Anda di halaman 1dari 22

 

 Laporan Kasus

Status Epileptikus

Penyusun:

dr. Ni Nyoman Githa Setiani

Pendamping :

dr. Helen Manorek, Mkes

dr. Venny Tiho

RSUD SAM RATULANGI TONDANO


2020

1
 

BAB I

PENDAHULUAN

Status epileptikus (SE) merupakan keadaan emergensi medis berupa kejang ( seizure
( seizure))
 persisten atau berulang yang dikaitkan dengan mortalitas tinggi dan kecacatan jangka
 panjang.1 Etio
Etiolo
logi
gi ya
yang
ng mend
mendasa
asari
ri sanga
sangatt mene
menent
ntuk
ukan
an pr
prog
ogno
nosi
siss stat
status
us ep
epil
ilep
epti
tiku
kus.
s.
Pendekatan
Pendekatan penatalaksan
penatalaksanaan
aan status epileptikus
epileptikus telah mengalami
mengalami perubahan
perubahan dibanding
dibandingkan
kan
 beberapa tahun yang lalu seiring pemahaman mengenai patofisiologi aktivitas kejang, namun
 penatalaksanaan status epileptikus saat ini sangat bervariasi antar institusi karena masih
kurangnya data pendukung.2

Epilepsi adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan ( seizure


( seizure)) berulang sebagai
akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermiten yang disebabkan oleh lepasnya

muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal dan disebabkan
oleh berbagai etiologi. Status epileptikus
epileptikus ditegakkan
ditegakkan apabila
apabila kejang
kejang yang terjadi bersifat
bersifat
kontinu, berulang dan disertai gangguan kesadaran dengan durasi kejang yang berlangsung
lebih dari 30 menit. Status epileptikus merupakan kejang yang paling serius karena terjadi
teruss meneru
teru meneruss tanpa
tanpa berhen
berhenti
ti dimana
dimana terdap
terdapat
at kontra
kontraksi
ksi otot
otot yang
yang sangat
sangat kuat,
kuat, kesuli
kesulitan
tan
 bernapas dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas sehingga apabila status
epileptikus tidak dapat ditangani segera, maka besar kemungkinan dapat terjadi kerusakan
menyebabkan kematian.3 
 jaringan otak yang permanen dan dapat menyebabkan

Dataa epidem
Dat epidemiol
iologi
ogi dari
dari status
status epilep
epileptik
tikus
us didapa
didapati
ti sebesar
sebesar 15% pasien
pasien mening
meninggal
gal
walaupun pengobatan dilakukan secara tepat dan sebesar 60-80% pasien yang bebas dari
kejang
kejang setelah
setelah lebih
lebih dari
dari 1 jam akan
akan mender
menderita
ita cacat
cacat neurol
neurologi
ogiss atau
atau berlan
berlanjut
jut menjad
menjadii
 penderita epilepsi. 2 Status epiletikus merupakan masalah neuroemergensi yang membutuhkan
tatalaksana yang cepat dan komprehensif. Selain itu, evaluasi penyebab status epileptikus
sangat penting untuk menentukan prognosis.

2
 

BAB II

PEMBAHASAN

I. DEFINISI
 Epilepsy Foundation of America (EFA)
(EFA)   mende
mendefinisi
finisikan
kan Status
Status Epileptiku
Epileptikuss

(SE) sebagai kejang yang terus-menerus selama paling sedikit 30 menit atau adanya
dua atau lebih kejang terpisah tanpa pemulihan kesadaran diantaranya. 4 Definisi status
epilep
epileptiku
tikuss menuru
menurutt  International League Against Epilepsy (ILAE
(ILAE)) adalah kejang
yang berlangsung terus-menerus selama periode waktu tertentu atau berulang tanpa
disertai pulihnya kesadaran diantara kejang.5 Secara sederhana dapat dikatakan bahwa
 jika seseorang mengalami kejang persisten atau seseorang yang tidak sadar kembali
selama lima menit atau lebih harus dipertimbangkan sebagai status epileptikus.

II. KLASIFIKASI

Klasifikasi status epileptikus penting untuk penanganan yang tepat, karena


 penanganan yang efektif tergantung pada tipe dari status epileptikus. Pada umumnya
status epileptikus dikarakteristikkan menurut lokasi awal bangkitan yaitu area tertentu
darii kortek
dar kortekss (Parti
(Partial
al onset)
onset) atau dari
dari kedua
kedua hemisfe
hemisferr otak
otak (General
(Generalized
ized on
onset)
set)..
Kategori utama lainnya bergantung pada pengamatan klinis yaitu, apakah konvulsi
atau non-konvu
non-konvulsi.
lsi. Banyak
Banyak pendekatan
pendekatan klinis
klinis diterapkan
diterapkan untuk
untuk mengklasifi
mengklasifikasik
kasikan
an
status epileptikus. Satu versi mengkategorikan status epileptikus berdasarkan status
epilep
epileptiku
tikuss umum
umum (tonik
(tonik-klo
-klonik
nik,, mioklo
mioklonik
nik,, absens
absens,, atonik
atonik,, akinet
akinetik)
ik) dan status
status
epileptikus parsial (sederhana atau kompleks). Versi lain membagi berdasarkan status

epileptiku
epileptikuss umum
umum (overt
(overt atau subtle
subtle)) dan status
status epilep
epileptik
tikus
us non-ko
non-konvu
nvulsi
lsi (parsia
(parsiall
sederh
sederhana
ana,, parsial
parsial komple
kompleks,
ks, absens
absens).). Versi
Versi ketiga
ketiga dengan
dengan pendek
pendekatan
atan berbed
berbedaa
 berdasarkan tahap kehidupan (batas pada periode neonatus, infan dan anak-anak,
anak-an
anak-anak
ak dan dewasa,
dewasa, hanya
hanya dewasa
dewasa).
). Beriku
Berikutt penjel
penjelasan
asan beberap
beberapaa tipe
tipe status
status
epileptikus6;
1. Generalized convulsive SE 
Merupakan
Merupakan tipe SE yang paling sering dan berbahaya.
berbahaya. Generalized mengacu
 pada aktivitas listrik kortikal yang berlebihan, sedangkan convulsive mengacu
kepada aktivitas motorik suatu kejang.

