Anda di halaman 1dari 9

Pengertian

Demam rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik non

supuratif dengan proses “delayed autoimmune” pada kelainan vascular kolagen

atau kelainan jaringan ikat. Preses rematik ini merupakan reaksi peradangan yang

dapat mengenai banyak organ tubuh terutama jantung, sendi dan system saraf

pusat (PAPDI, 2014).

Demam rematik akut adalah sinonim dari demam rematik dengan

penekana onset terjadinya akut, sedangkan yang dimaksud demam rematik inaktif

adalah demam rematik tanpa ditemui tanda-tanda radang, atau disebut dengan

riwayat demam rematik. Demam rematik dapat sembuh dengan sendirinya tanpa

pengobatan, tetapi manifestasi akut dapat timbul kembali berulang-ulang, yang

disebut kekambungan (reccurent) (PAPDI, 2014).

Demam rematik akut dapat menimbulkan sakit berat, seperti rasa nyeri

berat akibat radang pada sendi, sesak nafas dan oedem akibat gagal jantung,

demam tinggi dan gerakan chorea yang meenggangu aktivitas sehari-hari pasien.

Pasien dengan demam rematik akut biasanya memerlukan perawatan di rumah

sakit dengan tujuan penegakan diagnosis dan gejala dapat teratasi. Meskipun

sendi-sendi merupakan organ yang paling sering dikenai, tetapi jantung

merupakan organ dengan kerusakan yang terberat. Sebagian besar gejala klinis

demam rematik akut dapat mereda selama periode rawat inap yang singkat

(benigna dan sementara), tetapi kerusakan pada katup jantung kemungkinan akan

terus ada. Kerusakan kronis pada katup jantung ini disebut sebagai penyakit

jantung rematik. Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama morbiditas

dan mortalitas yang terjadi pada demam rematik akut (Carapetis et al., 2016;

PAPDI, 2014).

Etiologi

Manifestasi klinik dari penyakit demam rematik akut disebabkan oleh

bakteri group A beta-hemolytic Streptococcus (GAS), Streptococcus pyrogenes

pada tonsilofaringitis dengan masa laten ± 1-3 minggu. Bakteri GAS adalah

bakteri yang terbanyak menimbulkan tonsilofaringitis dengan akibat delayed


autoimmune dan berakibat demam rematik dan penyakit jantung rematik

(Carapetis et al., 2016; PAPDI, 2014).

Patofisiologi

Setelah infeksi GAS pada faring, neutrophil, makrofag dan sel dendritik

memfagosit bakteri dan present antigen terhadap sel T. Baik sel B dan sel T

memberikan respond imun terhadap infeksi GAS, melalui produksi antibody (IgM

dan IgG) dan kemudian melalui aktivasi sel T (terutama sel CD4). Pada

suspectible individu, respond imun host menghadapi GAS akan memicu reaksi

autoimun terhadap jaringan pada host itu sendiri (contohnya, jantung, otak, sendi

dan/ kulit) (Carapetis et al., 2016).

Reaksi autoimun ini dimediasi oleh antibody-antibodi specific-

Streptococcus spp. dan sel-sel T melalui proses molecular mimicy (Gambar 1).

Molecular mimicry adalah proses sharing antibody atau epitope sel T antara host

dan mikororganisme penyebab infeksi. Infeksi mikororganisme pada host

menghasilkan antibodi-antibodi atau sel-sel T yang melawan pathogen infeksi

agar membersihkan infeksi dari host. Namun antibody-antibodi dan sel-sel T

tersebut turut mengenali antigen host. Dalam kasus demam rematik akut, antigen

host terletak pada jaringan seperti jantung dan otak(Carapetis et al., 2016).

Tanda dan gejala :

Demam. Lemas dan mudah lelah. Sendi bengkak, merah, dan nyeri, terutama di siku, lutut, serta
pergelangan tangan dan kaki. Nyeri sendi yang menyebar ke sendi yang lain.
Pathway :
Komplikasi :

Komplikasi akibat peradangan demam rematik bisa melemahkan otot


jantung, sehingga memengaruhi kemampuannya untuk memompa. Tak
cuma itu saja, kerusakan pada katup mitral, katup jantung lain atau jaringan
jantung lainnya dapat menyebabkan masalah dengan jantung di kemudian
hari.

Data penunjang
Penatalaksanaan

Terapi untuk demam rematik akut dalam kasus ini akan dilanjutkan selama

5 tahun, yaitu injeksi tunggal intramuscular Benzathine benzylpenicillin G

1200000 unit setiap satu bulan. Berdasarkan teori, pencegahan sekunder ini

didapatkan kekambuhan demam rematik akut sebanyak 0.003% pasien pertahun

dibandingkan tanpa melakukan pencegahan sekunder yaitu sebanyak 0.2% pasien

pertahun (PERKI et al., 2016). Dalam kasus dijumpai bahwa pasien ada ISK

unkomplikata walaupun pasien tidak ada keluhan maka ciprofloxacin telah

diberikan antibiotic empiris sebagai terapi.

