Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TEORI AKUNTANSI

PELAPORAN PENGARUH PERUBAHAN HARGA

Dosen Pengampu:
Dr. Mukhzarudfa, S.E., M.Si.

Disusun oleh:
Kelompok 3
Anton Sugiarto C1C021137
Waode Maya Anggelya Putri C1C021151
Imelda Pangestika C1C021180
Dwi Rahmalia Sari C1C021267
Nur Ulyana Apriyanti C1C021269

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menghaturkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah tugas makalah ini dapat diselesaikan tepat
waktu dan berjalan dengan lancar. Penulisan makalah dibuat dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi.
Dalam proses penyusunan makalah, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan masukan demi
kelancaran dan kelengkapan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada Dr. Mukhzarudfa, S.E., M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah Teori
Akuntansi, karena tugas yang diberikan ini dapat membantu wawasan dan
pengetahuan penulis menjadi lebih luas.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah tidak luput dari
kekurangan. Maka dari itu, penulis akan sangat menghargai semua kritikan dan
saran dari pembaca. Hal itu bertujuan untuk membangun makalah ini agar
menjadi lebih baik. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.

Jambi, 8 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH...............................................................................1
1.3 TUJUAN........................................................................................................1
1.4 MANFAAT....................................................................................................1
BAB II......................................................................................................................2
PEMBAHASAN......................................................................................................2
2.1 SIFAT PERUBAHAN HARGA....................................................................2
2.2 KLASIFIKASI MONETER DAN NONMONETER....................................4
BAB III....................................................................................................................6
PENUTUP................................................................................................................6
3.1 KESIMPULAN..............................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................7

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN

1.4 MANFAAT

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SIFAT PERUBAHAN HARGA


Harga mencerminkan nilai tukar barang dan jasa di dalam perekonomian.
Secara umum, harga-harga ini dapat digolongkan sebagai harga masukan (harga
faktor produksi atau harga barang dan jasa pada tahapan-antara, yang diperoleh
untuk diproduksi selanjutnya atau untuk dijual kembali) atau harga keluaran
(harga barang dan jasa yang dijual sebagai produk perusahaan).
Perubahan harga hanya terjadi apabila harga barang atau jasa berbeda dari
harga sebelumnya di pasar yang sama. Perubahan harga terjadi hanya jika harga
naik atau turun di pasar masukan atau di pasar keluaran ataupun di kedua pasar
itu.
Perubahan harga dapat digolongkan sebagai salah satu dari tiga jenis,
walaupun penggolongan ini saling tergantung dan tidak saling menyisihkan.
Perubahan harga ini adalah perubahan harga (1) umum, (2) khusus, dan (3) relatif.

Perubahan tingkat harga umum


Perubahan tingkat harga umum mencerminkan kenaikan atau penurunan
dalam nilai unit moneter selama masa inflasi dan deflasi. Perubahan ini mungkin
disebabkan oleh perubahan penawaran atau kecepatan peredaran uang yang lebih
besar atau lebih kecil daripada perubahan dalam total penawaran barang dan jasa
di dalam perekonomian, oleh ketidakseimbangan total penawaran dan permintaan
barang dan jasa secara umum, ataupun oleh perubahan harga dunia atas komoditi
pokok.
Jika tidak ada pergerakan harga structural atau relatif, maka semua harga
akan bergerak bersama-sama dengan persentase yang sama. Akan tetapi, jika
harga bergerak bersama-sama dengan tingkat yang berbeda, seperti biasanya
terjadi, maka ukuran perubahan harga umum hanya dapat diperoleh dengan
menghitung harga rata-rata atau indeks harga untuk menyatakan tingkat umum
harga berlaku yang dibandingkan dengan suatu periode dasar. Rasio indeks harga

2
berlaku terhadap indeks periode dasar menyatakan perubahan relatif dalam semua
harga yang termasuk dalam indeks tersebut.