3
 

2. Subtle SE  
Subtle SE terdiri dari aktivitas kejang pada otak yang bertahan saat tidak ada
respons
respons motorik.
motorik. Terminology
Terminology ini dapat membingung
membingungkan,
kan, karena  subtle SE
sepe
sepert
rtii tipe
tipe NCSE
NCSE ( Non-convulsive
 Non-convulsive Status Epilepticus).
Epilepticus). Wal
Walaup
aupun
un secara
secara

de
defi
fini
nisi
si  subtle SE   merup
merupak
akan
an nonconvulsive
nonconvulsive,, namun
namun harus
harus dibeda
dibedakan
kan dari
dari
 NCSE lain. Subtle SE mer merupa
upakan
kan keadaa
keadaann berbah
berbahaya
aya,, sulit
sulit diobat
diobati,
i, dan
mempunyai prognosis yang buruk.
3. Nonconvulsive SE (NCSE)
 
 NCSE dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu absence SE dan
dan complex
 complex partial 
SE.   Perbed
SE. Perbedaan
aan 2 tipe
tipe ini sangat
sangat pentin
penting
g dalam
dalam tat
tatalak
alaksan
sana,
a, eti
etiolo
ologi,
gi, dan
 prognosis; focal
 prognosis; focal motor SE mempunyai prognosis lebih buruk.
4. Simple Partial SE  
Secara
Secara defini
definisi,
si,  simple partial SE  terdiri
  terdiri dari kejang yang terlokalisasi pada

area korteks serebri dan tidak menyebabkan perubahan kesadaran. Berbeda


dengan convulsive SE ,  simple partial SE tidak dihubungkan dengan mortalitas
dan morbiditas yang tinggi.
Secara sederhana status epileptikus
epileptikus dapat diklasifikas
diklasifikasikan
ikan menjadi convulsive
dan nonconvulsive
nonconvulsive,, teta
tetapi
pi be
berd
rdas
asark
arkan
an sk
skem
emaa ba
baru
ru kl
klasi
asifi
fika
kasi
si da
dari
ri  International 
 League Against Epilepsy 
Epilepsy  (ILAE)
(ILAE) telah menolak menggunak
menggunakan
an istilah nonconvulsive
nonconvulsive,,
karena dapat merupakan suatu keadaan yang beragam seperti kejang fokal pada limbic
SE   atau
ataupu
pun
n  generalized   seper
seperti
ti abs
absenc
encee SE . Di sampin
samping
g itu,
itu, keadaan
keadaan convulsive
convulsive,,
khususnya kejang myoclonic
myoclonic,, dapat terlihat pada nonconvulsive SE , misalnya kejang di

kelopak mata atau perioral. Skema ILAE 2001 mendefinisikan SE sebagai aktivitas
kejang yang terus-menerus dan mengklasifikasikan SE menjadi dua kategori, yaitu
 dan focal SE .7 
 generalized  dan focal

III. EPIDEMIOLOGI
Insiden status epileptikus di Amerika Serikat berkisar 41 per 100.000 individu
setiap tahun, sekitar 27 per 100.000 untuk dewasa muda dan 86 per 100.000 untuk 
usiaa lanjut
usi lanjut.. Dua peneli
penelitia
tian
n retrosp
retrospekt
ektif
if di Jerman
Jerman mendap
mendapatk
atkan
an inside
insiden
n 17,1
17,1 per 
100.00
100.000
0 per tahun.
tahun. Mortal
Mortalitas
itas status
status epilep
epileptik
tikus
us (kemat
(kematian
ian dalam
dalam 30 hari)
hari) pada
pada

 penelitian Richmond berkisar 22%. Kematian pada anak hanya 3%, sedangkan pada
dewasa 26%. Populasi yang lebih tua mempunyai
mempunyai mortalitas
mortalitas hingga
hingga 38%. Mortalitas
Mortalitas

4
 

tergant
tergantung
ung dari
dari durasi
durasi kejang
kejang,, usia
usia onset
onset kejang
kejang,, dan eti
etiolo
ologi.
gi. Pasien
Pasien stroke
stroke dan
anoksi
anoksiaa mempun
mempunyai
yai mortal
mortalitas
itas paling
paling tingg
tinggi.
i. Sedang
Sedangkan
kan pasien
pasien dengan
dengan eti
etiolo
ologi
gi
 penghentian alkohol atau kadar obat antiepilepsi dalam darah yang rendah,
mempun
mempunyai
yai mortal
mortalita
itass relatif rendah..4,8  In
relatif rendah Insid
siden
en statu
statuss ep
epil
ilep
eptik
tikus
us pa
pada
da an
anak 
ak 
diperkirakan sekitar 10-58 per 100.000 anak. Status epileptikus lebih sering terjadi

 pada anak usia muda, terutama usia kurang dari 1 tahun dengan estimasi insiden 1 per 
1000 bayi.5 

IV. ETIOLOGI
Statuss epileptikus
Statu epileptikus sering merupakan
merupakan manifestasi akut dari penyakit infeksi
sistem saraf pusat, stroke akut, ensefalopati hipoksik, gangguan metabolik, dan kadar 
obat antiepilepsi dalam darah yang rendah. Etiologi tidak jelas pada sekitar 20% kasus.
Gangguan serebrovaskuler merupakan penyebab status epileptikus tersering di Negara
maju, sedangkan di Negara berkembang penyebab tersering karena infeksi susunan

saraf pusat. Etiologi status epileptikus sangat penting sebagai prediktor mortalitas dan
morbiditas.4,9 Secara umum, etiologi status dibagi menjadi 5:
1. Simptomatis
a. Akut: infeksi, hipoksia, gangguan glukosa atau
keseimbangan elektrolit, trauma kepala, perdarahan atau stroke.
 b.  Remote,,
 Remote bila terdapat riwayat kelainan
sebelumnya: ensefalopati hipoksik-iskemik (EHI), trauma kepala, infeksi atau
kelainan otak kongenital.
c. Kelainan ne
neurologi pr
progresif: tu
t umor ot
o tak,

kelainan metabolik, autoimun seperti vaskulitis


d. Epilepsi
2. Idiopatik/kriptogenik  

V. PATOFISIOLOGI
Status
Status epilep
epileptik
tikus
us terjadi
terjadi akibat
akibat kegaga
kegagalan
lan mekani
mekanisme
sme untuk
untuk membat
membatasi
asi
 penyebaran kejang, baik karena aktivitas neurotransmitter eksitasi yang berlebihan dan
atau aktivitas neurotransmitter inhibisi yang tidak efektif. Neurotransmitter eksitasi
utama tersebut adalah neurotran dan asetilkolin, sedangkan neurotransmitter inhibisi
10
adalah gamma-aminobutyric
adalah  gamma-aminobutyric acid (GABA).  

