Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

TEKNIK PENENTUAN TINGKAT KESUKARAN DAN DAYA PEMBEDA SOAL


Disusun untuk memenuhi
Tugas mata kuliah:
EVALUASI BELAJAR

DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Hj. Aslamiah, M.Pd., Ph.D
Diani Ayu Pratiwi, M.Pd

Kelas 6A
Kelompok 3
Disusun Oleh:
Alya Rahmie Azkiya (2010125220142) Muhammad Wahyudha (2010125310102)
Aliza Rifka Zuhairiah (2010125320105) Norlena Adha (2010125320092)
Annisa Nur Pratiwi (2010125220121) Noor Baiti Rahman (2010125320088)
Aisyah Utari (2010125220141) Rennie Fahlia Putri (2010125120052)
Chotifah Kumala Sari Siregar (2010125320087) Raudatul Jannah (2010125320097)
Elprida Sitompul (2010125120056) Syafira Nurhanifa (2010125220137)
Hariyati (2010125120050) Siti Risma Wulandari (2010125320100)
Mawahesa Eklima (2010125320095) Yunita (2010125120051)
Muhammad Fernanda Apriza (2010125210118)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami Panjatkan puji dan syukur atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Teknik Penentuan Tingkat
Kesukaran Dan Daya Pembeda Soal” dengan tepat waktu.
Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dalam rangka memenuhi
tugas Mata Kuliah Evaluasi Belajar. Kami juga mengucapkan terima kasih atas dukungan serta
bantuan dari pihak lain sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga masih ada
kekurangan baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari seluruh pihak demi perbaikan untuk kedepannya. Semoga
makalah ini dapat memberikan ilmu dan manfaat bagi banyak orang.

Banjarmasin, Maret 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

Pendahuluan .................................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan .................................................................................................................... 1

D. Manfaat Penulisan .................................................................................................................. 2

BAB II............................................................................................................................................. 3

Pembahasan..................................................................................................................................... 3

A. Pengertian Tingkat Kesukaran Item ....................................................................................... 3

B. Langkah-langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Item ........................................................ 3

C. Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Soal ................................................................................ 8

D. Analisis Daya Pembeda ........................................................................................................ 11

BAB III ......................................................................................................................................... 23

Penutup ......................................................................................................................................... 23

A. Kesimpulan........................................................................................................................... 23

B. Saran ..................................................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25

ii
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi
validitas dan reabilitas adalah adanya keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut.
Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termaksud mudah, sedang,
dan sukar secara proporsional. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat
kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termaksud mudah, sedang,
dan sukar.
Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori
mudah, sedang dan sukar. Pertimbangannya adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah sama
untuk kategori tersebut. Artinya soal mudah, sedang, dan sukar jumlahnya seimbang.
Misalnya tes objektif pilihan berganda dalam pelajaran pendidikan agama Islam disusun
sebanyak 60 pertanyaan. Hal ini di maksudkan sebagian besar soal berada dalam kategori
sedang. Sebagian berada dalam kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.
Berdasarkan uraian tersebut maka, dalam penulisan makalah ini penulis ingin mengupas
sedikit dan menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan teknik penentuan tingkat
kesukaran dan daya pembeda soal.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Tingkat Kesukaran ?


2. Bagaimana Langkah-Langkah Penghitungan Tingkat Kesukaran Item ?
3. Bagaimana Daya Beda Dan Tingkat Kesukaran Soal ?
4. Bagaimana Analisis Daya Pembeda ?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian Tingkat Kesukaran


2. Mengetahui Langkah-Langkah Penghitungan Tingkat Kesukaran Item
3. Mengetahui Daya Beda Dan Tingkat Kesukaran Soal
4. Mengetahui Analisis Daya Pembeda

1
D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini ialah untuk menambah wawasan dan pengetahuan kami
sebagai penulis khususnya dan pembaca pada umumnya dalam memahami materi tentang
teknik penentuan tingkat kesukaran dan daya pembeda soal.

2
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian Tingkat Kesukaran Item

Tingkat kesulitan item atau disebut juga indeks kesulitan item menurut Sukardi (2011:136)
adalah angka yang menunjukkan proporsi siswa yang menjawab betul dalam satu soal yang
dilakukan dengan menggunakan tes objektif. Menurut Daryanto (2010:179), soal yang baik
adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak
merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu
sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk
mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya, karena setiap pembuat tes perlu mengetahui
apakah soal itu sukar, sedang atau mudah. Tingkat kesukaran itu dapat dilihat dari jawaban
siswa. Semakin sedikit jumlah siswa yang dapat menjawab soal itu dengan benar, berarti soal
itu termasuk sukar dan sebaliknya semakin banyak siswa yang dapat menjawab soal itu
dengan benar, berarti itu mengindikasikan soal itu tidak sukar atau soal itu mudah Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran soal adalah angka yang
menunjukkan bahwa apakah soal yang diujikan termasuk mudah, sedang atau sukar.
Tingkat kesukaran item merupakan rasio atau parameter yang mendeskripsikan seberapa
sukar item teks yang diberikan pada peserta ujian untuk memberikan jawaban yang benar
terhadap suatu item (Suryani, 2017).
Dengan kata lain, tingkat kesukaran item adalah proporsi peserta tes yang menjawab item
tersebut dengan benar (Boopathiraj & Chellamani, 2013). Adapun tingkat kesukaran butir
item dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dari
asumsi guru yang menyusun item karena butir item yang sulit atau mudah bagi guru belum
tentu sulit atau mudah bagi siswa.

