Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

LOBUS FRONTAL

Oleh :
Abkari Rizal Wahid (09401711050)
Nanda Nofrima (09401711001)

Pembimbing :
dr. Endang Kristanti Sp.S, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KHAIRUN
RSUD Dr. H. CHASAN BOESOERIE TERNATE
2021

1
BAB I
Pendahuluan

Lobus frontal merupakan lobus terbesar di otak, namun sering tidak


dievaluasi secara spesifik dalam pemeriksaan neurologis rutin. Hal ini
mungkin karena diperlukan perhatian terhadap detail dan strategi pengujian
yang ketat untuk mengidentifikasi fungsi lobus frontal. Keberhasilan
penyelesaian tugas kognitif yang dianggap sebagai fungsi lobus frontal
membutuhkan beberapa wilayah otak baik di dalam maupun di luar lobus
frontal, beberapa penulis lebih menyukai istilah penyakit sistem frontal
(frontal lobe syndrome). Dalam kasus apa pun, disfungsi lobus frontal dapat
menimbulkan sindrom klinis yang relatif spesifik. Ketika riwayat pasien
menunjukkan disfungsi lobus frontal, diperlukan evaluasi neurobehavioral
secara rinci.
Sistem klasifikasi tradisional membagi lobus frontal ke dalam korteks
precentral (strip segera anterior ke fisura sentral atau Sylvian) dan korteks
prefrontal (memanjang dari kutub frontal ke korteks precentral dan termasuk
operculum frontal), yang dibagi menjadi: korteks orbitofrontal (termasuk
orbitobasal atau ventromedial dan daerah mesial inferior), korteks prefrontal
ventrolateral, korteks prefrontal dorsolateral, korteks prefrontal medial (berisi
gyrus cingulate anterior, dan korteks prelimbik dan infralimbik), dan korteks
prefrontal kaudal (yang meliputi bidang mata depan) ). Masing-masing area
ini memiliki konektivitas luas.

1
BAB II
Tinjauan Pustaka

A. Anatomi Lobus Frontalis

Sulkus dan girus yang berada di permukaan hemisfer serebri akan


membagi hemisfer serebri menjadi lobus frontalis, lobus parietalis, lobus
temporalis, dan lobus oksipitalis. Fisura lateral nantinya akan memisahkan lobus
temporalis di atas dari lobus frontalis dan lobus temporalis di atasnya. Di dasar
fisura lateral terdapat area korteks yang dikenal sebagai insula dan lobus frontalis,
lobus parietalis, dan lobus temporalis yang menutupinya disebut sebagai
operkulum.10
Lobus frontal terdiri dari 14 area yaitu area granular (4,6,24,25,32,
9,10,11,12,46,47), area disgranular (8,44,45) (Snell,2009). Korteks frontal dapat
dibedakan menjadi dua domain fungsional yang besar yaitu korteks motorik dan
korteks prefrontal (asosiasi). Korteks motorik berada di depan sulkus sentralis dan
meluas sepanjang permukaan medial hemisfer. Korteks prefrontal menempati
regio yang luas yang berada di rostral korteks motorik presentralis. Korteks
motorik dibedakan menjadi korteks motorik primer (M1) dan korteks motorik non
primer.