5
 

Kejang dipicu oleh perangsangan sebagian besar neuron secara berlebihan,


sponta
spontan,
n, dan sinkro
sinkron
n sehing
sehingga
ga mengak
mengakiba
ibatka
tkan
n aktiva
aktivasi
si fungsi
fungsi motori
motorik
k (kejan
(kejang),
g),
sensorik, otonom atau fungsi kompleks (kognitif, emosional) secara lokal atau umum.
Mekanisme terjadinya kejang ada beberapa teori 11:
a. Gangg
Gangguan
uan pembent
pembentuka
ukan
n ATP dengan
dengan akibat
akibat kegaga
kegagalan
lan pompa
pompa Na-K,
Na-K, misaln
misalnya
ya pada

hipoksemia,, iskemia,
hipoksemia iskemia, dan hipoglikemia.
hipoglikemia. Sedangkan
Sedangkan pada kejang
kejang sendiri
sendiri dapat terjadi
 pengurangan ATP dan terjadi hipoksemia.
hipoksemia.
 b. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf, misalnya hipokalsemia dan
hipomagnesemia.
c. Peru
Peruba
baha
han
n rel
relat
atif
if ne
neur
urot
otran
ransm
smit
iter
er ya
yang
ng be
bersi
rsifa
fatt ek
eksit
sitas
asii di
diba
band
ndin
ingk
gkan
an de
deng
ngan
an
neurotransmiter inhibisi dapat menyebabkan depolarisasi yang berlebihan. Misalnya
ketidakseimbangan antara GABA atau glutamat akan menimbulkan kejang (gambar 
1).
Status epileptikus tonik-klonik mempunyai 2 fase sebagai berikut:

a. Fa
Fase
se 1: Komp
Kompen
ensa
sasi
si
Selama fase ini, metabolisme
metabolisme serebral
serebral meningkat,
meningkat, tetapi mekanisme
mekanisme fisiologis
fisiologis cukup
untuk memenuhi kebutuhan metabolik, dan jaringan otak terlindungi dari hipoksia
atau kerusakan metabolisme. Perubahan fisiologis utama terkait dengan meningkatnya
aliran darah dan metabolisme otak, aktivitas otonom, dan perubahan kardiovaskuler.
 b. Fase 2: Dekompensasi
Selama
Selama fase ini,
ini, tuntut
tuntutan
an metabo
metabolik
lik serebra
serebrall sangat
sangat mening
meningkat
kat dan tidak
tidak dapat
dapat
sepenuhnya
sepenuhnya tercukupi,
tercukupi, sehingga
sehingga menyebabk
menyebabkan
an hipoksia
hipoksia dan perubahan
perubahan metabolik 
metabolik 
sistemik. Perubahan autonom tetap berlangsung dan fungsi kardiorespirasi dapat gagal

mempertahankan homeostasis.

6
 

Gambar 1. Perubahan pada reseptor post-sinaps setelah status epileptikus.


Reseptor GABA-ergik terendositosis dan jumlahnya berkuang, sementara reseptor glutamat
mengalami upregulasi.

7
 

VI. MANIFESTASI KLINIS


Statuss epileptiku
Statu epileptikuss dihubung
dihubungkan
kan dengan
dengan perubahan
perubahan fisiologis
fisiologis sistemik
sistemik hasil
 peningkatan kebutuhan metabolik akibat kejang berulang dan perubahan autonomi
termasu
termasuk
k takika
takikardi
rdi,, aritmia
aritmia,, hipote
hipotensi
nsi,, dilata
dilatasi
si pu
pupil
pil,, dan hiperte
hipertermi
rmia.
a. Perubah
Perubahan
an
sistemi
sistemik
k termasu
termasuk
k hipoks
hipoksia,
ia, hiperk
hiperkapn
apnia,
ia, hipogl
hipoglike
ikemia
mia,, asidosi
asidosiss metabo
metabolik
lik,, dan

gangguan elektrolit memerlukan intervensi medis. Kehilangan autoregulasi serebral


dan kerusakan neuron dimulai setelah 30 menit aktivitas kejang yang terus menerus. 12 
Pengen
Pengenalan
alan terhada
terhadap
p status
status epilep
epileptik
tikus
us pentin
penting
g pada
pada awal
awal stadium
stadium untuk 
untuk 
mencegah keterlambatan penanganan. Status tonik-klonik umum (Generalized
( Generalized Tonic-
Clonic)) merupakan bentuk status epileptikus yang paling sering dijumpai, hasil dari
Clonic
survei ditemukan kira-kira 44-74%, tetapi bentuk yang lain dapat juga terjadi.
A. St
Stat
atus
us Epilep
ilepti
tik
kus Ton
onik
ik-K
-Klo
loni
nik
k Umum
Umum (Gen
Genera
eraliz
lized
ed tonic-c
tonic-clon
lonic
ic Status
Status
 Epileptikus)
Ini merupakan bentuk dari Status Epileptikus yang paling sering dihadapi

dan potensial dalam mengakibatkan kerusakan. Kejang didahului dengan tonik-


klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik klonik umum.
Pada status tonik-klon
tonik-klonik
ik umum,
umum, serangan
serangan berawal
berawal dengan
dengan serial kejang tonik-
tonik-
klonik
klonik umum
umum tanpa
tanpa pemuli
pemulihan
han kesada
kesadaran
ran dianta
diantara
ra seranga
serangan
n dan pening
peningkat
katan
an
frekuensi. Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik 
yang melibatkan
melibatkan otot-otot
otot-otot aksial dan pergerakan
pergerakan pernafasan yang terputus-putus.
terputus-putus.
Pasie
Pasien
n menj
menjad
adii si
sian
anos
osis
is selam
selamaa fa
fase
se in
ini,
i, di
diik
ikut
utii ol
oleh
eh hyperpnea
hyperpnea   retensi
retensi CO2.
Adan
Adanya
ya taki
takika
kard
rdii dan
dan peni
pening
ngka
kata
tan
n te
teka
kana
nan
n da
dara
rah,
h, hyperpireksia
hyperpireksia   mungkin
 berkembang. Hiperglikemia dan peningkatan laktat serum terjadi yang