B. Langkah-langkah Perhitungan Tingkat Kesukaran Item

Perhitungan tingkat kesukaran item merupakan pengukuran seberapa besar derajat


kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional),
maka soal tersebut dapat dikategorikan baik.

3
Menurut Arikunto (1984) dalam (Fatimah & Alfath, 2019), soal yang baik adalah soal
yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang
siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya.

Suatu tes tidak boleh terlalu mudah dan juga tidak boleh terlalu sukar. Sebuah item yang
terlalu mudah sehingga seluruh siswa dapat menjawab dengan benar bukanlah item yang
baik. Begitupula item yang terlalu sukar sehingga tidak dapat dijawab oleh siswa juga tidak
baik. Jadi, item yang baik adalah item yang mempunyai derajat kesukaran tertentu

1. Menghitung tingkat kesukaran soal bentuk objektif


Seperti yang diketahui, bahwa jenis soal itu bermacam-macam diantaranya soal pilihan
ganda dan essay. Di sini akan dijelaskan analisis kesukaran soal pada soal pilihan ganda.

Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran
(difficulty indeks). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 –1,00. Indeks kesukaran ini
menunjukan taraf kesukaran soal, sehingga soal dengan indeks 0,00 menunjukkan
bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu
mudah. Dalam evaluasi, indeks kesukaran ini diberi simbol P, singkatan dari “proporsa”.
Angka indeks kesukaran item dapat diperoleh dengan rumus yang dikemukakan oleh Du
Bois dalam (Fatimah & Alfath, 2019), yaitu:

𝑃= atau 𝑃 =

Keterangan:

P : Indeks Kesukaran

𝑁 : Banyaknya siswa yang dapat menjawab dengan betul terhadap butir item

𝑁 : Jumlah siswa yang mengikuti tes hasil belajar

𝐵 : Jumlah siswa yang menjawab dengan betul terhadap butir item

Adapun kriteria yang digunakan adalah makin kecil indeks yang diperoleh, makin sulit
soal tersebut. Sebaliknya, makin besar indeks yang diperoleh, makin mudah soal tersebut.
Kriteria Indeks kesulitan soal ditafsirkan oleh Robert L. Thorndike dan Elizabeth Hagen
dalam (Fatimah & Alfath, 2019) sebagai berikut:

4
Table 1. Indeks Kriteria Tingkat Kesukaran Item

Besarnya P Interpretasi
< 0,30 Terlalu sukar
0,30 – 0,70 Sedang
> 0,70 Terlalu mudah

Sedangkan, menurut Whiterington dalam (Fatimah & Alfath, 2019) sebagai


berikut:

Table 2. Indeks Kriteria Tingkat Kesukaran Item

Besarnya P Interpretasi
< 0,25 Terlalu sukar
0,25 – 0,75 Sedang
> 0,75 Terlalu mudah

Selain menggunakan 2 rumus diatas, perhitungan indeks kesulitan soal atau item
juga dapat menggunakan rumus tingkat kesukaran (TK) sebagaimana terdapat dalam
(Arifin, 2017) yaitu:

(𝑊𝑙 + 𝑊𝐻)
𝑇𝐾 = × 100%
(𝑛𝐿 + 𝑛𝐻)

Keterangan:

WL = Jumlah siswa yang menjawab salah dari kelompok bawah

WH = Jumlah siswa yang menjawab salah dari kelompok atas

nL = Jumlah kelompok bawah

nH = Jumlah kelompok atas

Untuk menggunakan rumus tersebut, maka langkah-langkah yang perlu dipersiapkan


adalah sebagai berikut.
1) Menyusun lembar jawaban peserta didik dari skor tertinggi sampai dengan terendah

5
2) Mengambil 27% lembar jawaban dari atas yang selanjutnya disebut dengan kelompok
atas (higher group) dan 27% lembar jawaban dari bawah yang selanjutnya disebut
kelompok bawah (lower group). Sisa sebanyak 46% disisihkan.
3) Membuat tabel untuk mengetahui jawaban (benar atau salah) dari setiap peserta didik,
baik untuk kelompok atas maupun kelompok bawah. Jika jawaban peserta didik
benar, diberi tanda + (plus), sebaliknya jika jawaban peserta didik salah, diberi tanda
– (minus).
Table 3. Contoh Tabel Kelompok Atas/Kelompok Bawah

Peserta Didik
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ...dst
No. Soal
1
2
3
4
5
Dst.

4) Langkah berikutnya adalah membuat table perhitungan WL + WH dan WL – WH

Table 4. Perhitungan WL + WH dan WL – WH

No Soal WL WH WL + WH WL - WH

1
2
3
4
Dst.

2. Menghutung Tingkat Kesukaran Soal Bentuk Uraian atau Essay


Pada soal uraian atau essay, indeks tingkat kesukaran yang umum digunakan adalah
dalam bentuk proporsi yang besarnya kisaran 0,00 – 1,00. Semakin besar indeks
kesukaran yang diperoleh, maka semakin mudah juga kategori sebuah soal.

6
Cara menghitung tingkat kesukaran soal bentuk uraian adalah dengan menghitung
berapa persen siswa yang gagal menjawab benar atau ada yang di bawah batas lulus
untuk tiap-tiap soal. Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian digunakan
rumus berikut ini:

Jumlah skor siswa peserta tes pada butir soal tertentu


𝑀𝑒𝑎𝑛 =
Banyak siswa yang mengikuti tes

Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut dapat menggambarkan


tingkat kesukaran sebuah soal. Klasifikasi indeks tingkat kesukaran soal untuk bentuk
uraian dikategorikan sebagai berikut.

Table 5. Indeks Tingkat Kesukaran Soal Uraian

Besarnya TK Interpretasi
0,00 - 0,30 Soal tergolong sukar
0,31 – 0,70 Soal tergolong sedang
0,71 – 1,00 Soal tergolong mudah

1. Menganalisis butir soal kedua tes berdasarkan data lembaran jawaban responden untuk
memperoleh data tingkat kesukaran, daya pembeda dan reliabilitas tes masing-masing
kedua tes. Terlebih dahulu dihitung rata-rata masing-masing variabel tersebut sehingga
diperoleh rata-rataTKB, ratarataTKA, rata-rata DPB, rata-rata DPA, rata-rata rB, rata-rata
rA. Untuk menghitung tingkat kesukaran, daya pembeda butir soal dan reliabilitas tes
menggunakan rumus tingkat kesukaran, rumus daya pembeda butir soal dan rumus
reliabilitas tes, kemudian hasil perhitungan tingkat kesukaran butir soal dihubungkan
dengan kriteria tingkat kesukaran butir soal yaitu: (0,000 - 0,244) = sukar; (0,245 –
0,744) = sedang; dan rentang (0,745 – 1,000) = mudah. Hasil perhitungan daya pembeda
butir soal dihubungkan dengan kriteria daya pembeda butir soal yaitu: ( 0,395 – 1,000) =
amat baik; (0,295 – 0,394) = baik, 0,195 – 0,294 = cukup, -0,00 - 0,194 = jelek.
2. Langkah kedua adalah pengujian persyaratan analisis, meliputi uji normalitas
menggunakan uji Liliefors dan uji homogenitas variansi menggunakan uji F.
3. Langkah ketiga adalah pengujian hipotesis menggunakan uji t.

7
Uji tingkat kesukaran soal penting biasanya digunakan dalam test pengetahuan
responden.

(1) Tingkat Kesukaran Soal

Menentukan taraf kesukaran (TK) digunakan rumus sebagai berikut:

Dimana:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dengan Interprestasi Tingkat Kesukaran sebagaimana terdapat dalam Tabel berikut:

Tingkat Kesukaran (TK) Interprestasi atau Penafsiran TK

TK < 0,30 Sukar

0,30 ≤ TK ≤ 0,70 Sedang

TK > 0,70 Mudah

C. Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Soal

Analisis soal tes merupakan bentuk analisis hasil tes, yaitu analisis sehubungan dengan
kualitas tes yang telah diselenggarakan guna mengali informasi mengenai kualitas tes yang
telah diselenggarakan. Menurut (Azwar, 2000:142), yang mengatakan bahwa, “Analisis butir
soal yang mencakup analisis tingkat kesukaran dan daya beda butir soal merupakan analisis
klasik yang sekarang sudah jarang dilakukan”. Menurut pendapat (Susetyo, 2015 :184), yang
mengatakan bahwa, tingkat kesukaran adalah seberapa sukar suatu butir dijawab oleh peserta
tes atau responden”. Sedangkan daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk

8
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh
(berkemampuan rendah) (Martondang, 2009:111).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan sebuah evaluasi


ditentukan oleh alat evaluasi yang digunakan.

Asumsi yang digunakan untuk memperoleh kualitas soal yang baik, di samping memenuhi
validitas dan realibilitas, adalah keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut.
Keseimbangan yang dimaksudkan adalah adanya soal-soal yang termasuk mudah, sedang dan
sukar secara proposional. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau
kemampuan siswa dalam menjawabnya. Bukan dilihat dari segi guru dalam melakukan
analisis pembuat soal.

Ada beberapa dasar pertimbangan dalam menentukan proporsi jumlah soal kategori mudah
sedang dan sukar. Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah soal
sama untuk ke tiga kategori tersebut, dan ke dua proposi jumlah soal untuk ke tiga kategori
tersebut artinya sebagian besar soal berada dalam kategori sedang sebagian lagi termasuk
kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.

Perbandingan antara soal mudah sedang sukar bisa di buat 3-4-3. Artinya, 30% soal
kategori mudah 40% soal kategori sedang dan 30% lagi soalkategori sukar. Di samping itu
oleh karena suatu tes dimaksutkan untuk memisahkan antara murid-murid yang betul-betul
mempelajari suatu pelajaran dengan murid-murid yang tidak mempelajari pelajaran itu, maka
tes atau item yang baik adalah tes atau item yang betul-betul dapat memisahkan ke dua
golongan murid tadi. Jadi setiap item disamping harus mempunyai derajat kesukaran tertentu,
juga harus mampu membedakan antara murid yang pandai dengan murid yang kurang pandai.

Setelah judgment dilakukan oleh guru kemudian soal tersebut di uji cobakan dan dianalisis
apakah judgment tersebut sesuai atau tidak. Cara melakukan analisis untuk menentukan
tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

I=

9
Keterangan :

I = Indeks kesulitan untuk setiap butir soal

B = Banyaknya siswa yang menjawab benar setiap butir soal

N = Banyaknya yang memberikan jawaban pada soal yang dimaksudkan.

Kriteria yang digunakan makin kecil indeks yang di peroleh makin sulit soal tersebut.

Sebaliknya makin besar indeks yang diperoleh makin mudah soal tersebut.

Menurut kriteria yang sering di ikuti indeks kesukaran sering di klasifikasikan sebagai

berikut :

Soal dengan P 0 - 0,30 adalah soal kategori sukar.

Soal dengan P 0,31 - 0,70 adalah soal kategori sedang.

Soal dengan P 0,71 - 1,00 adakah soal kategori mudah.

Contoh :

Guru SKI memberikan 10 pertanyaan piihan berganda denga komposisi 3

soal mudah , 4 soal sedang , dan 3 soal sukar. Jika di lukiskan susunan

soalnya adalah sebagai berikut :

No Soal Abilitas yang Diukur Tingkat kesukaran soal


1. Pengetahuan Mudah
2. Aplikasi Sedang
3. Pemahaman Mudah
4. Analisis Sedang
5. Evaluasi Sukar
6. Sitesis Sukar
7. Pemahaman Mudah
8. Aplikasi Sedang
9. Analisis Sedang
10. Sitesis Sukar

10
Kemudian soal tersebut di berikan kepada 10 orang siswa dan tidak seorang pun yang tidak
mengisi seluruh pertanyaan tersebut. Setelah di periksa hasilnya adalah sebagai berikut.

No Banyaknya siswa yang Banyaknya Indeks Kategori Soal


Soal menjawab (N) siswa yang B/N
menjawab (B)
1. 20 18 0,9 Mudah
2. 20 12 0,6 Sedang
3. 20 10 0,5 Mudah
4. 20 20 1,0 Sedang
5. 20 6 0,3 Sukar
6. 20 4 0,2 Sukar
7. 20 16 0,8 Mudah
8. 20 11 0,55 Sedang
9. 20 17 0,85 Sedang
10. 20 5 0,25 Sukar

Dari sebaran di atas termyata ada tiga soal yang meleset, yakni soal nomor 3 yang semula
di proyeksikan kedalam kategori mudah, setelah di coba ternyata termasuk kedalam
kadegori sedang.demikian,juga soal nomor 4 yang semula di proyeksikan sededang ternyata
termasuk kedalam kategori mudah, nomor 9 semula di kategorikan sedang tern yata
termasuk kedalam kategori mudah. Sedangkan tujuh soal yang lainya sesuai dengan
proyeksi semula atas dasar tersebut ketiga soal diatas harus diperbaiki kembali.

Soal no : 3 dinaikan dalam kategori sedang.

Soal no : 4 diturunkan dalam kategori mudah.

Soal no : 9 di turunkan kedalam kategori mudah.

D. Analisis Daya Pembeda

Untuk mengetahui intensitas sebuah soal dalam hal kesukaran dibutuhkan sebuah daya
pembeda, yaitu kemampuan antara butir soal dapat membedakan antara peserta didik yang
menguasai materi yang diujikan dan peserta didik yang belum menguasai materi yang
diujikan. Menurut Zainul, daya beda butri soal ialah indeks yang menunjukkan tingkat
kemampuan butir soal membedakan kelompok yang berprestasi tinggi dari kelompok yang
berprestasi rendah diantara para peserta tes (Fatimah & Alfath, 2019).

11
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi. Yang
berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Pada indeks ini kemungkinan adanya tanda negatif
manakala suatu tes terbalik menunjukkan kualitas tes yaitu anak pandai disebut tidak pandai
dan sebaliknya (Fatimah & Alfath, 2019).

