budaya Melayu. manfaat secara teoretis. Maksudnya, manfaat yang
Keduabelas pasal gurindam tersebut masing- dapat diambil dari penelitian ini adalah dapat
masing memiliki makna tersendiri. Di antaranya menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
13Analisis Wacana dalam Gurindam XII dan Nilai Pendidikan Karakter
Doni Uji Windiatmoko,
serta Implikasinya sebagai Materi Ajar Sastra
14

kajian analisis wacana, khususnya sastra Melayu Pendapat J.S. Badudu (dalam Eriyanto, 2001:
klasik, yaitu gurindam. 2), mengenai wacana adalah (1) rentetan kalimat
Salah satu karya sastra klasik Melayu adalah yang berkaitan, yang menghubungkan preposisi yang
gurindam. Gurindam berasal dari bahasa Tamil satu dengan preposisi yang lainnya, membentuk
(India). Gurindam muncul setelah orang Hindu satu kesatuan, sehingga terbentuklah makna yang
berdatangan ke Indonesia. Bentuk gurindam itu serasi diantara kalimat-kalimat itu; (2) kesatuan
sendiri hampir mirip seperti puisi-puisi lama. Jadi, bahasa yang terlengkap dan tertinggi atau terbesar
gurindam itu termasuk puisi lama berdasarkan di atas kalimat atau klausa dengan koherensi dan
periodenya. Oleh karena itu, gurindam adalah salah kohesi yang tinggi dan berkesinambungan, yang
satu puisi lama yang berasal dari daerah Tamil mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,
(India). disampaikan secara lisan atau tertulis.
Gurindam memiliki ciri-ciri sebagaimana yang Secara garis besar, dapat disimpulkan pengertian
dijelaskan Soetarno, (1982: 29). Adapun ciri-ciri wacana adalah satuan bahasa terlengkap daripada
gurindam adalah sebagai berikut. fonem, morfem, kata, klausa, kalimat dengan koherensi
dan kohesi yang tinggi yang berkesinambungan, yang
a. Tiap bait terdiri dari dua baris.
mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata,
b. Jumlah suku kata tiap-tiap baris tidak tetap,
disampaikan secara lisan atau tertulis dapat berupa
yang pada umumnya 10-14.
ucapan lisan dan dapat juga berupa tulisan, tetapi
c. Sajak akhirnya dapat berirama a-a. persyaratanya harus dalam satu rangkaian dan
d. Hubungan baris ke-1 dan baris ke-2, seolah- dibentuk oleh lebih dari sebuah kalimat.
olah membentuk kalimat majemuk, yang Analisis tekstual wacana adalah analisis wacana
biasanya dalam hubungan sebab dan akibat. yang bertumpu secara internal pada teks yang dikaji
e. Pada umumnya, isi menyatakan suatu kebenaran (Sumarlam, dkk., 2004: 87). Bagian internal wacana
untuk memberi nasihat. terdiri aspek gramatikal dan aspek leksikal. Kedua
aspek tersebut mendukung sebuah wacana dapat
Analisis wacana adalah kajian tentang aneka dibaca dan dipahami banyak orang, sehingga memiliki
fungsi bahasa (Suwandi, 2010: 146). Sementara, wacana peran dalam konteks kebahasaan yang kemudian
itu sendiri mengandung makna sebagai unsur dapat dikaji.
kebahasaan yang kompleks dan lengkap. Unsur
Aspek gramatikal meliputi pengacuan
kebahasaan itu berupa fonem, morfem, kata, frasa,
(reference), penyulihan (substitution), penghilangan
klausa, kalimat, paragraf, sampai karangan. Karena
(ellipsis), konjungsi (conjunction), dan kohesi
bersifat pragmatis, wacana memerlukan banyak peranti
leksikal (lexical cohesion). Pengacuan atau referensi
untuk menganalisisnya. Tujuannya, adalah untuk
adalah salah satu jenis kohesi gramatikal berupa
membekali pemakai bahasa agar dapat memahami
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan
dan memakai bahasa dengan baik dan benar.
lingual lain (atau suatu referen) yang mendahului
Menurut Dardjowidjojo (dalam Mulyana, 2005: 1)
atau mengikutinya (Sumarlam, dkk., 2004: 88).
untuk dapat memahami wacana dengan baik dan
Pengacuan terdiri dari pengacuan persona (persona
benar, diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai
pertama, kedua, ketiga, baik tunggal maupun jamak),
kebahasaan dan nonkebahasaan (multiilmu). Dengan
pengacuan demonstratif (waktu dan tempat), dan
kata lain, penganalisis wacana agar memperolah kajian
pengacuan komparatif (membandingkan).
wacana yang bermutu tinggi wajib menguasai dua
Penyulihan atau substitusi membicarakan
pokok penting, yaitu bahasa dan ilmu lain.
Kata wacana dalam bahasa Indonesia dipakai tentang proses dan hasil penggantian unsur bahasa
sebagai padanan (terjemahan) kata discourse dalam oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar
bahasa Inggris. Secara etimologis kata discourse itu (Mulyana, 2005: 134). Menurut Kridalaksana (dalam
berasal dari bahasa latin discursus ‘lari kian kemari’. Mulyana, 2005: 100), penggantian tersebut digunakan
Kata discourse itu diturunkan dari kata discurrere. untuk mendapatkan unsur-unsur pembeda dan
Menurut Wabster, bentuk discurrere itu merupakan menjelaskan struktur tertentu.
gabungan dari dis dan currere ‘lari, berjalan kencang’ Penghilangan atau elipsis dengan kata lain
(dalam Baryadi, 2002: 1). Wacana atau discourse pelesapan. Elipsis dimaknai sebagai salah satu jenis
kemudian diangkat sebagai istilah linguistik. Dalam aspek gramatikal yang berupa penghilangan unsur
linguistik, wacana dimengerti sebagai satuan lingual (konstituen) tertentu yang telah disebutkan
(linguistic unit) yang berada di atas tataran kalimat (Sumarlam, dkk., 2008: 68). Unsur-unsur yang
(Baryadi, 2002: 2). dilesapkan dapat berwujud kata, frasa, dan klausa.