Pengkajian

IDENTITAS PASIEN

Nama : KDA

No RM : 17045657

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Bali

Bangsa : Indonesia

Alamat : Jalan Imam Bonjol, Denpasar

Agama : Hindu

Pekerjaan : Penjahit

Status Pernikahan : Sudah menikah

Tgl MRS : 9 Mei 2019

Tgl Pemeriksaan : 11 Mei 2019

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Nyeri pada telapak kaki kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien dianamnesis dalam keadaan sadar di ruang rawat inap Bakung


Timur RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 11 Mei 2019 pukul 11.00. Pasien

datang ke UGD RSUP Sanglah pada tanggal 9 Mei 2019 dengan keluhan nyeri

pada telapak kaki kanan yang dirasakan sejak kurang lebih 1 minggu yang lalu

SMRS. Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kanannya seperti ada yang

menggerogoti. Nyeri berlangsung terus-menerus sepanjang hari, namun nyerinya

tersebut tidak sampai menganggu pasien saat beristirahat pada malam hari. Rasa

nyeri yang berat dirasakan pasien pada telapak kaki sehingga menyulitkan pasien

untuk berjalan. Pasien merasa nyeri di kedua kakinya sedikit membaik apabilaTanda-Tanda Vital
(14/05/2018):

- Kondisi umum : Sakit ringan

- Kesadaran : Compos Mentis

- GCS : E4 V5 M6

- Tekanan darah : 110/70 mmHg

- Nadi : 84 kali/menit

- Respirasi : 20 kali/menit

- Suhu aksila : 36.5 o C

- VAS : 2/10

- Berat badan : 55 kg

- Tinggi Badan : 158 cm

- BMI : 22 (Gizi baik)

Pemeriksaan Umum (11/05/2019)

Kepala : Normocephali, alopecia (-), Butterfly rash (-)

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus -/-, reflek pupil +/+

2mm.2mm isokor, edema palpebral -/-

THT :

- Telinga : Daun telinga N/N, sekret tidak ada, pendengaran normal

- Hidung : Bentuk normal, sekret tidak ada

- Mulut : Pendarahan Gusi (-)

- Tenggorokan : Tonsil T1/T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-)

- Lidah : Ulkus (-), papil lidah atrofi (-), white plaque (-)

- Bibir : Kering (-), sianosis (-)


Leher : JVP PR + 0 cm H2O, Pembesaran kelenjar getah bening (-) Pembesaran

Kelenjar Tiroid (-)

- Thoraks : Simetris saat statis dan dinamis

Cor :

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba, kuat angkat (-), thrill (-)

Perkusi :

- batas atas jantung ICS 2 sinistra

batas bawah ICS 5 sinistra

- batas kanan jantung pada PSL dekstra

- batas kiri jantung pada MCL ICS 5 sinistra

Auskultasi : S1 tunggal, S2 tunggal, regular, bunyi jantung menjauh

(-), friction rub (-), murmur (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus N/N, pergerakan simetris

Perkusi : Sonor Sonor

Auskultasi : Vesikuler + + Ronchi - - Wheezing - -

Abdomen :

Inspeksi : Distensi (-),jaringan parut (-)

Auskultasi : bising usus (+), normal

Perkusi : Timpani (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, Nyeri

Suprapubic (-)

Ekstremitas : Akral hangat + + Edema (Non Pitting)

Status Lokalis

Regio ankle pedis Dextra et Sinistra

Look : Eritema (+), Edema

Feel : Hangat

Move : ROM terbatas


Diagnosa

1. Demam Rematik Akut Episode Pertama (1 mayor, 2 minor)

2. ISK Unkomplikata

3. Nyeri derhubungab dengan faktor resiko

4. Defisit nutrisi

5. Hipertermia b.d proses penyakit

DAFTAR PUSTAKA

1. Carapetis, J. R., Beaton, A., Cunningham, M. W., Guilherme, L.,

Karthikeyan, G., Mayosi, B. M., . . . Zühlke, L. (2016). Acute rheumatic

fever and rheumatic heart disease. Nature Reviews Disease Primers, 2,

15084. Retrieved from https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.84.

doi:10.1038/nrdp.2015.84

2. PAPDI. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I (VI ed.):

InternaPublishing.

3. PERKI, Firdaus, I., Rahajoe, A. U., Yahya, A. F., Lukito, A. A., Kuncoro,

A. S., . . . KV, P. P. R. (2016). PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

DAN CLINICAL PATHWAY (CP) PENYAKIT JANTUNG DAN

PEMBULUH DARAH.

4. RHDAustralia, N. H. F. o. A. a. t. C. S. o. A. a. N. Z. (2012). Australian

guideline for prevention, diagnosis and management of acute rheumatic

fever and rheumatic heart disease (2nd edition) (978-0-9587722-5-9).

Retrieved from https://www.rhdaustralia.org.au/arf-rhd-guideline

5. Siregar, A. A. (2007). Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

Permasalah Indonesia. (Professor), Universitas Sumatera Utara, Meda.

6. Zühlke, L. J., Beaton, A., Engel, M. E., Hugo-Hamman, C. T.,

Karthikeyan, G., Katzenellenbogen, J. M., . . . Carapetis, J. (2017). Group

A Streptococcus, Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease:

Epidemiology and Clinical Considerations. Current treatment options in

cardiovascular medicine, 19(2), 15-15. Retrieved from

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28285457
7. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5346434/.

doi:10.1007/s11936-017-0513-y

8. Antonelli, M. and Kushner, I. (2017). It’s time to redefine inflammation.

The FASEB Journal, 31(5), pp.1787-1791.

9. Webb, R., Grant, C. and Harnden, A. (2015). Acute rheumatic fever. BMJ,

p.h3443.

Anda mungkin juga menyukai