Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

TENTANG
HEREDITAS DAN LINGKUNGAN DALAM PROSES BELAJAR
Dipresentasikan Dalam Mata Kuliah
Psikologi Pendidikan

Disusun Oleh :
Kelompok 2

1. Ahmad Farras 2214010238


2. Annisa Fauziah 2214010248
3. Khaidatul Rahimah 2214010258

Dosen Pengampu:
Jum Anidar,S.Ag,M.Pd

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
IMAM BONJOL PADANG
2023 M / 1445 H
PENDAHULUAN

Tidak dapat diragukan lagi, bahwa sejak anak manusia yang pertama lahir kedunia,telah ada
dilakukan usaha-usaha pendidikan manusia telah berusaha mendidik anak-anaknya,
kendatipun dalam cara yang sangat sederhana. Demikian pula semenjak manusia mulai
bergaul, telah ada usaha-usaha dari orang-orang yang lebih mampu dalam hal-hal tertentu
untuk mempengaruhi orang-orang lain teman bergaul mereka, untuk kepentingan kemajuan
orangorang yang bersangkutan itu. Dari uraian ini jelaslah kiranya, bahwamasalah pendidikan
adalah masalahnya dari dulu hingga sekarang, dan di waktu-waktu yang akan dating adalah
keharusan bagi setiap pendidik yang bertanggung jawab, bahwa di dalam melaksanakan
tugasnya harus berbuat dalam cara sesuai dengan keadaan si anak didik psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang berusaha memahami sesama manusia, dengan tujuan agar dapat
memperlakukannya dengan lebih tepat. Karena itu pengetahuan psikologis mengenai anak
didik dalam proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting bagi setiap pendidik;
sehingga seharusnya adalah kebutuhan setiap pendidik untuk memiliki pengetahuan tentang
psikologi pendidikan. Mengingat setiap orang pada sesuatu saat tertentu melakukan
perbuatan mendidik, maka pada hakikatnya psikologi pendidikan itu di butuhkan oleh setiap
orang. Kenyataan bahwa pada dewasa ini hanya para pendidik profesional saja
yangmempelajari psikologi pendidikan tidaklah dapat dipandang sebagai hal yang memang
sudah selayaknya. Psikologi pendidikan memang sangat penting bagi seorang pendidik yang
sudah mempelajari ataupun sudah memahami psikologi pendidikan akan sangat mudah untuk
melakukan proses pembelajaran. Psikologi pendidikan akan membantu tenaga pendidik untuk
menemukan metode yang pas untuk peserta didik mereka karena tenaga pendidik sudah
mengatahui psikologi peserta didik mereka masing-masing.
PEMBAHASAN