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 3, April 2016, hlm 254-264
15

Kridalaksana (dalam Mulyana, 2005: 105), Untuk mengkaji secara kontekstual, dapat
perangkaian atau konjungsi adalah bentuk atau satuan digunakan dengan metode penafsiran dan metode
kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung, analogi (Sumarlam, dkk., 2004: 98). Metode
perangkai, atau penghubung antara kata dengan penafsiran terdiri dari penafsiran personal, penafsiran
kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, lokasional, dan penafsiran temporal. Metode analogi
kalimat dengan kalimat, dan seterusnya. Sementara berperan dengan cara membandingkan unsur-unsur
itu, kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara yang ada.
bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian Menurut Ratna, (2012: 172), interteks adalah
struktur secara kohesif (Musaffak, 2015: 225). jaringan hubungan antara teks satu dengan teks lain.
Aspek leksikal terdiri dari repetisi (pengulangan), Tokoh terkenal pada kajian intertek adalah Riffaterre.
sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), Ia menyatakan hypogram adalah struktur prateks,
antonimi (lawan kata), hiponimi (hubungan atas- yang dinilai sebagai kekuatan puitis teks tertentu.
bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan). Repetisi Hipogram sebagai sebuah teks dapat
atau pengulangan diartikan sebagai pengulangan memberikan tekanan, pengaruh (bentuk maupun
unsur wacana (kata, frasa, klausa) yang dianggap isi), gaya kepada teks lain yang mengikutinya.
penting untuk memberi tekanan dalam sebuah Konvensi dan gagasan yang dimaknai harus
konteks yang sesuai (Keraf, 1994: 71). Sinonimi dibandingkan dengan teks turunannya itu. Teks yang
(padanan kata) adalah salah satu aspek leksikal menjadi teks yang menentukan pengaruh itu disebut
yang dimanfaatkan untuk mendukung kepaduan hipogram, sedangkan teks baru yang menyerap dan
wacana (Sumarlam, dkk., 2004: 96). Sinonimi ada mentransformasikan hipogram itu disebut teks
lima macam, yaitu morfem bebas dengan morfem transformasi (Winarni, 2013: 148).
terikat, kata dengan kata, frasa dengan frasa, dan Prinsip interteks pada tataran memahami dan
klausa dengan klausa. menyerap serta memproduksi. Hal ini seperti yang
Kolokasi (sanding kata) adalah asosiasi tertentu diungkapkan Kustriyono, (2012: 61) prinsip utama
dalam menggunakan pilihan kata yang cenderung dari intertekstualitas adalah prinsip memahami dan
digunakan secara berdampingan. Kata-kata yang memberikan makna karya bersangkutan. Artinya,
berkolokasi adalah kata-kata yang dipilih untuk karya itu diprediksikan sebagai reaksi, penyerapan,
mendukung sebuah tema tertentu (Sumarlam, dkk., atau transformasi dari karya-karya lain.
2004: 97). Hiponimi (hubungan atas-bawah) adalah Hipogram dapat dikatakan menjadi landasan
satuan bahasa yang secara makna dianggap menjadi untuk menciptakan karya-karya baru, baik dengan
bagian dari satuan bahasa lainnya. Satuan bahasa di cara menerima maupun menolaknya. Sementara,
sini bisa berbentuk kata, frasa, dan kalimat. bentuk transformasinya pun demikian. Sejatinya,
Ekuivalensi (kesepadanan) adalah hubungan antara hipogram dan transformasi di dalamnya terjadi
kesepadanan antara satuan lingual tertentu dengan alur dialogis yang kental dengan unsur subjektivitas
lainnya (Sumarlam, 2003: 44). karena proses penggaliannya berdasarkan
Konteks dalam wacana tulis sangat perlu untuk penafsiran-penafsiran tertentu.
diperhatikan. Merujuk Samsuri (dalam Suwandi, 2010: Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang
146-147), untuk mengungkapkan sebuah makna teks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) telah
sering pula dipengaruhi oleh teks lain yang berupa merumuskan 18 nilai karakter yang akan ditanamkan
ujaran (kalimat), paragraf maupun wacana. Dalam dalam diri para siswa sebagai upaya untuk
Mulyana, (2005: 21), wacana ialah situasi atau latar membangun karakter bangsa (Suyadi, 2013: 7).
terjadinya suatu komunikasi. Konteks dapat diartikan Adapun nilai pendidikan karakter berdasarkan
sebagai sebab, alasan, dan segala sesuatu yang Kemendiknas terdapat 18 poin, yaitu nilai religius,
dapat memengaruhi arti, maksud, maupun jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri,
informasinya, sangat tergantung pada konteks yang demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan/
melatarbelakangi peristiwa tuturan itu. nasionalisme, cinta tanah air, menghargai prestasi,
Analisis kontekstual itu sendiri adalah analisis komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
wacana dengan memperhatikan unsur ekstrenal yang lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Suyadi,
melingkupinya. Unsur tersebut terdiri dari konteks 2013: 8-9). Ke-18 nilai pendidikan tersebut bersifat
situasi dan konteks kultural. Konteks situasi universal yang bisa pula dikandung dalam karya
maksudnya adalah latar belakang situasi yang melatari sastra. Produk sastra sering kali memasukkan nilai-
peristiwa tutur atau wacana tersebut. Konteks kultural nilai pendidikan yang berupa karakter yang tentunya
lebih menekankan pada pengaruh sosial-budaya. baik bagi umat (pembaca).
15Analisis Wacana dalam Gurindam XII dan Nilai Pendidikan Karakter
Doni Uji Windiatmoko,
serta Implikasinya sebagai Materi Ajar Sastra
16

