Rasa
merupakan salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam menentukan
keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan.
Penilaian rasa menggunakan panca indera pencicip yaitu lidah yang berfungsi
menilai rasa dengan mencicip suatu makanan dan minuman. Indera pencicip
berfungsi untuk menilai cita rasa dari suatu makanan. Indera ini terdapat di dalam
rongga mulut, lidah, dan langit-langit. Pada bagian atas lidah tertutupi oleh lapisan
mukosa dan permukaan nya tidak rata karena ada tonjolan-tonjolan yang disebut
dengan papilla. Papilla terdapat reseptor untuk membedakan rasa makanan. Lidah
tidak akan sensitif terhadap rasa apabila bagian lidah tersebut tidak terdapat
papilla. Sensasi rasa pengecap timbul akibat deteksi zat kimia oleh reseptor
khusus di ujung sel pengecap (taste buds) yang terdapat di permukaan lidah dan
pallatum molle. Sel pengecap tetap mengalami perubahan pada pertumbuhan,
mati, dan regenerasi. Proses ini bergantung pada pengaruh saraf sensoris.
Rasa mendeteksi rangsangan berupa zat terlarut dalam air, minyak, atau air liur
(kemoreseptor). Air liur berperan penting dalam fungsi pengecapan, tidak hanya
sebagai pembawa molekul pengecap ke reseptor, tetapi juga mengandung zat yang
dapat mengatur respon pengecapan. Air liur mengandung natrium dan kation lain
seperti bikarbonat untuk melindungi dari asam, serta berbagai protein dan
mukopolisakarida yang memberikan sifat licin dan pelapis. Saat makanan masuk
ke mulut, pecahannya larut dalam air liur. Sel sensitif bekerja dengan melakukan
kontak dengan sel sensitif lainnya dan menerima rangsangan berupa cairan.
Cairan mengisi pori-pori di atas puting pencicip, memungkinkan kontak langsung,
merangsang silia dan mengirimkan sinyal melalui saraf ke otak untuk diproses.
Sinyal sensorik ini dikirimkan melalui perhentian-perhentian sinaps dibatang otak
dan thalamus ke daerah gustatorik korteks. Batang otak memproyeksikan serat-
serat ke hipotalamus dan system limbik, sebagai rasa yang menyenangkan atau
tidak.
Indera pengecap berhubungan dalam hal kepekaan rasa. Sel-sel peka hanya bisa
membedakan 4 macam rasa yaitu manis, asin, asam dan pahit. Rasa manis dan
asin adalah rasa yang paling banyak dideteksi oleh kuncup pada ujung lidah,
kuncup pada sisi lidah paling peka asam, sedangkan kuncup di bagian pangkal
lidah peka terhadap pahit. Kepekaan manusia terhadap rasa pahit jauh lebih tinggi
dibandingkan rasa manis. Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah
mengenal rasa-rasa dasar tersebut. Adapun gambar anatomi lidah dapat dilihat
pada Gambar 1 berikut
Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi panelis dalam menentukan ambang
rangsangan yaitu kesesuaian pencicipan pada daerah puting pencicipan,
kemampuan panelis dalam memberikan intensitas kesan paa masing-masing
sampel, kepekaan indera pencicip, pencicipan berulang-ulang sehingga tidak
dapat membandingkan diantara beberapa sampel karena telah mengalami
kejenuhan pada indera pencicipnya dan pengujian terhadap sampel yang diberikan
tidak dilakukan secara berurutan mulai dari konsentrasi terendah sampai tertinggi
Ambang batas untuk rangsang rasa asam oleh minuman asam hidroklori dan rata-
rata 0,0009 N; untuk rasa asin oleh natrium korida 0,01 M; untuk rasa manis oleh
sukrosa, 0,01M; dan oleh rasa pahit oleh kuinin adalah 0,000008 M. Perhatikan
terutama bagaimana kepekaan terhadap rasa pahit lebih kuat dibandingkan yang
lain, yang memang diperlukan sensasi ini memberikan fungsi perlindungan yang
sangat penting.
Berdasarkan percobaan pertama yang dapat dilihat pada tabel 1 yaitu pencicipan
larutan cuka dengan konsentrasi 1% sampai dengan 7%, panelis berhasil menebak
dua sampel benar yaitu larutan cuka dengan konsentrasi 2% dan larutan cuka
dengan konsentrasi 7%. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan rasa cuka yang
sulit dibedakan saat pencicipan secara acak sehingga panelis keliru dalam
menebak bahan yang diberikan. Pada tabel 2 dapat dilihat hasil percobaan, panelis
dapat menebak larutan cuka dengan konsentrasi tertinggi karena tingginya
konsentrasi cuka yang di larutkan sehingga panelis dapat dengan mudah menebak
rasa asam yang dicicip. Adapun gambar cuka dengan berbagai konstentrasi dapat
dilihat pada Gambr 2.
1. Indera pencicip berfungsi untuk menilai cita rasa dari suatu makanan. Indera
ini terdapat di dalam rongga mulut, lidah, dan langit-langit. Pada bagian atas
lidah tertutupi oleh lapisan mukosa dan permukaan nya tidak rata karena ada
tonjolan-tonjolan yang disebut dengan papilla. Papilla terdapat reseptor
untuk membedakan rasa makanan. Lidah tidak akan sensitif terhadap rasa
apabila bagian lidah tersebut tidak terdapat papilla.
2. Sel-sel peka hanya bisa membedakan 4 macam rasa yaitu manis, asin, asam
dan pahit. Rasa manis dan asin adalah rasa yang paling banyak dideteksi
oleh kuncup pada ujung lidah, kuncup pada sisi lidah paling peka asam,
sedangkan kuncup di bagian pangkal lidah peka terhadap pahit. Kepekaan
manusia terhadap rasa pahit jauh lebih tinggi dibandingkan rasa manis.
3. Manusia mampu merasakan perbedaan larutan berdasarkan banyaknya
konsentrasi zat, bukan konsentrasi absolut dan peka pada kadar senyawa
yang lebih rendah. Kontak antara larutan dan sel-sel sensitif pada lidah dan
dinding mulut lebih teratur daripada penciuman, karena setiap reseptor
dirangsang setidaknya selama beberapa detik. Molekul yang sangat pahit
dapat mengikat protein pada reseptor dan dapat bertahan selama berjam-jam
atau berhari-hari.
4. Ambang batas dikategorikan dalam beberapa tingkatan yang disebut ambang
rangsangan (threshold), antara lain ambang pengenalan (recognition
threshold), ambang pembedaan (difference threshold) dan ambang mutlak
(absolute threshold). Ambang mutlak adalah jumlah benda rangsang terkecil
yang sudah mulai menimbulkan kesan. Ambang pengenalan sudah mulai
dikenali jenis kesannya, ambang pembedaan perbedaan terkecil yang sudah
dikenali dan ambang batas adalah tingkat rangsangan terbesar yang masih
dapat dibedakan intensitas.
5. Faktor yang mempengaruhi indera pengecap diantaranya, yaitu usia, suhu,
pilek, dan merokok. Selain konsentrasi stimulus rasa, ada beberapa kondisi
seperti laju, durasi, viskositas, suhu, area penerapan stimulus, dan keadaan
air liur yang dapat mempengaruhi persepsi rasa yang timbul.
6. Berdasarkan hasil percobaan yaitu pencicipan larutan cuka dengan
konsentrasi 1% sampai dengan 7%, panelis berhasil menebak dua sampel
benar yaitu larutan cuka dengan konsentrasi 2% dan larutan cuka dengan
konsentrasi 7%. Pada tabel 2 dapat dilihat hasil percobaan, panelis dapat
menebak larutan cuka dengan konsentrasi tertinggi. Hal ini dikarenakan
adanya kemiripan rasa cuka yang sulit dibedakan saat pencicipan secara
acak sehingga panelis keliru dalam menebak bahan yang diberikan dan
tingginya konsentrasi cuka dapat mudah dikenali perbedaan rasanya.
7. Berdasarkan hasil percobaan yaitu pencicipan larutan garam dengan
konsentrasi 1% sampai dengan 7%, panelis berhasil menebak lima sampel
benar yaitu pada larutan garam dengan konsentrasi 1%, 4%, 5%, 6%, dan
7%. Pada hasil percobaan yang ditunjukkan pada tabel 2, panelis berhasil
menebak larutan dengan konsentrasi terendah dan tertinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa rasa asin pada garam dapat dengan mudah dikenali
walaupun konsentrasi pada larutan hanya dibedakan 1% dan adanya
kepekaan yang tinggi pada indra pencicip panelis terhadap rasa asin.
8. Berdasarkan hasil percobaan yang ditunjukkan pada tabel 1, larutan gula
dengan konsentrasi 1% sampai dengan 7%, panelis berhasil menebak satu
sampel saja yaitu larutan gula dengan konsentrasi 7%. Pada hasil percobaan
tabel 2, dapat dilihat bahwa panelis berhasil menebak larutan dengan
konsentrasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan rasa manis lebih cepat hilang
ketika dirasakan sehingga panelis sulit membedakan larutan yang telah
dicicip dan peka terhadap rasa manis dengan konsentrasi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Crouzhet, S. M., N. A. Busch, dan K. Ohla. 2015. Taste quality decoding parallels
taste sensations. Current Biology. 25(1) : 890–896.
Garnida, Y. 2020. Uji Inderawi dan Sensori Pada Industri Pangan. Penerbit
Manggu Makmur, Bandung.
Preedy, V. 2016. Electronic Noses and Tongues in Food Science. Academic Press,
London.
Winarno, F. G., 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.