Anda di halaman 1dari 19

MODUL DASAR-3

INTERVENSI PENGHAPUSAN STIGMA DAN DISKRIMINASI

I. DESKRIPSI SINGKAT
Penghapusan stigma dan diskriminasi dalam rangka pengendalian HIV AIDS dan IMS di fasyankes
merupakan salah satu bentuk upaya menuju tercapainya tujuan “Three zeroes”. Karena itu penting
bagi petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dapat melayani tanpa stigma dan
diskriminasi.

Kegiatan tersebut haruslah merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
berkesinambungan, melalui berbagai kegiatan rutin yang sudah ada di fasyankes. Upaya
pengurangan stigma dan diskriminasi di fasyankes disusun dalam suatu rencana yang tertata dan
terarah sesuai dengan hasil identifikasi dan analisis, serta dilaksanakan dengan sepenuh hati.

Mengingat sebagian besar sasaran program pencegahan dan penanggulangan IMS dan HIV adalah
kelompok masyarakat yang terpinggirkan yang memiliki permasalahan jender mulai dari bias jender
hingga diskriminasi yang terkait dengan identitas dan ekspresi jender, maka perlu diberi informasi
secara benar tentang seks, seksualitas, jender dan ketubuhan.

Apa dan bagaimana sebenarnya Seksualitas, Orientasi seksual, Identitas dan Ekspresi Jender serta
Otoritas atas tubuh (Sexual Orientation Gender Identity and Expression and Bodily /SOGIEB). Apa
kaitannya dengan IMS, HIV dan AIDS? Modul ini akan menjawab banyak sekali pertanyaan mendasar
tentang hal-hal tersebut sehingga diharapkan akan memberikan wawasan yang benar kepada
petugas kesehatan, agar dapat memberi informasi yang benar pula kepada masyarakat.

Modul ini akan membahas tentang: SOGIEB (Seksualitas, Orientasi Seksual, Identitas dan Ekspresi
Gender dan Bodily), Pemahaman stigma dan diskriminasi serta Pentingnya penghapusan stigma dan
diskriminasi di fasyankes.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. Tujuan Pembelajaran Umum


Setelah mengikuti materi peserta mampu memahami tentang penghapusan stigma dan
diskriminasi dalam pelayanan kesehatan kepada pasien di fasyankes

B. Tujuan Pembelajaran Khusus


Setelah mengikuti materi, peserta mampu:
1. Menjelaskan tentang Seksualitas, Orientasi Seksual, Identitas dan Ekspresi Gender serta
otoritas atas tubuh (SOGIEB)

1
2. Menjelaskan tentang Stigma dan Diskriminasi
3. Menjelaskan pentingnya intervensi penghapusan stigma dan diskriminasi

III. POKOK BAHASAN


1. Seksualitas, Orientasi Seksual, Identitas dan Ekspresi Gender serta Bodily/otoritas atas
tubuh (SOGIEB)
2. Stigma dan diskriminasi
3. Pentingnya intervensi penghapusan stigma dan diskriminasi

IV. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN (Waktu: 2 jpl= 90 menit)

Langkah 1. Pengkondisian (waktu 5 menit)

1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Sampaikan topik materi yang akan
dibahas.
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan dibahas, dengan
menggunakan bahan tayang.

Langkah 2. Pembahasan Pokok bahasan 1 (45 menit)

1. Fasilitator memulai dengan menanyakan kepada peserta siapa yang merasa diri laki-laki dan apa
alasannya, kemudian menanyakan siapa yang merasa diri perempuan dan apa alasannya.
Kemudian tanyakan kepada peserta lainnya. Fasilitator memandu diskusi singkat, dan mencatat
poin-poin penting.
2. Fasilitator melanjutkan dengan meminta peserta melakukan curah pendapat dalam
kelompok untuk menggali pengetahuan peserta tentang SOGIEB. Kepada setiap kelompok
dibagikan metaplan yang telah diberi tulisan berkaitan dengan istilah: bencong; transeksual, gay,
LSL, gender; waria, transgender, banci, serta istilah lain terkait populasi kunci. Kelompok diminta
menuliskan hasilnya pada kertas flipchart. Fasilitator memandu peserta untuk membacakan
hasilnya.
3. Fasilitator menanyakan pandangan/persepsi peserta tentang keberadaan komunitas Gay, Waria
dan LSL. Tuliskan poin penyampaian peserta pada kertas flipchart.
4. Fasilitator melanjutkan dengan menyampaikan paparan materi, dengan menggunakan
bahan tayang. Kaitkan dengan hasil kelompok agar merasa dihargai.
5. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi kesempatan
peserta untuk tanya jawab.
6. Fasilitator menyampaikan bahwa selanjutnya akan membahas tentang bagaimana hubungan
seksualitas terkait IMS HIV dan AIDS. Kemudian melakukan curah pendapat, mengapa hal
tersebut penting? Tuliskan poin-poin penyampaian dari peserta pada kertas flipchart.
7. Fasilitator menyampaikan paparan materi tersebut, meliputi: Hubungan seksualitas
dengan IMS dan HIV AIDS dan Hubungan pilihan seksualitas dengan kesehatan seksualitas.

2
Paparan dengan menggunakan bahan tayang. Kaitkan dengan pendapat peserta agar merasa
dihargai, dan disadari apabila ada kekeliruan persepsi.
8. Setelah seluruh presentasi selesai, atau selama presentasi fasilitator memberi kesempatan
peserta untuk tanya jawab.
9. Pada akhir sesi ini menyampaikan rangkuman singkat tentang hal-hal penting dari pokok
bahasan 1.