Dengan demikian ada 3 titik daya pembeda yaitu:


-1,00 0,00 1,00

Daya pembeda negatif Daya pembeda rendah Daya pembeda tinggi


(positif)

Bertitik tolak dari titik di atas, terdapat patokan yang dapat digunakan untuk
mengetahui sebesar manakah sebuah item butir soal dapat dinyatakan memiliki pembeda
yang baik. Patokannya adalah sebagai berikut:
Besarnya angka
indeksdiskriminasi item Klasifikasi Interpretasi

(D)
Butir item yang
bersangkutan daya
pembedanya lemah
Kurang dari 0,20 Poor
sekali (jelek), dianggap
tidak memiliki daya
pembeda yang baik

Butir item yang


bersangkutan telah

0,20 – 0,40 Satisfactor y memiliki daya


pembeda yang cukup
(sedang)

Butir item yang


0,40 - 0,70 Good bersangkutan telah
memiliki daya

12
pembeda yang baik.

Butir item yang


bersangkutan telah

0,70 – 1,00 Excellent memiliki daya


pembeda yang baik
sekali.

Butir item yang


bersangkutan daya
Bertanda negatif -
pembedanya negatif
(jelek sekali)

Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun tidak pandai,
maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian sebaliknya, jika
siswa yang pandai maupun tidak pandai tidak bisa menjawab benar, soal tersebut juga tidak
baik karena tidak mempunyai daya pembeda (Fatimah & Alfath, 2019).

Tes yang baik adalah tes yang dapat dijawab dengan benar oleh siswa yang pandai
saja. Contohnya, jika suatu kelompok anak yang berprestasi tinggi dapat menjawab dengan
benar suatu tes dan seluruh atau hampir suatu kelompok yang berprestasi rendah menjawab
salah, dikatakan bahwa soal itu memiliki indeks diskriminasi (D) terbesar. Sebaliknya jika
kelompok yang berprestasi rendah seluruhnya menjawab soal dengan benar sedangkan
kelompok berprestasi tingginya menjawab dengan salah, maka indeks diskriminasi (D) soal
tersebut -1,00. Sedangkan jika antara kedua kelompok sama-sama menjawab dengan benar,
berarti indeks diskriminasi (D) soal tersebut 0,00 atau tidak memiliki daya pembeda
(Syamsudin, 2012).

Untuk mengetahui besar kecilnya angka indeks diskriminasi item dapat digunakan 2
macam rumus berikut ini: (Sudjiono & Anas, 2016)

a. Rumus Pertama,
D = PA – PB atau
D = PH - PL

13
Di mana :
D = Discriminatory power (angka indeks diskriminasi
item)
PA atau PH = Proporsi testee kelompok atas yang dapat
menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan.
Dapat diperoleh dengan rumus :
𝑃𝐴 = 𝑃𝐻 =

Di mana:
BA : Banyaknya testee kelompok atas yang menjawab
dengan betul butir item bersangkutan.
JA : Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok atas
PB atau PL = Proporsi testee kelompok bawah yang dapat
menjawb dengan betul butir item yang bersangkutan.
Dapat diperoleh dengan rumus:
𝑃𝐵 = 𝑃𝐿 =

Di mana:
BB =Banyaknya testee kelompok bawah yang dapat
menjawab dengan benarbutir item yang
bersangkutan
JB =Jumlah testee yang termasuk dalam kelompok
bawah
b. Rumus Kedua, angka indeks diskriminasi item diperoleh dengan menggunakan teknik
korelasi Phi ( ǿ ) dengan rumus,
ǿ= ( )( )

Di mana:
ǿ : Angka indeks korelasi Phi, yang dalam hal ini
dianggap sebagai angka indeks diskriminasi item.
PH : Proportion of the higher group
PL : Proportion of the lower group
2 : Bilangan konstan

14
P : Proporsi seluruh testee yang jawabannya betul
Q : Proporsi seluruh testee yang jawabannya salah, di
mana q = (l – p)
Cara Menentukan Daya Pembeda (Syamsudin, 2012).
Membedakan menjadi kelompok kecil (kurang dari 100) dan kelompok besar (100
ke atas).
a) Kelompok kecil (kurang 100)
Seluruh kelompok tes terbagi 2 sama besar, separuh kelompok atas dan separuh
kelompok bawah sebagai berikut:

Siswa Skor Siswa Skor

A 10 E 5
Kelompok
B 9 Kelompok F 4
Bawah
C 8 atas (JA) G 3
(JB)
D 7 H 2
b) Kelompok besar (100 ke atas)
Untuk memudahkan analisis cukup diambil kedua kutub atas dan bawahnya saja,
masing-masing 27% sebagai JA dan JB nya. Contoh sebagai berikut:
9
9 27% sebagai JA
8
8
2 27% sebagai JB
1
1
0
Dari tabel kelompok atas dan bawah itu dicari menggunakan rumus:
D = (Ba/JA)-(Bb/JB)=Pa-Pb
D : Daya Pembeda
J : Jumlah Peserta
JA : Jumlah Peserta Atas
JB : Jumlah Peserta Bawah