Sastra mengandung makna yang luas dan bernilai. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
Nilai-nilai yang dikandung di dalamnya menyepakati disimpulkan bahwa karya sastra dapat mengandung
bahwa sastra juga dapat menjadi sarana pendidikan. nilai-nilai pendidikan karakter. Sastra dapat juga
Sarana mendidik tentunya melalui pengajaran. Dengan menjadi sarana mendidik. Melalui bahan ajar yang
kaitan seperti itu, pengajaran mengenai sastra dapat sesuai, nilai pendidikan karakter diimplisitkan dalam
pula memiliki upaya internalisasi nilai-nilai pendidikan pembelajaran di kelas. Selain melatih berimajinasi,
karakter. Sastra dalam pendidikan anak dapat berperan pemilihan sastra sebagai media penanaman nilai
mengembangkan aspek kognitif, afektif, dan pendidikan karakter bermanfaat pula untuk
psikomotorik, mengembangkan kepribadian, dan membentuk siswa yang kreatif sekaligus berakhlak
mengembangkan pribadi sosial (Wibowo, 2013: 19-20). mulia.
Sastra sangat berkaitan dengan imajinasi.
Pengalaman kehidupan, hubungan antarmanusia, METODE
hubungan dengan alam, dan hubungan kepada Sang
Kuasa. Setiap aktivitas manusia mempunyai sikap Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif
dan karakter dalam menghadapi kehidupan. deskriptif. Dikatakan sebagai penelitian kualitatif
Sederhananya, menurut Zuchdi (2013: 222) imajinasi yang bersifat deskriptif karena data-data yang
moral merupakan wahana pikiran dan hati untuk dikumpulkan berupa uraian kata bukan data-data
berani menyenangi, memimpikan, mengevaluasi, dan yang berupa angka.
memilih akhir kehidupan yang baik (khusnul Data merupakan bahan jadi penelitian yang ada
khotimah). karena proses pemilahan berbagai macam tuturan
Imajinasi moral memiliki empat bentuk, yaitu visi (Sudaryanto dalam Mahsun, 2012: 18). Data dalam
moral, latihan moral, identitas moral, dan keputusan penelitian ini adalah teks gurindam XII karya Raja
moral. Karya sastra menolong pembaca mewujudkan Ali Haji. Akan tetapi, penulis hanya menelaah pada
visi moral dan dapat memiliki konsekuensi sepanjang pasal V dan VI.
hidup. Selain itu, sastra juga dapat merefleksikan Metode analisis data yang digunakan dalam
kehidupan baik pada bentuk praktik maupun mental penelitian ini adalah metode analisis konten
yang dikejawantahkan dalam keadaan yang serupa (content analysis). Analisis isi secara umum
dalam hidupnya (Zuchdi, 2013: 223). diartikan sebagai metode yang meliputi semua analisis
Sastra dapat menjadi semacam permainan mengenai isi teks, tetapi di sisi lain analisis isi juga
menyeimbangkan segenap kemampuan mental digunakan untuk mendeskripsikan pendekatan analisis
manusia, berhubung dengan adanya kelebihan energi yang khusus. Metode analisis isi adalah suatu teknik
yang harus disalurkan. Permainan yang untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi
diintegrasikan dengan nilai-nilai sastra semakin berbagai karakteristik khusus suatu pesan secara
menarik bagi seseorang. Menurut Schiller (dalam objektif, sistematis, dan generalis.
Wibowo, 2013: 20), dengan ilmu sastra, seseorang
diasah kreativitas, perasaan, dan sensivitas HASIL DAN PEMBAHASAN
kemanusiaannya, sehingga terhindar dari tindakan- Aspek Tekstual Gurindam XII Pasal V dan VI
tindakan yang destruktif, sempit kerdil dan picik.
Teks dapat dipahami sebagai rangkaian kata
Daya imajinasi dan pembentukan karakter
yang tersusun dan terstruktur. Gurindam pasal V
manusia memiliki relevansi yang kuat. Imajinasi
dan VI merupakan salah satu bentuk teks karena di
adalah sarana berkarakter. Imajinasi adalah salah
dalamnya terdapat kata-kata yang dirangkai dan
satu kunci kebaikan. Setiap orang tidak cukup hanya
ada strukturnya. Jadi, pada bagian ini, penulis
mengetahui kebaikan, tetapi harus senang berbuat
mengkaji dengan pendekatan analisis wacana yang
baik. Kesenangan berbuat baik ini diarahkan oleh
berupa teks gurindam.
imajinasi. Secara teoretis, alasan berbuat baiklah
Kajian tekstual di sini meliputi aspek gramatikal
yang membimbing pilihan moral tetapi dalam praktik,
dan leksikal. Aspek gramatikal yang ditemukan adalah
imajinasilah yang lebih banyak mengarahkan pilihan
pengacuan (referensi), pelesapan (elipsis), dan
moral. Misalnya, dengan berimajinasi menjadi orang
perangkaian (konjungsi).
sukses, anak-anak akan belajar dengan tekun,
bekerja sama, menghargai orang lain karena tanpa
semua itu tidak mungkin kesuksesan yang
bermartabat dapat diraih (Zuchdi, 2013: 223).

