Anda di halaman 1dari 27

TERAPI AKTIVITAS BERMAIN (TAB) MENURUNKAN

TINGKAT KECEMASAN DENGAN STORY TELLING DI RUANG


PERAWATAN UMUM (PU3) RUMAH SAKIT AN-NISSA TAHUN 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Stase Keperawatan


Anak

Disusun Oleh:

Ajat Sudarjat 22030021


Alya Ardiana Octariani 22030006
Atika Mutia 22030011
Ayu Sundari 22030003
Dinny Ary Wahyuni 22030002
Eka Noviana 22030001
Erika Maharani 22030004
Meily Purnama Sari 22030193

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS YATSI MADANI

TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Satuan acara penyuluhan Pembarian Terapi Aktivitas Bermain Untuk Menurunkan


Tingkat Kecemasan Dengan Story Telling Di Ruang Perawatan Umum (PU3)
Rumah Sakit AN-NISA Mahasiswa Profesi Ners Universitas Yatsi Madani

Mengetahui,

Ketua Pelaksana Sekertaris

Ayu Sundari Erika Maharani

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Ria Setia Sari.,S.Kep.,M.Kep Ns. Elidia Dewi S.Kep., M.Kep


LEMBAR PENGESAHAN

Hasil pemeberian terapi aktivitas bermain untuk menurunkan Tingkat Kecemasan


Dengan Penerapan Story Telling Di Ruang Perawatan Umum (PU3) Rumah Sakit
An-Nisa Mahasisa Profesi Ners Universitas Yatsi Madani

Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ns. Ria Setia Sari, S.Kep.,M.Kep Ns. Elidia Dewi, S.Kep., M.Kep
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
proposal Terapi Aktivitas Bermain stase anak mengenai “Terapi Aktivitas Bermain
Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Dengan Penerapan Story Telling”.
Proposal ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam memenuhi tugas pada stase
anak, serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang telah kami dapatkan
selama masa pembelajaran.

Kami telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapih dan
sistematis sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Kami menyadari bahwa
penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun
metodologi. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat
membangun laporan tulisan ini. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari
pembimbing dan berbagai pihak, sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Trisonjaya, M.Si., MM selaku Rektor Universitas Yatsi


Madani
2. Ibu Ns. Ria Setia Sari.,S.Kep.,M.Kep selaku Kaprodi Profesi Ners
3. Ibu Ns. Elidia Dewi, S.Kep., M.Kep selaku CI lahan ruang Perawatan
Umum (PU3) Rumah Sakit AN-NISA

Semoga segala bantuan dan bimbingan Bapak/Ibu dan rekan-rekan menjadi


amal kebaikan yang akan dibalas leh Allah SWT. Akhirnya, kami berharap
semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan kami khususnya.

Tangerang, 24 Desember 2022

kami
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu proses bagi anak untuk berada di
rumah sakit menjalani pengobatan dan perawatan sampai keadaan pulih
dan dapat dipulangkan kembali ke rumah (Hidayati et al., 2021). Selama
proses hospitalisasi, anak mengalami berbagai pengalaman perawatan
yang menyebabkan stres dan trauma. Kecemasan dan ketakutan
merupakan dampak dari hospitalisasi, rasa cemas saat menjalani
hospitalisasi yang dirasakan oleh anak disebabkan karena menghadapi
stresor yang ada di lingkungan rumah sakit yang asing dan tidak familier
(Aliyah & Rusmariana, 2021). Perasaan tersebut timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya,
serta rasa tidak nyaman karena merasakan sesuatu yang menyakitkan.
Diperkirakan lebih dari 5 juta anak di Amerika Serikat mengalami
hospitalisasi karena prosedur pembedahan dan lebih dari 50%dari jumlah
tersebut, anak mengalami kecemasan dan stress. Di Indonesia jumlah anak
dengan usia pra sekolah (3-6 tahun) berdasarkan data Survei Kesehatan
Nasional (SUSENAS) tahun 2014 jumlah anak usia pra sekolah di
Indonesia sebesar 20,72% dari jumlah total penduduk Indonesia.
Berdasarkan data tersebut diperkirakan 35 per 100 anak menjalani
hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan (Pitriana, 2019).
Menurut Stuart dalam Sutrisno (2017), kecemasan yang terjadi
pada anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi membuat anak
menjadi hiperaktif dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan serta
menimbulkan gangguan psikologi. Kecemasan pada anak yang menjalani
hospitalisasi juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan dan
gangguan emosional jangka Panjang (Utami, 2014).
Terapi bermain merupakan sebuah terapi non farmakologis atau
disebut juga dengan terapi tanpa menggunakan obat seperti yang dikatakan
oleh Santrock dalam Fadlillah (2014), bermain memungkinkan anak
melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan yang
terpendam, tujuannya agar anak menjadi senang dan menghibur sehingga
anak akan merasa nyaman dalam menjalani proses pembelajaran atau
proses pengobatan selama dirawat di rumah sakit.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Storytelling adalah salah
satu dari teknik terapi bermain yang sederhana yang dapat digunakan
untuk mengatasi kecemasan anak usia prasekolah yang menjalani
hospitalisasi. Storytelling merupakan metode yang tepat yang mampu
membuat anak-anak memahami situasi yang terjadi, mengenali dan
mengekspresikan emosinya dengan benar, dan meminimalkan dampak
negatif dari situasi yang dihadapi (Pradanita et al., 2019). Selain itu,
storytelling memungkinkan anak-anak untuk berpartisipasi, merefleksikan
emosi dan strategi yang diperlukan dalam mengembangkan solusi yang
berkelanjutan terhadap masalah yang dihadapi (Koivula et al., 2019).
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk
membuat proposal tentang terapi bermain yang pada nantinya akan
diberikan apada anak usia 3 sampai 6 tahun. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka kelompok tertarik melakukan terapi bermain dengan story
telling untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak dalam menghadapi
hospitalisasi di ruang perawatan umum Rumah Sakit AN-NISA.

B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Mengetahui efektivitas terapi bermain dengan story telling
menggunakan media boneka terhadap tingkat kecemasan pada anak
yang sedang skait diruang rawat inap perawatan umum (PU3).
2. Mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak yang sedan sakit
diruang rawat inap perawatan umum (PU3) dengan melakukan
aktivitas bermain dengan story telling menggunakan media boneka.
b. Tujuan khusus
1. Menjadi pengetahuan yang baik untuk orang tua dalam
menghadapi kecemasan pada anak yang sedang sakit diruang rawat
inap perawatan umum (PU3)
2. Mampu menaplikasikan terapi bermain dengan story telling
menggunakan media boneka tehadap tingkat kecemasan pada anak
yang sedang sakit diruang rawat inap perawatan umum (PU3)

C. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan atau masalah yang dapat diangkat
dalam terapi bermain bagi pasien, keluarga, masyarakat yang sesuai
dengan pembahasan.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikna inspirasi terapi bermain kepada pasien, keluarga,
dan masyarakat, sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui
mengenai manfaat terapi bermain story telling.
3. Bagi Peneliti
Manfaat yang diperoleh adalah untuk memperdalam ilmu pengetahuan
tengtang salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecemasan akibat
hospitalisasi dengan terapi bermain story telling.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

A. Defisini Kecemasan
kecemasan adalah suatu perasaan yang berlebih terhadap kondisi
ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau
ketakutan terhadap ancaman nyata atau dirasakan atau kondisi dialami
secara subjektif dan dikomuikasikan dalam hubungan interpersonal
(Saputro, 2017) dalam Fitriana, 2020).
Hospital pada anak dapat menimbulkan kecemasan dan stress
dimana hal itu diakibatkan karena adanya perpisahan, kehilangan control,
ketakutan mengenai kesakitan pada tubuh, serta nyeri dimana kondisi
tersebut belum pernah dialami sebelumnya. Hospitalisasi juga akan
mengakibatkan terganggunya proses pengobatan (Setiawati & Sundari,
2019).

B. Tingkat kecemasan
Peplau dalam Stuart (2009) mengidentifikasi empat tingkat kecemasan dan
menggambarkan efek pada tiap individu sebagai berikut :
1. Kecemasan ringan
Cemas yang normal yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Kecemasan sedang
Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun masih dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah.
3. Kecemasan berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu
cenderung untuk memusatkan pikiran pada sesuatu yang terinci
dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain sehingga
individu sulit untuk memecahkan masalahnya. semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu dengan
kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan perhatian pada sesesuatu hal yang lain.
4. Kecemasan sangat berat atau panik.
Tingkat panik dari suatu cemas berhubungan dengan terperangah,
ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang
yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Panik menyebabkan aktivitas motorik
meningkat, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran
yang rasional. Tingkat cemas ini tidak sejalan dengan kehidupan,
dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan berat bahkan memungkinkan terjadi kematian.

C. Faktor-faktor penyebab kecemasan

Menurut (adler & roman dalam gufron & risnawati, 2010) menyatakan
terdapat dua faktor yang menyebabkan kecemasan :

1. Pengalaman negatif masa lalu \


Pengalaman ini merupakan hal yang tidak menyenangkan pada masa
lalu mengenai peristiwa yang dapat terulang lagi pada masa
mendatang.
2. Pikirsn yang tidak rasional
Kepercayaan dn keyakinan tentang suatu kejadian yang menjadi
penyebab kecemasan.
D. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Anak
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan anak (Saputro et al.,2017),
antara lain:
1. Usia
Usia sangat berkaitan dengan tingkat perkembangan kognitif anak.
Anak usia pra sekolah belum mampu menerima presepsi tentang
penyakit, pengalaman baru serta lingkungan yang asing.
2. Jenis kelamin
Walaupun belum ada yang membuktikan secara signifikan adanya
hubungan atau tidak antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan
anak. Akan tetapi ada beberpa orang yang mengatakan bahwa anak
perempuan yang menjalani hospotalisasi memilik tingkat kecemasan
yang lebih tinggi dari pada anak laki-laki.
3. Pengalaman terhadap sakit dan perawatan di rumah sakit
Amak yang pernah mengalami hospitalisasi akan memiliki kecemasan
yang lebih rendah di bandingkan dengan anak yang tidak pernah
mengalami hospitalisasi. Pengalaman tidak menyenangkan akan di
dapatkan selama menjalani perawatan di rumah sakit akan membuat
anak merasa trauma dan takut. Sebaliknya anak yang mendapat
pengalaman yang baik dan menyenangkan akan lebih kooperatif.

E. Respon terhadap kecemasan


Menurut Saputo & Fazrin (2017), kecemasan dapat mempengaruhi kondisi
tubuh seseorang. respon kecemasan antara lain :
1. Respon Fisiologis
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan
mngaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun para simpatis).
Biasanya akan menunjukkan gejala seperti sakit perut, sakit kepala,
mual, muntah, gelisah, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah.
Ada beberapa respon fisiologis terhadap kecemasan menurut Stuart &
Sundeen (2013) yaitu :
a) Kardiovaskular
Palpitasi, jantung berdebar-debar, tekanan darah meninggi, rasa
ingin pingsan, pingsan, denyut nadi melemah.
b) Pernapasan
Napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, terengah-engah,
pembengkakan pada tenggorokan.
c) Neuromuskular
Tremor, insomnia, gelisah, wajah tegang, reflek meningkat,
kelemahan umum.
d) Gastrointestinal
Kehilangan nafsu makan, menolak makan, mual, muntah, diare,
rasa tidak nyaman pada abdomen.
e) Perkemihan
Tidak dapat menahan kencing atau sebaliknya, sering
berkemih.
f) Kulit
Wajah kemerahan, berkeringat pada telapak tangan, gatal, rasa
panas dan dingin pada kulit, wajah pucat.
2. Respon Psikologis
Secara psikologis respon kecemasan adalah tampak gelisah, terdapat
ketegangan fisik, reaksi terkejut, bicara cepat, menarik diri dari
hubungan interpersonal, melarikan diri dari masalah, menghindar, dan
sangat waspada.
a) Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berfikir baik proses
pikir maupun isi pikir diantaranya tidak mampu memperhatikan,
konsentrasi menurun, mudah lupa, bingung, perasaan takut, dan
sering mimpi buruk.
b) Respon Afektif
Secara afektif diekspresikan dalam bentuk kebingungan, gelisah,
tegang, gugup, khawatir, dan curiga berlebihan sebagai reaksi
emosi terhadap kecemasan.
F. Pengukuran Kecemasan
Kecemasan pada anak dapat diukur dari manifestasi yang ditimbulkan.
Alat ukur kecemasan pada anak terdapat beberapa versi seperti yang
disebutkan dalam Saputro & Fazrin (2017), antara lain :
1. Zung Self Rating Anxiety Scale
Zung Self Rating Anxiety Scale merupakan metode pengukur tingkat
kecemasan. Skala ini berfokus pada kecemasan secara umum dan
koping dalam mengatasi stres. Skala ini terdiri dari 20 pertanyaan
denga 15 pertanyaan tentang peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan
tentang penurunan kecemasan.
2. Hamilton Anxiety Scale
Hamilton Anxiey Scale (HAS) disebut juga Hamilton Anxiety rating
Scale (HARS), pertama kali dikembangkan oleh Max Hamilton pada
tahun 1956 untuk mengukur semua tanda kecemasan baik psikis
maupun somatic. HARS terdiri dari 14 item pertanyaan untuk
mengukur tanda adanya kecemasan pada anak dan orang dewasa.
Adapun hal-hal yang dinilai dalam alat ukur HARS ini adalah sebagai
berikut :
a. Perasaan cemas
b. Ketegangan
c. Ketakutan
d. Gangguan tidur
e. Gangguan kecerdasan
f. Perasaan depresi
g. Gejala somatik
h. Gejala sensorik
i. Gejala kardiovaskular
j. Gejala pernafasan
k. Gejala gastrointestinal
l. Gejala urogenital
m. Perilaku

HARS terdiri dari 14 item. Penilaian setiap itemnya di beri skor


anatar 0-1 berdasarkan hasil berat ringannya gejala. Setiap skor
memiliki kategori yang berbeda, yaitu :

0 = tidak ada gejala atau keluhan

1 = gejala ringan

2 = gejala sedang

3 = gejala berat

4 = gejala berat sekali

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah skor dan item


1-14 dengan hasil.