15
Bb : Jumlah Peserta Kelompok bawah menjawab benar
Ba : Jumlah peserta kelompok atas menjawab benar
PB - BB/JB : Proporsi peserta kelompok bawah yang
menjawab benar
PA – BA/JA : Proporsi peserta kelompok atas yang
menjawab benar.
Contoh perhitungan sebagai berikut: Tabel Analisa 10 butir soal, 10 siswa
Siswa Kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Skor

A A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9

B B 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 5

C B 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 4

D B 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 5

E B 1 0 0 1 1 0 1 0 1 1 6

F A 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 8

G A 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

H A 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 7

I B 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 3

J A 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 8

10=N 7 7 4 8 7 6 7 8 6 5 65

Berdasarkan nama-nama siswa dapat diperoleh skorskor sebagai berikut: A = 9, B =


5, C = 4, D = 5, E = 6, F = 8, G = 10, H = 7, I = 3, J = 8
Dari angka-angka yang belum teratur lalu disusun menjadi array (urutan
penyebaran), dari skor yang paling tinggi ke skor yang paling rendah (Fatimah &
Alfath, 2019).

16
Kelompok Atas Kelompok Bawah
10 6

9 5

8 5

8 4

7 3

JA : 5 orang JB : 5 orang

Array ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok atas (JA) dan kelompok bawah
(JB) dengan pemiliknya sebagai berikut:

Kelompok Atas Kelompok Bawah


G = 10 E=6

A=9 B=5

F=8 D=5

J=8 C=4

H=7 I=3

Selanjutnya dilihat tabel analisa lagi butir-butir soal sehingga diketahui hasilnya :

Nomor D=
Pa = Pb =
Butir Ba Bb Ja Jb Pa -
Ba/Ja Bb/Jb
Item Pb

1 5 2 5 5 1,00 0,4 0.6


2 4 3 5 5 0,8 0,6 0,2
3 4 0 5 5 0,8 0 0,8
4 4 4 5 5 0,8 0,8 0
5 4 3 5 5 0,8 0,6 0,2
6 4 2 5 5 0,8 0,4 0,4
7 5 2 5 5 1,0 0,4 0,6

17
8 5 3 5 5 1,0 0,6 0,4
9 4 2 5 5 0,8 0,4 0,4
10 3 2 5 5 0,6 0,4 0,2

Kemudian diinterpretasikan terhadap D menjadi:


Nomor Butir
Besarnya D Klasifikasi Interpretasi
Item
Daya pembeda

3 0,8 Excellent itemnya baik


sekali

Daya

1 dan 7 0,6 Good pembedanya


baik

Daya

6,8 dan 9 0,4 Satisfactory pembedanya


cukup (sedang)

Daya
pembedanya
5 0,2 Poor
lemah sekali
(jelek)

Tidak memiliki
daya pembeda
4 0 Poor
sama sekali
(jelek)

Sebagai tindak lanjut atas hasil analisis daya pembeda adalah: (Sudjiono & Anas,
2016)
a. Butir-butir item yang sudah memiliki daya pembeda baik (satisfactory, good,
dan excellent) hendaknya dimasukkan dalam bank soal. Dan dapat dikeluarkan
lagi pada tes berikutnya karena kualitasnya sudah cukup memadai.

18
b. Butir-butir item yang daya pembedanya masih rendah (poor), ada 2
kemungkinan:
1) Ditelusuri untuk kemudian diperbaiki, dan setelah diperbaiki dapat
diajukan lagi dalam tes hasil belajar, yang kemudian dianalisis lagi apakah
meningkat atau tidak.
2) Dibuang atau didrop dan tidak dikeluarkan lagi untuk tes hasil belajar.
c. Khusus butir-butir item yang angka indeks diskriminasi itemnya bertanda
negatif, sebaiknya pada tes hasil belajar tidak usah dikeluarkan lagi, sebab butir
yang demikian kualitasnya sangat jelek (testee yang pandai lebih banyak
menjawab salah ketimbang testee yang tidak pandai, justru hanya sedikit yang
menjawab salah).

Analisis Fungsi Distraktor

Pengertian distraktor yaitu, “Distractor are classified as the incorrect answer in a


multiple-choice question.”.39Dalam setiap tes obyektif selalu digunakan alternatif jawaban
yang mengandung 2 unsur sekaligus, yaitu jawaban tepat dan jawaban yang salah sebagai
penyesat (distraktor). Tujuan pemakaian distraktor ini adalah mengecohkan mereka yang
kurang mampu atau tidak tahu untuk dapat dibedakan dengan yang mampu.Oleh karena
itu, distraktor yang baik adalah yang dapat dihindari oleh anak-anak yang pandai dan
terpilih oleh anak-anak yang kurang pandai. Dan apabila terpilih minimal 5% dari jumlah
peserta.

Option atau alternatif yaitu beberapa kemungkinan jawaban berjumlah kisaran antara 3
sampai dengan 5 buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawaban yang terpasang pada
setiap soal, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul, sedangkan sisanya
jawaban salah.

