Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

“Pembuatan Deterjen Cair Sediaan dan


Uji Efektivitas Daya Angkat Kotoran Deterjen Cair Sediaan”
SANITASI INDUSTRI

Dosen Pengampuh :
Addion Nizori, S. TP., M SC., Ph. D
Ir. Indriyani, M.P
Ir. H. M. Afdal, M. Sc., M. Phil., Ph. D
Rahayu Suseno, S. TP.,M. Si

Oleh :
Kelompok 6
ROO1
1. Ester Sabatina Rianti (J1A119003)
2. Eli Sovia Br. Nainggolan (J1A119043)
3. Jeriko Ebenezer Saragih (J1A119050)
4. Jessyca Christin Sitanggang (J1A119051)
5. Debora Kristin Panjaitan (J1A119058)

PRODI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, maka laporan yang berjudul “Formulasi Deterjen
Cair Sediaan dan Uji Efektivitas Daya Angkat Kotoran Deterjen Cair Sediaan”
dapat diselesaikan. Secara garis besar, laporan ini berisi tentang hasil observasi
praktikum pembuatan deterjen cair sediaan dan uji efektivitas nya yang didasari
oleh kajian-kajian ilmu pengetahuan dibidang terkait. Secara garis besar lingkup
laporan ini terdiri dari 5 bagian, yaitu:
i. Bab I memuat latar belakang praktikum ini dilakukan.
ii. Bab II mengenai Landasan Teoritis, yang meliputi kajian teori dan
kerangka berpikir tentang sanitasi dan deterjen.
iii. Bab III mengenai metodologi praktikum meliputi alat dan bahan serta
prosedur kerja yang digunakan dalam praktikum.
iv. Bab IV memuat tentang hasil praktikum yang didapat dan pembahasan
mengenai hasil praktikum.
v. Bab V mengenai tentang kesimpulan yang didapat setelah melakukan
praktikum dan pengkajian. Serta terdapat saran dalam melaksanakan
praktikum ini.

Praktikan juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dan mendukung pelaksanaan kegiatan praktikum dan penyusunan
laporan. Diharapkan proposal ini dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan dan
sebagai acuan dalam melakukan praktikum serupa. Apabila ditemui kesalahan
dalam penulisan dan pemahaman tentang ilmu pengetahuan terkait, penulis
sekaligus praktikan memohon maaf. Oleh karena itu, saran dari berbagai pihak
sangat diharapkan demi kemajuan selanjutnya.

Jambi, 30 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ----------------------------------------------------- 1
1.2. Rumusan Masalah ------------------------------------------------- 2
1.3. Tujuan Praktikum -------------------------------------------------- 2
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Pustaka ----------------------------------------------------- 3
2.1.1. Sanitasi dan Sanitaizer ------------------------------------- 3
2.1.2. Deterjen ------------------------------------------------------- 5
2.1.3. Deterjen Cair ------------------------------------------------- 6
2.2. Penelitian Relevan ------------------------------------------------- 9
2.3. Kerangka Berpikir ------------------------------------------------- 9
2.4. Hipotesis ------------------------------------------------------------ 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian ---------------------------------------------- 12
3.1.1. Pendekatan Penelitian -------------------------------------- 12
3.1.2. Jenis Penelitian ---------------------------------------------- 12
3.2. Teknik Pengambilan Data ----------------------------------------- 12
3.3. Instrumen Penelitian ----------------------------------------------- 12
3.4 Pelaksanaan Kegiatan ---------------------------------------------- 13
3.4.1. Tempat dan Tanggal Praktikum --------------------------- 13
3.4.2. Alat dan Bahan ---------------------------------------------- 13
3.4.3. Prosedur Kerja ----------------------------------------------- 14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil ---------------------------------------------------------------- 16
4.2. Pembahasan -------------------------------------------------------- 18
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan --------------------------------------------------------- 23
5.2 Saran------------------------------------------------------------------ 23
DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------- 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kurung waktu belakangan ini, isu kebersihan dan kesehatan
menjadi penting dijalankan oleh masyarakat. Hal ini dipicu adanya kesadaran
masyarakat yang semakin peduli akan kebersihan dan kesehatan. Salah satu
upaya menjaga kebersihan dan kesehatan adalah dengan menjaga kebersihan
tubuh beserta semua benda yang melekat dengan tubuh itu sendiri seperti
halnya pakaian. Dalam aktifitas sehari-hari,upaya membersihkan pakaian
dilakukan dengan menggunakan zat pembersih berupa sabun atau deterjen.
Dengan adanya inovasi produk dan adanya perubahan kebudayaan (cultural),
sosial (social), pribadi (personal) dan psikologi (psychology) konsumen
terhadap produk terbaru maka banyak produsen yang mengembangkan zat
pembersih berupa cairan pembersih yang juga diminati masyarakat sebagai
konsumen (Nila Ayu, 2011).
Di industri pangan, kebersihan anggota tubuh dan yang melekat pada
tubuh harus dijaga kebersihannya. Hal ini dikarnakan saat memasuki ruangan
industri pangan tubuh dan pakaian atau alat yang melekat pada tubuh harus
steril agar tidak menjadi media pembawa bakteri atau mikroorganisme ke
bahan pangan atau produk pangan. Dalam industri pangan, pekerja kerap kali
akan bersentuhan dengan berbagai produk berbasis minyak atau bersentuhan
dengan sesuatu yang kotor sehingga kebersihan pakaian harus juga harus
dijaga. Hal ini sesuai dengan prinsip sanitasi yaitu membersihkan dan sanitasi
menghilangkan mikroba menurut Ehlers dan Steele (1958).
Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air (Ahmad 2004). Dalam prakteknya, jasa
laundry banyak menggunakan deterjen sebagai bahan pencuci dikarenakan
deterjen mempunyai sifat–sifat pembersih yang efektif dibandingkan dengan
sabun biasa (Nani Apriyani, 2017).

1
Kotoran pada pakaian dapat berasal dari berbagai sumber diantaranya
debu, tanah, lumpur, tinta bahkan lemak. Salah satu jenis deterjen yang sering
digunakan masyarakat untuk membersihkan atau menyuci pakaian adalah
deterjen cair. Deterjen memiliki kandungan surfaktan yang masih
berhubungan dengan alkylbenzene sulfonate, yang sangat efektif untuk noda
yang berasal dari luar rumah seperti lumpur, tanah liat, atau rumput kotor.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diketahui tentang formulasi
sediaan detergen cair dan efektivitasnya terhadap daya angkat kotoran pada
kain.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun pokok pembahasan dalam praktikum ini adalah:
1. Bagaimana formulasi pembuatan deterjen cair sediaan?
2. Bagaimana efektivitas daya angkat kotoran deterjen cair sediaan?

1.3. Tujuan Pembahasan


Adapun tujuan pembahasan dalam praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui formulasi pembuatan deterjen cair sediaan.
2. Untuk mengetahui efektivitas daya angkat kotoran deterjen cair sediaan.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Kajian Teoritis


2.1.1. Sanitasi dan Sanitazer
Sanitasi dalam bahasa Inggris berasal dari kata sanitation yang
diartikan sebagai penjagaan kesehatan. Ehler dan Steel mengemukakan
bahwa sanitasi adalah usaha-usaha pengawasan yang ditujukan terhadap
faktor lingkungan yang dapat menjadi mata rantai penularan penyakit.
Sedangkan menurut Azawar mengungkapkan bahwa sanitasi adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan teknik
terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin
mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Isnaini, 2014).
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu
usaha yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh
kepada manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruhi efek, merusak
perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup (Huda, 2016).
Sedangkan menurut Notoatmodjo, sanitasi itu sendiri merupakan
perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud
mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan
berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan
kesehatan manusia, sedangkan untuk pengertian dari sanitasi lingkungan,
sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya
(Huda, 2016).
Ruang lingkup sanitasi meliputi beberapa hal diantaranya:
1. Menjamin lingkungan serta tempat kerja yang bersih dan baik.
2. Melindungi setiap orang dari faktor-faktor lingkungan yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan fisik maupun mental.
3. Mencegah timbulnya berbagai macam penyakit menular.
4. Mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin keselamatan kerja.

3
Untuk keperluan tentunya kita mengenal dan menggunakan beberapa
produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau rumah sakit yang
bernama disinfektan untuk menjaga kebersihan dan sanitasi. Desinfektan
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh jasad renik
(bakterisid), terutama pada benda mati. Proses desinfeksi dapat
menghilangkan 60% - 90% jasad renik. Desinfektan digunakan secara luas
untuk sanitasi baik dirumah tangga, laboratorium dan rumah sakit
(Shaffer,2013).
Bahan Desinfektan diartikan sebagai bahan yang mengganggu
pertumbuhan dan metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat
menghambat pertumbuhan atau bahkan membunuh bakteri. Berdasarkan
mekanisme kerjanya, desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat
untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas,
aktivasinya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan
kelembapan (Shaffer,2011).

Macam – Macam Desinfektan


a. Grup fenol
Contoh : kreosol, fenol semi sintetis, lisol.
Konsentrasi: kreosol (2%), Lisol : (1%).
Keuntungan : aktifitasnya tidak hilang oleh bahan organik, sabun, ataupun
air sadah, meninggalkan efek residu jika mengering. Kelemahan: kreosol
harus digunakan dalam air lunak.

b. Grup Alkohol
Ada 3 jenis alkohol yang digunakan sebagai desinfektan, yaitu Metanol
(CH3OH), Etanol (CH3CH2OH), dan Isopropanol ((CH3)2CHOH)).
Menurut ketentuan, semakin tinggi berat molekulya, semakin meningkat
pula daya desinfektannya. Oleh karena itu, diantara 3 jenis alkohol tersebut
isopropil alkohol adalah yang paling banyak digunakan. Yang banyak
dipergunakan dalam praktek adalah larutan alkohol 70 – 80 % dalam air.
Konsentrasi diatas 90 % atau dibawah 50 % biasannya kurang efektif

4
kecuali isopropil alkohol yang masih tetap efektif sampai konsentrasi 99
%. Waktu yang diperlukan untuk membunuh sel – sel vegetatif cukup 10
menit, tetapi untuk spora tidak.

c. Aldehid
Contohnya : Larutan Formaldehid (CH2O). Cara kerja aldehid adalah
membunuh sel mikrobia dengan mendenaturasikan protein.
Larutan formaldehid (CH2OH) 20 % dalam 65 – 70 % alkohol merupakan
cairan pensteril yang sangat baik apabila alat – alat direndam 18 jam. Akan
tetapi karena meninggalkan residu, maka alat– alat tersebut harus dibilas
dulu sebelum dipakai.

2.1.2. Deterjen
Deterjen merupakan suatu disinfektan bagi bakteri dan menyebabkan
ketegangan permukaan yang menyebabkan hancurnya bakteri. Deterjen
merupakan salah satu consumer goods yang meluas dipakai untuk mencuci
atau menghilangkan noda minyak. Pemakaianya digunakan untuk semua
kalangan mulai rumah tangga hingga industri.
Detergen merupakan salah satu produk pembersih pakaian (kain) yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat Indonesia. Detergen yang beredar
di pasaran saat ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu detergen cair, detergen
serbuk dan detergen krim. Kebersihan pakaian atau kain harus dijaga karna
merupakan alat yang melekat pada tubuh setiap saat. Pakaian juga dapat
menjadi media pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme untuk menempel.
Dari kain atau pakaian bisa saja mikroba akan mengalami perpindahan ke
benda-benda yang bersih disekitar kita. Sehingga pembersih pakaian seperti
deterjen sangan diperlukan.
Deterjen merupakan molekul amfipatik, yaitu suatu senyawa yang
mengandung gugus polar dan nonpolar, sehingga dikenal juga sebagai
surfaktan karena dapat menurunkan tegangan permukaan air. Berdasarkan
gugus hidrofiliknya, deterjen secara umum diklasifikasikan menjadi tiga jenis
yaitu:

5
a) Deterjen ionik, memiliki gugus muatan yang terdiri dari deterjen anionik
bermuatan negatif dan deterjen kationik bermuatan positif. Deterjen ini
efisien untuk memecah ikatan protein-protein.
b) Deterjen nonionik, tidak memiliki muatan, secara umum deterjen ini lebih
baik untuk memecah ikatan lemak-lemak atau lemak-protein dibandingkan
dengan ikatan protein-protein.
c) Deterjen zwitterionik, merupakan kombinasi antara deterjen ionik dengan
deterjen nonionik (Bhairi, 2001).

Pemakaian detergen sebagai bahan pembersih sintesis sangat efektif


dalam mengangkat kotoran sehingga digunakan dalam proses pencucian.
Salah satu bahan aktif detergen yaitu Linear Alkilbenzene Sulfonat (LAS).
LAS merupakan surfaktan anionik yang menghasilkan busa pada detergen.
Pada umumnya, beberapa bahan yang terdapat dalam deterjen, terdapat
zat aktif permukaan yang mempunyai gugus ujung berbeda yaitu hidrofilik
(suka air) dan hidrophobik ( tidak suka air), yang disebut surfaktan (Sarah,
2008). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan.
Secara garis besar terdapat empat kategori surfaktan, yaitu : Anionik
yang tersusun dari beberapa bahan pembentuk, seperti misalnya Alkyl
Benzene Sulfonat (ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS), dan Alpha
Olein Sulfonate (AOS), beserta bahan kationik berupa garam Ammonium.
Surfaktan non-ionik dalam nonyl phenol polyethoxyle, dan bahan amphoterik
seperti Acyl Ethylenediamine (Sarah, 2008).

2.1.3. Deterjen Cair


Salah satu varian deterjen yang semakin populer saat ini adalah deterjen
cair. Deterjen jenis ini memiliki banyak keunggulan dari deterjen bubuk,
salah satunya adalah lebih mudah larut daripada deterjen jenis lain.
Bentuknya yang cair juga tidak akan mengendap di pakaian. Berbeda dengan
deterjen bubuk yang terkadang menyisakan bongkahan atau buih pada
pakaian setelah direndam.

6
Deterjen cair adalah jenis deterjen yang paling sering digunakan oleh
berbagai penyedia jasa laundry. Deterjen ini dipilih karena memiliki sifat
pembersih yang lebih baik seperti membersihkan noda-noda minyak di
pakaian. Tidak hanya itu, deterjen cair juga tidak meninggalkan residu setelah
proses pencucian (BP Guide,2019).
Deterjen cair merupakan suatu emulsi yang terdiri dari bahan-bahan
dengan tingkat kepolaran yang berbeda. Untuk memformulasikan komponen-
komponen deterjen cair didalam formula tunggal diperlukan suatu sistem
emulsi dengan karakteristik yang baik. Menurut Schuleller dan Romanowsky,
emulsi dapat distabilkan oleh molekul-molekul surfaktan yang membentuk
agregatmelalui pembentukan lapisan pelindung antara fase terdispersi dan
pendispersi (Fauziah, 2010). Sedangkan menurut Suryani (2000) sistem
emulsi mampu mencampurkan berbagai macam bahan yang memiliki
perbedaan kepolaran kedalam satu campuran yang homogen.
Didalam SNI (06-0475-1996), deterjen cair dikategorikan sebagai
pembersih berbentuk cair yang dibuat dari bahan dasar deterjen dengan
penambahan bahan lain yang diizinkan dan digunakan untuk mencuci pakaian
serta alat dapur, tanpa menimbulkan iritasi kulit. Terdapat dua kelompok
deterjen cair, yaitu yang digunakan dalam pencucian pakaian (kelompok P)
dan yang digunakan dalam pencucian alat-alat dapur (kelompok D).
Menurut Matheson (1996) formula deterjen cair terdiri dari surfaktan,
soap, builder, hydrotopes, other (enzymes, bleach, optical brigtener,
parfume,coloring . Sedangkan menurut Bird (1983) bahwa bahan baku
deterjen terdiri atas surfaktan, builders (zat pembangun), aditif serta enzim.
Dalam Laundry Detergent Ingredients Information Sheet yang
diterbitkan oleh Advocate for the Consumer, Cosmetic, Hygiane and
Specialty Products Industry, formulasi deterjen cuci cair terdiri dari beberapa
bahan dibawah ini:
a. Surfaktan
Merupakan bahan pembersih yang bekerja dengan cara berpenetrasi
dan membasahi serat pakaian, melepaskan kotoran dari serat pakaian dan
melarutkan kotoran yang sudah terlepas dan menjaga kelarutannya dalam

7
cairan pencuci agar tidak menempel kembali ke seratpakaian. Surfaktan
mengandung hidrokarbon yang bersifat larut air (hidrofilik) dan
hidrokarbon yang tidak larut air (hidrofobik). Menurut Ilyani (2002),
surfaktan berfungsi menurunkan tegangan permukaan air, sehingga
kotoran dapat lepas dari kain. Menurut Hargreaves (2003) ketika molekul
surfaktan berada didalam air, gugus hidrofiliknya berikatan kuat dengan
molekul air (ikatan antar molekul polar), sedangkan gugus hidrofobiknya
(non-polar) mempunyai kecenderungan untuk menjauh dari molekul air.
Gugus hidrofilik surfaktan bergerak ke permukaan air dan berikatan
dengan molekul udara, sehingga membuat tegangan permukaan air
menurun.

b. Builder
Digunakan untuk membantu mendispersikan kotoran dari serta kain
dan mencegah terjadinya redeposisi pada cairan pencuci. Builder berfungsi
meningkatkan efisiensi kinerja surfaktan (Sasser, 2001). Menurut Wittcof
dan Reuben (1980), tujuan penambahan builder adalah untuk mengkelat
ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Builder dalam deterjen akan
melindungi/menghalangi redeposisi kotoran akan kembali ke permukaan
(Fauziah, 2010).

c. Senyawa Pengalkali
Penambahan senyawa ini berfungsi untuk meningkatkan pH dari
produk deterjen yang dihasilkan. Peningkatan pH deterjen akan
memudahkan proses degradasi kotoran dari permukaan kain. Namun,
peningkatan pH deterjen yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
kerusakan pada kain yang telah dicuci, sehingga peningkatan pH deterjen
juga harus dikontrol secara hati-hati. Pada dasarnya air memiliki pH 7
(netral). Dengan adanya penambahan senyawa pengalkilasi dapat
meningkatkan konsentrasi ion OH-, hal itulah yang menyebabkan
terjadinya peningkatan pH pada deterjen menjadi diatas 7.

8
d. Senyawa Anti Redeposisi
e. Enzim
f. Kandungan Aktif Oksigen
g. Antimikroba
h. Bahan Pelembut Kain
i. Pengharum
j. Bahan Pencemerlang Optik
k. Pengawet
l. Hidrotrop
m. Regulator Busa

2.2. Penelitian yang Relevan


Beberapa pendapat para ahli mengenai daya angkat deterjen adalah
sebagai berikut:
 Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai
keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik (Ahmad
2004).
 Deterjen sebagai bahan pencuci dikarenakan deterjen mempunyai sifat–
sifat pembersih yang efektif dibandingkan dengan sabun biasa (Nani
Apriyani, 2017).

2.3. Kerangka Berpikir


Sanitasi itu sendiri merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan
hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung
dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha
ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia, sedangkan untuk
pengertian dari sanitasi lingkungan, sanitasi lingkungan adalah status
kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan
kotoran, penyedian air bersih dan sebagainya (Huda, 2016).
Untuk keperluan tentunya kita mengenal dan menggunakan beberapa
produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau rumah sakit yang
bernama disinfektan untuk menjaga kebersihan dan sanitasi. Desinfektan

9
merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membunuh jasad renik
(bakterisid), terutama pada benda mati. Proses desinfeksi dapat
menghilangkan 60% - 90% jasad renik. Desinfektan digunakan secara luas
untuk sanitasi baik dirumah tangga, laboratorium dan rumah sakit
(Shaffer,2013).
Kebersihan pakaian atau kain harus dijaga karna merupakan alat yang
melekat pada tubuh setiap saat. Pakaian juga dapat menjadi media
pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme untuk menempel. Deterjen
merupakan suatu disinfektan bagi bakteri dan menyebabkan ketegangan
permukaan yang menyebabkan hancurnya bakteri. Salah satu bahan aktif
detergen yaitu Linear Alkilbenzene Sulfonat (LAS). LAS merupakan
surfaktan anionik yang menghasilkan busa pada detergen.
Deterjen dapat dibuat sendiri dalam bentuk sediaan sehingga kita dapat
memproduksi sendiri deterjen sediaan. Namun, dalam pemakaiannya kita
harus melihat daya angkat kotoran deterjen terhadap objek seperti kain. Oleh
sebab itu dalam praktikum ini ingin menguji daya angkat kotoran deterjen
cair sediaan terhadap deterjen suatu merk deterjen cair yang beredar di
pasaran. Dari hasil praktikum ini nantinya diharapkan bahwa deterjen cair
sedian memiliki daya angkat kotoran yang sama dengan deterjen cair yang
beredar di masyarakat.

Diagram 2. Kerangka berpikir.

10
2.4. Hipotesis
Adapun hipotesis atau dugaan sementara dalam praktikum ini adalah
sebagai berikut:
H0 : Deterjen cair sediaan tidak memiliki daya angkat kotoran.
H1 : Deterjen cair sediaan memiliki daya angkat kotoran.

11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


3.1.1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun
fakta, menunjukkan hubungan antar variabel, memberikan deskripsi
statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya.
Penelitian ini menguji daya angkat kotoran deterjen cair sediaan
terhadap kain kotor dan kain berlemak dengan menggunakan variabel
kontrol deterjen komersial merk terkenal.

3.1.2. Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk dalam penelitian korelasi, karna akan
menguji hipotesis. Menurut Suryabrata (1994) dijelaskan bahwa
penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan untuk
mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor memiliki
kaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain
berdasarkan pada koefisien korelasi.

3.2. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi. Peneliti mengadakan observasi untuk mengetahui pembuatan
deterjen cair sediaan dan uji efektivitas daya angkat pada kain kotor.

3.3. Instrumen Penelitian


Instrumen Penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi.

12
3.4. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum
Kegiatan praktikum ini dilakukan secara berkelompok. Kelompok ini
terdiri atas 5 orang anggota. Kegiatan akan dilakukan dengan perencanaan
sebagai berikut :
3.4.1. Tempat dan Tanggal Praktikum
Kegiatan praktikum dengan judul “Formulasi Sediaan Detergen
Cair dan Uji Efektivitasnya Terhadap Daya Angkat Kotoran Pada
Kain“ akan dilakukan di salah satu rumah anggota kelompok. Karena
tidak terlalu menggunakan alat-alat laboratorium. Kegiatan ini
dilakukan pada hari Kamis, 23 September 2021.

3.4.2. Alat dan Bahan


3.4.2.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
Alat yang akan digunakan untuk membuat formulasi deterjen
cair sediaan diantaranya ember digunakan sebagai wadah atau
tempat pembuatan deterjen, pengaduk digunakan untuk mencampur
semua bahan, pelindung diri meliputi masker dan sarung tangan
digunakan untuk melindungi diri dari paparan bahan kimia.
Alat yang digunakan untuk menguji efektivitas detergen cair
sedian adalah ember digunakan sebagai tempat perendaman, kain
putih digunakan sebagai objek atau media yang ingin diamati.

3.4.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan untuk membuat formulasi deterjen
cair sediaan adalah:
Bahan yang digunakan untuk membuat formulasi deterjen cair
sediaan adalah SLS/Texapon, sodium sulfat, LABS, NaCl, Esensse.
Adapun bahan yang digunakan untuk untuk menguji
efektivitas detergen cair sedian adalah bahan yang digunakan untuk
pengujian efektivitas detergen adalah detergen cair sediaan sebagai
subjek yang ingin diamati, detergen cair komersial (merk Rinso)

13
sebagai variabel kontrol, kain putih sebagai objek yang ingin
diamati, arang dan minyak sebagai media pengkotor pada kain, air
sebagai media untuk merendam dan membilas kain.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Meida Novita (2000)


tentang Studi Perbandingan Kualitas Produk Sabun Detergen Attack dan
Rinso Menurut Konsumen di Surabaya diperoleh bahwa rinso lebih unggu
dalam daya cuci dibandingkan Attack. Sehingga pada praktikum ini
menggunakan rinso sebagai variabel kontrol.

3.4.3. Prosedur Kerja


3.4.3.1. Pembuatan Detergen Cair Sediaan

Disiapkan wadah bersih dan pengaduk.

Base I : Diambil 10 sendok dan 5 sendok Sodium sulfat


kewadah ember dan ditambah kan 0.5 liter air

Diaduk sampai larut dan tambahkan 1 liter


air bersih

Ditambahkan essense ke base I dan aduk merata.

Dilarutkan LABS ke dalam 100 ml air,

Lalu tambahkan ke base I.

Dilarutkan NaCl kedalam 0.5 liter air. Kemudian


ditambahkan sedikit demi sedikit ke Base I

Diaduk kembali
Deterjen Cair Sediaan

14
3.4.3.2. Pengujian Efektivitas Daya Angkat Kotoran Detergen Sediaan

Disiapkan alat dan bahan

Kain putih diberi perlakuan


dikotori dengan arang,
diberi minyak (dgn takaran yg sama)
Kain direndam menggunakan detergen sediaan dan detergen
komersil (Rinso cair)
Perendaman dilakukan 15 menit
Kain dibilas dengan air

Dilihat daya angkat kotoran


(mulai dari bersihnya kain dan warna air hasil perendaman)

Dianalisis dan ditinjau


Pembuatan laporan.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Tabel 1. Hasil uji efektivitas deterjen sediaan yang dibandingkan dengan deterje
rinso cair.

Deterjen Uji Efektivitas Hasil Pengujian

Kain diberi minyak Bercak noda minyak hilang

Deterjen
cair sediaan
Kain diberi arang Kain menjadi putih

Kain diberi minyak Bercak noda minyak hilang

Deterjen
Rinso cair

16
Kain diberi arang Kain menjadi putih

Tabel 2. Air hasil pembilasan kain.

Deterjen Air pembilasan kain

Deterjen cair sediaan

Warna air belasan tidak terlalu berbusa dan tidak


terlalu keruh.

Deterjen Rinso cair

Warna air bilasan lebih banyak busa dan lebih


keruh. Banyak residu busa yang tertinggal

17
4.2. Pembahasan
Bahan baku pembuatan detergen terdiri dari, bahan aktif, bahan pengisi,
bahan penunjang, bahan pengental, dan bahan pewangi. Bahan aktif detergen
adalah surfaktan, berupa Sodium Lauryl Sulfat (SLS) dan Linear Alkil
Sulfonat (LAS) yang berfungsi meningkatkan daya bersih serta membentuk
busa dan membersihkan lemak (Suryana, 2013). Surfaktan yang banyak
digunakan sebagai detergen umumnya bersifat anionic, toksik dan dapat
menyebabkan destabilisasi bagi makhluk hidup. Selain itu surfaktan yang
memiliki gugus polar dan non polar dapat mempersatukan campuran minyak
dan air. Surfaktan jenis Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) dan
Alkylbenzenesulphonates (LAS) merupakan senyawa aktif detergen.
Senyawa ABS sulit diuraikan sehingga senyawa LAS lebih dominan
digunakan untuk menggantikan senyawa ABS tersebut.

4.2.1. Formulasi Deterjen Cair Sediaan


Dalam praktikum ini adapun bahan yang digunakan dalam formulasi
pembuatan deterjen cair sedian adalah Sodium Lauril Sulfat/SLS/Texapon
(100 gram), Sodium sulfat (50 gram), NaCl (100 gram), Linear Alkyl Benzene
Sulfonate (LABS/LAS, 20 gram), Essense. Semua bahan yang digunakan
dicampur sesuai dengan metodologi yang telah tertera.
Dalam formulasi ini surfaktan yang di pilih adalah SLS dan LAS. Hal
ini dikarenakan SLS merupakan golongan surfaktan anionik yang bersifat
biodegradable atau relatif mudah dirusak oleh mikroorganisme setelah
dipakai. Cosmetic Ingredient Review menyatakan SLS aman digunakan untuk
produk kemasan. Sampai sekarang, belum ada penelitian lanjut mengenai
penggunaan SLS terhadap bahaya kulit. Sebuah studi yang menilai
kandungan SLS menemukan bahwa tidak berbahaya jika digunakan secara
singkat dan segera dibilas dari shampo dan sabun (dwi sasetyaningtyas,
2019).
Linear alkilbenzena sulfonat adalah salah satu surfaktan anionik yang
berwujud cair. Linear alkilbenzena sulfonat adalah salah satu produk
intermediet yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan detergen. Dalam

18
formulasi ini LAS digunakan sebagai surfaktan karna LAS merupakan bahan
aktif anionik utama yang berperan dalam pembentukan busa dan terutama
mengangkat kotoran. Linear alkilbenzen sulfonat (LABS) digunakan secara
luas menggantikan branch alkilbenzena sulfonat (ABS) dalam jumlah besar
yang ada di dunia karena linear alkilbenzen sulfonat merupakan bahan
detergen yang lebih biodegradabilitas dibandingkan branch alkilbenzen
sulfonat (Board, 2004). LAS juga dapat menurunkan tegangan permukaan
dan mengemulsi lemak sehingga sebagai dimanfaatkan sebagai pelarut lemak
dan denaturasi protein (Hudori, 2008). Sinergis antara SLS dan LAS mampu
mengangkat kotaran pada serat kain.
Builder yang dipilih dalam formulasi ini adalah Sodium sulfat. Tujuan
penambahan builder adalah meningkatkan efisiensi surfakatan dengan
menonaktifkan mineral penyebab kesadahan air. Sodium sulfat (Na2SO4)
adalah hasil garam natrium dari asam sulfur (H2SO4) dan sulfat (NaCl),
senyawa ini dipakai sebagai campuran antara lain untuk pembuatan detergen,
sampo serta pembuatan sabun, fungsi sodium sulfat (Na2SO4) sendiri pada
proses pembuatan detergen, sampo dan sabun adalah untuk mempercepat
pencampuran dan kelarutan bahan yang lain, selain itu sodium sulfat
(Na2SO4) juga berfungsi untuk mempercepat pengangkatan kotoran dan juga
sebagai pengental. Akan tetapi apabila penggunaan sodium sulfat (Na2SO4)
terlalu banyak akan memberikan efek negatif bagi penggunanya seperti kulit
menjadi kering, mudah terkena iritasi dan kulit terasa panas (Eric Schweiger,
M.D 2018). Penggunaan sodium sulfat (Na2SO4) ini harus diperhatikan
karena apabila digunakan lebih dari 4% maka dapat menimbulkan iritasi dan
kulit terasa panas (William dan Schmitt, 2014).
Dalam Formulasi ini yang digunakan sebagai filler atau bahan pengisis
adalah Garam NaCl. Penambahan garam NaCl mengakibatkan peningkatan
viskositas pada sabun cair itu sendiri. Garam juga dibutuhkan dalam
pembuatan sabun yaitu berfungsi sebagai pembentuk inti pada proses
pemadatan. Garam yang ditambahkan biasanya adalah NaCl. Dengan
menambahkan NaCl maka akan terbentuk inti sabun dan mempercepat