HEREDITAS DAN LINGKUNGAN DALAM PROSES BELAJAR

A. Pengertian Hereditas dan Lingkungan


1. Pengertian Hereditas
Pendidikan merupakan suatu proses ketika kemampuan manusia (bakat dan
kemampuan yang diperoleh) hendak dikembangkan secara terus menerus. Kemampuan
(bakat) merupakan faktor dasar, sedangkan kemampuan yang diperoleh merupakan faktor
sebagai konsekuensi dari interaksi individu dengan lingkungannya. Faktor pertama dalam
terminologi para psikolog dikenal dengan istilah "potensi bawaan" (heredity), sedangkan
faktor kedua dinamakan dengan "lingkungan" (environment).1
Hereditas merupakan kecenderungan alami dari suatu cabang untuk menirukan
sumber semula dalam komposisi fisik dan psikologis. Manusia berasal dari sebuah sel
tunggal kecil yang bernama gamate yang paling mengagumkan, penuh misteri, dan kecil di
jagad raya ini sebagai ke-Maha Kuasaan Allah. Penggabungan dua sel ini menghasilkan
nukleum (inti) seorang individu baru. Hanya pada saat itulah, ditentukan apakah individu itu
akan menjadi laki-laki atau perempuan, pendek atau tinggi, cerdas atau bodoh, dan
seterusnya. Semua gambaran tersebut ditentukan dalam sel tersebut yang tidak dapat diubah2
Salah satu dasar perbedaan individual adalah latar-belakang hereditas masing-masing
individu. Hereditas dapat diartikan se- bagai pewarisan atau pemindahan biologis
karakteristik individu dari pihak orang tuanya. Pewarisan ini terjadi melalui proses genetis.
Mengenai hal ini telah dikemukakan di dalam Bab III, namun di sini akan diberikan sedikit
uraian yang menekankan proses heredi- tas itu.
Hereditas pada individu berupa warisan "specific genes" yang berasal dari kedua
orang tuanya. "Genes" ini terhimpun di dalam kromosom-kromosom atau 'colored bodies".
Kromosom-kro- mosom, baik dari pihak ayah ataupun dari pihak ibu berinteraksi membentuk
pasangan-pasangan. Dua anggota dari masing-masing pasangan memiliki bentuk dan fungsi
yang sama. Pasangan kromosom di mana dalam masing-masing kromosom terdapat sejumlah
"genes" dan masing-masing "genes" memiliki sifat ter- tentu, membentuk persenyawaan
"genes" yang demikian menjalin senyawa sifat-sifat "genes".

1
Baharuddin, H, 2010, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, Ar-ruzz Media : Jogjakarta, hal 70-71
2
Daimah dan Wafiqatun Ni’am, Landasan Filosofis Pembelajaran Agama Islam Perspektif Hereditas,
Lingkungan, Kebebasan Manusia dan Inayah Tuhan, Jurnal At- Tarbiyah, Volume 2, No 2, 2019, hal. 160-161.
Di antara semua sel, sebagian sel dicadangkan untuk fungsi pembiakan/pembenihan.
Sel-sel ini disebut sel-sel "germ." Sejak individu dilahirkan, dia telah memiliki sel-sel "germ"
ini. Ketika individu mencapai kematangan seksual, dalam tubuhnya terjadi pem- bentukan
sel-sel benih yang prosesnya berasal dari sel-sel "germ ". Proses ini disebut "meiosis.".
Apabila proses ini terjadi pada anak laki-laki, maka terbentuklah bahan yang disebut sperma.
Apabila proses ini terjadi pada anak perempuan, maka terbentuklah bahan yang disebut ova
atau telur-telur dalam kandungan. Produksi benih ini akan lebih nyata ketika anak mencapai
tungkat pubertas anak. Apabila individu berlainan jenis kelamin melakukan perkawinan,t
erjadilah proses genetis seperti yang di kemukakan di atas dalam rangka membentuk individu
baru.
Proses genetis individu berawal dari pertemuan antara 24 kromosom pihak ayah dan
24 kromosom pihak ibu. Keempat puluh delapan kromosom itu bercampur dan berinteraksi
membentuk pasangan-pasangan baru. Akibat dari peristiwa ini terjadilah per temuan "genes"
pada setiap pasangan kromosom dari ayah dan dari ibu yang memiliki sifat tertentu. Akibat
dari pertemuan "genes" itu maka terjadilah perubahan sifat hereditas. Jadi, dasar hereditas
dari perbedaan individual adalah adanya kombinasi-kombinasi "genes" yang mengakibatkan
adanya perubahan-perubahan sifa "genes".
2. Pengertian Lingkungan
Orang sering mengartikan lingkungan secara sempit, seolah- olah lingkungan
hanyalah alam sekitar di luar diri manusia/individu. Lingkungan itu sebenamya mencakup
segala materiil dan stimuli di dalam dan di luar diri individu, baik yang bersifat fisiologis,
psikologis, maupun sosial-kultural. Dengan demikian, lingkungan dapat diartikan secara
fisiologis, secara psikologis, dan secara sosio- kultural.
Secara fisiologis, lingkungan meliputi segala kondisi dan materiil jasmaniah di dalam
tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf, peredaran darah, pernapasan,
pencemaan makanan, kelenjar-kelenjar indokrin, sel-sel pertumbuhan, dan ke- sehatan
jasmani.
Secara psikologis, lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima oleh
individu mulai sejak dalam konsesi, kelahiran sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa:
sifat-sifat "interaksi "genes", selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat. kebutuhan,
kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual.
Secara sosio-kultural, lingkungan mencakup segenap stimu- lasi, interaksi dan kondisi
eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup
keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan pe-
ngajaran, bimbingan dan penyuluhan, adalah termasuk sebagai lingkungan ini.
Dengan diperluasnya konsep tentang lingkungan ini, maka orang pun semakin
mengalami kesulitan dalam membedakan an- tara konsep lingkungan dengan konsep
hereditas. Kesulitan itu dapat mengakibatkan orang menjadi kebingungan dalam
membedakan antara hereditas dan lingkungan apalagi jika yang dimaksudkan dengan
lingkungan adalah lingkungan fisiologis. Kebingungan itu dapat meningkat menjadi
miskonsepsi setelah orang menghadapi istilah-istilah "hereditary", "inbom", "innate",
"congenital", dan "native." Istilah-istilah tersebut sulit sekali dibedakan, padahal be- berapa
istilah itu adalah ada yang invironmental.
Ada lagi anggapan yang mengaburkan, bahwa hereditas adalah kesamaan parental.
Sifat-sifat atau perwujudan jasmani yang sama antara orang tua dan keturunannya dianggap
sebagai hereditas, padahal belum tentu setiap kesamaan sifat dan penampakan adalah
hereditas. Kesamaan sifat dan penampakan seseorang dengan orang tuanya dapat terjadi
karena modifikasi sifat-sifat itu dengan lingkungan.genes".