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 3, April 2016, hlm 254-264
17

Aspek Gramatikal Baris 5. Cahari olehmu akan isteri,


a. Gurindam pasal V Baris 7. Cahari olehmu akan kawan,
(1) Pengacuan (referensi) Baris 9. Cahari olehmu akan abdi,
Pengacuan terletak pada kata “dia” pada baris (2) Pelesapan (elipsis)
ke-6. “dia” merupakan pengacuan persona Pelesapan ditemukan pada baris gurindam dari
ketiga tunggal. Lihat baris berikut. baris ke-2, 4, 6, 8, dan 10.
Baris 6. Lihatlah kepada kelakuan dia. Baris 2a. Ø yang boleh dijadikan obat.
(2) Pelesapan (elipsis) 2b. sahabat yang boleh dijadikan obat.
Pelesapan yang terdapat dalam gurindam pasal Baris 4a. Ø yang boleh tahukan tiap seteru.
V adalah berupa kata. Elipsis tersebut dapat
4b. guru yang boleh tahukan tiap
dilihat pada baris 2 dan 6.
seteru.
Baris 5a. lihat kepada Ø budi dan bahasa.
Baris 6a. Ø yang boleh menyerahkan diri.
5b. lihat kepada orang budi danbahasa.
6b. Isteri yang boleh menyerahkan
Baris 6a. Lihatlah Ø kepada kelakuan dia. diri.
6b. lihatlah orang kepada kelakuan dia. Baris 8a. Pilih Ø segala orang yang setiawan.
Kata “orang” yang di dalam tanda kurung itu 8b. Pilih kawan segala orang setiawan.
yang dimaksud, yang dihilangkan.
Baris 10a. Ø yang ada baik sedikit budi.
(3) Perangkaian (konjungsi)
10b. abdi yang ada baik sedikit budi.
Kata konjungsi yang ditemukan dalam teks
gurindam pasal V ini adalah “jika, dan, ketika,
Aspek Leksikal
dengan”. Kata hubung “jika” terdapat pada
baris 1, 3, 5, 7, 9, dan 11. Aspek leksikal meliputi repetisi (pengulangan),
sinonimi (padanan kata), antonimi (lawan kata),
Baris 1. Jika hendak mengenal orang
kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-
berbangsa,
bawah), dan ekuivalensi (kesepadanan bentuk).
Baris 3. Jika hendak mengenal orang yang a. Gurindam Pasal V
berbahagia,
Dalam teks gurindam teks V ditemukan repetisi,
Baris 5. Jika hendak mengenal orang mulia, sinonimi, dan kolokasi. Berikut ulasannya.
Baris 7. Jika hendak mengenal orang yang (1) Repetisi (pengulangan)
berilmu,
Pengulangan yang ditemukan adalah
Baris 9. Jika hendak mengenal orang yang pengulangan kata dan klausa. Repetisi kata
berakal, pada kata “lihat” yang terdapat pada baris 2
Baris 11. Jika hendak mengenal orang yang dan 12.
baik perangai, Baris 2. Lihat kepada budi dan bahasa.
Kata hubung “dan” muncul pada baris 2 dan 8. Baris 12. lihat pada ketika bercampur dengan
Baris 2. lihat kepada budi dan bahasa. orang ramai.
Baris 8. Bertanya dan belajar tiadalah jemu. Dari 12 baris dalam teks gurindam pasal V, ada
sebuah klausa yang beberapa kali diulang
Sementara itu, konjungsi “ketika, dengan” sama-
penulisannya, yaitu “Jika hendak mengenal
sama tampak pada baris 12.
orang...” atau “Jika hendak mengenal
Baris 12. Lihat pada ketika bercampur orang yang...”. Klausa ini dapat dibaca
dengan orang ramai. pada baris ke-1, 3, 5, 7, 9, dan 11.
b. Gurindam pasal VI Baris 1. Jika hendak mengenal orang
(1) Pengacuan (referensi) berbangsa,
Pengacuan persona yang ditemukan adalah Baris 3. Jika hendak mengenal orang yang
persona kedua tunggal, -mu. Pengacuan ini berbahagia,
terdapat pada baris 1, 3, 5, 7, dan 9. Baris 5. Jika hendak mengenal orang mulia,
Baris 1. Cahari olehmu akan sahabat, Baris 7. Jika hendak mengenal orang yang
Baris 3. Cahari olehmu akan guru, berilmu,

17Analisis Wacana dalam Gurindam XII dan Nilai Pendidikan Karakter


Doni Uji Windiatmoko,
serta Implikasinya sebagai Materi Ajar Sastra
18

Baris 9. Jika hendak mengenal orang yang Baris 1. Cahari olehmu akan sahabat,
berakal, Baris 3. Cahari olehmu akan guru,
Baris 11. Jika hendak mengenal orang yang Baris 5. Cahari olehmu akan isteri
baik perangai.
Baris 7. Cahari olehmu akan kawan
(2) Sinonimi (padan kata)
Baris 9. Cahari olehmu akan abdi
Sinonimi pada teks gurindam ini berupa kata,
(b) Sinonimi (padan kata)
yaitu pada kata “budi, berakal, perangai”. Di
dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Ditemukan dua kata yang memiliki kesamaan
ketiga kata tersebut memiliki kesamaan makna. makna yaitu pada kata “sahabat” dan “kawan”
Oleh karena itu, penulis menyebutkan jika ketiga yang berarti teman. Sinonimi tersebut terdapat
kata tersebut mengandung hubungan padan kata. pada baris 1 dan 7. Berikut kutipannya.
Lihat pada baris ke-2, 9, dan 11. Baris 1. Cahari olehmu akan sahabat,
Baris 2. Lihat kepada budi dan bahasa. Baris 7. Cahari olehmu akan kawan,
Baris 9. Jika hendak mengenal orang yang
berakal, Aspek Kontekstual Gurindam XII Pasal V dan VI
Baris 11. Jika hendak mengenal orang yang Analisis Konteks Sosial Budaya
baik perangai,
Gurindam Pasal V
Selain itu, terdapat dua kata yang bersinonim
Penulis mengambil bagian gurindam tersebut
yang merujuk makna “orang yang mempunyai
pada pasal V. Pada gurindam pasal V terdapat unsur
pengetahuan” yaitu pada kata “berilmu” pada
sosial dan budaya yang diwakili. Sosial-budaya yang
baris 7 dan kata “berakal” pada baris 9.
dimaksud adalah sosial-budaya Timur, khususnya
(3) Kolokasi (sanding kata) Melayu. Manusia sebagai makhluk sosial diharapkan
Penulis menemukan beberapa kata yang bersifat satu sama lain dapat saling membantu, berkontribusi,
sanding kata. Kata-kata tersebut dipilih karena dan berperilaku baik kepada sesama. Hal ini bertujuan
dapat mendukung dan sesuai dengan tema meski berbeda secara geografi atau tempat dan
gurindam pasal V. Temanya adalah bahkan berbangsa, sesama manusia harus
keberagaman bangsa untuk saling mengenal menonjolkan sikap budi yang terpuji. Implementasi
dan mengejar ilmu agar baik budinya. Hal ini sikap-sikap tersebut dapat diamati dari bahasa yang
terdapat pada baris 1, 3, 5, 7, 9, dan 11. dituturkan. Hal tersebut sebagaimana terdapat pada
Baris 1. Jika hendak mengenal orang baris 1 dan 2 “Jika hendak mengenal orang
berbangsa, berbangsa, lihat kepada budi dan bahasa”.
Baris 3. Jika hendak mengenal orang yang Manusia terlahir dengan fitrah yang suci. Salah
berbahagia, satu bentuk fitrah itu adalah kebahagiaan. Semua
Baris 5. Jika hendak mengenal orang mulia, jenis manusia pasti membutuhkan dan mencari rasa
Baris 7. Jika hendak mengenal orang yang bahagia. Wajar dan niscaya, manusia itu mengenali
berilmu, kebahagiaan. Rasa itu dapat diperoleh dari diri
sendiri maupun orang lain. Seperti pada baris 3 dan
Baris 9. Jika hendak mengenal orang yang
4, “Jika hendak mengenal orang yang
berakal,
berbahagia, sangat memeliharakan yang
Baris 11. Jika hendak mengenal orang yang sia-sia.” Setelah mendapatkan kebahagiaan, manusia
baik perangai. itu ingin hidup mulia. Banyak orang berkata bahwa
b. Gurindam Pasal VI kebahagiaan dan kemuliaan dapat dicari melalui
Dari aspek leksikal, pada teks gurindam pasal ilmu. Ilmu pengetahuan apa saja dapat mengantarkan
VI ini, penulis menemukan repetisi seseorang menuju cita-cita. Cita-cita ini mewujud
(pengulangan) dan sinonimi atau padan kata. menjadi jalan hidup yang diinginkan. Dapat selaras
Berikut ulasannya. dengan sesama, alam, dan Sang Pencipta. Jika
(a) Repetisi (pengulangan) demikian, manusia ini dapat dikatakan telah hidup
Repetisi yang ditemukan adalah repetisi klausa bahagia dan mulia. Baca pada baris 5-8, “Jika
yaitu pada “Cahari olehmu akan...”. Klausa ini hendak mengenal orang mulia, lihatlah kepada
terdapat pada baris 1, 3, 5, 7, dan 9. kelakuan dia. Jika hendak mengenal orang yang
berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu.”

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 3, April 2016, hlm 254-264
19