mengakiba
mengak ibatka
tkan
n penuru
penurunan
nan pH serum
serum dan asidosi
asidosiss respirat
respiratori
orik
k dan metabo
metabolik
lik..
Akti
Aktivi
vita
tass ke
keja
jang
ng sampa
sampaii lima
lima ka
kali
li pa
pada
da ja
jam
m pe
pert
rtam
amaa pa
pada
da ka
kasu
suss ya
yang
ng tida
tidak 

tertangani.
B. Status Epileptiku
Epileptikuss Klonik-To
Klonik-Tonik-K
nik-Klonik
lonik (Clonic-Tonic-Clonic Status Epileptikus)
Epileptikus )
Adakal
Adakalany
anyaa status
status epilep
epileptik
tikus
us dijum
dijumpai
pai dengan
dengan aktivi
aktivitas
tas klonik
klonik umum
umum
mendahului fase tonik dan diikuti oleh aktivitas klonik pada periode kedua.
C. Sta
Status
tus Epil
Epilept
eptiku
ikuss Tonik
Tonik (Tonic Status Epileptikus)
Epileptikus)
Statuss epilepsi
Statu epilepsi tonik terjadi pada anak-anak
anak-anak dan remaja dengan kehilangan
kehilangan
kesadaran tanpa diikuti fase klonik. Tipe ini terjai pada ensefalopati kronik dan

merupakan gambaran dari Lenox-Gestaut


dari Lenox-Gestaut Syndrome.
Syndrome.

8
 

D. Status
Status Epilep
Epileptik
tikus
us Miok
Mioklon
lonik 
ik 
Bi
Bias
asan
anya
ya terli
terliha
hatt pa
pada
da pa
pasie
sien
n ya
yang
ng meng
mengala
alami
mi en
ensel
selof
ofat
ati.
i. Sent
Sentak
akan
an
mioklonus adalah menyeluruh tetapi sering asimetris dan semakin memburuknya
tingka
tingkatt kesada
kesadaran
ran.. Tipe
Tipe dari
dari status
status epilep
epileptik
tikus
us tidak
tidak biasan
biasanya
ya pada
pada enselof
enselofati
ati

anoksiaa berat
anoksi berat dengan
dengan progno
prognosasa yang
yang buruk,
buruk, tet
tetapi
api dapat
dapat terjad
terjadii pada
pada keadaa
keadaan
n
toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
E. Status
Status Epilep
Epileptik
tikus
us Absens
Absens
Bentuk
Bentuk status
status epilep
epileptik
tikus
us yang
yang jarang
jarang dan biasan
biasanya
ya dijump
dijumpai
ai pada
pada usia
usia
 pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status
 presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state)
state) dengan respon yang lambat
seperti
seperti menyerup
menyerupai
ai “slow motion movie” 
movie”  dan mungkin bertahan dalam waktu
 periode yang lama. Mungkin ada riwayat kejang umum primer atau kejang absens
 pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz monotonus

(monotonous 3 Hz spike)
spike) pada semua tempat. Respon terhadap status epileptikus
Benzodiazepin intravena didapati.
F. Status
Status Epil
Epilept
eptiku
ikuss Non Konvul
Konvulsif 
sif 
Kondisi ini sulit dibedakan secara klinis dengan status absens atau parsial
kompleks, karena gejalanya dapat sama. Pasien dengan status epileptikus non-
konvulsif
konvulsif ditandai dengan stupor atau biasanya koma. Ketika
Ketika sadar, dijumpai
dijumpai
 perubahan kepribadian dengan paranoia, delusional , cepat
cepat marah,
marah, halusi
halusinas
nasi,
i,
ting
tingka
kah
h laku
laku impu
impulsi
lsiff (impul
impulsive
sive behavior 
behavior ),
) , re
reta
tard
rdasi
asi ps
psik
ikom
omot
otor
or da
dan
n pa
pada
da
 beberapa kasus dijumpai psikosis. Pada EEG menunjukkan  generalized spike

wave discharges,
discharges, tidak seperti 3 Hz spike wave discharges dari
discharges  dari status absens.
G. Status Epileptiku
Epileptikuss Parsial
Parsial Sederhana
Sederhana
a. St
Stat
atus
us Soma
Somato
tomo
moto
tori
rik 

Kejang diawali dengan kedutan mioklonik dari sudut mulut, ibu jari dan
 jari-jari pada satu tangan atau melibatkan jari-jari kaki dan kaki pada satu sisi dan
 berkembang menjadi jacksonian
menjadi jacksonian march pada
march pada satu sisi dari tubuh. Kejang mungkin
menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG sering tetapi
tida
tidak
k selal
selalu
u menu
menunj
njuk
ukka
kan
n  periodic lateralized epileptiform discharges 
discharges  pada
hemisfer yang berlawanan (PLED), dimana sering berhubungan dengan proses

destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status somatomotorik ditandai
dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan berbahasa (status afasik).

9
 

 b. Status Somatosensorik 


Jarang
Jarang ditemu
ditemuii tet
tetapi
api menyer
menyerupa
upaii status
status somato
somatomot
motorik
orik dengan
dengan gejala
gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory
suatu  sensory jacksonian march.
march.
H. Status Epileptiku
Epileptikuss Parsial
Parsial Kompleks
Kompleks

Dapat dianggap sebagai serial dari kejang kompleks parsial dari frekuensi
yang
yang cuku
cukup
p untu
untuk
k menc
menceg
egah
ah pemu
pemuliliha
han
n di
dian
anta
tara
ra ep
epis
isod
ode.
e. Dapa
Dapatt te
terj
rjad
adii
otomatisme, gangguan berbicara, dan keadaan kebingungan yang berkepanjangan.
Pada EEG terlihat aktivitas fokal pada lobus temporalis atau frontalis di satu sisi,
tetapi bangkitan epilepsi sering menyeluruh. Kondisi ini dapat dibedakan dari
status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit memisahkan status epileptikus
 parsial kompleks dan status epileptikus non-konvulsif
non-konvulsif pada beberapa kasus.

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan bedasarkan klinis dan dikonfirmasi dengan EEG


cito.
cito. Diagno
Diagnosis
sis harus
harus dilaku
dilakukan
kan dengan
dengan cepat
cepat untuk
untuk membat
membatasi
asi SE. Pemeri
Pemeriksa
ksaan
an
laboratorium cito darah lengkap, gula darah, elektrolit, kalsium, magnesium, fungsi
ginjal,
ginjal, fungsi hati, toksikolo
toksikologi,
gi, dan kadar antikolvusan
antikolvusan harus dilakukan.
dilakukan. Lakukan
Lakukan
 pencarian sumber infeksi dengan kultur darah dan urinalisis. Analisis gas darah dan
 pemeriksaan irama jantung harus dilakukan. Pemeriksaan CT-scan dilakukan untuk 
mendia
mendiagno
gnosis
sis kelain
kelainan
an struktu
struktural
ral SSP.
SSP. Pungsi
Pungsi lumbal
lumbal dapat
dapat dilaku
dilakukan
kan bila
bila ada
kecurigaan infeksi SSP. Pemeriksaan EEG harus dilakukan secepat mungkin pada
 pasien dengan perubahaan status mental, dan setelahnya dilakukan evaluasi EEG

terutama bila tidak terdapat perubahan status mental.

VIII. TATALAKSANA

 Penatalaksanaan umum
Prinsip penatalaksanaan SE adalah menghentikan aktivitas kejang baik klinis
maupun elektroensefalografi (EEG). Penatalaksanaan SE meliputi penggunaan obat
intravena yang poten, sehingga dapat menimbulkan efek samping yang serius. Oleh
karena itu, langkah awal adalah memastikan bahwa pasien sedang mengalami SE.
Kejang tunggal yang pulih tidak membutuhkan tatalaksana, namun jika diagnosis SE

ditegakka
ditegakkan
n harus
harus ditatal
ditatalaks
aksana
ana secepat
secepat mungki
mungkin.
n. Penila
Penilaian
ian awal jalan
jalan napas
napas dan
oksigenasi sangat penting. Jika jalan napas telah bebas, intubasi tidak harus segera

10
 

dila
dilaku
kuka
kan,
n, teka
tekana
nan
n da
dara
rah
h dan
dan na
nadi
di ha
haru
russ di
diob
obser
serva
vasi
si.. Pe
Peme
meri
riks
ksaan
aan ne
neur
urol
olog
ogis
is
dila
dilaku
kuka
kan
n un
untu
tuk
k menc
mencari
ari tand
tandaa lesi
lesi fo
foka
kall in
intr
trak
akran
ranial
ial.. Lang
Langka
kah
h se
selan
lanju
jutn
tnya
ya
mendap
mendapatk
atkan
an akses
akses intrav
intravena
ena,, pengam
pengambil
bilan
an sampel
sampel darah
darah untuk
untuk penila
penilaian
ian serum
serum
elektrolit, ureum, glukosa, kadar obat antiepilepsi dalam darah, skrining toksisitas
ob
obat
at,, da
dan
n hitu
hitung
ng da
darah
rah leng
lengka
kap.
p. In
Infu
fuss ca
caira
iran
n isot
isoton
onik
ik ha
haru
russ suda
sudah
h di
dibe
berik
rikan
an..

Hipoglikemia merupakan pencetus status epileptikus yang reversibel, glukosa 50 ml


50% dapat diberikan jika diduga suatu hipoglikemia. Tiamin dapat diberikan untuk 
menceg
mencegah
ah ensefal
ensefalopa
opati
ti Wernic
Wernicke.
ke. Setelah
Setelah pember
pemberian
ian oksige
oksigen,
n, kadar
kadar gas darah
darah
seha
seharu
rusn
snya
ya diuk
diukur
ur untu
untuk
k mema
memast
stik
ikan
an ok
oksi
sige
gena
nasi
si su
suda
dah
h ad
adek
ekua
uat.
t. Asid
Asidos
osis
is,,
hiperpireksia, dan hipertensi tidak perlu ditangani, karena merupakan keadaan umum
 pada tahap awal SE dan akan membaik setelah penatalaksanaan umum dilakukan.
Pencitraan CT scan direkomendasikan setelah stabilisasi jalan napas dan sirkulasi. Jika
hasil pencitraan negatif, pungsi lumbal dapat dipertimbangkan untuk menyingkirkan
etiologi infeksi.2,4,8 

  Monitoring elektroensefalografi (EEG)


Continuous EEG 
EEG  (cEEG) sangat berguna pada penatalaksanaan SE di ruang
intensive care unit (ICU), dilakukan dalam satu jam sejak onset jika kejang masih
 berlanjut. Ini
I ni bermanfaat untuk mempertahankan dosis obat antiepilepsi selama titrasi
dan mendet
mendeteks
eksii berula
berulangn
ngnya
ya kejang
kejang.. Indika
Indikasi
si penggu
penggunaa
naan
n cEEG
cEEG pada
pada SE adalah
adalah
kejang klinis yang masih berlangsung atau SE yang tidak pulih dalam 10 menit, koma,
 postcardiac arrest, dugaan nonconvulsive SE pada pasien dengan perubahan
kesadaran. Durasi EEG seharusnya paling sedikit dalam 48 jam. 4

11
 

Gambar 2. Algoritma tatalaksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan konsensus UKK Neurologi IDAI 13

12

Keterangan:
1. Diazepam IV: 0,2-0,5
0,2-0,5 mg/kg IV (maksimum
(maksimum 10mg) dalam spuit,
spuit, kecepatan
kecepatan
2mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
2. Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan
kecepatan sama.
3. Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil
sesua
sesuaii do
dosis
sis ya
yang
ng dipe
diperl
rluk
ukan
an de
deng
ngan
an meng
menggu
guna
naka
kan
n spui
spuitt 1c
1ccc ya
yang
ng telah
telah
dibuan
dibuang
g jarumn
jarumnya,
ya, dan tet
tetesk
eskan
an pada
pada bu
buccal
ccal kanan,
kanan, selama
selama 1 menit.
menit. Dosis
Dosis
midazolam buccal berdasarkan kelompok usia;
- 2,5
,5mg
mg (u
(usi
siaa 6-1
6-12
2 bulan
ulan))
- 5mg (u
(usi
siaa 1-5 tah
ahu
un)
- 7,5
,5mg
mg (u
(usi
siaa 5-9 tah
tahun
un))
- 10mg (u
(usia ≥1
≥10 ta
tahun)
4. Tappering off   midazolam
midazolam infus kontinyu: bila bebas kejang selama 24 jam
setelah pemberian midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan
secara bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam
mg/jam dan dapat dihentikan
dihentikan setelah 48
 jam bebas kejang.
5. Midazolam:
Midazolam: pemberian
pemberian midazolam
midazolam infus
infus kontinu
kontinu seharusnya
seharusnya di ICU, namun
namun
disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
6. Bila
Bila pasien
pasien terdapat
terdapat riwayat
riwayat status
status epileptik
epileptikus,
us, namun
namun saat dating
dating dalam
keadaan tidak kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg
IV dilanjutkan dengan pemberian rumatan bila diperlukan.