Langkah 3. Pembahasan pokok bahasan 2 ( 20 menit)

1. Fasilitator menggali pendapat/ pengetahuan peserta tentang stigma dan diskriminasi secara
umum. Mintalah peserta menyampaikan contoh yang ada di lingkungan mereka sehari-hari
Apakah mereka juga melihat adanya stigma dan diskriminasi di lingkungan fasyankes? Tuliskan
pendapat peserta pada kertas flipchart.
2. Tanyakan kepada peserta bagaimana mereka memberikan pelayanan kepada pasien, contohnya
kepada LSL dan atau waria? Bagaimana sikap dan perlakuan petugas fasyankes lainnya?
Bagaimana memanggil mereka? Bagaimana berkomunikasi dengan mereka? Bagaimana
memeriksa mereka? Adakah stigma dan atau diskriminasi disitu? Tuliskan jawaban peserta pada
kertas flipchart. Katakan bahwa kita akan melihat lagi jawaban tersebut, dan tidak
mendiskusikannya sekarang.
3. Sampaikan penjelasan tentang stigma dan diskriminasi dengan menggunakan bahan ta- yang.
Berikan contoh-contoh atau mintalah peserta untuk memberikan contohnya. Kaitkan juga
dengan jawaban peserta sebelumnya yang ditulis pada kertas flipchart, agar peserta merasa
dihargai.
4. Sampaikan bahwa penting bagi fasyankes untuk mengidentifikasi dan menganalisis ada tidaknya
stigma dan diskriminasi kepada LSL dan waria di lingkungan fasyankes.
5. Fasilitator menyampaikan rangkuman singkat.

Langkah 4. Pembahasan Pokok bahasan 3 (Waktu 15 menit)

1. Tanyakan pendapat peserta mengetahui tentang pentingnya intervensi penghapusan stigma dan
diskrimi nasi di fasyankes atau di lingkungan pekerjaan peserta? Tanyakan apakah ada diantara
peserta yang sudah melakukan upaya tersebut di fasyankes? Bagaimana caranya? Tuliskan poin-
poin pengalaman peserta pada kertas flipchart.
2. Fasilitator menjelaskan tentang pentingnya melakukan upaya penghapusan stigma dan
diskriminasi, dengan menggunakan bahan tayang, secara interaktif. Kaitkan dengan pendapat
peserta agar merasa dihargai.
3. Apabila memungkinkan fasilitator dapat menayangkan video tentang stigma dan diskriminasi
yang terjadi pada kehidupan sehari-hari di fasyankes atau di tempat lainnya. Mintalah pendapat
peserta. Apakah tayangan tersebut mempengaruhi perasaan/pendapat peserta tentang
pentingnya penghapusan stigma dan diskriminasi kepada pasien atau populasi kunci?
4. Menyampaikan rangkuman singkat pokok bahasan 3.

3
Langkah 5. Rangkuman dan Penutup (waktu 5 menit)
1. Fasilitator mengajak peserta merangkum apa yang telah dipelajari peserta dalam sesi ini.
2. Sampaikan bahwa dengan mempelajari materi ini, diharapkan memberikan bekal pengalaman
belajar kepada peserta dalam memahami serta pentingnya intervensi penghapusan stigma dan
diskriminasi pada pelayanan HIV AIDS dan IMS bagi populasi kunci maupun pasien lainnya di fas
yankes, serta dapat menerapkannya di fasyankes masing-masing.
3. Fasilitator menutup sesi dengan mengucapkan terimakasih dan salam

4
V. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN 1: SEKSUALITAS, ORIENTASI SEKSUAL, IDENTITAS DAN EKSPRESI GENDER SERTA
OTORITAS ATAS TUBUH (SOGIEB)

Seksualitas
Untuk memahami seksualitas kita harus memahami pengertian seks.

Pengertian seks
Seks adalah alat kelamin, mengacu pada sifat-sifat biologis yang secara kasat mata berbentuk fisik
yang mendefinisikan manusia sebagai perempuan atau laki-laki.
Istilah seks seringkali diartikan sebagai kegiatan seksual tetapi dalam konteks perbincangan tentang
seksualitas, seks diartikan sebagai jenis kelamin.
Penggolongan jenis kelamin:
a. Laki-laki.
b. Perempuan.
c. Interseks (seseorang memiliki karakteristik jenis kelamin laki-laki dan perempuan).
Sebelum abad 20 jenis kelamin seseorang hanya ditentukan dari penampilan alat kelaminnya,
tetapi sejalan dengan pemahaman orang akan kromosom dan gen, maka kromosom dan gen
digunakan untuk membantu menentukan jenis kelamin seseorang. Mereka yang digolongkan
sebagai perempuan mempunyai kelamin perempuan dan kromosom XX, sedangkan mereka yang
dimasukkan ke dalam kategori laki-laki mempunyai alat kelamin laki-laki serta kromosom X dan Y.
Mereka yang memiliki gabungan kromosom, hormon dan alat kelamin laki-laki dan perempuan
(secara kovensional) tidak dapat dikategorikan ke dalam jenis kelamin laki-laki atau
perempuan.Kecanggihan teknologi saat ini bisa mengetahui bahwa ada manusia berkromosom XXY
yang dikenal dengan jenis kelamin interseks.Penelitian terbaru di Amerika mengatakan bahwa ada
satu diantara ratusan individual mempunyai karakteristik interseks. Bukan berarti bahwa kedua alat
kelaminnya akan bisa digunakan.
Individu yang transeksual, yaitu mereka yang menjalani operasi untuk mengubah karakteristik
kelamin baik primer maupun sekunder. Biasanya operasi dilakukan untuk mengubah bentuk penis,
testikel atau membentuk vagina dan payudara.Menurut catatan yang ada, pernah dilakukan operasi
pengubahan alat kelamin pada bayi yang mempunyai alat kelamin ganda. Saat ini banyak praktisi
medis yang menentang prosedur semacam ini untuk berbagai alasan, diantaranya masalah etika,
siapa sesungguhnya yang mempunyai hak untuk menentukan tubuhnya apakah dirinya sendiri atau
pihak ketiga, misalnya orang tua, ahli bedah, sejumlah pakar di bidang hormon dan sebagainya.
Dengan kata lain: Seks adalah karakteristik biologis, anatomis seperti jantan/male (penis, testis) dan
betina/female (vagina, payudara) dan berhubungan dengan fisiologis (menstruasi dan
spermatogenesis) dan secara genetis (XX dan XY).