Gambar. Area pada otak

1
Tepat di anterior dan sejajar dengan sulkus sentralis terletak girus
presentalis yang dikenal sebagai korteks motorik primer. Area ini berfungsi sesuai
brodmann 4. Fungsinya adalah mengendalikan gerakan terampil volunter
(disadari), kadang-kadang disebut juga sebagai gerakan fraksional. 10
Area tepat di anterior korteks motorik primer dikenal sebagai kortek
premotorik (area brodmann 6). Area ini berfungsi dalam program dan persiapan
gerakan serta pengendalian sikap (postur). Area ini termasuk bagian posterior dari
girus frontalis superior, medius dan inferior. Korteks premotorik menimbulkan
aksinya sebagian melalui korteks motorik primer yang dihubungkan oleh serabut-
serabut asosiasi dan sebagian lagi oleh serabut-serabut kortikospinal dan
kortikobulbar. Pada permukaan medial hemisfer korteks premotorik terdapat
daerah korteks motorik suplementer. Korteks ini akan merepresentasi somatotopik
tubuh secara bilateral di kedua hemisfer.10
Pada girus frontalis medius terletak frontal eye field (area brodmann 8).
Area ini mengendalikan deviasi konjugata volunter mata yang terjadi ketika
memindai lapangan pandang. Area ini terletak di depan korteks premotorik.10
Pada girus frontalis inferior hemisfer dominan terletak area bicara motorik
yang biasa dikenal sebagai area broca (area brodmann 44 dan 45). Area ini
mempunyai interkoneksi dengan bagian-bagian lobus temporalis, parietal, dan
oksipitalis.10
Daerah luas korteks lobus frontalis yang berada di bawah area premotorik
disebut korteks prefrontalis. Korteks ini mempunyai hubungan luas dengan
korteks parietalis, temporalis, dan oksipitalis melalui serabut-serabut saraf asosiasi
panjang di substansia alba subkortikal. Aferen subkortikal terutama berasal dari
nukleus mediodorsalis dan anterior talamus. Korteks ini mempunya fungsi yang
berhubungan dengan kognitif, seperti kemampuan intelektual, pertimbangan, dan
prediksi, serta perencanaan perilaku.10

1
Gambar. Area Brodman

Lobus frontalis mendapat suplai darah melalui dua pasang pembuluh darah
besar, yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Darah kapiler yang
memasuki vena meninggalkan otak melalui vena interna dan eksterna yang
mengalir ke dalam sinus duralis besar. Dari sinus, darah kembali ke jantung
melalui vena jugularis interna, vena anonima, dan vena kava superior. Sejumlah
kecil darah meninggalkan serebrum melalui pleksus venosus dari kanalis spinalis
dan vena emisarius.11

Gambar. Vaskularisasi pada otak


B. Fisiologi Lobus Frontalis

1
Lobus frontalis yang terletak di korteks bagian depan, bertanggung jawab
terhadap tiga fungsi utama, yaitu aktivitas motorik volunter, kemampuan
berbicara, elaborasi pikiran. Daerah di lobus frontalis belakang tepat di depan
sulkus sentralis dan dekat dengan korteks somatosensorik adalah korteks motorik
primer. Daerah ini memberi kontrol volunter atas gerakan yang dihasilkan otot-
otot rangka. Seperti pada pengolahan sensorik, korteks motorik di tiap-tiap sisi
otak terutama mengontrol otot di sisi tubuh yang berlawanan. Jaras-jaras saraf
yang berasal dari korteks motorik hemisfer kiri menyebrang (menyilang) sebelum
turun ke korda spinalis untuk berakhir di neuron-neuron motorik eferen yang
mencetuskan kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh. Dengan demikian,
kerusakan di korteks motorik di sisi kiri otak akan menimbulkan paralisis di sisi
kanan tubuh dan demikian sebaliknya.7
Stimulasi daerah-daerah yang berlainan di korteks motorik primer juga
menyebabkan timbulnya gerakan di bagian-bagian tubuh yang berbeda. Seperti
homunkulus sensorik untuk korteks somatosensorik, homunkulus motorik yang
melukiskan lokasi dan jumlah relatif korteks motorik yang diabdikan sebagai
keluaran ke otot-otot tiap bagian tubuh, juga terbalik dan mengalami distorsi. Jari
tangan, ibu jari tangan, dan otot-otot yang penting untuk berbicara, terutama otot-
otot lidah dan bibir, digambarkan secara berlebihan yang mencerminkan kontrol
motorik halus atas bagian-bagian tubuh ini. Bandingkan ini dengan seberapa kecil
jaringan otak yang mengontrol badan, lengan, dan ekstremitas bawah, yang tidak
mampu melakukan gerakan kompleks. Dengan demikian, luas representasi di
korteks motorik sebanding dengan presisi dan kompleksitas keterampilan motorik
yang diperlukan oleh bagian yang bersangkutan.8
Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi kompleks dengan kata-kata yang
secara tertulis atau lisan melambangkan benda dan menyanpaikan gagasan.
Bahasa melibatkan integrasi dua kemampuan terpisah yaitu ekspresi dan
pemahaman masing-masing berkaitan dengan daerah tertentu di korteks. Daerah
primer spesialisasi kortikal untuk bahasa adalah daerah Broca dan daerah
Wernicke.8