  Algoritma status epileptikus konvulsif (lihat tabel)4,14


 Pasa
Pasang
ng jalur
jalur in
inta
tave
vena
na,, be
beri
rika
kan
n 50 cc de
deks
kstr
tros
osaa 40
40%
% da
dan
n tiam
tiamin
in 10
100
0 mg,
mg,
kemudian berikan antikonvulsan. Jika dicurigai intoksikasi obat, pertimbangkan
 pemberian nalokson 0,4-2 mg IV dalam dekstrosa 5%.
 Berikan diazepam (0,15 mg/kg) atau lorazepam (0,1 mg/kg) IV dalam 5 menit,
diik
diikut
utii de
deng
ngan
an fe
feni
nito
toin
in (2
(20
0 mg/k
mg/kg,
g, de
deng
ngan
an ke
kece
cepa
pata
tan
n tida
tidak
k mele
melebi
bihi
hi 50
mg/m
g/men
enit
it).
). Ja
Jang
ngan
an menca
encamp
mpur
ur fe
feni
nito
toin
in den
eng
gan D5%
D5% ka
kare
rena
na ak
akan
an
mempresipitasi pembentukan kristal. Fenitoin sebaiknya diberikan dalam cairan
normal saline.
 Intubasi jika diperlukan dan kontrol hipertermia

13

 Jika kejang berlanjut >20 menit, berikan fenitoin tambahan (10 mg/kg IV),
dengan target kadar serum fenitoin 22-25 mcg/ml.
 Jika kejang berlanjut, berikan fenobarbital (15 mg/kg IV).

 Jikaa kejang
Jik kejang masih
masih berlan
berlanjut
jut,, pertim
pertimban
bangka
gkan
n anestes
anestesii umum
umum dengan
dengan infus
infus
midazolam (dosis loading 0,2 mg/kg dengan bolus IV pelan, dosis maintenane
0,1-0,4
0,1-0,4 mg/kg/jam,
mg/kg/jam, dosis maksimum
maksimum 2 mg/kg/jam)
mg/kg/jam) atau pentobarbital
pentobarbital (dosis
(dosis
loading 3 mg/kg dengan drip 0,2-0,4 mg/kg/menit, dosis maintenance 0,3-3
mg/kg/jam, dosis maksimum 3 mg/kg/jam) atau propofol (dosis loading 1-2
mg/k
mg/kg
g de
deng
ngan
an dr
drip
ip 10 meni
menit,
t, do
dosi
siss main
mainte
tena
nanc
ncee 2-
2-10
10 mg/k
mg/kg/
g/ja
jam,
m, do
dosis
sis
maksimum 15 mg/kg/jam).
Tabel 1. Algoritma status epileptikus konvulsif 4,14

14

IX. KOMPLIKASI
 Komplikasi primer akibat langsung dari status epileptikus
Kejang
Kejang dan status
status epilep
epileptik
tikus
us menyeb
menyebabk
abkan
an kerusa
kerusakan
kan pada
pada neuron
neuron dan
memicu reaksi inflamasi, calcium related injury, jejas sitotoksik, perubahan reseptor 
glutamat dan GABA, serta perubahan lingkungan sel neuron lainnya. Perubahan pada
sistem jaringan neuron, keseimbangan metabolik, sistem saraf otonom, serta kejang
 berulang dapat menyebabkan komplikasi sistemik. Proses kontraksi dan relaksasi otot
ya
yang
ng terj
terjad
adii pa
pada
da SE ko
konv
nvul
ulsif
sif da
dapa
patt meny
menyeb
ebab
abka
kan
n ke
keru
rusa
saka
kan
n ot
otot
ot,, de
dema
mam,
m,
rabdomiolisis, bahkan gagal ginjal. Selain itu, keadaan hipoksia akan menyebabkan
metabolisme
metabolisme anaerob
anaerob dan memicu asidosis.
asidosis. Kejang
Kejang juga menyebabkan
menyebabkan perubahan
perubahan
fungsi saraf otonom dan fungsi jantung (hipertensi, hipotensi, gagal jantung, atau
aritmia).
aritmia). Metabolisme
Metabolisme otak pun terpengaruh;
terpengaruh; mulanya
mulanya terjadi
terjadi hiperglike
hiperglikemia
mia akibat
akibat
 pelepasan katekolamin, namun 30-40 menit kemudian kadar glukosa akan turun.
Seiring dengan berlangsungnya kejang, kebutuhan otak akan oksigen tetap tinggi, dan
 bila tidak terpenuhi akan memperberat kerusakan otak. Edema otak pun dapat terjadi
akibat proses inflamasi, peningkatan vaskularitas, atau gangguan sawar darah-otak. 5
 Komplikasi sekunder 
Komplikasi
Komplikasi sekunder akibat pemakaian
pemakaian obat anti-konvulsan
anti-konvulsan adalah depresi
napas
napas serta
serta hipote
hipotensi
nsi,, teruta
terutama
ma golong
golongan
an benzod
benzodiaze
iazepin
pin dan fenoba
fenobarbi
rbital
tal.. Efek 
Efek 
samping
samping propof
propofol
ol yang
yang harus
harus diwaspa
diwaspadai
dai adalah
adalah  propofol infusion syndrome 
syndrome  yang
ditandai dengan rabdomiolisis, hiperkalemia, gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung,
sert
sertaa asid
asidos
osis
is me
meta
tabo
boli
lik.
k. Pa
Pada
da se
seba
bagi
gian
an an
anak
ak,, as
asam
am va
valp
lpro
roat
at da
dapa
patt memi
memicu
cu
ensefalopati hepatik dan hiperamonia. Selain efek samping akibat obat antikonvulsan,
efek samping terkait perawatan intensif dan imobilisasi seperti emboli paru, trombosis
ve
vena
na da
dala
lam,
m, pn
pneu
eumo
moni
nia,
a, serta
serta ga
gang
nggu
guan
an he
hemo
modi
dina
nami
mik
k da
dan
n pe
pern
rnap
apas
asan
an ha
haru
russ
diperhatikan.5

X. PROGNOSIS
Angka kematian terkait SE pada 30 hari perawatan dilaporkan kurang dari
10%.. Kemati
10% Kematian
an tersebu
tersebutt lebih
lebih diseba
disebabka
bkan
n oleh
oleh komorb
komorbidi
iditas
tas atau
atau penyak
penyakit
it yang
yang
mendasariny
mendasarinya,
a, bukan akibat langsung dari status epileptikus.
epileptikus. Gejala sisa lebih sering
terja
terjadi
di pa
pada
da SE simto
simtoma
matis
tis;; 37
37%
% mend
mender
erita
ita de
defi
fisit
sit ne
neur
urol
olog
ogis
is pe
perm
rman
anen
en,, 48
48%
%
disabilitas intelektual. Sekitar 3-56% pasien yang mengalami SE akan mengalami
kembali kejang yang lama atau status epileptikus yang terjadi dalam 2 tahun pertama.