5
Pengertian seksualitas
Pengertian seksualitas tidak bisa begitu saja diwakili oleh sebuah kalimat yang bisa langsung
menjelaskan tentang makna dari seksualitas tersebut. Berikut ini bisa membantu kita memaknai
seksualitas:
a. Salah satu aspek dalam kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat
kelaminnya. Seksualitas dialami dan diungkapkan dalam pikiran, khayalan, gairah,
kepercayaan, sikap, nilai, perilaku, perbuatan, peran dan hubungan.
b. Seksualitas lebih dari sekedar perbuatan seksual atau siapa melakukan apa dengan siapa.
c. Seksualitas merupakan salah satu bagian dari kehidupan seseorang, bukan keseluruhannya.

Perbedaan antara seks dan seksualitas


a. Seks tidak sama dengan seksualitas.
b. Seks merupakan salah satu komponen dari seksualitas.
c. Seks adalah jenis kelamin sedangkan seksualitas memiliki makna lebih luas yaitu aspek dalam
kehidupan manusia sepanjang hidupnya yang berkaitan dengan alat kelaminnya.

2. Orientasi Seksual
Pengertian Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah ketertarikan secara seksual dan emosional terhadap jenis kelamin
tertentu. Disebutkan bahwa ketertarikan yang ada adalah kombinasi antara ketertarikan secara
emosional dan ketertarikan secara seksual secara bersamaan yang dimiliki oleh seseorang.

Penggolongan orientasi seksual ada tiga, yaitu:


a. Homoseksual: ketertarikan pada jenis kelamin yang sama, laki-laki tertarik pada laki-laki (gay),
dan perempuan tertarik pada perempuan (lesbian).
Secara kasat mata, dilihat dari jenis kelaminnya, waria termasuk dalam penggolongan
homoseksual, tetapi fenomena waria tidaklah sesederhana itu. Aspek psikologis lebih dominan
dimana waria lebih suka diklasifikasikan ke dalam penggolongan identitas jender.
b. Heteroseksual: ketertarikan pada jenis kelamin yang berbeda, laki-laki tertarik pada
perempuan dan sebaliknya.
c. Biseksual: ketertarikan pada semua jenis kelamin, laki-laki tertarik pada perempuan dan laki-
laki, perempuan tertarik pada perempuan dan laki-laki.

Orang sering mempertanyakan ciri-ciri khusus yang mencerminkan orientasi seksual seseorang.
Berbagai penelitian dilakukan dan kesimpulannya adalah tidak ada ciri-ciri tertentu untuk menandai
orientasi seksual. Kita tidak bisa menebak orientasi seksual seseorang hanya dengan melihat
penampilannya saja.Pria yang gagah dan macho bisa saja homo atau gay, sebaliknya wanita yang
feminin bisa saja lesbian. Dengan kata lain, pria yang lemah lembut belum tentu gay dan wanita

6
tomboy juga belum tentu lesbian. Intinya adalah bahwa orientasi seksual tidak bisa dilihat hanya
dari ciri atau penampilan fisik saja.
Mengapa seseorang bisa menjadi gay atau menjadi lesbian atau waria? Sebenarnya banyak teori
ataupun pendapat yang berkembang dan sampai saat inipun masih menjadi perdebatan. Tidak
seorangpun yang benar-benar tahu mengapa seseorang menjadi homoseksual atau biseksual.
Perdebatan tentang penentu orientasi seksual seseorang bisa amat panjang.Sejumlah teori
menyebutkan kondisi biologis yang menentukan. Teori lain menyatakan lingkungan atau
pengalaman waktu kecil yang memegang peranan penting. Walau begitu, kebanyakan ahli percaya
bahwa orientasi seksual seseorang sebenarnya telah ditentukan sejak kecil. Dalam kehidupan
selanjutnya ia bisa memilih apakah akan menjalani sesuai orientasi seksual atau tuntutan
lingkungan.
Dengan kata lain: Orientasi seksual adalah keadaan ketertarikan secara romantis dan erotis kepada
siapa seseorang ingin melakukan hubungan ekspressi secara seksual (heteroseks, homoseks,
biseksual dan selibat).