1
Daerah Broca yang bertanggung jawab untuk kemampuan berbicara,
terletak di lobus frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik korteks
yang mengontrol otot-otot yang penting untuk artikulasi. Sedangkan daerah
wernicke terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-lobus parietalis,
temporalis, dan oksipetalis, berhubungan dengan pemahaman bahasa, baik
pemahaman bahasa tertulis maupun lisan. Selain itu daerah ini bertanggung jawab
untuk memformulasikan pola pembicaraan koheren yang disalurkan melalui
seberkas serat ke daerah Broca, kemudian mengontrol artikulasi pembicaraan ini.8
Karena berbagai aspek bahasa terletak di daerah-daerah korteks yang
berlainan, kerusakan di daerah tertentu di otak dapat menyebabkan gangguan
bahasa selektif. Kerusakan daerah Broca menyebabkan kegagalan pembentukan
kata, walaupun pasien masih dapat mengerti kata lisan dan tertulis. Para individu
tersebut mengetahui apa yang hendak mereka katakan, tetapi tidak mampu
mengekspresikan diri mereka. Walaupun mereka dapat menggerakkan bibir dan
lidah, mereka tidak dapat melakukan perintah motorik yang benar untuk
mengartikulasikan kata-kata yang mereka inginkan.8
Daerah Wernicke menerima masukkan dari korteks visual di lobus
oksipetalis, suatu jalur yang penting dalam pemahaman membaca dan dalam
menjelaskan suatu benda yang tampak, serta dari korteks auditorius di lobus
temporalis, suatu jalur yang penting dalam memahami bahasa lisan. Menurut
model berbahasa terakhir, berbagai aspek bicara melibatkan jalur-jalur
interkoneksi yang tepat antara daerah-daerah korteks lokal tersebut.9
Pasien dengan lesi di daerah Wernicke tidak dapat mengerti kata-kata yang
mereka dengar atau lihat. Mereka mampu berbicara secara lancar, walaupun kata-
kata yang mereka ucapkan dengan sempurna tersebut tidak memiliki arti. Mereka
tidak dapat mengaitkan arti dengan kata atau memilih kata-kata yang tepat untuk
menyampaikan pikiran mereka. Gangguan bahasa semacam itu disebabkan oleh
kerusakan daerah korteks spesifik dan dikenal sebagai afasia, yang sebagian besar
disebabkan oleh stroke. Afasia jangan dikacaukan dengan kesukaran berbicara
(speech impedient), yang disebabkan oleh defek pada aspek mekanis berbicara,
misalnya kelemahan atau inkoordinasi otot-otot yang mengontrol perangkat vokal.

1
Mungkin disleksia, yaitu kesulitan dalam belajar membaca karena ketidaksesuaian
interpretasi huruf atau kata sebagai bayangan terbalik (misalnya, bad “terlihat”
sebagai dab), timbul akibat kelainan perkembangan dalam hubungan antara
daerah penglihatan dan bahasa di korteks atau di dalam daerah bahasa itu sendiri.9
Pengaturan sementara dari perilaku adalah fungsi utama dari lobus
frontalis. Jika korteks motoric memfasilitasi mekanisme eksekusi dari pergerakan
individual maka premotor cortex memilih pergerakan mana yang akan dieksekusi.
Passingham mengusulkan bahwa bagian premotor berfungsi untuk memilih
perilaku dalam merespon tanda dari eksternal dan korteks motorik tambahan.
Passingham menyarankan bahwa area 8 dispesialisasikan untuk gerakan terhadap
stimulus langsung (stimulus-directed movement), dan area 8A bertugas untuk
gerakan yang distimulasi oleh drive internal (internally driven movements).
Korteks motoric bertugas untuk membuat pergerakan. Korteks premotor bertugas
untuk memilih pergerakan. Maka korteks prefrontal bertugas untuk mengontrol
proses kognitif agar pergerakanyang tepat dapat dipilih disaat yang tepat dan di
tempat yang tepat.8
Lobus frontalis menentukan perilaku dan merumuskan tindakan terhadap
lingkungan. Disfungsi dari lobus frontalis menghasilkan beberapa sindrom
neuropsikiatri. Gangguan berpikir, mood, motivasi dan ketidakmampuan
mengontrol perilaku.12
Lobus frontal adalah satu-satunya area anatomis dengan informasi yang
memadai untuk membentuk pandangan global seseorang, lingkungan dan sejarah
dari satu individu. Bagian ini ditentukan untuk menunda respon tindakan dan
membentuk sebuah respon berdasarkan kajian dari masa lalu dan tujuan dari dari
respon tersebut. Bagian dorsolateral korteks prefrontal juga memiliki koneksi
aferen yang luas, memiliki hubungan timbal balik yang luas dengan beberapa area
dimana bagian ini menerima masukan.12
Sebagai tambahan bagian ini memiliki gambaran luas di kepala pada
nucleus kaudatus, hubungan pertama dari sirkuit dorsolateral prefrontal-
subkortikal yang terdiri dari konveksitas frontal, nucleus kaudatus, globus pallidus
dan substansia nigra dan nucleus dorsomedial dari thalamus. Korteks orbitofrontal

1
menerima proyeksi dari lobus temporal melalui fasciculus uncinatus, nucleus
dorsomedial di thalamus, hipotalamus, dan amigdala. Terdapat juga masukan dari
area asosiasi sensorik dan korteks asossiasi frontal.12

C. Sindroma Lobus Frontalis


Lobus frontalis merupakan lobus terbesar dari otak kita yang berhubungan
dengan aspek tingkah laku. Sindroma  lobus frontalis adalah suatu perubahan pola
perilaku, emosi dan personality yang terjadi akibat kerusakan otak bagian depan .
Kejadian yang dapat menyebabkan sindroma ini diantaranya adalah  cedera
kepala, sindroma vascular, tumor, dementia frontotemporal, dan akibat
pembedahan karena aneurisma. Manifestasi klinis yang timbul amat
beragam  namun berinti pada ketidakmampuan untuk mengatur perilaku.1,3
Fungsi lobus frontalis berhubungan dengan aspek tingkah laku dan
berpengaruh dalam mewujudkan kepribadian dan adaptasi sosial. Suatu trauma
kepala sering kali menimbulkan sindroma lobus frontalis dan memberikan
manifestasi klinis yang bermacam macam sehingga sulit untuk membuat diagnosa
klinis .1,3 Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala psikiatrik.
Pasien dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan lahan sering menimbulkan
gejala yang samar diperlukan pemahaman tentang fungsi lobus frontalis dan
sindroma yang terjadi untuk mengevaluasi suatu keadaan sindroma lobus
frontalis, karena gangguan status mental berupa gangguan memori, gangguan
atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi control dan eksekusi, merupakan
gejala yang penting pada lobus frontalis, selain gangguan akibat kenaikan tekanan
intracranial.1,2,3,4,5

Etiologi dan patofisiologi


Sindroma lobus frontalis adalah suatu perubahan pola perilaku, emosi dan
personality yang terjadi akibat kerusakan otak bagian depan. Kejadian yang dapat
menyebabkan sindroma ini diantaranya adalah cedera kepala, sindroma vascular,
tumor, dementia frontotemporal, dan akibat pembedahan karena aneurisma .1

1
Lobus frontalis merupakan sepertiga bagian dari kortek serebri manusia.
Setiap bagian lobus frontalis dibagi menjadi 3 daerah, yaitu kortek motor primer,
kortek premotor dan kortek prefrontal .1,2,6
Kortek motor primer terutama untuk gerakan gerakan voluntary.
Kerusakan pda daerah ini akan menyebabkan kelumpuhan pada sisi tubuh yang
berlawanan. Kortek premotor berhubungan dengan kortek motor primer dan
penting untuk integrasi dan program program gerakan yang berurutan. Kortek pre
frontal dibagi menjadi 3 regio yaitu, region orbito-frontal (anterior lobus frontal),
region dorsolateral, serta cingulum anterior .3
Terdapat lima sirkuit yang diketahui, yaitu: sirkuit motorik pada area
motorik, sirkuit okulomotor pada lapangan penglihatan frontal, dan tiga sirkuit
pada daerah kortek pre frontal; yaitu sirkuit dorsolateral pre frontal, sirkuit
orbitofrontal pre frontal, serta cingulatum anterior. Setiap sirkuit mempunyai
serabut proyeksi ke struktur striata (nucleus caudatus, putamen, dan striatum
anterior), dan dari striata berhubungan ke globus pallidus dan substansia nigra,
proyeksi ke nucleus thalamus dan kembali ke lobus frontal.
Sirkuit dorsolateral dimulai dari korteks pre frontal dorsolateral→nucleus
kaudatus dorsolateral globus pallidus dorsomedial lateral → nucleus thalamus
dorsomedial dan anteroventral → regio dorsolateral pre frontal. Kerusakan pada
sirkuit ini menyebabkan gangguan fungsi eksekutif, diantaranya kesulitan
mempelajari informasi baru, gangguan program gerakan motor, gangguan
kelancaran verbal dan non verbal, gangguan untuk menyusun kembali bentukyang
kompleks. Sirkuit ini menerima inpuls dari serabut afferent area prefrontal 4,6 dan
area parietal 7a yang berperan dalam proses penglihatan. Serabut aferen dari
sistim limbic diterima melalui proyeksi dopamine dari substansia nigra.3
Sirkuit orbitofrontal dimulai dari kortek orbitolateral → nucleus caudatus
ventromedial →globus pallidus dorsomedial medial → nucleus thalamus
ventroanterior dan mediodorsal →kortek orbitolateral. Kerusakan pada sirkuit ini
menyebabkan gangguan disinhibisi, berupa gangguan perilaku berupa mudah,
emosi yang labil dan obsesif kompulsif. Sirkuit ini menerima serabut aferen dari

1
area temporal 22 dan orbito frontal 12 yang terdiri dari bagian
sensorik heteromodal dan para limbic.
 Sirkuit cingulatum anterior dimulai dari kortek cingulatum anterior
→nucleus akumbens →globus pallidus rostrolateral→ thalamus medio dorsal
→kortek cingulatum anterior. Kerusakan pada sirkuit ini ditandai dengan apati,
penurunan kemauan dan tidak adanya emosi. Sirkuit ini menerima serabut afferent
hipokampus, area enttorhinal 28 dan area perirhinal 35.1
Berdasarkan patofisologi kerusakan yang terjadi pada lobus frontalis di
atas di dapati gejala-gejala yang muncul secara motoric maupun perubahan
perilaku akibat kerusakan lobus frontalis sebagai berikut:
1. Gangguan fungsi motorik
a) Fine movements, speed and strength - Kerusakan pada korteks motorik
primer biasanya diasosiasikan dengan kehilangan kemampuan untuk
melakukan gerakan tangan yang baik, disebabkan oleh adanya kehilangan
proyeksi langsung dari kortikospinal ke motor neuron.
b) Movement Programming - Kerusakannya menyebabkan adanya gangguan
pada gerakan-gerakan lengan dan wajah. Kerusakan pada kedua bagian
lobus frontal, yaitu bagian kiri dan kanan menyebabkan adanya gangguan
dalam menganalisis gerakan-gerakan wajah, karena lobus frontal juga
berpengaruh terhadap pengendalian gerakan-gerakan wajah.
c) Voluntary Gaze - Pasien dengan lesi frontal didapatkan kesulitan dalam
tugas visual dan tugas pencarian menunjukkan pentingnya korteks frontal
untuk aspek-aspek tertentu dari kontrol okulomotoris. Studi oleh Guitton
dan rekan memiliki efek lokal di bidang frontal, tetapi kemungkinan
bahwa defisit paling parah dalam melaksanakan tugas-tugas seperti
diasosiasikan dengan kerusakan pada bidang-bidang tersebut.
d) Corollary Discharge - Teuber mengusulkan bahwa harus ada sinyal atau
tanda, untuk menghasilkan gerakan dan juga sinyal yang menandakan
bahwa suatu gerakan akan terjadi. Teuber berpendapat bahwa gerakan
yang sengaja dilakukan melibatkan dua set sinyal lebih dari satu. Ada
perintah gerakan, melalui sistem motorik untuk efek gerakan, dan ada

1
corollary discharge dari asosiasi korteks lobus frontal parietal dan
temporal yang mengatur system sensori untuk mengantisipasi tindakan
motorik. Jadi, sistem sensorik seseorang dapat menginterpretasikan
perubahan dalam dunia eksternal dalam hal informasi tentang dirinya atau
gerakannya.
e) Speech - Ada dua area berbicara di lobus frontal: Area Broca, yang dia
anggap sebagai perpanjangan dari area lateral premotor dan area
pelengkap berbicara, seperti yang telah dibahas diatas. Sebaliknya, area
berbicara tambahan diperlukan untuk mengambil kata-kata tanpa isyarat
eksternal, yang juga konsistent dengan fungsi umum area motorik
tambahan.8
2. Loss of different thinking: Salah satu akibat dari luka yang ada pada lobus
frontal adalah berkurangnya kemampuan dalam melakukan divergent
thinking. Beberapa hal yang mendukung pernyataan tersebut adalah:
a) Behavioral Spontanity: Seseorang yang mengalami luka pada lobus
frontal (baik bagian kiri maupun kanannya) kehilangan spontanitas
dalam berbicara serta kesulitan dalam mengeluarkan kata atau frase
yang tepat.
b) Strategy Formation: Seseorang dengan luka pada lobus frontal
mengalami kesulitan untuk melakukan rencana atau strategi
kognitif untuk menyelesaikan masalah.8
3. Lemahnya Respon terhadap Hambatan dan Tingkah laku yang tidak
fleksibel. - Sifat yang paling umum yang dapat diamati dari seorang pasien
lobus forntal adalah mereka memiliki kesulitan dalam menggunakn informasi
(umpan balik) dari isyarat yang ada di lingkungannya untuk meregulasi atau
merubah perilaku mereka.
4. Response Inhibition: Pasien dengan lesi pada lobus frontal konsisten
mengulang respon setelah penghentian stimulus asli dalam respon pada
berbagai situasi tes, khusunya ketika ada perubahan tuntutan.
5. Risk Taking and Rule Baking: Lobus frontal pasien dibedakan dari pasien
lainnya dari kegagalan mereka untuk mematuhi instruksi tugas. Pasien dengan

1
lesi pada lobus frontal cenderung mengabaikan sinyal, sehingga terus jalan
pada jalan yang salah dan membuat lebih banyak kesalahan.
6. Associative Learning: Banyak yang mengklaim bahwa pasien dengan lesi
besar pada lobus frontal tidak bisa meregulasi perilaku mereka dalam
merespon stimulus intrernal.8
a) Poor temporal memory - Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Jacobsen, menunjukkan pentingnya peran frontal cortex dalam
beberapa jenis dari proses memori jangka pendek, dan beberapa bagian
dari korteks prefrontal berhubungan dengan penyimpanan jenis-jenis
informasi yang berbeda. Corsi merancang suatu penelitian tentang
memori mengenai urutan hal-hal yang sudah terjadi, atau biasa disebut
recency memory. Penelitian ini mengindikasikan lobus frontal kanan
penting untuk recency memori nonverbal atau bergambar, sedangkan
lobus frontal kiri penting untuk verbal recency.
b) Impaired social and sexual behavior- Perilaku sosial dan seksual
keduanya membutuhkan tanggapan yang fleksibel yang sangat
tergantung pada isyarat yang kontekstual, karena itu lesi pada lobus
frontal akan mengganggu kedua perilaku tersebut. Dari observasi pada
beberapa pasien, ada dua perubahan kepribadian, yaitu pseudepression
dan pseudopsycopathy. Penderita pseudepression menunjukan
symptom seperti apatis dan tidak peduli, kehilangan inisiatif,
penurunan minat seksual, sedikit emosi berlebihan, dan sedikit atau
tidak ada sama sekali verbal output. Penderita pseudopsychopathy
menunjukan perilaku yang kekanakan, kurangnya taktis dan
pengendalian, bahasa kasar, perilaku seksual yang kacau,
meningkatnya aktivitas motorik, dan kurangnya keterampilan
sosialnya.8