B. Pengaruh Hereditas dan Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Individu


1. Penemuan dari Abbot Gregor Mendel (1857)
Seorang biarawan Austria bernama Gregor Mendel, pernah mengadakan
penelitian terhadap kacang-kacangan yang wama bunganya berbeda-beda. Mendel
mengadakan perkawinan silang antara kacang yang berbunga putih dengan kacang
yang berbunga merah. Ketika Mendel mengawinkan kacang yang berbung putih
dengan kacang yang berbunga merah, ia menemukan apa yang di- sebutnya sebagai
"elements" yang amat kecilnya sehingga tak bisa diraba. Elemen-elemen itulah yang
dapat menghasilkan perubahan warna bunga pada kacang silang (perkawinan).
Masing-masing bunga terdapat "elements", dan jika dikawinkan terjadi percampuran
antarelemen. Di antara "elements," bunga merah dan "elements" bunga putih ada yang
berpengaruh kuat (dominant) dan ada yang berpenganuh lemah (recessive). Elemen
mana yang dominan itulah yang akan menentukan sifat keturunan kacang, menjadi
berbunga merah ataukah putih.3
Dalam eksperimennya itu, Mendel mengadakan tiga tahap pengamatan. Tahap
pertama, terhadap ratusan tanaman kacang- kacangannya, ia mengadakan perkawinan
antara kacang yang berbunga putih dengan kacang yang berbunga merah. Hasilnya