Perubahan harga khusus


Perubahan harga khusus terjadi karena beberapa sebab termasuk
perubahan selera para pelanggan, kemajuan teknologi, spekulasi, perubahan alami
ataupun perubahan buatan dalam penawaran produk tertentu atau sebagai akibat
perubahan dalam nilai uang.
Jika tidak terdapat pergerakan harga umum atau perubahan dalam nilai
unit moneter, perubahan dalam harga komoditi khusus menggambarkan
perubahan dalam nilai tukarnya. Menurut pendekatan transaksi tradisional
terhadap akuntansi, harga transaksi awal dari barang atau jasa yang diperoleh
ditandingkan (matched) dengan pendapatan yang berkaitan dengan periode atau
barang yang dijual. Oleh sebab itu, perubahan dalam harga masukan khusus
barang yang dijual dimasukkan dalam perhitungan laba bersih yang dilaporkan
untuk periode itu. Penandingan harga masukan berlaku dengan harga keluaran
berlaku (pendapatan) ini dianggap lebih relevan sebagai pengukuran efisiensi
operasi dan sebagai dasar yang lebih baik untuk meramalkan akibat-akibat
transaksi yang akan dating.
Walaupun belum ada kesepakatan umum mengenai sifat perubahan dalam
harga khusus barang yang ditahan oleh perusahaan, namun terdapat pendapat yang
menyatakan bahwa kenaikan harga akan mengakibatkaan keuntungan
penyimpanan (holding gain), dan penurunan menimbulkan kerugian penyimpanan
(holding loss). Menurut pendapat ini, rugi-laba ini seharusnya dimasukkan dalam
perhitungan rugi-laba perusahaan, karena merupakan perubahan dalam nilai
modal pemegang saham (aktiva netto perusahaan). Akan tetapi, sebagian besar
pengarang tidak akan memasukkan keuntungan dan kerugian karena penyimpanan
(holding) ini dalam perhitungan laba operasi dengan alasan bahwa keuntungan
dan kerugian seperti itu tidak berasal dari kegiatan normal berulang perusahaan.
Artinya, laba dari operasi normal perusahaan di atas harga masukan berlaku
(harga perolehan berlaku) produk perusahaan dikurangi beban operasi lainnya.

3
Jika harga perolehan berlaku digunakan, keuntungan dan kerugian
penyimpanan dapat dilaporkan sebagai perubahan harga, walaupun keuntungan
dan kerugian penyimpanan (ini dapat digolongkan) entah sebagai telaah direalisasi
atau tidak direalisasi.
Harga perolehan berlaku merupakan harga tukar berlaku, sehingga
penggunaannya mengakibatkan penyimpangan dari dasar harga perolehan historis.

Perubahan harga relatif


Perubahan harga relatif mencerminkan perubahan dalam struktur harga
atau perubahan dalam harga satu jenis komoditi dibandingkan dengan harga
seluruh barang dan jasa.
Di dalam akuntansi tradisional, dengan menggunakan harga perolehan
historis, tidak ada perubahan harga yang diisolasikan untuk pelaporan yang
terpisah; semua perubahan harga dimasukkan di dalam laba sebagai akibat
transaksi. Dalam hal ini, biaya dan beban akan disesuaikan terhadap perubahan
nilai uang dan pengaruh tingkat harga dari penyajian kembali ini dikeluarkan dari
perhitungan laba. Tetapi keuntungan kerugian penyimpanan yang berasal dari
perubahan harga relatif tidak akan diukur atau dipisahkan dari laba bersih yang
dilaporkan.

2.2 KLASIFIKASI MONETER DAN NONMONETER


Aktiva moneter merupakan klaim terhadap unit moneter (misalnya, rupiah)
yang jumlahnya tetap yang menggambarkan daya beli umum. Aktiva moneter
terdiri dari kas; tagihan kontraktual terhadap uang dengan jumlah tertentu pada
waktu yang akan dating, seperti piutang dagang dan wesel tagih; dan investasi
yang membayar bunga atau dividen dengan jumlah tetap dan akan dibayar
kembali dengan jumlah yang tetap pada waktu yang akan dating, walaupun
tanggal pembayaran kembali tidak ditetapkan – seperti halnya saham preferen.
Kewajiban moneter merupakan kewajiban untuk membayar uang dengan
jumlah tetap pada waktu mendatang, tanoa menghiraukan apa yang akan terjadi
pada nilai unit moneter. Kewajiban moneter juga mencakup kewajiban membayar
sejumlah tetap rupiah, walaupun jumlah yang pasti tidak diketahui secara tepat.