3. Gender (jender)
Secara sederhana gender bisa dimaknai sebagai berikut: peranan, perilaku dan kegiatan yang
dikonstruksikan secara sosial, yang dianggap oleh masyarakat sesuai untuk laki-laki atau
perempuan.
Penggolongan jender:
a. Maskulin: karakter yang macho.
b. Feminin: karakter yang lemah lembut.
c. Androgini: karakter terletak diantara feminin dan maskulin.

Catatan: Saat ini belum ada terminologi yang disepakati bersama untuk menjelaskan gender ketiga
ini, androgini, apakah gabungan keduanya atau tidak ada gender disebabkan setiap orang merasa
harus mengidentifikasikan dirinya dengan salah satu dari kategori yang ada yaitu feminin atau
maskulin. Meskipun ada banyak orang yang merasa bahwa mereka memiliki aspek feminin dan
maskulin di dalam dirinya danbeberapa mereka yang merasa tidak nyaman dengan keadaan ini
akan mempresentasikan dirinya secara berlebihan sesuai dengan identitas gender tertentu,
misalnya berlaku secara ekstrim feminin atau ekstrim maskulin.
Dengan kata lain: Gender adalah peran atau fungsi seseorang: maskulin, feminin dan androgin.
Tercipta berdasarkan pendapat dari masyarakat yang dapat berubah sesuai jaman. Contoh:
memasak identik dengan peran seorang perempuan yang feminin. Keadaan saat ini peran memasak
tidak didominasi lagi oleh perempuan sehingga pria yang menyukai memasak dikatakan peran/
gendernya feminin tanpa meninggalkan jenis kelaminnya yang pria.

4. Otoritas AtasTubuh (Bodily)


Seseorang mempunyai otoritas penuh untuk tubuhnya. Otoritas itu bersifat mutlak, orang lain
tidak berhak untuk mengatur, mengintervensi segala sesuatu yang ada di tubuh kita. Keputusan
yang terkait dengan tubuh kita adalah di tangan kita sendiri, tentunya setelah mendapatkan
informasi yang benar dan tepat, serta mempertimbangkan untung ruginya.

7
Gambar 1. Boneka Jender (Gender Bread Person)

Berikut adalah gambaran tentang Boneka Jender


Pada prinsipnya adalah:
 Identitas ada di kepala:
Bagaimana seseorang mengakui dirinya
 Orientasi ada di hati:
Rasa suka, keterlibatan emosional danketertarikan seksual terhadap jenis kelamin maupun
jender tertentu. Orientasi tidak menggambarkan perilaku seksual seseorang.

Identitas Seksual dan Perilaku Seksual

Pengertian
Pengertian Identitas Seksual
Identitas seksual adalah bagaimana seseorang mendefinisikan dan memperkenalkan dirinya di
masyarakat mengacu pada orientasi seksual tertentu.

Pengertian Perilaku Seksual


Perilaku seksual bisa artikan sebagai segala tindakan atau perbuatan yang dilakukan karena adanya
dorongan seksual untuk mendapatkan kepuasan seksual.

8
Umumnya, kita cenderung berpikir bahwa ada batas yang pasti antara homoseksualitas dan
heteroseksualitas. Kalau seseorang mengaku bahwa dia homoseksual, kita percaya bahwa dia tidak
akan tertarik pada lawan jenisnya. Namun, sebetulnya orientasi seksual bukanlah dikotomi seperti
utara-selatan atau hitam-putih.Memang ada orang yang seratus persen homoseksual, begitu juga
ada orang yang seratus persen heteroseksual.Orang-orang tersebut mewakili sisi-sisi paling
berlawanan dari spektrum orientasi seksual.Ada pula individu yang berada di antara kedua ujung
spektrum tersebut, yang orientasi dan pengalamannya bercampur dan bisa berubah seiring waktu,
sehingga orientasi seksual tidak dapat ditentukan pada satu waktu tertentu, tetapi mesti
mengamati polanya sepanjang hidup.

Dari hasil analisis pada subjek orang Amerika, seksolog Alfred Kinsey merumuskan suatu kontinum
orientasi seksual yang terdiri dari tujuh titik sebagai berikut:

0 1 2 3 4 5 6

0: Heteroseksual eksklusif, tidak homoseksual.


1: Kecenderungan heteroseksual, sesekali homoseksual.
2: Kecenderungan heteroseksual, lebih dari sesekali homoseksual.
3: Heteroseksual dan homoseksual seimbang.
4: Kecenderungan homoseksual, lebih dari sesekali heteroseksual.
5: Kecenderungan homoseksual, sesekali heteroseksual.
6: Homoseksual eksklusif, tidak heteroseksual.

Menurut penelitian, ada variasi pola di mana pria dan wanita berkedudukan dalam skala Kinsey di
atas. Pria, baik homoseksual maupun heteroseksual, cenderung berada di ujung skala (lebih
eksklusif), sedangkan wanita juga berada di ujung skala, tapi kemungkinan untuk berada di antara
kategori 2 sampai 5 lebih besar pada pria.
Skala di atas dapat membantu orang untuk dapat memahami orientasi seksualnya dan tidak bingung
atau panik jika sesekali bergeser dari orientasi yang dominan, sebab orientasi seksual memang tidak
kaku terkotak-kotak. Jika anda seorang heteroseksual dan suatu kali terbayang fantasi homoseksual,
misalnya, ini tidak secara otomatis menjadikan anda seorang homoseksual, melainkan menunjukkan
bahwa anda bukan heteroseksual murni seperti yang dikira sebelumnya.
Sebuah pertanyaan yang kerap muncul ketika kita membicarakan perihal orientasi seksual ini
adalah, bagaimana kita bisa tahu orientasi seksual seseorang? Terutama tentang apakah seseorang
itu gay maupun lesbian. Karena banyak orang yang mengaku bahwa dia adalah heteroseksual, tapi
sering diketahui, secara tidak sengaja atau tersembunyi bahwa dia adalah homoseksual, mungkin
dia merasa malu maka dia mengaku heteroseksual. Dari mana kita mengetahui bahwa dia adalah
seorang gay ataupun lesbian?
Kecuali orang yang bersangkutan terang-terangan menyatakan dirinya. Barangkali kalau orang itu
konsultasi ke psikolog maka dapat diperkirakan di titik mana keberadaannya dalam kontinum.