Jawaban di setiap soal mempunyai pola jawaban. Yang dimaksud pola jawaban di sini
adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan
ganda. Dan untuk memperolehnya dengan menghitung banyaknya testee yang memilih
pilihan jawaban a,b,c, atau d yang tidak memilih pilihan manapun. Dari pola jawaban soal
dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik

19
atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu
jelek, terlalu menyolok menyesatkan. Sebaliknya sebuah distraktor dikatakan berfungsi
dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut tes
yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai materi.

Suatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara:

a. Diterima, karena sudah baik.

b. Ditolak, karena tidak baik.

c. Ditulis kembali, karena kurang baik.

Contoh menganalisis fungsi distraktor. Misalkan tes hasil belajar bidang studi Aqidah
Akhlak diikuti oleh 50 orang siswa Madrasah Tsanawiyah. Bentuk soalnya adalah
multiple choice item dengan item sebanyak 40 butir, yang dilengkapi lima alternatif
yaitu, A,B,C,D dan E. Dari 40 butir item, khusus butir item 1,2 dan 3 diperoleh pola
penyebaran jawaban item sebagai berikut:

Nomor Alternatif (= option)


Butir Keterangan
Item A B C D E
1 4 6 5 (30) 5 ( ) :Kunci

Jawaban
2 1 (44) 2 1 2

3 1 1 (10) 1 37
Dengan pola penyebaran jawaban item seperti tabel di atas, dengan mudah
mengetahui berapa persen testee yang telah “terkecoh” untuk memilih distraktor yang
dipasangkan pada item 1, 2 dan 3,yaitu:

1) Item nomer 1, dengan jawaban D, dan distraktornya A,B,C danE.


Pengecoh A dipilih 4 orang, berarti: 4/50 X 100% = 8% (telah berfungsi dengan baik,
karena angka presentasenya sudah lebih dari 5%)
Pengecoh B dipilih 6 orang, berarti: 6/50 X 100% = 12% (telah berfungsi denganbaik)
Pengecoh C dipilih 5 orang, berarti: 5/50 X 100% = 10% (telah berfungsi denganbaik)

20
Pengecoh E dipilih oleh 5 orang, berarti: 5/50 X 100% = 10% (telah berfungsi dengan
baik)
Jadi, keempat distraktor tersebut sudah menjalankan fungsinya dengan baik.
2) Item nomer 2, dengan jawaban B, dan distraktornya A,C,D danE
Pengecoh A dipilih 1 orang, berarti: 1/50 X 100% = 2% (belumberfungsi)
Pengecoh C dipilih 2 orang, berarti: 2/50 X 100% = 4% (belumberfungsi)
Pengecoh D dipilih 1 orang, berarti: 1/50 X 100% = 2% (belumberfungsi)
Pengecoh E dipilih 2 orang, berarti: 2/50% X 100% = 4% (belumberfungsi)
Jadi, keempat distraktor tersebut belum menjalankan fungsinya dengan baik seperti yang
diharapkan.
3) Item nomer 3, dengan jawaban C, dan distaktornya A,B,D danE.
Pengecoh A,B dan D masing-masing dipilih 1 orang, berarti: 1/50 X 100% = 2% (belum
berfungsi)
Pengecoh E dipilih 37 orang, berarti: 37/50 X 100% = 74% (telah berfungsi baik)
Jadi, pada item ini, hanya 1 distraktor saja yang sudah dapat menjalankan fungsinya
dengan baik seperti yang diharapkan.
Dalam suatu evaluasi pembelajaran dibutuhkan juga evaluasi proses penilaian dan
pengukuran siswa. Salah satunya dengan menganalisis kesukaran soal, daya pembeda dan
fungsi distraktor atau pengecoh. Yang mana dalam analisis kesukaran soal sangat
dibutuhkan sekali. Karena untuk mengetahui apakah testee bisa mengerjakan soal yang
diberikan atau justru soal yang diberikan terlalu mudah bahkan terlalu sukar. Karena
proprsi dalam kesukaran soal paling tidak terdiri dari 25% sukar, 50% sedang dan 25%
mudah. Yang mana dengan porsi yang sudah diatur bagi testee pandai maupun tidak pandai
mudah mengerjakan soal atau tidak merasa kesulitan. Begitupula dibutuhkannya daya
pembeda khususnya dalam soal multiple choice, sangat berarti yang mana dari sini bisa
diketahui mana anak yang pandai dan tidak. Dan ditambah dengan distaktor atau pengecoh
jawaban pada soal multiple choice. Yang berfungsi sebagai alat yang dapat menggambarkan
apakah butir soal yang dibuat baik atau gagal. Dalam keseluruhannya, analisis soal-soal
pada sebuah tes sangat diperlukan guna untuk mengadakan identifikasi soal-soal yang baik,
kurang baik dan soal yang jelek. Dengan menganalisis soal akan diperoleh informasi
tentang kejelakan sebuah soal dan petunjuk untuk mengadakan perbaikan dalam

21
pembelajaran. Dan sebagai acuan para pendidik untuk terus menilai dan mengukur hasil
belajar para siswa dengan baik dan adil.