1
BAB III
Kesimpulan

Lobus frontalis merupakan lobus terbesar dari otak kita yang berhubungan
dengan aspek tingkah laku. Sindroma  lobus frontalis adalah suatu perubahan pola
perilaku, emosi dan personality yang terjadi akibat kerusakan otak bagian depan ..
Manifestasi klinis yang timbul amat beragam  namun berinti pada
ketidakmampuan untuk mengatur perilaku.
Fungsi lobus frontalis berhubungan dengan aspek tingkah laku dan
berpengaruh dalam mewujudkan kepribadian dan adaptasi sosial. Suatu trauma
kepala sering kali menimbulkan sindroma lobus frontalis dan memberikan
manifestasi klinis yang bermacam macam sehingga sulit untuk membuat diagnosa
klinis. Gejala yang ditimbulkan sering dikacaukan dengan gejala psikiatrik.
Pasien dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan lahan sering
menimbulkan gejala yang samar diperlukan pemahaman tentang
fungsi lobus frontalis dan sindroma yang terjadi untuk mengevaluasi suatu
keadaan sindroma lobus frontalis, karena gangguan status mental berupa
gangguan memori, gangguan atensi, perubahan tingkah laku, gangguan fungsi
control dan eksekusi, merupakan gejala yang penting pada lobus frontalis, selain
gangguan akibat kenaikan tekanan intracranial.

1
DAFTAR PUSTAKA

1. Cummings JL, Miller BL . The human Frontal  Lobe ; function and


disorder 3rd ed.
A. New York :  The Guilford Press : 2017.
2. Cummings JL, Vinters H, Felix J. The neuropsychiatry of Alzheimer
disease and
B. related dementia .1st ed. United Kingdom : Martin Dunitz Press: 2003
p 217-20
3. Thim`ble MH. Psychopathology of frontal lobe syndrome . Seminars in
Meurology  ;
C. vol.10,  No.3 Benraska
4. Frontal lobe syndrome  .Available at : htt;://rickets.unl.edu/tbi/frontal/
5. Davies S. Frontal lobe syndrome – a behavioral problem . Seminars in
Neurology :
D. Pittsburg : vol 5, No. 8 Februari 2001 .
6. Waxman SG. Correlative neuroanatomy.27 ed.New York:  Lange Med.
Publ: 2013 p
E. 195-200
7. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2011. H.119-22
8. Nuraini A, Ilmi P, Rininta DR, Megariana, Triasari et al. Lobus Frontalis.
[Paper]. 2013
9. Nelson SL. 2018. Frontal Lobe Syndromes Clinical Presentation
10. Parkin I, Logan B M, McCarthy M J. Core Anatomy Illustrated. Hodder
Arnold; 2007. H. 26-27.
11. Crossman A R, Neary D Neuroanatomy – Buku Ajar Ilustrasi Berwarna,
5th Edition. Churchill Livingstone ;2014
12. Snell Klinik Ed.6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGG; 2009.

1
13. Neuropsychiatry and behavioural neuroscience. Ch.9 Frontal lobe
dysfunction. P. 128-45
14. Fuster MJ. Frontal lobe and cognitive development. Journal of
Neurocytology ; 2002. 31: 373-85

Anda mungkin juga menyukai