19
terbentuknya padatan sabun. Garam yang digunakan sebaiknya murni, tidak
mengandung Fe, atau Mg.
Adanya penggunaan surfaktan anionik pada air menyebabkan senyawa
surfaktan itu sendiri berubah dan membentuk misel dengan muatan negatif.
Dengan adanya penambahan garam yang bermuatan positif (Na+), bentuk
spherical misel ini menjadi memanjang dan berubah bentuk menjadi bentuk
misel silinder. Setelah membentuk misel silinder panjang, ikatannya menjadi
terjerat satu sama lain. Hal inilah yang menyebabkan adanya peningkatan
viskositas saat penambahan garam NaCl.
Untuk bahan tambahan pada formulasi deterjen ini digunakan parfum
atau assense. Penambahan parfum ini bertujuan untuk menambahkan wangi
yang menyenangkan kedalam formulasi deterjen. Pengharum juga dapat
menteralisir bau yang tidak sedap dari bahan-bahan kimia didalam formulasi.
Manusia memiliki ratusan reseptor olfaktori yang dapat berikatan dengan
molekul dari pengharum sehingga dapat merasakan aroma wanginya.
Menurut Bird (1983) bahwa bahan baku deterjen terdiri atas surfaktan,
builders (zat pembangun), aditif serta enzim. Bahan yang digunakan dalam
formulasi deretjen cair sediaan ini telah sesuai dengan formulasi detergen cair
pada umumnya. Enzim tidak ditambahkan sebagai bahan formulasi pada
detergen sediaan dikarenakan dalam praktikum ini hanya menguji daya
angkat kotoran detergen. Sehingga penambahan enzim dirasa tidak terlalu
penting untuk pengujian daya angkat kotoran. Penggunaan enzim dalam
formulasi deterjen untuk meningkatkan kemampuan deterjen dalam
melepaskan kotoran dan menjaga warna kain.

4.2.2. Pengujian Efektivitas Daya Angkat Kotoran Deterjen Cair Sediaan


Deterjensi adalah proses pembersihan permukaan padat dari benda
asing yang tidak diinginkan dengan menggunakan cairan pencuci/perendam
berupa larutan surfaktan. Menurut Hanson (1992) proses deterjensi terjadi
melalui pembentukan misel-misel oleh surfaktan yang mampu membentuk
globula zat pengotor melalui penurunan tegangan antar muka dan dengan
dibantu adanya interaksi elektrostatik antar muatan (Fauziah, 2010).

20
Daya deterjensi merupakan parameter mutu yang paling penting dalam
formulasi deterjen. Daya deterjensi dapat memperlihatkan kemampuan
deterjen untuk menghilangkan atau membersihkan kotoran yang ada pada
serat kain. Dalam pengujian daya deterjensi pada penelitian ini, digunakan
salah satu deterjen komersial sebagai standar karena didalam SNI tidak
adanya standar nilai daya deterjensi dari suatu produk deterjen.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Meida Novita (2000)
tentang Studi Perbandingan Kualitas Produk Sabun Detergen Attack dan
Rinso Menurut Konsumen di Surabaya diperoleh bahwa rinso lebih unggul
dalam daya cuci dibandingkan Attack. Sehingga pada praktikum ini
menggunakan rinso cair sebagai variabel kontrol.
Pengujian efektivitas dilakukan dengan merendam kain serbet dan kain
putih yang telah diberi minyak dan diberi arang sebagai pengkotor.
Banyaknya deterjen yang digunakan sebesar 20 ml untuk 5 liter air bersih.
Perendaman dilakukan selama 15 menit. Hasil menunjukkan bahwa baik
deterjen sediaan maupun deterjen komersial memiliki daya angkat kotoran
yang baik (Lihat tabel 1). Adanya daya angkat pada kedua deterjen
disebabkan karna persamaan bahan yang digunakan dalam pembuatan
deterjen. Terutama bahan yang berfungsi untuk mengangkat kotoran pada
serat kain yaitu surfaktan dan builder.
Mekanisme pembersihan oleh sabun yaitu: saat kontak dengan air,
sabun berpenetrasi di antara kulit dan kotoran untuk menurunkan gaya adhesi
dan membuatnya lebih mudah dihilangkan. Kotoran tersebut selanjutnya
dapat dihilangkan secara fisik dan kemudian terdispersi dalam larutan sabun
sebagai hasil emulsifikasi oleh molekul sabun. Beberapa kotoran dapat
dihilangkan dengan cara tersolubilisasi dalam misel yang terbentuk oleh
sabun (Mitsui dalam Anggraeni, 2014). Mekanisme pengangkatan kotoran
oleh detergen dengan cara menurunkan tegangan permukaan untuk
membentuk emulsi, dan mengikat kotoran dalam bentuk suspensi sehingga
kotoran tersebut dapat dibuang . Pada sabun, gugus COO- merupakan bagian
yang polar yang bersifat larut dalam air (hidrofilik), sedangkan gugus R yang
merupakan rantai karbon yang panjang C12–C18 merupakan bagian yang non

21
polar dan tidak larut dalam air (hidrofob), namun gugus ini larut dalam pelarut
non polar seperti minyak (Febrianti, 2013).
Molekul sabun tersusun dari gugus hidrofobik dan hidrofilik. Ketika
menggunakan sabun untuk membersihkan kotoran (lemak), gugus hidrofobik
sabun akan menempel pada kotoran dan gugus hidrofilik menempel pada air.
Pengikatan molekul-molekul sabun tersebut dapat menyebabkan tegangan
permukaan air berkurang, sehingga kotoran dapat terbuang saat pembilasan.
Adanya pembilasan dengan air menyebabkan warna kain menjadi lebih
putih, bersih, serta proses pelarutan kotoran yang masih tersisa dapat
dihilangkan. Dari praktikum ini didapat hasil adanya perbedaan antara hasil
air bilasan menggunakan deterjen cair sediaan dengan deterjen rinso cair. Air
hasil bilasan deterjen sedian terlihat lebih jernih (sedikit timbul busa)
dibandingkan dengan deterjen komersial rinso cair (lihat tabel 2). Air hasil
bilasan deterjen rinso cair menunjukkan warna yang lebih keruh. Perbedaan
hasil air bilasan ini disebabkan karna adanya perbedaan jumlah konsentrasi
bahan surfaktan pada deretjen. Pada label kemasan rinso cair tertera
pemakaian total surfaktan 16% dan bahan aditif 13% sedangkan total
surfaktan yang digunakan pada praktikum ini adalah 11%.

22
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan dapt disimpulkan:
1) Dalam pembuatan formulasi deterjen cair sediaan bahan yang digunakan
adalah surfaktan berupa SLS dan LAS, bahan builder berupa Sodium
sulfat, bahan pengisi berupa NaCl dan essense sebahai pengharum.
2) Uji efektivitas antara deterjen cair sediaan dan deterjen rinso cair sebagai
variabel kontrol menunjukkan hasil yang sama dikarnakan penggunaan
bahan surfaktan. Adanya perbedaan antara air hasil bilasan detergen
sediaan dengan detergen rinso cair hal ini dikarenakan adanya perbedaan
jumlah konsentrasi bahan.

5.2. Saran
Diharapkan untuk melakukan melakukan penambahan bahan alami
untuk pembuatan deterjen cair alami dan penetapan konsetrasi pada masing-
masing deterjen.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi offset.


Anggraeni, I.N. 2014. Optimasi Formula Sabun Bentonit Penyuci Najis
Mughalladzah dengan Kombinasi Minyak Kelapa Sawit (Palm Oil)
Menggunakan Simplex Laitice Design. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Apriyani, Nani. 2017. Penurunan Kadar Surfaktan dan Sulfat dalan Limbah
Laundry. Media Ilmiah Teknik Lingkungan : volume 2, nomor 1,Hal.37-44.
Aqbar, R. M. (2016). Gambaran Perilaku Masyarakat Tentang Penggunaan
Jamban Dan Kondisi Jamban Pasca Metode Pemicuan Di Desa Srirahayu
Kecamatan Cikancung Kabupaten Bandung. (Skripsi). Universitas
Pendidikan Indonesia.
Ayu, Nila Desanda Dara dan Tantri Widiastuti. Pengaruh Faktor Kebudayaan,
Sosial, Pribadi dan Psikologi terhadap Perilaku Pembelian. Aset. 2011; 13
(2): 165-17.
Bersih. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia.
Bhairi, M. 2001. Detergent A Guide To the Properties and Uses A Detergent In
Biological System. Calbiochem : Nova Biochem Coorperation.
BP Guide. 2019. 9 Rekomendasi Deterjen Cair yang Ampuh Membersihkan
Kotoran Pada Pakaian.
https://0bpguideid0.cdn.ampproject.org/v/s/bpguide.id/AX0uaOMW/amp?a
mp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3
D#aoh=16324467848332&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&a
mp_tf=Dari%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Fbpguide.id%2F
AX0uaOMW. Diakses 26 September 2019.
Fauziah, Ika Nuriyana. 2010. Formulasi Deterjen Cair: Pengaruh Konsentrasi
Dekstrin Dan Metil Ester Sulfonat (MES). Bogor : Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Febrianti. 2013. Formulasi Sediaan Sabun Mandi Cair Minyak Atsiri Jeruk Purut
Dengan Kokamidopropil Betain Sebagai Surfaktan.

24
Hanson, A. L. 1992. Encyclopedia of Science and Technology Vol-5 7th edition.
Mc Graw-Hill, Inc.
Hargreaves, T. 2003. Chemical Formulation : An Overview Surfactant-based.
Hudori, Soewondo, P., 2009, Pengolahan Deterjen Menggunakan Teknologi
Elektrokoagulasi dengan Elektroda Aluminium, Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan, 1(2), 117‐125.
Ikhsani, Aditia Huda. 2016. Hubungan Cemaran Mikroba Dengan Pengelolaan.
Rumah Sehat Pada Rumah Tipe Menengah Sebagai Sumber Belajar. Biologi.
Ilyani, A.S. 2002. Kiat Memilih Deterjen: Banyak Busa Belum Tentu Lebih
Isnaini, A. 2014. Sanitasi Lingkungan. available at: http://eprints.wallsongo.ac.id/.
diakses tanggal 28 Maret 2018.
Loundry Detergent. Texas Agriculture Extension Service.
Matheson, K.L. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Syntesis, uses. In
Soap and Detergent, A Theoritical and Practical Review. USA : AOCS Press.
Novita, Media. 2000. Studi Perbandingan Kualitas Produk Sabun Deterjen Attack
dan Rinso Menurut Konsumen di Surabaya. Universitas Surabaya.
Preparation Used in Everyday Life. Cambridge : RSC Paperbacks.
Sasser, S.L. 2001. Consumer Design Making Contest 2001-2002 Study Louide.
Shaffer, J.G. (1965). The Role of Laboratory in Infection Control in the Hospital.
Arbor: University of Michigan, School of Pulbic health. Hal. 354, 357.
Standar Nasional Indonesia. 1996. SNI-06-4075-1996: Deterjen Cuci Cair.
Sumadi Suryabrata. 1994. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.
Suryani, A.,I. Sailah, dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi
Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Williams, D. F. dan W. H. Schmitt. 2002. Kimia dan teknologi industri kosmetika
dan produk-produk perawatan diri. Terjemahan. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor.
Wittcof, H.A.; Reuben, B.G.- Industrial Organic Chemicals in perspective. New
York, John Wiley, 1980. 2v.

25

Anda mungkin juga menyukai