22
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan

Tingkat kesukaran item adalah angka yang menunjukkan apakah suatu soal yang diujikan
termasuk mudah, sedang atau sukar. Tingkat kesukaran butir item dipandang dari
kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya dimana soal yang dibuat
hendaknya tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar.
Ada tiga langkah-langkah perhitungan tingkat kesukaran item yaitu: Menganalisis butir
soal kedua tes berdasarkan data lembaran jawaban responden, pengujian persyaratan analisis,
meliputi uji normalitas menggunakan uji Liliefors dan uji homogenitas variansi menggunakan
uji F, dan pengujian hipotesis menggunakan uji t.
Menurut (Azwar, 2000:142), yang mengatakan bahwa, “Analisis butir soal yang mencakup
analisis tingkat kesukaran dan daya beda butir soal merupakan analisis klasik yang sekarang
sudah jarang dilakukan”.Pertimbangan pertama adalah adanya keseimbangan, yakni jumlah
soal sama untuk ke tiga kategori tersebut, dan ke dua proposi jumlah soal untuk ke tiga
kategori tersebut artinya sebagian besar soal berada dalam kategori sedang sebagian lagi
termasuk kategori mudah dan sukar dengan proporsi yang seimbang.
Di samping itu oleh karena suatu tes dimaksutkan untuk memisahkan antara murid-murid
yang betul-betul mempelajari suatu pelajaran dengan murid-murid yang tidak mempelajari
pelajaran itu, maka tes atau item yang baik adalah tes atau item yang betul-betul dapat
memisahkan ke dua golongan murid tadi. Untuk mengetahui intensitas sebuah soal dalam hal
kesukaran dibutuhkan sebuah daya pembeda, yaitu kemampuan antara butir soal dapat
membedakan antara peserta didik yang menguasai materi yang diujikan dan peserta didik
yang belum menguasai materi yang diujikan.
Tujuan pemakaian distraktor ini adalah mengecohkan mereka yang kurang mampu atau
tidak tahu untuk dapat dibedakan dengan yang mampu.Oleh karena itu, distraktor yang baik
adalah yang dapat dihindari oleh anak-anak yang pandai dan terpilih oleh anak-anak yang
kurang pandai. Option atau alternatif yaitu beberapa kemungkinan jawaban berjumlah kisaran
antara 3 sampai dengan 5 buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawaban yang terpasang

23
pada setiap soal, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul, sedangkan sisanya
jawaban salah.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan pada
penulisan makalah ini. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun mengenai pembahasan makalah
dalam kesimpulan di atas

24
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2017). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Boopathiraj, C., & Chellamani, K. (2013). Analysis Of Test Items On Difficulty Level And
Discrimination Index In The Test For Research In Education. International Journal Of
Social Science & Interdisciplinary Research, 2(2), 189-193.

Daryanto. (2010). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Fatimah, L. U., & Alfath, K. (2019). Analisis Kesukaran Soal, Daya Pembeda dan Fungsi
Distraktor. Al-Manar : Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, Volume 8, Nomor 2, 37-
64.

Lumbanraja, L. H., & Daulay, S. (2017). ANALISIS TINGKAT KESUKARAN DAN DAYA
PEMBEDA PADA BUTIR TES SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER BAHASA
INDONESIA KELAS XII SMA NEGERI NEGERI 7 MEDAN TAHUN
PEMBELAJARAN 2016/2017. 15-25.

Nurhalimah, S., Hidayati, Y., Rosidi, I., & Hadi, W. P. (2022). Hubungan Antara Validitas Item
Dengan Daya Pembeda Dan Tingkat Kesukaran Soal Pilihan Ganda PAS. Natural
Science Education Research, 4(3), 249-257.

Sabri, Shafizan, Item Analysis of student Comprehensive Test for Reasearch Teaching Begiliner
String Ensemble Using Model Based Teaching Among Music Students In Public
Universities”, International Journal of Rducation and Reasearch, 1 (12)

Son, A. L. (2019). Instrumentasi kemampuan pemecahan masalah matematis: analisis


reliabilitas, validitas, tingkat kesukaran dan daya beda butir soal. Gema wiralodra, 10(1),
41-52.

Sudjiono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2016.

Sukardi, (2011). Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta Timur: PT Bumi
Aksara.

25
Suryani, Y. E. (2017). Pemetaan Kualitas Empirik Soal Ujian Akhir Semester Pada Mata
Pelajaran Bahasa Indonesia SMA di Kabupaten Klaten. Jurnal pendidikan dan evaluasi
Pendidikan, 21(2), 142-152.

Syamsudin, Pengukuran Daya Pembeda, Taraf Kesukaran, dan Pol Jawaban Tes (Analisis
Butir Soal), Jurnal Ilmu Tarbiyah “At- Tajdid”, Vol. 1, No.2, Juli 2012.

26

Anda mungkin juga menyukai