9
Homoseksualitas belakangan ini tampaknya sudah bukan merupakan isu yang tabu dibicarakan
secara terbuka. Namun, saat ini masih ada orang yang homofobia. Homofobia berasal dari kata
“homos” (sama) dan “phobos” (takut) yaitu ketakutan atau kebencian pada homoseksual dan
homoseksualitas. Fenomena ini akan langgeng selama belum ada toleransi akan perbedaan orientasi
seksual di antara manusia.
Istilah homofobia yang dicetuskan oleh psikolog klinis George Weinberg pertama kali digunakan di
majalah Times tahun 1969. Dalam prakteknya, homofobia dimanifestasikan antara lain dalam
perasaan lain, seperti menghindar, ketidaksetujuan, diskriminasi, penghinaan atau pencelaan kaum
homoseksual, gaya hidup mereka, perilaku seks mereka, atau kulturnya dan sering dipakai untuk
menekankan fanatisme. Penentangan terhadap seks sesama jenis dalam bidang politik, agama atau
moral juga sering dilabel sebagai homofobia. Homofobia bergerak dari sikap dan perilaku seperti
menghindari menyebutkan keterlibatan teman dengan organisasi homoseksual dan merasa jijik jika
melihat tindakan afeksi antar pria atau wanita homoseksual di depan umum. Manifestasi buruknya
adalah pemukulan atau pembunuhan pada kaum homoseksual.

Macam-macam Perilaku Seksual


Perilaku seksual adalah aksi (sentuhan, ciuman, dan hal lain yang sifatnya merangsang tubuh secara
seksual) atau apa saja yang dilakukan seseorang untuk melampiaskan seksual nya baik pada diri
sendiri atau dengan orang lain.

Teknik perilaku seksual


Disamping hubungan seks dengan genito-genital atau antara penis dengan vagina ada teknik lain
yang perlu kita ketahui seperti:
a. Teknik masturbasi dapat dilakukan sendiri maupun dengan pasangan seks nya, teknik
nya adalah dengan menggesek dengan tangan, menggesek di sela-sela paha, ataupun di
badan pasangan nya. Teknik ini sangat sering dilakukan dan relative aman untuk tidak
tertular penyakit. Hal yang harus diperhatikan sebagai akibat dari kontak kulit yang lama
maka kemungkinan terinfeksi jamur dan scabies pada kelamin bisa saja terjadi.
b. Oral seks: lebih dari 90 % gay melakukan oral seks setiap berhubungan seks, lebih sering
dilakukan dibandingkan dengan anal seks. Hal yang sering terjadi adalah gangguan pada
otot pengunyah “gagging“ dan juga bila oral seks dilakukan dalam keadaan terpaksa
dimana bisa terjadi trauma gigi, lidah dan tenggorokan, serta kemungkinan terinfeksi
penyakit yang tergolong IMS seperti Gonorhoe, Sifilis, Chlamidya, Herpes simpleks,
Condyloma.
c. Anal seks:
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa 35% kalangan heteroseksual pernah
melakukan anal seks, dan 50% kalangan gay melakukan anal seks secara rutin.
Di kalangan gay, kegiatan anal seks dikenal beberapa istilah: menempong (incertive anal
intercourse; giving, fucking, top), yang ditempong (receptive anal intercourse, receiving;
being fucked, bottom), tempong-tempongan (artinya dua-dua nya saling bergantian).
Seorang pria yang melakukan anal seks dengan istrinya bukan berarti yang bersangkutan
adalah homoseks.

10
Macam-macam Identitas Seksual
Identitas seksual mengacu pada penggolongan orientasi seksual:
a. Homoseksual (gay, lesbian, waria).
b. Heteroseksual.
c. Biseksual.

Identitas seksual merupakan “pengakuan” seseorang kepada masyarakat tentang status orientasi
seksualnya. Identitas seksual seseorang bisa sama dengan orientasi seksualnya, bisa pula berbeda.
Identitas seksual merupakan pilihan.Maksud pilihan disini adalah bahwa setiap orang memiliki
kesempatan dan kebebasan untuk menentukan identitas seksualnya berdasarkan pilihannya sendiri.
Identitas seksual yang dipilihnya tidak harus sama dengan orientasi seksualnya.Orang yang orientasi
seksualnya homoseksual bisa saja mengidentifikasi diri sebagai heteroseksual.

Proses seseorang menentukan identitas seksual biasanya melalui empat tahapan:


Pertama, pengalaman seksual awal yang mencari relevansinya dengan orientasi seksual.
Kedua, saat pengalaman seksual awal tidak relevan akan timbul kebingungan, menyangkal,
menghindar, mencoba memastikan dan akhirnya menerima.
Ketiga, mulai membuat gambaran tentang diri sendiri atau identifikasi diri.
Keempat, komitmen, mulai menjalani identitas seksualnya sebagai bagian dari gaya hidupnya.
Komitmen biasanya terbentuk ketika hubungan dengan pasangan mulai mantap.