15

Fakt
Faktor
or risik
risiko
o SE be
beru
rula
lang
ng ad
adala
alah;
h; us
usia
ia muda
muda,, en
ensef
sefal
alop
opat
atii pr
prog
ogres
resif
if,, et
etio
iolo
logi
gi
remote,, sindrom epilepsi.15
simtomatis remote
16

BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. SN
Agama : Kristen Protestan
Umur :18 bulan
Alamat : Kiniar  
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Minahasa
Tan
Tangg
ggal
al mas
asuk
uk : 14
14 Apri
Aprill 202
2020
0

II. ANAMNESIS
a. Kelu
Keluha
han
n utama : Kejang lebih dari 30 menit SMRS
utama
b. Kelu
Keluha
han
n tam
tamba
bahan : Demam sejak 2 hari yang lalu, batuk dan pilek sejak 1
han
minggu yang lalu
c. Riway
Riwayat
at penyak
penyakit
it sekar
sekarang
ang :
Pasien datang ke IGD RSUD Sam Ratulangi Tondano dengan keluhan kejang
lebih dari 30 menit SMRS. Kejang dialami dua kali, kejang terakhir dimulai
saat pasien masih dirumah, selama perjalanan ke rumah sakit dan sampai ke
rumah
rumah sakit
sakit kejang
kejang belum
belum berhen
berhenti.
ti. Durasi
Durasi kejang
kejang pertam
pertamaa kurang
kurang dari
dari 5
menit, setelah kejang pasien tidak sadar dan kurang dari 5 menit dari kejang
 pertama pasien
pasie n kejang lagi. Saat kejang keempat ekstremitas pasien kelojotan,
mulut berbusa, dan mata mendelik ke atas. Tidak ada kesan paresis saat pasien
kejang. Muntah dan buang air besar cair disangkal, riwayat trauma disangkal.
d. Riway
Riwayat
at penyak
penyakit
it dahul
dahulu
u:
Pasien tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.
e. Ri
Riwa
waya
yatt peng
pengob
obat
atan
an :
Pasien sudah diberikan obat penurun panas dan obat batuk pilek seminggu
terakhir. Tetapi, menurut ibu pasien walaupun obatnya sudah habis kondisi
 pasien tidak ada perubahan. Menurut ibu pasien, pasien tidak pernah
mengkonsumsi obat kejang.
f. Ri
Riwa
waya
yatt peny
penyak
akit
it kel
kelua
uarg
rga
a:
Riwayat kejang dalam keluarga disangkal.

17

g. Ri
Riwa
waya
yatt keha
kehami
mila
lan
n ibu
ibu :
Pasien merupakan anak pertama, saat hamil ibu pasien rutin kontrol tiap bulan
ke bidan dan rutin mengkonsumsi vitamin selama kehamilan. Ibu pasien tidak 
mengkonsumsi obat-obatan tertentu selama masa kehamilan serta tidak ada
riwayat trauma selama hamil.
h. Ri
Riwa
waya
yatt kel
kelah
ahir
iran
an :
Pasien lahir secara normal di rumah sakit. Berat badan pasien 2800 gram.
Pasien
Pasien lahir
lahir dengan
dengan usia
usia kehami
kehamilan
lan cukup
cukup bulan
bulan yaitu
yaitu 39 mingg
minggu
u dengan
dengan
ketuban jernih serta tidak ada komplikasi selama proses melahirkan.
i. Riwa
Riway
yat maka
makana
nan
n:
Orang tua pasien mengatakan bahwa pasien diberikan ASI sampai usia 3 bulan
karenaa ibu pasien harus bekerja, sehingga sejak usia 3 bulan sampai sekaran
karen sekarang
g
 pasien diberikan susu formula. Sekarang pasien sudah diberikan makanan
tambahan bubur susu dan buah-buahan.
 j. Riwayat imunisasi
imunisasi :
Imunisasi pasien lengkap sesuai usia
k. Riway
Riwayat
at tumbuh
tumbuh kemba
kembang
ng :
Berat badan pasien naik normal
normal setiap bulan, anak aktif dan pertumbuhanny
pertumbuhannyaa
sesuai dengan usia.

III. PEMERIKSAAN FISIK 


a. Stat
Status
us ge
gene
nera
rali
liss

 Keadaan umum : tampak sakit berat


 Kesada
Kesadaran
ran (PGCS)
(PGCS) : E2M3V
E2M3V2
2 (setela
(setelah
h pember
pemberian
ian diazep
diazepam)
am)
  Nadi : 120 x/menit, kuat angkat
 Respirasi : 28 x/ menit, SpO2 98% (setelah pemberian oksigen)
 Suhu : 39,00 C
 Berat badan : 7 kg

Kepala : Normocephal
Mata : Conjuctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung (-/-), ubun-ubun besar 
cekung (-)
Thorax :
Cor :

18

 Inspeksi : IC tidak tampak

 Palpasi : IC tidak kuat angkat

 Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

 Auskultas: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo :
 Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri, retraksi (-)

 Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri

 Perkusi : Sonor/Sonor

 Auskultasi : Suara dasar bronkovesikuler kasar (+/+), Ronki (+/+), wheezing (-/-)