3
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta, Rineka Cipta, 2012), hal. 85-86.
ternyata tumbuh serupa dengan bunga merah semua. Jadi, generasi kedua pada kacang
ini tidak ada yang berbunga putih. Apakah pengaruh elements pada kacang yang
berbunga putih hilang? Jawabnya tidak, ini terbukti dengan hasil pengamatan Mendel
tahap berikutnya. Tahap kedua, Mendel mengawinkan sepasang tanaman kacang
generasi kedua hasil perkawinan pertama tadi yang bunganya sama-sama berwarna
merah. Hasil perkawinan itu adalah kacang- kacang generasi ketiga dengan bunga-
bunga yang berseling warna, yaitu tiga di antara empat bunga berwarna merah,
sedangkan satu di antara empat bunga ternyata berwarna putih seperti warna bunga
putih pada kacang nenek moyangnya. Ini berarti, bahwa pengaruh elemen putih
tersembunyi selama dalam generasi sebelumnya. Tahap ketiga. Mendel melanjutkan
eksperimentasi di atas, semula mengamati warna keempat bunga pada kacang
generasi ketiga ter- sebut di atas. Meskipun pada ketiga warna merah itu seolah-olah
sama, namun ternyata hanya satu di antaranya yang benar-benar berwarna merah
seperti warna merah bunga nenek moyangnya. Dan apabila antara bunga warna merah
persis dengan merahnya warna bunga nenek moyang dikawinkan, menghasilkan
kacang yang semua bunganya berwarna merah saja. Apabila lebih lanjut diadakan
per-kawinan antarkacang berbunga merah yaitu pada kacang generasi keempat ini,
hasilnya muncul di antara bunga-bunga yang berwarna merah yaitu bunga berwarna
putih, seputih warna bunga nenek moyangnya.
Setiap hasil pengamatan di atas ditekan oleh Mendel serta dianalisis dengan
menghasilkan kesimpulan yang terkenal dengan sebutan "Hukum Mendel.". Hukum
Mendel terdiri atas tiga item, masing-masing berbunyi sebagai berikut: Hukum
Mendel:
a. Sifat-sifat warisan/turunan dihasilkan oleh apa yang disebut Mendel
"elements" atau "factors" yang diteruskan dengan tidak berubah dari generasi
yang satu ke generasi berikutnya.
b. Dalam masing-masing individu, elemen-elemen atau faktor- faktor itu
berbentuk pasangan-pasangan, di mana dalam satu pasangan dua elemennya
mempunyai pengaruh yang berbeda, salah satu elemen mendominasi elemen
lainnya sehingga dapat dikatakan, bahwa elemen yang satu adalah "dominant"
dan elemen yang lain "recessive".
c. Ketika benih-benih terbentuk di dalam individu, para anggota masing-masing
pasangan elemen memisahkan diri dari pasangan-pasangan lainnya sehingga
membentuk pasangan baru di mana satu dari dua elemen yang berpasangan
berasal dari masing-masing induk (orang tuanya), dan ini diturunkan kepada
keturunan/anak cucunya.
Hukum Mendel itu dilaporkan dalam sebuah paper pada tahun 1865 yang
kemudian diterbitkan tahun 1866. Namun demikian, dunia ilmiah tidak menaruh
perhatian terhadap jasa Mendel ini. Hal ini disebabkan karena pada saat itu manusia
sedang dimabuk oleh teori evolusi Darwin.