Dengan memiliki ilmu yang dalam dan luas, Pada baris 7 dan 8 juga menceritakan mengenai
seseorang dapat disebut berakal. Akal sebagai teman atau kawan yang memiliki sifat setia. Setia di
anugerah Tuhan ini harus dapat diberdayakan secara sini adalah ia tidak pamrih bersahabat dan berada di
bijak dan tepat. Seseorang itu dapat berpikir karena sampingnya setiap diperlukan dengan rasa saling
punya akal. Manusia dapat membaca dan menulis membutuhkan. Coba lihat, “Cahari olehmu akan
juga karena akalnya. Bedakan dengan orang tidak kawan, pilih segala orang yang setiawan.”
waras, hilang akal. Individu tidak mampu berpikir Budaya Timur begitu menyanjung dan
dan berakal secara baik. Nikmat akal ini harus menghormati profesi guru. Guru dianggap orang
disalurkan pada jalan yang benar agar dapat menjadi berilmu dan berakal yang dapat digugu lan ditiru
bekal hidup. Untuk itu, benarlah apa yang (diperhatikan dan dicontoh). Dengan demikian,
disampaikan pada baris 9 dan 10 berikut, “Jika seorang guru dapat dikatakan menjadi orang
hendak mengenal orang yang berakal, di dalam terpandang berkat keluasan ilmu dan pengabdiannya
dunia mengambil bekal.” kepada masyarakat. Hal ini pula yang terdapat pada
Kehebatan akal manusia sudah tidak diragukan baris 3 dan 4, “Cahari olehmu akan guru, yang
lagi. Contoh sekarang ini, bagaimana hebatnya boleh tahukan tiap seteru.” Maksudnya, dengan
orang-orang berakal itu menciptakan benda kecil meminta nasihat guru, diharapkan beberapa
yang dapat mengoperasikan segala hal dalam perbedaan dapat diambil jalan terbaik untuk
komputer yang disebut prosesor. Kemudian, kepentingan bersama.
bagaimana seseorang dapat menciptakan teknologi Selain itu, pada baris 5-6 dan 9-10,
robot yang dapat melakukan beberapa aktivitas membicarakan tentang kehadiran istri yang setia,
semirip manusia. Sedemikian positif perkembangan pasrah, dan patuh. Yang menyerahkan dirinya kepada
akal manusia itu dengan menciptakan inovasi-inovasi suami sebagai tanda bakti yang penuh kasih sayang.
untuk mempermudah kegiatan manusia itu sendiri. Kasih sayang menjadi sebuah bentuk pengabdian
Akan tetapi, tidak sedikit yang “memanfaatkan” yang tulus. Maka itu, seorang abdi atau istri
akal ini pada hal yang kurang tepat. Kelihatan baik mempunyai budi yang baik. Baca pada baris 5-6,
kelakuannya, tetapi itu belum menjamin apa yang “Cahari olehmu akan istri, yang boleh menyerahkan
ada di dalam hatinya. Dapat bait 11 dan 12, diri.” dan juga pada baris 9-10, “Cahari olehmu
pengarang memberikan batasan untuk melihat akan abdi, yang ada baik sedikit budi.”
mengenai cara melihat orang yang benar-benar baik
hatinya. Coba lihat, “Jika hendak mengenal orang Konteks Situasi
yang baik perangai, lihat pada ketika bercampur a. Gurindam pasal V
dengan orang ramai.” 1) Konteks Fisik
Berdasarkan topik atau temanya, pengarang
Gurindam Pasal VI
gurindam mencoba menggambarkan realitas kehidupan
Berbeda dengan pasal sebelumnya, pada pasal yang ideal. Ada nasihat-nasihat bijak. Manusia yang
VI ini membicarakan mengenai interaksi berbangsa dan bernegara untuk kemudian saling kenal.
antarmanusia. Beragam karakter manusia perlu untuk Tiap orang haruslah berilmu dan berakal agar dapat
diketahui agar tidak salah pilih teman dekat. Konteks hidup bahagia. Selain itu, hidup mulia menjadi dambaan
sosial-budaya Melayu masih kental, dengan manusia sehingga betul baik budinya agar yang dijalani
menonjolkan adat Timur yang bernilai luhur. tidak sia-sia. Nasihat-nasihat ini pengarang tuliskan
Eksistensi seorang teman atau sahabat dalam dalam baris-baris gurindam dengan maksud sebagai
kehidupan adalah suatu kebutuhan hidup usaha bermasyarakat atau bersosialisasi kepada
bersosialisasi. Dengan hadirnya seorang sahabat, seluruh umat manusia dengan banyak membawa hal
hidup akan jadi berwarna dan merasa ada yang positif. Jadi, temanya adalah kehidupan yang berilmu
menemani baik di saat suka maupun duka. Idealnya dan kebahagiaan.
memang seperti demikian. Sahabat dapat menjadi
2) Konteks Kemanfaatan
tempat cerita dan pertolongan yang didasari rasa
ikhlas. Hal ini pula yang dapat dilihat pada baris 1 Raja Ali Haji mengarang gurindam tersebut
dan 2 yang mengatakan, “Cahari olehmu akan tidaklah sembarangan. Pastinya ada maksud atau
sahabat, yang boleh dijadikan obat”. Sahabat pesan baik yang ingin disampaikan. Pesannya berupa
yang baik diistilahkan sebagai obat yang mampu hiduplah berdampingan antarsesama, belajarlah agar
menjadi perantara untuk menyembuhkan, berilmu dan berakal, dan membacalah agar berbudi
menenangkan, dan membahagiakannya. dan berbahasa.
19Analisis Wacana dalam Gurindam XII dan Nilai Pendidikan Karakter
Doni Uji Windiatmoko,
serta Implikasinya sebagai Materi Ajar Sastra
20

b. Gurindam pasal VI Baris 11 (V). Jika hendak mengenal orang yang


1) Konteks Fisik baik perangai
Menurut temanya, gurindam pasal enam ini Baris 1 (VI). Cahari olehmu akan sahabat
mengandung makna agar mencari teman yang setia Kedua baris tersebut menunjukkan alur interteks
dan budiman. Jika menemukan sahabat yang setia, yang dimaksud. Baris 11 pasal V itu mempengaruhi
maka diibaratkan sahabat itu seperti obat yang (hipogram) yang membicarakan mengenai orang
mampu menyembuhkan kedukaan hati. Hal ini pula yang baik kelakuannya. Yang baik sikap, tindakan,
berlaku jika mengalami masalah, bertanya kepada dan pikirannya di masyarakat sering kali disebut
guru yang kaya ilmu. Selain itu, seorang istri harus dengan sahabat. Kemudian, untuk menjelaskan hal
patuh kepada suami yang baik. Oleh karena itu, tersebut, dipilihlah kata “sahabat” dalam bentuk
temanya adalah persahabatan sejati. tranformasinya dalam baris 1 pasal VI.
2) Konteks Kemanfaatan Pada gurindam pasal V bertemakan mencintai
Konteks ini berangkat dari amanat yang dapat antarsesama meski banyak perbedaan. Konteks
diambil dari teks gurindam tersebut. Oleh karena mencintai antarsesama ini dapat diartikan menjadi
itu, amanat yang dapat dipetik adalah bersahabatlah menemukan teman atau sahabat yang baik. Tema
dengan setia karena kesetiaan mendatangkan budi ini kemudian dilanjutkan dan dikembangkan secara
yang baik. spesifik pada gurindam pasal VI. Lihat baris 11 dan
12 pada gurindam pasal V dengan baris 7 dan 8
Aspek Intertekstual Gurindam XII Pasal V dan VI pada gurindam VI.
Berdasarkan hasil analisis tekstual dan Baris 11 (V). Jika hendak mengenal orang yang
kontekstual gurindam pasal V dan VI, penulis baik perangai.
menemukan beberapa keterkaitan hubungan baik Baris 12 (V). Lihat pada ketika bercampur dengan
dalam wujud kata, klausa, kalimat atau bahkan orang ramai
maknanya. Kedua teks gurindam tersebut terdapat
Baris 7 (VI). Cahari olehmu akan kawan.
peran yang memengaruhi dan yang dipengaruhi
(interteks). Yang mempengaruhi disebut hipogram, Baris 8 (VI). Pilih segala orang yang setiawan.
sedangkan yang dipengaruhi disebut tranformasi. Dapat dijelaskan, maksud dari orang yang
Secara tekstual, dapat dipahami teks kedua berperangai baik adalah seorang kawan atau
gurindam tersebut ingin mengajak para pembacanya sahabat. Dalam kondisi apa pun, baik suka maupun
untuk merenungi jalan kehidupan, termasuk semua duka, tidak akan meninggalkan kita, menjadi seorang
perbedaan yang tersaji. Berbeda karena berbangsa kawan yang setia setiap saat.
dan berbahasa. Bukan untuk saling menonjolkan
perbedaan itu akan tetapi maksud pengarang Nilai Pendidikan Karakter dalam Gurindam XII
gurindam, pembaca diminta untuk memaknai
Merujuk pada nilai pendidikan karakter dari
perbedaan itu untuk menuju kebahagaian yang
Kemendikbud, di dalam dua pasal gurindam XII
berwarna dan dapat hidup mulia dengan perbedaan
terdapat tiga (3) nilai yang ditemukan yaitu nilai jujur,
itu. Jalannya adalah dengan memperoleh ilmu yang
gemar membaca, dan peduli sosial. Ketiga nilai itu
kemudian diolah menjadi akal pikiran yang dapat
secara terintegrasi ke dalam teks gurindam XII. Nilai
menentukan baik dan buruknya. Semua itu menjadi
pendidikan karakter sangat penting bagi pembaca
bekal hidup yang berharga. Pesan-pesan ini
atau siswa sebagai bahan renungan atau motivasi
dikandung dalam teks gurindam pasal V. Jadi, pasal
kehidupan. Nilai jujur tersebut terdapat dalam
V inilah yang dapat disebut sebagai wujud hipogram
gurindam XII pasal VI pada baris ke-9 dan 10.
karena peran atau pengaruh pada pasal selanjutnya
yaitu, pasal VI. Baris 9 (VI) Cahari olehmu akan abdi
Pada pasal VI ini, diartikan sebagai pihak yang Baris 10 (VI) Yang ada baik sedikit budi
dipengaruhi (transformasi). Dilihat dari bahasa dan Kejujuran adalah fondasi kuat untuk hidup
maknanya, gurindam pasal VI “hanya” bentuk bersahaja dan bersahabat dengan lingkungan sekitar.
penjabaran lebih detail dari pesan atau maksud- Saling percaya satu sama lain itu pun diawali dari
maksud tertentu pada pasal V. Misalnya relevansi sikap jujur. Pada baris 9 disebutkan jika mencari
antara baris 11 pada pasal V dan baris 1 pada pasal seorang abdi (teman), mestinya mempunyai sikap
VI. Berikut kutipannya. yang baik yaitu jujur (sedikit budi, baris 10).

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 3, April 2016, hlm 254-264
21

Nilai kedua yang terdapat dalam gurindam XII Sementara itu, untuk KD 2 menjelaskan
adalah gemar membaca. Gemar membaca tersirat keterkaitan gurindam dengan kehidupan sehari-hari,
dalam pasal V baris 7 dan 8. tentunya hal tersebut berkaitan dengan hasil
Baris 7 (V) Jika hendak orang yang berilmu pembahasan pada aspek kontekstual yang terdiri
Baris 8 (V) Bertanya dan belajar tiadalah jemu. diri konteks sosial budaya Melayu dan konteks fisik
serta konteks kemanfaatan.
Salah satu cara untuk menimba ilmu ialah Sosial budaya Timur mengandung nilai kearifan
dengan membaca. Membaca buku yang berisi ilmu dan keluhuran yang mengajarkan mengenai budi
pengetahuan (pasal 7) akan menambah cara berpikir pekerti dan akal pikiran. Melalui media karya sastra,
dan bertindak seseorang menjadi lebih efektif dan nilai-nilai itu—yang terasa berat—menjadi mudah
efisien. Membaca merupakan bentuk belajar (pasal untuk diajarkan kepada siswa dengan cara literasi
8) yang ampuh untuk memahami banyak hal. (menulis) sastra. Gaya tutur sastra yang ringan
Penulis menemukan nilai peduli sosial yang tetapi mengena itu membuat inti dari materi ajar
terdapat dalam pasal V baris 1 dan 2. Nilai tersebut tersebut dapat terserap betul oleh siswa-siswa.
menekankan pentingnya mengenal sosial masyarakat Pembelajaran jadi mengasyikkan dan berlangsung
dan negara serta bahasa. kondusif. Sementara itu, konteks fisik dan konteks
Baris 1 (V) Jika hendak mengenal orang kemanfaatan secara integratif berkaitan dengan tema
berbangsa, atau amanat gurindam XII itu.
Pada KD ini, siswa diarahkan oleh guru untuk
Baris 2 (V) lihat kepada budi dan bahasa
menghubungkan gurindam dan nilai-nilainya dengan
Nilai peduli sosial juga terdapat dalam pasal VI keadaan lingkungan sekitar. Sebagai materi ajar,
baris 1 dan 2. Pada pasal ini menceritakan mengenai gurindam menyuguhkan materi yang edukatif dan
eksistensi sahabat yang mampu menjadi penyembuh rekreatif, sehingga siswa-siswa pun merasa tertarik
dan pelipur bagi kawannya. dan senang. Materi gurindam ini membuat siswa
Baris 1 (VI) Cahari olehmu akan sahabat sekolah memeroleh pengalaman belajar yang efektif
dan menyenangkan. Implikasinya sebagai materi ajar
Baris 2 (VI) yang boleh dijadikan obat
sastra, gurindam dapat dikaji atau diajarkan dari sudut
pandang yang lebih mendalam dan kontekstual, hal ini
Implikasinya sebagai Materi Ajar sesuai dengan hasil pada bab pembahasan di atas.
Merujuk pada uraian di atas, dapat dipahami
bahwa materi gurindam XII ini sesuai dan dapat KESIMPULAN
diajarkan kepada siswa sekolah, khususnya siswa
SMA. Sebagaimana struktur kurikulum (KTSP), Gurindam XII karya Raja Ali Haji merupakan
aspek sastra disajikan cukup proposional, sehingga karya sastra klasik Melayu yang terkenal dan penting
siswa juga memeroleh pengetahuan yang seimbang untuk dikaji. Hasilnya, memang terdapat beberapa
mengenai sastra, salah satunya adalah gurindam. aspek wacana baik secara tekstual, kontekstual,
Pada dokumen standar kompetensi (SK) dan dan intertekstual yang ditemukan oleh penulis. Hasil
kompetensi dasar (KD) kelas SMA terdapat materi tersebut diperoleh dengan menggunakan pendekatan
gurindam, tepatnya pada kelas XII semester dua. analisis wacana deskriptif.
Di situ, SK-nya adalah mengungkapkan tanggapan Analisis tekstual yang penulis temukan pada
terhadap pembacaan puisi lama.Untuk KD-nya, terdiri gurindam ini (pasal V dan VI) adalah berupa aspek
dari: Membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal
terkandung dalam gurindam; Menjelaskan keterkaitan yang dimaksud mengarah pada bentuk pengacuan
gurindam dengan kehidupan sehari-hari. Selain sama- (referensi) yaitu pengacuan persona (orang kedua
sama mengkaji gurindam, kedua KD itu juga memiliki dan ketiga tunggal), pelesapan (elipsis), dan
relevansi dengan pendidikan karakter yang telah perangkaian (konjungsi). Selain itu, aspek leksikal
dijabarkan sebelumnya. terdiri dari repetisi (pengulangan), sinonimi (padan
KD 1 Membahas ciri-ciri dan nilai-nilai yang kata), dan kolokasi (sanding kata).
terkandung dalam gurindam, hal tersebut sangat Analisis kontekstualnya, membahas mengenai
sesuai dengan bab teori gurindam yang berkaitan
konteks sosial budaya dan konteks situasi yang
dengan ciri-cirinya, sedangkan nilai-nilainya
melingkupi gurindam tersebut. Konteks sosial budaya
bersinggungan dengan nilai pendidikan karakter yang
lebih menekankan pada pengaruh budaya Timur
ditemukan dalam data penelitian, yaitu jujur, gemar
atau Melayu. Sosial budaya Melayu begitu kental
membaca, dan peduli sosial.
21Analisis Wacana dalam Gurindam XII dan Nilai Pendidikan Karakter
Doni Uji Windiatmoko,
serta Implikasinya sebagai Materi Ajar Sastra
22