Keterkaitan antara orientasi seksual, perilaku seksual dan identitas seksual.

Tiga komponen seksualitas ini, yaitu orientasi seksual, perilaku seksual dan identitas seksual ada di
dalam diri setiap orang dengan komposisi yang sangat beragam.
Setiap orang akan mengetahui dan menyadari orientasi seksualnya dengan pasti. Dikarenakan
beberapa hal tidak semua orang akan langsung mengekspresikan orientasi seksual yang ada dalam
dirinya tersebut, terutama apabila memiliki orientasi seksual homoseksual. Berdasarkan beberapa
pertimbangan tertentu, misalnya aspek sosial, ekonomi, politik dan aspek lainnya setiap orang akan
memikirkan dan memilih sebagai siapakah dia akan mengenalkan dirinya kepada masyarakat umum
yang mengacu pada penggolongan orientasi seksual. Apakah sebagai homoseksual, biseksual atau
heteroseksual. Pilihan yang kemudian diperkenalkan pada masyarakat ini yang kita kenal dengan
identitas seksual.Sehingga sangat mungkin identitas seksual seseorang sangat berbeda dengan
orientasi seksualnya.
Bersamaan dengan orientasi seksual yang ada dalam diri dan identitas seksual yang dikenalkan pada
masyarakat, seseorang akan menentukan dan memilih perilaku seksualnya dengan pertimbangan
yang sudah dipikirkan. Beberapa perilaku seksual yang dilakukan seseorang bisa jadi adalah perilaku
tetap yang dipilihnya, beberapa perilaku seksual lainnya bisa jadi hanya merupakan variasi. Kita
tidak bisa memastikan perilaku seksual seseorang hanya dari identitas seksualnya karena ada faktor
lain yang memiliki pengaruh kuat yaitu orientasi seksual. Perilaku seksual seseorang bisa mengacu
pada orientasi seksualnya saja atau identitas seksualnya saja atau keduanya dengan kemungkinan

11
ragam yang banyak sekali. Seksualitas bersifat cair, tidak memiliki bentuk yang pasti dan selalu
menyesuaikan diri dengan kondisi dan situasi yang dihadapi.

Keterkaitan Risiko Penularan IMS dan HIV dengan Orientasi dan Perilaku Seksual.

Sampai saat ini masih banyak pemahaman yang keliru di kalangan masyarakat tentang risiko
penularan IMS atau HIV. Pandangan populer yang keliru yang masih dianut banyak orang dan
terkesan tidak mau ditinggalkan, antara lain: adanya anggapan bahwa kelompok homoseksuallah
pihak yang paling rentan tertular PIMS atau HIV karena perilaku mereka yang “menyimpang”.
Apakah benar demikian? Jelas tidak. Karena perilakulah (perilaku seksual dan non seksual) yang
mempengaruhi apakah seseorang itu berisiko atau tidak berisiko. Risiko seseorang tidak ditentukan
oleh orientasi seksualnya, tetapi oleh perilakunya.

Kita tidak bisa menentukan risiko seseorang berdasarkan orientasi seksualnya. Misalnya, contoh
berikut ini: Andi adalah seorang gay yang memiliki dua pasangan seks. Andi selalu memakai
kondom saat melakukan anal seks dengan kedua pasangannya tersebut. Hery adalah seorang
heteroseksual, bujangan yang paling sedikit satu bulan sekali mengunjungi lokalisasi dan membeli
seks disana. Apabila dia bertemu dengan penjaja seks yang muda dan cantik, Hery tidak pakai
kondom saat berhubungan seksual. Nah, diantara Andi dan Hery, siapa yang lebih berisiko?
Jawabannya adalah Hery. Dari contoh di atas kita bisa memahami dengan jelas bahwa risiko yang
dihadapi seseorang bukanlah karena orientasi seksualnya tetapi karena perilakunya, apakah dia
melakukan perilaku aman atau perilaku berisiko.

Laki-laki Seks Laki-laki (LSL)


a. Pengertian LSL.
LSL adalah laki-laki yang melakukan hubungan seks dengan sesama laki-laki. Secara
umum yang dimaksud laki-laki di sini mengacu pada definisi jenis kelamin secara fisik
yaitu seseorang yang memiliki penis.
Laki-laki manakah yang masuk dalam pengertian tersebut?
1. Setiap atau semua laki-laki yang memiliki perilaku berhubungan seks dengan
laki-laki.
2. Tidak dibatasi pada orientasi seksual tertentu.
3. Waria, selama dia belum berganti kelamin, bisa masuk dalam pengertian ini.

Jadi LSL bisa termasuk laki – laki homoseksual, biseksual, waria. Namun demikian LSL
tidak terbatas pada tiga kelompok tersebut, laki – laki heteroseksual bisa saja melakukan
perilaku LSL.Oleh karena itu LSL tidak terbatas pada orientasi seksual tertentu.

Berdasarkan uraian diatas, berikut adalah gambaran tentang keragaman seksualitas,


untuk lebih mempermudah pemahaman.