2. Penemuan dari Prof. Thomas Hunt Morgan (1907)


Setelah 35 tahun jasa Mendel dilupakan orang, maka pada tahun 1900 ada tiga
orang ahli biologi yang secara hampir ber- samaan waktu, diam-diam secara terpisah
mempelajari paper Mendel dan berusaha menguji kebenarannya. Mereka ingin
mengetahui, apakah penemuan Mendel itu dapat diterapkan pada makhluk- makhluk
hidup lainnya, termasuk manusia. Dalam banyak hal temyata hukum Mendel berlaku,
tetapi dalam hal-hal tertentu lainnya tidak dapat diperoleh kesimpulan bahkan
dijumpai adanya kon- tradiksi penemuan.
Dengan adanya perkembangan terakhir di atas, seorang tokoh yaitu Prof.
Thomas Hunt Morgan dari Universitas Colombia tertarik kepada masalah di atas.
Pada tahun 1907, ia mengadakan eksperimen terhadap beratus-ratus ekor lalat
"Drosophila" yang dipeliharanya. Pada umur 12 hari, lalat-lalat siap bertelur. Dua
bebas hari kemudian masing-masing lalat betina menghasilkan tiga ratusan anak
keturunan. Dari permulaan, seekor lalat dalam tempo 2 tahun telah menurunkan 60
generasi lalat. Berdasarkan pengamatan Prof. Morgan terhadap pertumbuhan lalatnya,
diperoleh kesan bahwa hukum Mendel memang berlaku dalam kasus pertumbuhan
lalat tersebut, akan tetapi mekanisme hereditas yang terjadi tidaklah se- sederhana apa
yang telah dikemukakan oleh Mendel. Prof. Morgan mengamati adanya berbagai
bentuk kegiatan "gene" (materiil yang sejenis dengan apa yang disebut oleh Mendel
"elements"). Banyak ragam kegiatan "gene" yang sangat ruwet, dan di samping itu
ter- dapat banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi "genes" itu.
Lebih lanjut, Morgan ingin mencari penjelasan tentang hal di atas. Dengan
dibantu oleh para mahasiswa asistennya yaitu Muller, Bridges, Sturtevant, dan lain-
lainnya, Morgan mengidentifikasi beratus-ratus gene khusus pada lalat serta
menggambar diagram yang menunjukkan posisi kromosom-kromosom di mana
"genes" lalat itu berada. Setelah itu Prof. Muller dengan menggunakan sinar X
mengamati adanya banyak perubahan "genes" pada lalat itu. Perubahan-perubahan
"genes" itulah yang menentukan sifat-sifat hereditas pada keturunan makhluk.
Dengan sumbangan-sumbangannya yang besar tersebut, maka baik Prof.
Morgan maupun Prof. Muller memperoleh hadiah-hadiah Nobel. Dengan keberhasilan
mereka ini, maka kemudian banyak sarjana yang melakukan penelitian lebih lanjut
terhadap makhluk- makhluk lain seperti hewan gegat oleh Goldschmidt, kelinci oleh
Castle, babi Guinea oleh Wright, anjing oleh Stockard, tikus oleh Little, dan
kemudian manusia oleh Davenport, Haldane, Penrose, Snyder, dan lain-lain.4

4
Ibid hlm.87 - 88
KESIMPULAN

Hereditas merupakan faktor yang diturunkan langsung oleh orang tua. Faktor hereditas ini
tidak bisa direkayasa, karena faktor hereditas ini yang menjadi faktor utama dalam
pertumbuhan dan perkembangan individu. Selain hereditas, ada juga factor lingkungan yang
juga berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan Individu.
Hubungan antara faktor hereditas dan lingkungan, faktor hereditas beroperasi dengan cara
yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan lingkungan yang berbeda-beda pula. Selain
dengan interaksi hubungan antara hereditas dan lingkungan dapat pula digambarkan sebagai
additive contribution (sama-sama menyumbang bagi pertumbuhan dan perkembangan
fisiologi dan juga tingkah laku. Diantara kedua faktor tersebut tidak ada faktor yang lebih
dominan karena keduanya saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain. Tidak
selamanya yang diinginkan lingkungan kepada seorang anak akan menjadi kenyataan, begitu
pula sebaliknya. Sebagai seorang pendidik kita harus bersikap professional dalam
menghadapi siswa kita. Agar kondisi belajar- mengaajar lebih efektif dan efisien dan
terciptanya lingkungan pendidikan yang kondusif.
DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin, H, 2010, Pendidikan Dan Psikologi Perkembangan, Ar-ruzz Media : Jogjakarta.


Daimah & Zainun W. S. (2019). Landasan Filosofis Pembelajaran Agama Islam Perspektif
Hereditas, Lingkungan, Kebebasan Manusia dan Inayah Tuhan. Jurnal At-Tarbiyat, 2(2).
Soemanto Wasty, 2017. Psikologi Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai