Anda di halaman 1dari 3

BAB II

A. Definisi Thaharah

Kata thaharah berasal dari Bahasa Arab ‫ اَلطَهَ ار‬yang berarti kabersihan atau bersuci.
Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah mengerjakan sesuatu yang dengannya kita boleh
mengerjakan shalat, seperti wudhu, mandi, tayammum, dan menghilangkan najis. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa thaharah adalah menyucikan dan membersihkan diri dari najis dan
hadas sebagai salah satu syarat melakukan ibadah atau shalat yang dapat dilakukan dengan
wudhu, mandi atau tayammum dengan air, debu, dan batu.

B. Jenis-jenis Thaharah

1. Thaharah dengan Hadas.

Thaharah merupakan syariat untuk menghilangkan najis atau hadas menggunakan air atau
tanah, secara garis besar thaharah dengan hadas ada 2 yaitu :

a. Thaharah dari hadas besar seperti jima’, keluar mani, haid dan nifas atau wiladah. Cara
membersihkan diri atau mensucikan hadas besar dengan mandi wajib atau dengan
tayammum bila tidak ada air atau ketika dalam keadaan sakit parah yang tidak bisa
terkena air.
b. Thaharah dari hadas kecil, dilakukan dengan cara wudhu atau tayammum bila tidak
ada air atau dalam keadaan sakit parah yang tidak bisa terkena air.
2. Thaharah dengan Najis.

Najasah atau najis merupakan sesuatu yang tidak suci yang dapat menghalangi seseorang
ketika hendak melakukan ibadah kepada Allah, diantaranya beberapa contoh najis yaitu :
bangkai, darah, nanah, muntah, kencing, kotoran manusia, kotoran hewan, anjing, babi.

Dari contoh tersebut, maka najis dapat diklasifikasikan menjadi :

a. Najasah Mukhaffafah (ringan) : najis yang dapat disucikan cukup dengan


memercikkan air pada najis. Contoh najis : air kencing anak laki-laki yang belum
makan makanan lain selain susu ibunya.
b. Najasah Mutawasithah (sedang) : najis yang dapat disucikan dengan mengalirkan air
diatasnya, kalua di hukmi dan dengan menghilangkan a’in najis dan gilang rasa, warna,
bau dari najis. Contoh najis : kencing, darah, nanah, tinja, dan kotoran hewan.
c. Najasah Mughalladhah (berat) : najis yang dapat disucikan dengan dibasuh tujuh kali
dengan air yang bercambur dengan tanah. Contoh najis : jilatan anjing.
3. Istinja’

Istinja’ merupakan bersuci dengan air atau yang lainnya untuk membersihkan najis, seperti
kotoran (tinja dan kencing) yang menempel pada tempat qubul atau dubur. Maka sesuatu
yang keluar dari qubul dan dubur merupakan sesuatu yang dianggap kotor atau najis,
sehingga wajib dibersihkan atau dihilangkan menggunakan air atau yang lainnya.

C. Tujuan dan Fungsi Thaharah

Thaharah mempunyai arti sebagai pemelihara serta pembersih diri dari berbagai kotoran
ataupun hal-hal yang dapat mengganggu aktifitas ibadah seorang hamba. Thaharah juga
membantu seorang hamba untuk mempersiapkan diri sebelum melaksanakan ibadah. Tujuan
thaharah yaitu :

1. Untuk menyucikan diri dari kotoran berupa hadas atau najis.


2. Sebagai syarat sahnya shalat atau ibadah seorang hamba.

Sedangkan fungsi thaharah yaitu menjadikan thaharah (kebersihan) sebagai cabang dari
keimanan, dengan mengajarkan untuk selalu hidup bersih, baik dalam kehidupan pribadi
maupun kehidupan masyarakat.

D. Hikmah dan Makna Thaharah

Hikmah thaharah tidak hanya berhubungn dengan masalah ibadah semata, namun
mengandung banyak makna yang lebih mendalam dan luas. Seperti,:

1. Menjadikan diri manusia dan lingkungannya bersih dari segala kotoran hingga
menghindari dari segala penyakit.
2. Mendidik manusia berakhlak mulia dan menjadi cermin jiwa seseorang, karena dengan
hidup bersih akan membiasakan diri untuk berbuat yang terbaik dan merupakan sebagian
dari keimanan seseorang.
3. Memyempurnakan nikmat agar selalu bersyukur.
4. Merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia, karena Islam adalah agama
fitrah yang memerintahkan hal yang selaras dengan fitrah manusia.
5. Menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam.

E. Masalah-masalah Thaharah

Thaharah merupakan syarat syahnya ketika hendak melakukan ibadah atau shalat kepada
Allah. Jika tidak memperhatikan hal-hal yang menyangkut kesyahannya maka ibadah atau shalat
tidak akan diterima. Berikut beberapa masalah thaharah :

1. Melafadzkan niat ketika memulai wudhu : niat merupakan kehendak hati untuk
beribadah, sehingga tidak perlu diucapkan secara lisan. Selain itu, Nabi
Shallallahu’alaihi wa sallam memulai wudhu dengan mengucapkan basmalah, tidak
dengan kalimat-kalimat lainnya.
2. Tidak memperhatikan wudhu atau mandi sesuai dengan tuntunan syariat : wudhu dan
mandi wajib merupakan syarat syah shalat, maka bila tidak memenuhi syarat dan
kewajiban dalam berwudhu dan mandi wajib maka shalatnya tidak syah.
3. Perasaan ragu-ragu ketika berwudhu menambah basuhan sampai lebih dari tiga kali :
perasaan ragu merupakan perasaan dari setan, sehingga perasaan tersebut harus dibuang
dan tidak menambah lebih dari tiga kali basuhan.
4. Berlebih-lebihan dalam menggunakan air.
5. Mengusap tengkuk : termasuk dalam perbuatan bid’ah karena tidak terdapat sama sekali
dari Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam.
6. Melakukan istinja’ setelah buang angina : tidak ada syariat yang memerintahkan untuk
istinja’ sebelum berwudhu setelah buang angin.

Anda mungkin juga menyukai