Abdomen :
 Inspeksi : Datar 

 Palpasi : Supel, hepar lien tidak membesar

 Perkusi : Tympani

 Auskultasi : Peristaltik (+) normal


Ekstremitas :
 Akral hangat, CRT < 2detik 

b. Stat
Status
us neur
neurol
olog
ogis
is

Pemeriksaan Saraf Kranialis

- N. I : Tidak dievaluasi
- N.II :T
Tiidak dievaluasi
- N.III,
N.III, IV, VI : Pupi
Pupill b
bula
ulat,
t, isokor
isokor,, rrefl
efleks
eks cahaya
cahaya (+/+),
(+/+), perger
pergeraka
akan
n bola
bola mata
mata sulit
sulit
dievaluasi
- N. V : Sulit dievaluasi (Sde)
- N.VII : Sulit dievaluasi (Sde)
- N. VIII : Tidak dievaluasi
- N. IX, X : Sulit dievaluasi (Sde)
- N. XI : Sulit dievaluasi (Sde)
- N. XII : Sulit dievaluasi (Sde)

19

Tanda rangsang meningeal

- Kaku kuduk : negatif  


- Laseque sign : negatif  
- Kernig sign : negatif  

Status Neuromuskular Ekstremitas Superior dan Inferior 

Ekstremitas su
superior Ekstremitas in
inferior  
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Kekuatan otot ki = ka ki = ka
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Atrofi otot - - - -
Refleks fisiologis + + + +
Refleks patologis
- - + +
(Babinski dan Chaddock)
Sensibilitas Sde Sde Sde Sde

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hematologi Hasil Nilai rujukan Sa
Satuan
Leukosit 31.16 6.4-15.0 10^3/uL
Eritrosit 4.50 4.1-4.9 10^6/uL

Hemoglobin 10.9 10.4-12.4 g/dL


Hematokrit 32.1 31.2-37.2 %
MCV 71.3 70.0-85.0 fL
MCH 24.2 23.0-31.0 Pg
MCHC 34.0 32.0-36.0 g/dL
Trombosit 380 150-440 10^3/uL
Gula darah sewaktu 293 100-200 mg/dL

20

V. DIAGNOSIS KERJA
  Status epileptikus ec susp. Meningoensefalitis
 Sepsis
 Bronkopneumonia

VI. RESUME
Seoran
Seorang
g pasien
pasien peremp
perempuan
uan berusi
berusiaa 18 bulan
bulan datang
datang ke RSUD
RSUD Sam Ratula
Ratulangi
ngi
Tondano dengan keluhan kejang lebih dari 30 menit SMRS. Kejang dialami dua
kali,
kali, kejang
kejang terakhi
terakhirr dimula
dimulaii saat pasien
pasien masih
masih diruma
dirumah,
h, selama
selama perjal
perjalana
anan
n ke
rumah sakit dan sampai ke rumah sakit kejang belum berhenti. Durasi kejang
 pertama kurang dari 5 menit, setelah kejang pasien tidak sadar dan kurang dari 5
menit dari kejang pertama pasien kejang lagi. Saat kejang keempat ekstremitas
 pasien kelojotan, mulut berbusa, dan mata mendelik ke atas. Tidak ada kesan
kelemahan saat pasien kejang. Pasien demam sejak 2 hari yang lalu disertai batuk 
dan pilek sejak 1 minggu yang lalu.
la lu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran
 berdasarkan Pediatric
 berdasarkan Scale  E2M3V2 dievaluasi setelah pemberian
 Pediatric Glasgow Coma Scale E2M3V2
diazepam, nadi 120 x/menit, respirasi 28 x/ menit, SpO 2  98% setelah pemberian
oksigen, suhu 39,00C. Pemeriksaan status neurologis didapatkan refleks patologis
Babinski dan Chaddock positif. Kemudian pada pemeriksaan penunjang leukosit
meningkat sampai 31.160/uL.

VII. TATALAKSANA
− O2 1-2 liter/menit via nasal kanul
− Stesolid supositoria 5mg/2,5ml
− Konsul residen pediatri:
 IVFD NS 0,45% in D5% 10 tpm

Injeksi ceftriaxone 1 x 700mg (skin test)


 Injeksi gentamicin 1 x 50mg

 Injeksi dexametason 3 x 1mg

 Injeksi diazepam 1,5mg bila kejang

 Paracetamol supositoria 125mg/2,5ml (k/p)

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Abend
Abend NS, Duglas
Duglas DJ. Treatm
Treatment
ent of refracto
refractory
ry status
status epilepticu
epilepticus.
s. Pediatri
Pediatricc neurol.
neurol.
2008; 38(6):377.
2. Manno EM. New management strategies in the treatment of status epilepticus. Mayo
Clinic Proc. 2003; 78:508-18.
3. Ahmed Z, Spencer S. An approach to the evaluation of a patient for seizures and
epilepsy. Winconsin medical journal. 2004; 103(1):49-55.
4. Sirven Jl, Waterhouse E. Management of status epilepticus. Am fam physician. 2003;
68(3):469-76.
5. Goldstein JA, Chung MG. Pediatr Neurocrit Care. 2013.
6. Roth Jl. Status epilepticus [Internet]. Apr 18 th, 2014 [cited Feb 12th, 2018]. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1164462-overview.
7. Panayiotopolus CP. Status epilepticus. A clinical guide to epileptic syndrome and their 
treatment. Springer. 2010:65-91.
8. Chen JWY, Wasterlain CG. Status epilepticus: Pathophysiology and management in
adults. Lancet Neurology; 6:246-56.
9. Murthy JMK. Convulsive status epilepticus: Treatment. The association of physician
of India [Internet]. [cited Feb 12 th, 2018]. Available from: http://www.apiindia.org/.
10. Hanhan UA, Fialoos MR. Paed Clin North Am. 2001;48:683.
11.  Nair PP, Kalita J, Misra UK. Status epilepticus: why, what, and
how.JPGM.2011;57(3):242-52.
12. Sh
Shor
orvo
von
n S. Trea
Treatm
tmen
entt of st
statu
atuss ep
epil
ilep
eptic
ticus
us.. J Neur
Neurol
ol Neur
Neuros
osur
urg
g Psych
Psychia
iatr
try
y
2001;70:22-7.
13. Isma
Ismael
el S, Pusp
Puspon
oneg
egor
oro
o HD,
HD, Wido
Widodo
do DP,
DP, Mang
Mangun
unat
atma
madj
djaa I, Hand
Handry
ryast
astut
utii S.
Rekomendasi penatalaksanaan status epileptikus. IDAI 2016:4.

14. Arif H, Hirsch LJ. Treatment of status epilepticus. Semin Neurol 2008;28:342-54.
15. Raspall-Chaure M, Chin RF, Neville BG, Scott RC. Lancet Neurol 2006;5:769-79.

22

Anda mungkin juga menyukai