4
Kewajiban ini meliputi hutang dagang dan wesel bayar, beban yang masih harus
dibayar, seperti upah dan hutang bunga, serta obligasi jangka panjang yang harus
dibayar dalam jumlah tetap.
Aktiva nonmoneter, meliputi pos-pos yang harganya dalam unit moneter
dapat berubah sepanjang waktu, atau klaim terhadap unit moneter yang jumlahnya
berubah-ubah, yang menggambarkan jumlah daya beli yang ditetapkan terlebih
dahulu. Aktiva ini mencakup seluruh ha katas barang dan jasa dan seluruh hak
lainnya atas manfaat mendatang (future benefit). Kewajiban nonmoneter terdiri
dari kewajiban untuk menyediakan sejumlah tertentu barang dan jasa atau
sejumlah daya beli yang ekivalen, walaupun pembayarannya mungkin dalam
bentuk kas.
Kesulitan dalam merumuskan aktiva dan kewajiban moneter dan
nonmoneter pada dasarnya timbul karena perbedaan itu bersifat arbitrer. Hanya di
dalam kasus yang sangat esktrem harga aktiva akan berubah dengan persentase
yang persis sama dengan perubahan dalam tingkat harga umum. Di pihak lain,
terdapat kemungkinan bahwa harga aktiva atau sejumlah rupiah yang akan dating
ditukarkan untuk suatu klaim dapat bertambah atau berkurang dengan persentase
yang sangat kecil dibandingkan dengan perubahan harga-harga umum.

Keuntungan dan kerugian atas pos moneter


Keuntungan atau kerugian dari penyimpanan (holding) aktiva netto
moneter oleh suatu perusahaan tidak mudah dievaluasi. Secara normal suatu
perusahaan akan memiliki kas dan piutang yang melebihi kewajiban lancar
moneter Dengan adanya posisi lancar moneter netto yang positif, kerugian
ekonomik terjadi apabila tingkat-tingkat harga naik sedangkan keuntungan
ekonomik terjadi apabila tingkat harga turun. Selama masa inflasi, daya beli
modal kerja ini tidak dipertahankan. Sesungguhnya, jika volume usaha tetap
konstan dalam arti real, modal kerja biasanya harus ditambah
Keuntungan atau kerugian juga terjadi karena penyimpanan aktiva
moneter jangka panjang, misalnya piutang jangka panjang dan investasi dalari
obligasi pemerintah dan saham preferen, dan karena adanya hutang jangka
panjang yang beredar. Jika hutang jangka panjang melebihi aktiva moneter jangka

5
panjang, maka keuntungan ekonomik akan terjadi apabila tingkat harga naik. dan
sebaliknya terjadi jika tingkat harga turun.
Dari sudut interpretasi dunia nyata, keuntungan dan kerugian daya beli
juga mempunyai kelemahan. Kelemahan yang berarti dalam interpretasi
keuntungan dan kerugian timbul dari kenyataan bahwa banyak komitmen moneter
mendatang dibuat dengan perkiraan bahwa inflasi akan berlangsung terus.
Kenyataan bahwa keuntungan dan kerugian ini tidak memiliki padanan dalam
akuntansi yang lazim menyebabkan banyaknya ketidaksepakatan atas masalah ini.

2.3 PENYAJIAN KEMBALI POS-POS NONMONETER


Aktiva nonmoneter yang diperoleh dalam satu periode dan disimpan untuk
di jual atau digunakan pada waktu yang akan datang, dapat diukur berdasarkan
harga tukar yang berlaku ketika aktiva itu diperoleh atau berdasarkan harga takar
pada tanggal pelaporan atau pada tanggal lainnya. Ukuran ini disebut rupiah
nominal karena menggambarkan jumlah rupiah pada tanggal pengukuran, dan
tidak dapat dibandingkan secara logis dengan pengukuran serupa pada tanggal
lainnya. Hanya jika pengukuran dinyatakan dalam harga pada tanggal yang sama
atau jika dinyatakan kembali untuk memperlihatkan perubahan daya beli uang,
maka pengukuran itu dinyatakan dalam unit yang konstan.

Penyajian kembali untuk perubahan daya beli umum merupakan perbaikan


dalam kerangka struktural saja. Hal ini melahirkan interpretasi dunia nyata hanya
jika tingkat harga umum dan harga khusus bergerak bersama-sama sedemikian
rupa sehingga penyajian kembali tingkat harga umum dapat dianggap sebagai
pengganti untuk harga khusus.”

2.4 MODEL-MODEL PENYAJIAN KEMBALI TINGKAT HARGA


Model-model ini mengansumsikan penggolongan utama aktiva dan
kewajiban sebagai moneter dan nonmoneter, jarak waktu (interval) tanpa
transaksi, dan perubahan tingkat harga umum atau perubahan harga barang khusus
dan keduanya.

6
Penyajian kembali tingkat harga umum

Misalkan suatu perusahaan mempunyai aktiva netto moneter M, aktiva


total nonmoneter N, dan modal sisa R, yang seluruhnya dinyatakan dalam nilai
dollar pada waktu t0:9
M0 + N0 = R0 (1)
Misalkan juga bahwa penyajian kembali akan diadakan dengan menggunakan
indeks perubahan tingkat harga umum p, yang menunjukkan perubahan dalam
tingkat harga umum, sehingga p = (P1,/P0-1) di mana P1 = indeks harga pada t1
dan P0 = indeks harga pada t0. Maka, penyajian kembali kondisi keuangan
perusahaan berdasarkan harga pada t1 adalah sebagai berikut;10
M0 (1 + p ) + N0 (1 + p) = R0 (1+ p) (2)
Dengan perkalian diperoleh:
M0 + M0 + N0 + N0p = R0 + R0p (3)
dan karena jumlah aktiva netto moneter (M) tetap konstan mulai dari to sam- pai
t₁, kita kurangkan Mop dari kedun sisi dan mengubah M, menjadi M,
M1 + (N0 + N0p) = (R0 + R0p) – M0p (4)
(N0+N0p) menggambarkan harga awal aktiva nonmoneter yang dinyatakan
dalam dollar umum pada t₁; dan (R0 + R0p) menggambarkan modal pemegang
saham pada t0 yang telah disajikan kembali berdasakan daya beli rupiah pada t1.
Dapat diasumsikan bahwa pemegang saham akan sama baiknya (as well off) pada
t1 dan pada t1 jika R1 = R0 + R0p. Karena jumlah rupiah aktiva moneter (M) tidak
dapat bertambah hanya karena naiknya tingkat harga umum, maka R1 lebih kecil
daripada R1 + R0p sebesar M0p: sehingga M0p menggambarkan kerugian daya beli
yang terjadi karena penyimpanan aktiva netto moneter, sementara harga-harga
secara umum nnik. (Map akan menggambarkan keuntungan jika Af< 0 atau jika p
< 0.)
Kita dapat memperluas contoh di atas dengan memisahkan aktiva moneter
netto (M) ke dalam dua bagian, yaitu aktiva lancar moneter netto C dan hutang
jangka panjang moneter netto Z, sedemikian rupa sehingga M=C-L. Dengan
memasukkannya ke dalam persamaan 1, kita memperoleh pada t0:
Argumen bahwa L0p dan C0p bukan keuntungan dan kerugian ditinjau dari
sudut struktural hanya dapat didukung atas dasar konsep laba yang berbeda. Dari

7
contoh, berdasarkan konsep laba menurut transaksi, L0p dan C0p bukanlah bagian
dari laba karena bukan merupakan hasil kegiatan perusahaan.

Penyajian kembali perubahan harga khusus


Jika aktiva disajikan kembali untuk mencerminkan perubahan harga
masing. masing aktiva dan bukannya untuk mencerminkan perubahan daya beli
umum, maka setiap aktiva nonmoneter harus disesuaikan dengan tingkat
perubahan dalam harga khususnya aktiva moneter netto tidak disajikan kembali
karena harga khususnya dalam rupiah tidak berubah. Karena setiap aktiva
nonmoneter atau kelompok aktiva yang serupa N, harus disesuaikan secara
terpisah,maka persamaan 1 seharusnya dinyatakan Kembali sebagai berikut :

dimana

dengan menyesuaikan aktiva nonmoneter untuk tingkat perubahan harga


khusus (si),maka kita memperoleh persamaan berikut :

sehingga harga tukar pada to dari setiap aktiva nonmoneter dalam himpunan total
yang dimiliki perusahaan mulai dari aktiva N, sampai aktiva Nk, di- sesuaikan
dengan perubahan harga khusus (s,) untuk setiap aktiva itu.
Sebab itu,dengan menambahkan jumlah k+I = 1N1Si ke setiap sisi persamaan
(9) dan menggabungkannya seperti terlihat dalam persamaan (10), kita
memperoleh persamaan berikut:

8
Gynther mengusulkan penyesuaian yang serupa untuk perubahan harga
aktiva nonmoneter khusus, tetapi dia menganjurkan bahwa kerugian daya beli dari
penyimpanan aktiva lancar moneter netto dilaporkan. Akan tetapi, dia
menganjurkan supaya keuntungan atau kerugian atas pos pos lancar moneter
dihitung menggunakan indeks harga barang yang dialami secara umum oleh
aktiva moneter ini. Yaitu, perusahaan dapat mempertahankan modalnya hanya
jika dia mempertahankan daya belinya dalam barang khusus yang umumnya dia
beli. Posisi ini mempunyai beberapa keunggulan, sebagaimana akan dibahas
kemudian.

Perubahan Harga Relatif


Jika tidak terjadi perubahan daya beli umum rupiah, maka menurut beberapa
penganjur penyesuaian tingkat harga umum, kenaikan dalam ekuitas residu yang
dinyatakan dalam persamaan 11 menggambarkan keuntungan penyimpanan.
Artinya, perusahaan diasumsikan sama baiknya pada akhir periode sebagaimana
pada permulaan jika R, Ro+ Rop, di mana p = 0, Rop = 0; jadi, kenaikan dalam
harga aktiva nonmoneter khusus pada umumnya memungkinkan perusahaan
menjadi lebih baik pada akhir periode dilihat dari kemampuannya menggunakan
sumber daya untuk membeli barang dan jasa. Keseluruh. an perubahan harga
khusus di dalam kasus ini diasumsikan sebagai perubahan harga relatif.
Jika harga-harga barang khusus yang ditahan oleh perusahaan berubah
dengan tingkat yang berbeda dari tingkat perubahan harga umum, maka perbedaan
di antara kedua tingkat itu merupakan perubahan harga relatif. Misalnya, jika
harga khusus aktiva N, telah naik dengan tingkat s, dan jika tingkat ini lebih besar
daripada p, maka kenaikan dalam tingkat harga-harga umum adalah (s,>p) dan
keuntungan penyimpanan akibat kenaikan harga relatif akan menjadi N,(s,p).
Hasil ini diperoleh dengan mengurangkan harga khusus aktiva N, pada to yang
disesuaikan untuk perubahan-perubahan dalam tingkat harga umum dari harga
berlaku aktiva tersebut pada t1. Jadi:
Ni (1 + Si) – Ni (1+p) = Ni + Ni Si – Ni – Np = NiSi – Ni p = N1 (Si – p)

9
Dengan demikian harga berlaku aktiva khusus dapat diperkirakan sebagai jumlah
dari harga aktiva N, pada waktu to yang telah disesuaikan untuk perubahan dalam
tingkat harga umum dan untuk perubahan harga relatif aktiva ini. Jadi:
Ni (1 + p) Ni (si - p) = Ni + Np + Ni Si – Ni p = Ni + Ni Si = Ni (1 + s₁)
Maka, untuk keseluruhan perusahaan, aktiva nonmoneter dapat dinyatakan dalam
harga khusus berlaku dengan lebih dahulu menyesuaikannya untuk per ubahan
dalam tingkat harga umum dan kemudian menambahkan perubahan harga relatif
pada kedua sisi persamaan. Berdasarkan persamaan 9, aktiva non- moneter ini
dapat dihitung sebagai berikut:

Dan dengan menyesuaikan kedua sisi dengan perubahan dalam tingkat harga
umum, maka kita peroleh :

Dengan mengalikan dan mengurangkan Mo p dari kedua sisi,maka kita peroleh :

Kemudian dengan menambahkan perubahan harga relatif pada kedua sisi,kita


peroleh persamaan berikut :

Karena (Ro + Ro p) diperlukan pada waktu t, untuk mempertahankan ekuitas


residu dalam daya umum yang konstan,maka Mo p merupakan kerugian dalam
daya beli akibat penyimpanan pos moneter dengan jumlah konstan dan merupakan
keuntungan yang timbul dari kenaikan harga-harga relative aktiva moneter.
Karena masih banyak persyaratan yang harus dipenuhi agar persamaan 15
dapat diterapkan, maka penerapan yang lebih sederhana, yang dianjurkan oleh
Chambers, memilik keunggulan yang sangat besar, walaupun tidak memung.
kinkan pemisahan keuntungan dan kerugian daya beli atas pos-pos moneter dari

10
keuntungan dan kerugian penyimpanan aktiva nonmoneter dapat dilakukan."
Anjuran Chambers dapat ditafsirkan sebagai berikut.
Dengan menggabungkan penyesuaian harga umum dan harga relatif aktiva
nonmoneter pada sisi kiri persamaan 15 dan memperluas sisi kanan, maka kita
peroleh:

Dalam persamaan 16,kita dapat memperoleh :

Oleh karena itu,menurut persamaan 17, aktiva nonmoneter hanya memerlukan


penyesuaian untuk perubahan harga khusus, dan pengaruh perubahan harga umum
dan khusus terhadap laba diukur dengan menambahkan jumlah kenaikan dalam
perubahan harga khusus aktiva nonmoneter dan mengurangkan penyesuaian
modal (Rop) sehingga penyesuaian total adalah:

Penyesuaian netto ini terhadap laba tentu dapat positif atau negatif, tergantung
pada tingkat perubahan relatif dari s, dan p.
Persamaan 17 menjadi penting karena menunjukkan perbedaan utama antara
pihak yang mengusulkan penyesuaian hanya untuk perubahan harga khusus dan
pihak yang mengusulkan penyesuaian untuk perubahan harga umum dan
perubahan harga relatif. Jika +Rop dan -Rop pada sisi kanan persamaan 17
dihapuskan, maka kita akan memperoleh persamaan 11, yang menunjukkan
penyesuaian yang diperlukan menurut mereka yang mengusulkan penyesuaian
hanya untuk perubahan harga khusus. Akan tetapi, interpretasinya berbeda, karena
penyesuaian untuk perubahan harga khusus dalam persamaan 11 diasumsikan
menggambarkan penyesuaian modal, sedangkan dalam persamaan 17 penyesuaian
itu adalah bagian dari penyesuaian laba. Sebab itu, perbedaan antara para
penganjur penyesuaian untuk harga khusus dan para penganjur penyesuaian untuk

11
perubahan harga umum dan harga relatif, terutama didasarkan padá asumsi
mengenai sifat perusahaan dan tujuan pelaporan keuangan.

2.5 EVALUASI ATAS PENYAJIAN KEMBALI TINGKAT HARGA


Sebagian besar usul dan telaah untuk penyajian kembali laporan keuangan dengan
menggunakan indeks harga tunggal jelas mengasumsikan bahwa indeks harga
harus mengukur perubahan harga secara umum yang mencerminkan perubahan
daya beli umum (general purchasing power) atau perubahan dalam nilai umum
rupiah.
Daya beli umum, sebagaimana diukur dengan indeks harga umum,
menunjukkan kecenderungan umum semua harga barang dan jasa di dalam
perekonomian untuk naik atau turun atau tetap konstan pada tingkat rata-rata yang
ditimbang secara tepat, dan mencerminkan perubahan dalam nilai uang.Tidak satu
pun indeks semua harga di dalam perekonomian pernah dihitung, dan tidak satu
pun mungkin dapat dihitung, tetapi beberapa indeks yang tersedia dapat
digunakan sebagai taksiran (aproksimasi) yang dekat.
Gross National Product Implicit Price Deflator yang dikeluarkan oleh
Departemen Perdagangan Amerika Serikat barangkali merupakan indeks tingkat
harga umum terbaik di Amerika Serikat. Indeks harga dihitung dengan membagi
seri dollar yang sedang berlaku dari Produk Nasional Bruto dengan seri dollar
konstan yang berkaitan, dan karena itu akan mencerminkan semua harga tukar di
dalam perekonomian. Akan tetapi, karena indeks tersebut umumnya tidak
mencerminkan perbaikan-perbaikan kualitas sekular dan munculnya produk yang
lebih unggul, maka indeks tersebut tidak menyediakan perbandingan yang baik
untuk beberapa tahun yang tidak berdekatan satu sama lain. Consumer Price Index
for All Urban Consumers dipilih oleh FASB dalam Statement No. 33, karena
penggunannya yang terbesar luas dan pada umumnya dimengerti oleh sebagian
besar penduduk dan juga karena dasarnya yang luas di dalam perekonomian.
Ditinjau dari segi struktural, sistem daya beli umum tampaknya logis dan
honsisten dengan dua perkecualian: (1) Perbedaan antara pos moneter dan pos
nonmoneter bersifat arbitrer, dan (2) pos-pos moneter disajikan kembali dua kali
satukali untuk perubahan daya beli umum dan sekali lagi untuk penyaIlan lagi

12
kembali (restatement back) pada nilai nominal atau nilai berlaku tetapi pospas
commonster hanya disajikan kembali untuk perubahan daya beli umum. Akan
tetapi, seharusnya diakui bahwa hanya skala pengukuran yang berubah. Struktur
itu tetap mengandung semua kelemahan akuntansi harga perolehan historis.
Dari sudut pandangan interpretasional, diasumsikan bahwa daya beli
umum pada umumnya dipahami sebagai suatu sumber daya standar yang dapat
digunakan untuk memperoleh sebagian atau semua jenis barang dan jasa di dalam
perekonomian." Akan tetapi, interpretasi itu tidak dimaksudkan untuk
menggambarkan nilai berlaku, melainkan hanya harga perolehan historis yang
disajikan kembali untuk perubahan dalam daya beli umum. Akan tetapi,
interpretasi tetap sulit karena harga perolehan historis menggambarkan jumlah
rupiah yang dibayar untuk pos khusus, tetapi jumlah yang disajikan kembali tidak
menggambarkan jumlah yang seharusnya akan dibayar untuk barang itu jika
tingkat harga berlaku dan struktur harga berlaku kemudian diketahui. Dan karena
tidak dimaksudkan menjadi pengganti nilai berlaku, maka terdapat kesulitan
dalam memberikan interpretasi pasar saat berjalan atau interpretasi penilaian saat
berjalan terhadapnya.

Daya beli Pemegang Saham


Salah satu konsep daya beli yang paling awal adalah bahwa modal dipertahan. kan
hanya jika kesanggupan para pemegang saham untuk membeli barang dan jasa
konsumsi dengan kuantitas dan kualitas tertentu konstan tetap. Misalnya,
Sweeney berpendapat bahwa indeks biaya hidup adalah ideal, dan konsep ini telah
diterapkan oleh banyak penulis lainnya. Digunakannya CPI-U oleh FASB dalam
Statement No. 33 mungkin dipengaruhi oleh alasan ini, tetapi sebagaimana
dinyatakan di atas, terdapat beberapa alasan lainnya untuk menggunakan CPI-U
sebagai ukuran daya beli umum. Pada umumnya dianggap bahwa para investor
membeli barang produksi hanya karena mereka mengharapkan akan memperoleh
lebih banyak barang konsumsi daripada yang seharusnya dimiliki, dengan cara
mengkonsumsi bukannya dengan menginvestasi. Akan tetapi, hal ini tidak
realistik karena dua alasan: (1) Perusahaan- perusahaan besar biasanya bermaksud
meneruskan usaha dalam waktu yang takterbatas dan bukan melikuidasinya

13
supaya para pemegang saham dapat menghabiskan investasinya. (2) Para
pemegang saham biasanya tidak melikuidasi sahamnya untuk mengkonsumsi
sejumlah investasi itu. Walaupun para investor secara konstan melikuidasi
sahamnya, adalah lebih lazim bagi para pemegang saham untuk menginvestasikan
kembali tabungannya dan hanya mengkonsumsi laba dari investasi daripada
mengkonsumsi jumlah yang diinvestasikan di dalam saham perusahaan.

Daya beli Investasi Perusahaan


Dalil kontinuitas mengasumsikan bahwa suatu perusahaan akan terus-menerus
menginvestasikan kembali aktivanya demi mempertahankan modal yang
diinvestasikan. Jadi, daur operasi usaha dimulai dari aktiva nonmoneter menjadi
kas dan kembali menjadi aktiva nonmoneter. Akan tetapi, kesinambungan hidup
tidak menyiratkan bahwa suatu perusahaan harus mengganti aktiva khusus. Tetapi
daur itu berarti bahwa perusahaan harus mempertahankan daya belinya untuk
memperoleh barang investasi.
Daya beli investasi dapat ditinjau paling sedikit dari tiga sudut pandangan:
(1) kemampuan umum perusahaan menginvestasikan kembali barang investasi
dalam kuantitas yang sama, (2) kemampuan perusahaan menginvestasikan
kembali dalam barang modal yang pada umumnya dibeli oleh seluruh perusahaan
dalam industri itu, dan (3) kemampuan menginvestasikan kembali dalam barang
investasi yang serupa dengan barang yang diperoleh di masa lalu. Setiap
pandangan ini merupakan deskripsi yang relevan dari beberapa sendi
perekonomian. Beberapa perusahaan mendiversifikasi investasinya sepanjang
waktu dan benar-benar bergerak dari satu industri ke industri lain atau
memperluas ke dalam industri-industri yang berbeda. Perusahaan-perusahaan lain
tetap di dalam industri yang sama tetapi mengubah susunan investasinya agar
sejalan dengan pembaharuan teknologis dan untuk menciptakan produk-produk
baru.
Pandangan pertama daya beli investasi umum dapat mencerminkan
perekonomian yang dinamik, seperti di Amerika Serikat. Walaupun terdapat
beberapa pergeseran kelembagaan karena pergerakan, namun banyak perusahaan
berkembang menjadi industri berbeda, dan data akuntansi seharusnya mampu

14
menunjukkan apabila hal ini dikehendaki. Penyesuaian untuk perubahan tingkat
harga di dalam kasus ini akan memerlukan penggunaan indeks harga investasi
secara menyeluruh. Belum tersedia indeks yang sedemikian komprehensif
sekarang, tetapi aproksimasi dapat diperoleh dengan menggabungkan deflator
harga implisit untuk bagian Produk Nasional Bruto (PNB) "gedung baru lain" dan
"peralatan yang tahan lama dari produsen" dan menyesuaikannya untuk perubahan
dalam harga persediaan. Suatu indeks investasi tunggal bagi perekonomian
memberi keunggulan keseragaman di kalangan perusahaan dan kemudahan
penerapan apabila indeks telah ditetapkan.
Pandangan kedua daya beli investasi industri adalah suatu interpretasi
yang logis, karena perusahaan pada umumnya menginvestasikan kembali di dalam
industri yang sama. Akan tetapi, diperlukan suatu indeks investasi yang berbeda
untuk setiap industri. Kesulitan praktis yang utama dalam menerapkan pendekatan
ini adalah kenyataan, bahwa banyak perusahaan menciptakan beraneka produk,
sehingga tidak mungkin menetapkan dengan tepat di dalam industri mana indeks
itu dapat diterapkan.
Pandangan ketiga daya beli yang berkaitan dengan perilaku perusahaan
tertentu pada masa lalu mungkin merupakan pendekatan yang baik atas daya beli
investasi perusahaan, karena perusahaan memang mempertahankan
kesinambungan operasi sepanjang waktu. Akan tetapi; perubahan teknologi dalam
metode produksi dan hasil produksi menuntut perusahaan untuk terus mengubah
bauran investasinya.
Dari sudut pandangan interpretasional, jelas bahwa semakin besar
hubungan antara indeks investasi dan pergerakan khusus dalam harga, maka data
akan semakin dapat ditafsirkan. Artinya, masing-masing pengukuran akan
mencerminkan penilaian yang lebih dekat terhadap nilai berlaku. Akan tetapi,
penggunaan indeks investasi memiliki keunggulan atas revaluasi khusus, yaitu
penilaian yang dihasilkan menjadi kurang subyektif dan tidak mudah
diselewengkan untuk kepentingan perseorangan atau perusahaan. Sementara
penelitian besar-besaran diperlukan untuk menetapkan kelaikan, interpretabilitas,
dan relevansi indeks itu bagi pengambilan keputusan investasi, maka konsep daya
beli investasi menjadi menarik sebagai suatu metode yang memadukan yang

15
terbaik dari kedua konsep, yaitu penilaian kembali daya beli umum dan penilaian
kembali daya beli pengganti khusus.

2.6 AKUNTANSI UNTUK HARGA PEROLEHAN (POKOK) BERLAKU

16
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

17
DAFTAR PUSTAKA

Hendriksen, E. (1994). TEORI AKUNTANSI (M. Sinaga (ed.); 4th ed.). Penerbit
Erlangga.

18

Anda mungkin juga menyukai