12
Gambar 2. Keragaman Seksualitas

13
POKOK BAHASAN 2: STIGMA DAN DISKRIMINASI

1. Stigma
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh
lingkungannya. (Ref. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, halaman 1091)
Para ahli psikologi social sepakat bahwa stigma adalah :
 Labeling : yaitu pemberian cap pada seseorang
 Stereotyping : tindakan menyamaratakan seseorang dalam satu kelompok setelah hanya
mengenal satu atau beberapa diantaranya
 Cognitive separation : Yaitu anggapan bahwa seseorang berbeda secara kognitif
 Emotional reaction :Reaksi emosional

Jenis jenis stigma


 Self stigma atau perceived stigma: adalah pada saat seseorang menyalahkan dan mengisolasi
diri mereka sendiri.
 Stigma by association : pada saat seluruh keluarga mendapat stigma karena salah satu
anggota keluarganya.
 Felt stigma atau real stigma : persepsi atau perasaan yang nyata terhadap seseorang dan
bukan datang dari orang tersebut.

Pada kenyataan sehari-hari, stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan
untuk memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau
pandangan buruk. Dalam praktiknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi, yaitu
tindakan tidak mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan hak-hak dasar indvidu atau
kelompok sebagaimana layaknya manusia yang bermartabat.

Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap sebagai
“musuh”, “penyakit”, “elemen masyarakat yang memalukan”, atau “mereka yang tidak taat
tehadap norma masyarakat dan agama yang berlaku”. Implikasi dari stigma dan diskriminasi
bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-pihak
yang terkait dengan kehidupan mereka.

Tindakan menstigma atau stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-beda
seperti:

 Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced): jika ada orang atau
masyarakat yang melakukan tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang
menyebabkan orang lain dibedakan dan disingkirkan.
 Stigma potensial atau yang dirasakan (felt): jika tindakan stigma belum terjadi tetapi ada
tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung tidak mengakses layanan
kesehatan.
 Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah seseorang menghakimi dirinya sendiri sebagai
“tidak berhak”, “tidak disukai masyarakat”

14
Proses stigma tidak bersifat tunggal, beberapa proses tersebut dapat terjadi secara bersamaan
dan dapat bersifat stigmatisasi ganda (misalnya menstigma seseorang dengan sebutan: “kalau
PSK biasanya suka minum (padahal tidak semua PSK suka mabuk-mabukan).

Penyebab Stigma
 Kurangnya pengetahuan, kesalahpahaman dan ketakutan
 Penilaian moral tentang orang lain (terkait dengan nilai dan norma yang berlaku)
 Ketakutan akan kematian
 Kurangnya pengenalan/pemahaman akan stigma

Stigma yang terkait dengan HIV AIDS

 Stigma yang terkait dengan HIV AIDS adalah semua sikap yang tidak menyenangkan dan
ditujukan kepada mereka yang hidup dengan HIV AIDS (ODHA) atau mereka yang merasa
mengidap HIV AIDS, dan terhadap mereka yang penting dan dicintai, rekan terdekat,
kelompok sosial, dan masyarakat.
 Perilaku yang stigmatis sering ditujukan tidak hanya pada mereka yang mengidap HIV, tapi
juga perilaku yang diyakini telah menyebabkan infeksi tersebut. Stigma dinyatakan secara
jelas bila perilaku tersebut terkait dengan sumber penyakit tertentu yang dianggap berada di
bawah kontrol seseorang, seperti prostitusi atau penggunaan narkoba suntik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap Orang dengan HIV AIDS:

 HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan


 HIV AIDS adalah penyakit karena perbuatan melanggar susila, kotor, tidak bertanggungjawab.
 Orang dengan HIV AIDS dengan sengaja menularkan penyakitnya
 Kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularan HIV

Disamping itu perlu diketahui juga tentang adanya anggapan yang salah seputar HIV AIDS yang
ada di masyarakat, seperti:

 HIV AIDS adalah penyakit orang homoseksual


 HIV AIDS adalah penyakit orang barat/turis
 HIV AIDS merupakan penyakit kutukan Tuhan.

Masih banyak lagi anggapan yang salah seputar HIV AIDS sehingga menambah stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA.

2. Diskriminasi
Pengertiannya adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan
warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama dan sebagainya – kamus besar Bahasa
Indonesia/KBBI).
UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif yang
diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan tidak adil
terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya.
Contoh-contoh diskriminasi meliputi:

15
 Keluarga yang tega mengusir anaknya karena menganggapnya sebagai aib.
 Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menolak untuk menerima ODHA atau
menempatkan ODHA di kamar tersendiri karena takut tertular.
 Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status HIV mereka.
 Keluarga/masyarakat yang menolak ODHA.
 Mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV AIDS adalah penyakit kutukan atau
hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa.
 Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan ketakutan.
 Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.
 Istri dan anak-anak dari seorang laik-laki yang meninggal baru-baru ini akibat AIDS,
diasingkan dari rumah keluarga suaminya atau desa mereka setelah kematian suaminya.

Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Stigma dan diskriminasi telah dicatat dalam kaitannya dengan penyakit menular lain yang
tercela atau dianggap tidak dapat disembuhkan, termasuk TBC, sífilis dan lepra. Namun stigma
yang terkait dengan HIV AIDS tampak lebih berat dari pada stigma yang terkait dengan penyakit
menular lain yang mematikan.

