Pengantar:
S
elama periode pemerintahan Orde Baru dibawah Presiden Soeharto sejak
1967 hingga 1998, sejarah mencatat banyak aksi protes dan demonstrasi yang
dilakukan oleh kalangan mahasiswa yang mengkritisi ketimpangan kebijakan
pemerintah, kasus korupsi dan penyelewengan kekuasaan. Namun aksi-aksi tersebut
selalu berhasil ditumpas secara fisik dan tidak jarang disertai dengan penangkapan
tokoh mahasiswa.
Aksi protes mahasiswa yang cukup besar adalah Malapetaka 15 Januari 1974
(Malari) dan kemudian Gerakan Mahasiswa 1977/1978 (Gema 77/78).
Gerakan mahasiswa di tahun 1978 berkembang dari kritik dan protes mahasiswa
yang mulai dirasakan menjelang pelaksanaan pemilihan umum 1977. Sejumlah
mahasiswa Bandung membentuk ‘Gerakan Anti Kebodohan’ (GAK) untuk melawan
kecenderungan berbagai manipulasi yang dilakukan oleh pemerintah yang berkuasa.
Gerakan mahasiswa memuncak saat perwakilan Dewan Mahasiswa se-Indonesia
berkumpul di kampus Institut Teknologi Bandung pada Oktober 1977. Gerakan ini
kemudian menelurkan Ikrar Mahasiswa yang dipublikasikan pada hari Sumpah
Pemuda. Ikrar ini menjadi pembuka gerakan-gerakan protes sporadis di kampus-
kampus dan meluaskan tuntutan mundurnya Soeharto.
Inilah yang menjadi penyebab berakhirnya era Dewan Mahasiswa sebagai student
government di kampus-kampus. Untuk meredam suara kritis dari kampus,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan Surat Keputusan No.
0156/U/1978 yang dimaksudkan untuk “mengembalikan fungsi mahasiswa” sebagai
kaum intelektual yang harus kembali pada tradisi keilmuan.
Konsep baru dari Menteri P & K yang dinamakan Normalisasi Kehidupan Kampus
(NKK) dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan Kampus (BKK) sebagai pengganti
Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa ini kontan menimbulkan perlawanan keras
dari berbagai kampus di tanah air. Aksi protes semakin menggurita. Penangkapan
sejumlah ketua Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa perguruan tinggi oleh
penguasa justru membuat perlawanan mahasiswa semakin meluas. Di kampus UI,
pembangkangan itu ditandai dengan tetap berjalannya kegiatan kemahasiswaan
dibawah panji DMUI yang berpusat di Student Center Salemba. Pada masa-masa
tersebut, boleh dikatakan Student Center UI terbuka 24 jam, selalu ramai oleh
aktitivis mahasiswa penentang NKK/BKK. Aparat dan intel yang biasa berkeliaran
di kampus tidak berani memasuki areal Student Center yang menjadi markas DMUI
tersebut.
Nah, tulisan dibawah ini hendak mengulas sebuah aksi protes mahasiswa di kampus
UI yang terjadi dalam periode suram 1977-1980 tersebut.
Undangan Dialog Terbuka dengan Menmud Urusan Pemuda Dr. Abdul Gafur
oleh Rektor UI, Prof. Dr. Mahar Mardjono.
Dr Abdul Gafur, adalah mantan aktivis UI di tahun 1966. Mungkin karena panggilan
nuraninya sebagai alumni yang mantan aktivis, beliau menyampaikan maksudnya
kepada Rektor UI untuk berdialog secara terbuka dengan adik-adiknya, mahasiswa
UI. Beliau boleh jadi merasa cukup percaya diri untuk berdialog dengan para
pimpinan mahasiswa seputar isu penolakan NKK/BKK. Apalagi beliau saat itu
memiliki staf khusus pendamping, dr. Hariadi Dharmawan yang juga eks aktivis,
pernah menjadi Ketua Umum DMUI periode 1969-1972.
Niat untuk berdialog itu disambut baik oleh oleh Prof. Mahar Mardjono sebagai
Rektor. Maka ditetapkanlah waktu dan tempat untuk berdialog, yaitu Aula FKUI
Salemba pada hari Sabtu 22 Maret 1980. Rektor kemudian mengirim pemberitahuan
dan undangan kepada para Ketua Senat Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa UI.
Tetapi untuk teknis pelaksanaannya diserahkan kepada pihak mahasiswa. Perlu
disampaikan disini bahwa ketika itu pimpinan DMUI sedang vakum karena
beberapa waktu sebelumnya Ketua Umum DMUI Lukman Hakim dan wakilnya
Bram Zakir sempat ditahan dan diadili oleh pengadilan. Sehingga operasional
DMUI dijalankan oleh seorang Caretaker, yaitu Biner Tobing dari FISIP-UI.
Tanggapan Rektor
Rektor UI Prof. Mahar Mardjono ketika dimintai tanggapannya oleh wartawan
mengatakan: “saya sangat kecewa”. Menurutnya, ini kesempatan baik yang
sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk adu argumentasi mengenai masalah yang
kurang disetujui. Tetapi saya kecewa, mereka tidak menggunakan kesempatan
tersebut,” katanya. Padahal disitu bisa ditanyakan, kenapa BKK dan kenapa bukan
DM. tetapi saya, mereka hanya menggunakan emosinya, tidak otaknya, ucap Mahar.
Penutup
Demikianlah kisah dialog yang gagal antara Menmud Urusan Pemuda dengan
Mahasiswa UI yang masih terekam dalam catatan pribadi ini.
Tidak ada dendam, ganjalan maupun sakit hati pribadi terhadap semua pihak karena
semua tokohnya menjalani tugas sesuai dengan perannya. Di kemudian hari, Dr.
Hariadi Darmawan yang mendampingi Menmud Gafur justru menjadi pimpinan aksi
mahasiswa dan alumni UI di tahun 1998 yang punya peran besar terhadap jatuhnya
pemerintahan Presiden Soeharto yang telah bercokol selama 32 tahun.
Teriring doa dan alfatihah untuk mereka yang sudah mendahului kita, Prof. Mahar
Mardjono, Dr. Abdul Gafur, Dr. Hariadi Darmawan, Rinaldo dan Hollidy.