baik secara bahasa (tersurat) maupun makna Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode &
(tersirat). Konteks situasi yang dibicarakan mengenal Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana.
hal topik dan kemanfaatan pesan dari gurindam Yogyakarta: Tiara Wacana.
yang dianalisis. Musaffak. 2015. Analisis Wacana Iklan Makanan
Selain itu, penulis menemukan bentuk hipogram, dan Minuman pada Televisi Berdasarkan
yaitu pada gurindam pasal V, sedangkan bentuk Struktur dan Fungsi Bahasa. Jurnal
transformasinya pada gurindam pasal VI. Jalur KEMBARA, 1 (2): 224-232.
intertekstualnya terletak pada aspek tema yang Soetarno. 1982. Peristiwa Sastra Melayu Lama.
diusung masing-masing pasal gurindam. Saran yang Surakarta: Widya Duta.
dapat disampaikan adalah hendaknya melakukan
Sumarlam (Ed). 2003. Teori dan Praktik Analisis
penelitian lanjutan yang khusus mengkaji karya-
Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
karya sastra lama (Melayu klasik). Dengan itu,
Sumarlam, Agnes Adhani, dan A Indratmo (Ed).
akan menambah referensi dan hasil kajian yang
2004. Analisis Wacana: Teori dan
lebih beragam dan relevan. Penelitian-penelitian
Penerapannya. Bandung: Penerbit Pakar Raya.
analisis wacana dapat memperkaya pengetahuan
para peneliti mengenai ranah bahasa dan ranah Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan
sastra. Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Dalam ranah pembelajaran, hasil kajian ini Pelajar.
terdapat nilai pendidikan karakter yaitu jujur, gemar Suwandi, Sarwiji. 2010. Serbalinguistik Mengupas
membaca, dan peduli sosial. Nilai-nilai pendidikan Pelbagai Praktik Berbahasa. Surakarta: UNS
itu sangat berguna bagi pembentukan karakter anak Press.
bangsa supaya lebih baik dan kompetitif. Sikap jujur Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan
sangat penting untuk siswa sebab sikap tersebut Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
mendorongnya agar selalu mendahulukan keikhlasan Wibowo, Agus. 2013. Pendidikan Karakter
menuntut ilmu dan jujur ketika mengalami kesulitan Berbasis Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
belajar. Siswa yang gemar membaca dapat Winarni, Retno. 2013. Kajian Sastra. Salatiga: Widya
membentuk karakter senang belajar sebab belajar Sari Press.
itu adalah membaca, sedangkan sikap peduli sosial
Zuchdi, Darmiyati (Ed). 2011. Pendidikan Karakter
membina karakter siswa mengerti keadaan sekitar,
dalam Perspektif Teori dan Praktik.
sehingga muncul sifat simpatik.
Yogyakarta: UNY Press.
DAFTAR PUSTAKA
Baryadi, Praptomo. 2002. Dasar-dasar Analisis
Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta:
Pustaka Gondhosuli.
Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar
Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS.
Keraf, Gorys. 1994. Komposisi. Ende Flores: Nusa
Indah.
Kustriyono, Erwan. 2012. “Intertekstualitas dan
Nilai Pendidikan pada Novel Negeri Lima
MenariKarya A. Fuadi dan Laskar Pelangi
Karya Andrea Hirata”. Jurnal Wacana Bahasa
dan Sastra Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Vol. 10. No. 2. Hal.
59-67.
Mahsun. 2012. Metode Penelitian Bahasa:
Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: Rajawali Pers.

KEMBARA: Jurnal Keilmuan Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, Volume 1, Nomor 3, April 2016, hlm 254-264

Anda mungkin juga menyukai