Anda di halaman 1dari 3

Nama : Afiatun Nisa

NIM : 4401418049
Mata Kuliah : Pencemaran Lingkungan
Dosen Pengampu : Dr. Andin Irsandi, S. Pd., M. Si.

Analisis Pencemaran Lingkungan


Judul Berita : Dampak Membuang Sampah Elekronik Sembarangan
Sumber : kompas.com
Menurut berita yang dilansir oleh National Institute of Enviromental Health Sciences,
Sampah elektronik yang telah dibuang diperkiran mencapai 50 juta ton sampah pada setiap
tahunnya dan akan bertambah terus – menerus seiring dengan bertambahnya demografi
manusia di muka bumi. Tak jauh berbeda dari hasil laporan tahunan yang dirilis organisasi
dunia salah satunya oleh Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) yang memprediksi peningkatan
sampah elektronik akan mencapai 74 juta ton pada tahun 2030 dan akan mengalami
peningkatan secara fluktuatif pada tahun 2050 hingga mencapai 120 juta ton sampah
elektronik.
Pembuangan sampah elektronik akan membawa keterdampakan negatif baik bagi
kesehatan manusia, hewan laut, serta dapat mencemari udara, tanah, air dan masalah
lingkungan lainnya. Sampah elektronik beragam macamnya baik dari baterai, handphone,
kamera, dispenser perangkat komputer, pengering rambut, kipas angin, perangkat komputer
dan sebagainya.
Dari sumber literasi yang telah di unggah di berbagai berita maupun sosial media,
sebagian besar sampah elektronik yang berhasil di daur ulang sekitar 20 persen. Dari sisanya
akan ditimbun, dibakar ataupun dibuang pada kawasan perairan. Hal tersebut munculah
persoalan pada lingkungan. Beberapa hal yang dapat mencemari lingkungan ialah :
1. Pencemaran Udara
Dilansir dari World Health Organization (WHO), bahwa jika dilakukan proses daur
ulang tradisional sampah elektronik dapat mencemari udara dikarenakan adanya bahan
dasar dari perangkat elektronik yaitu timbal dan gas hidrokarbon yang jika terhirup oleh
makhluk hidup akan menggangu kinerja sistem syaraf otak dan menyebabkan
timbulnya gangguan penyakit seperti kejang- kejang, kemandulan hingga dapat
menyebabkan kematian.
2. Pencemaran Air dan Tanah
Sampah elektronik mengandung logam berat yang beracun seperti merkuri, timbal,
barium, cadmium, litium, dan arsenik yang dapat menggangu keseimbangan makhluk
hidup.
Jika logam berat masuk mencemari tanah sehingga terserap batuan akuifer (sumber air
tanah) dapat menyebabkan terganggunya ekosistem maupun mutasi genetik yang akan
merugikan makhluk hidup.

Berdasarkan jurnal Buletin Utama Teknik yang ditulis Oleh Josua Jonny menyebutkan
bahwa ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir keterdampakan negatif
yang berasal dari sampah elektronik diantaranya :
A. Limbah PCB dari perangkat elektronik dapat dimanfaatn kembali dalam bentuk replika
robot yang dapat diinovasikan termasuk juga kabel, CD bekas dan lain sebagainya
B. Penanaman pohon dapat memulihkan kondisi bumi yang disebabkan oleh pembuangan daur
ulang sampah elektonik yang belum berhasil.
Dalam hal ini, perlu adanya aturan hukum yang mengatur permasalahan sampah elektronik.
Adapun di beberapa negara maju yang sudah mempunyai regulasi cukup baik dalam
menangani permasalahan sampah elektronik diantaranya :
a) Amerika Serikat
Salah satu negara yang memiliki aturan hukum yang termaktub dalam undang- undang
nomor EPA-HQRCRA-2004-0012 memuat pengaturan jenis sampah elektronik yang
terdiri dari Hazardous Waste, Management system, Modification of the Hazardous Waste
Program, Cathode Ray Tubes, dan Final Rule.
b) Jepang
Merupakan negara yang memberlakukan kebijakan E-waste yang telah termuat dalam
Law for the Promotion of Effective Utilization of Resources (LPEUR) tahun 1998 tentang
minimanisasi e- waste dan Law for the Recycling of Specciefied Kinds of the Home
Appliances tahun 2000 tentang kewajiban melakukan e-waste untuk manufaktur dan
konsumen.
C. Penanggulangan terakhir ialah, menetapkan aturan hukum dengan menggunakan sistem
Extended Producer Responsibility (EPR) dalam mengelola e-waste. Dalam sebuah jurnal
yang ditulis Xinwen, et al (2010), slaah satu upaya untuk menanggulangi permasalahan
sampah elektronik yaitu dengan menetapkan sistem hukum e-waste terpadu sektor formal
dan informal yang telah berlaku di negara China, yang telah ditetapkan pada tanggal 1 Maret
2007 dengan memuat beberapa poin diantaranya :
I. Pada proses desain dan produksi menggunakan metode inovatif dalam sistem
produksi seperti perubahan penelitian dan proposal desain dan penyesuaian
proses teknologi.
II. Pada proses desain, produksi, impor dan penjualan dengan mencantumkan label
atau icon lingkungan sehingga konsumen mengetahui kandungan dari perangkat
eletronik yang berbahaya sehingga akan mencemari lingkungan.
III. Pada proses penjualan dengan melakukan pengawasan produk sehingga sesuai
dengan standarisasi industri seperti bahan yang mengandung B3 (Berbahaya,
Beracun dan Beresiko)
IV. Pengawasan bahan elektronik sehingga diharuskan memenuhi komponen
standarisasi industri.
Langkah- langkah diatas termuat dalam bagan di bawah ini.

Referensi
Astuti, Widi. Pengelolaan Limbah Elektronik (Electronic Waste) Terpadu : Sektor Formal dan
Informal di Indonesia. 59-67.
Nahor, Josua Jonny Hardianto Banjar. 2019. Implikasi dan Pengelolaan Limbah Elektronik.
Buletin Utama Teknik. Vol 14(2) : 2598 – 3841.
Wen, X., Xiaohua, Z,. 2009. The New Process in Integreted E Waste Management in China,
University of Newcastle.

Anda mungkin juga menyukai