Bentuk Diskriminasi
Bentuk Akibat
Isolasi dan kekerasan fisik dari keluarga, Diusir dari keluarga, rumah, pekerjaan,
teman dan komunitas organisasi, depresi, menyendiri, melarikan
diri.
Gossip, olok-olok, sebutan negatif, Pencemaran nama baik, tidak percaya pada
pengucilan, pengutukan, penghinaan, diri sendiri dan orang lain, merasa dibedakan,
penghakiman merasa ditolak
Tidak memberikan layanan terkait Remaja putri tersebut tidak kembali ke
kesehatan reproduksi kepada remaja putri layanan dan menjadi rentan tdhp
kemungkinan infeksi yang lebih serius
Memberikan layanan tanpa melakukan Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
analisa mendalam khususnya kepada pengobatan yang komprehensif sesuai
populasi tertentu kebutuhan

Perubahan perkembangan pengobatan, perawatan dan dukungan yang diharapkan


mempengaruhi paradigma stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV AIDS:

 HIV AIDS dapat mengenai siapapun, tanpa membedakan status sosial, pendidikan, agama,
warna kulit, latar belakang seseorang.
 HIV AIDS dapat mengenai orang yang tidak berdosa yaitu bayi dan anak.
 HIV AIDS sudah ada obatnya dan dapat mengembalikan kualitas hidup penderitanya.
 Penularan HIV AIDS ke bayi/anak dapat dicegah

16
 Kepatuhan berobat dan minum obat adalah kunci utama pencegahan dan pengendalian HIV
AIDS.
 Setiap orang memiliki hak yang sama untuk akses pelayanan kesehatan paripurna yang
komprehensif.
 Ketidaktahuan seseorang bahwa ia menderita penyakit termasuk HIV AIDS dan PIMS yang
membuat orang menularkan penyakitnya.

17
POKOK BAHASAN 3: PENTINGNYA INTERVENSI PENGHAPUSAN STIGMA AN DISKRIMINASI

Kelompok populasi tertentu seperti WPS, waria, gay dan penasun, sering menjadi subyek stigma dan
diskriminasi, serta sikap negative yang berkaitan dengan perilaku mereka, yang dilakukan oleh keluarga
mereka, masyarakat dan petugas kesehatan. Stigma seperti itu juga sering terjadi di berbagai fasilitas
pelayanan kesehatan dan pelayanan penegakan hukum. Pengaruh stigma dan diskriminasi terkait
dengan HIV adalah dapat memperlambat tes HIV, menyembunyikan status hasil tes reaktif dan
kurangnya mencari layanan HIV. Semua itu dapat menghambat upaya program kesehatan nasional
untuk mengefektifkan keterhubungan pasien ke layanan HIV dan mempertahankan mereka pada
perawatan jangka panjang.

Salah satu upaya untuk menurunkan sampai menghapus stigma dan diksriminasi dikalangan petugas
kesehatan adalah dengan melakukan pelatihan dan sensitisasi petugas, yang meliputi dua hal, yaitu
perbaikan sikap (attitude) dan keterampilan (skills). Petugas kesehatan dalam menghadapi populasi
kunci seharusnya tidak bersikap menghakimi, memberi dukungan, tanggap, sepenuhnya respek dan
memahami isu-isu yang dihadapi populasi kunci. Pelatihan untuk sensitisasi dan pendidikan petugas
kesehatan tentang isu-isu spesifik pada populasi kunci, sikap dan praktik yang tidak diskriminatif, hak
atas kesehatan, kerahasiaan, pelayanan yang tidak memaksa (coercive) dan informed consent, dapat
dikembangkan dengan melibatkan perwakilan atau kelompok populasi kunci. Keterampilan petugas
kesehatan juga penting, harus mampu member respon terhadap kebutuhan spesifik populasi kunci, dan
menyediakan pelayanan yang berkualitas, mampu memberikan informasi dan nasihat yang jelas dan
benar tentang bermacam-macam intervensi, perlatanan dan bahan (material) berkaitan dengan strategi
penurunan risiko HIV, serta member dukungan terhadap keberlanjutan pengobatan dan retensi
perawatan.

Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk penghapusan Stigma dan
Diskriminasi:
 Jadilah contoh yang baik. Terapkan apa yang sudah kita ketahui.
 Doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang tersedia seperti konseling,
test HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka pada siapa pun yang dapat
menolong.
 Berbagilah pada orang lain mengenai hal-hal yang sudah kita ketahui dan ajaklah
mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana mengubahnya.
 Atasilah masalah stigma ketika Anda melihatnya di rumah, tempat kerja maupun
masyarakat. buatlah orang paham bahwa stigma itu melukai.
 Lawanlah stigma melalui kelompok.
 Mengatakan stigma sebagai sesuatu yang “salah” atau “buruk” tidaklah cukup.
 Berpikir besar. Mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.

18
DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif HIV-PIMS


Berkesinambungan
2. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Penghapusan stigma dan diskriminasi bagi pengelola
program, petugas layanan kesehatan dan kader.
3. UNDP, Joint WHO /UNDP Informal Expert group Consultation, 2012, Developing a Regional Health
Sector Training package for MSM and Trans gender People
4. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Nasional Penanganan IMS
5. WHO, 2011, Prevention and Treatment of HIV and Other Sexually Transmitted Infections Among
Men Who Have Sex with Men and Transgender People
6. Departemen Kesehatan RI, Strategi Nasional Penanggulangan HIV AIDS, 2007 – 2010
7. Depertemen Kesehatan RI, 2007, Rencana Aksi Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran
Reproduksi Sebagai Strategi Nasional 2008-2012.

19

Anda mungkin juga menyukai