a. Skor kuarang dari 14 = tidak ada kecemasan

b. Skor 14-20 = kecemasan ringan

c. Skor 21-27 = kecemasan sedang

d. Skor 28-41 = kecemasan berat

e. Skor 42-56 = kecemasan dengan berat

3. Preschool anxiety Scale


Preschool anxiety scale dikembangkan oleh Spence,dalam kuesioner
ini mencakup pertanyaan pada anak. (Spance childre’s Anxiety Scale)
tahun 1994 dan laporan orang tua (Spance Children’s Anxiet Scale
Parent report) pada tahun 2000. Alat ukur ini terdiri dari 28 pertanyaan
kecemasan. Skala ini dilengkapi dengan meminta orang tua untuk
mengikuti petunjuk pada lembar instrumen, Jumlah skor maksimal
pada skala kecemasan Preschool anxiety scale adalah 112. 28 item
kecemasan tersebut memberikan ukuran keseluruhan kecemasan,
selain pada 6 sub skala, masing-masing menekankan aspek tertentu
dari kecemasan anak, yaitu kecemasan umum, ketakutan cidera fisik,
dan kecemasan perpisahan.
4. Children Manife Anxiety Scale (CMAS)
Pengukuran kecemasan dengan CMAS ditemukan oleh Janer Taylor.
CMAS berisi 50 pertanyaan, dimana responden menjawab dengan
“ya” atau “tidak” sesuai keadaanya, dengan memberi tanda (O) pada
kolom jawaban “ya” dan tand (X) pada kolom jawaban “tidak”.
5. Screen For Child Anxiety Related Disorders (SCARED)
Screen for child anxiety related disorders (SCARED) merupakan
instrumen untuk mengukur kecemasan pada anak yang terdiri dari 41
item, dalam instrumen ini responden (orang tua/pengasuh) diminta
untuk menjelaskan bagaimana perasaan anak dalam 3 bulan terakhir.
Instrumen ini ditujukan untuk anak usia 8 tahun hingga 18 tahun.
6. The Pediatric Anxiety Rating Scale (PARS)
The Pediatric anxiety rating scale (PARS) digunakan untuk menilai
tingkat keparahan kecemasan pada anak-anak dan remaja. PARS
memiliki dua bagian yaitu daftar periksa gejala dan item keparahan.
Daftar periksa gejala digunakan untuk menentukan tingkat keparahan
gejala dan skor total PARS.

2.2 Tinjauan Terapi Bermain


A. Definisi terapi bermain
Asmarawanti dan Lustyawati dalam Abdillah et al., (2022),
mengatakan, terapi bermain adalah suatu aktivitas bermain yang bisa
dijadikan alat untuk membantu stimulas perkembangan anak, mendukung
proses penyembuhan pada anak yang sedang sakit, membantu anak
bersedia koperatif selama proses pengobatan selama menjalani perawatan
atau hospitalisasi. Dengan bermain, anak akan teralihkan dari rasa sakitnya
dan merasakan relaksasi.
Sedangkan menurut Wijayanto dalam Apriani (2017), terapi bermain
merupakan terapi yang efektif untuk diberikan kepada anak sakit. Karena
proses hospitalisasi pada anak membuat anak mengalami berbagai
pengalaman dan perasaan tidak menyenangkan seperti nyeri, cemas, dan
takut. Terapi bermain diharapkan mampu mengurangi dampak dari proses
hospitalisasi tersebut.
Jadi berdasarkan definisi terapi bermain dari para ahli dapat
disimpulkan bahwa terapi bermain merupakan salah satu intervensi yang
dapat diberikan kepada anak ketika dirawat di rumah sakit. Saat
Hospitalisasi, anak prasekolah cenderung mengalami stres, cemas, takut
yang berlebihan. Melalui terapi bermain anak dapat mengeluarkan rasa
takut, cemas yang mereka alami dan membuat anak merasa senang, belajar
banyak hal, dan mendapatkan pengalaman baru untuk mengurasi dampak
negatif dari proses hospitalisasi. Terapi bermain juga sesuai dengan
kebutuhan tumbuh kembang anak.

B. Tujuan Terapi Bermain


Menurut (Saputro, 2017) dalam (Fitriana, 2020) terapi bermain
sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak. Terapi
bermain juga dapat menciptakan suasana aman baik anak untuk
mengekspresikan diri mereka, memahami bagaimana sesuatu dapat
terjadi, mempelajari aturan sosial dan mengatasi masalah mereka serta
memberikan kesempatan bagi anak untuk berekspresi dan mencoba
sesuatu yang baru. Tujuan terapi bermain di rumah sakit adalah agar anak
melanjutkan fase tumbuh kembang secara optimal, mengembangkan
kreativitas anak sehingga anak dapat beradaptasi lebih efektip secara
stress.

C. Perinsip Bermain Di Rumah Sakit


Memurut (Saputro, 2017) dalam (Leni, 2019) prinsip terapi bermain yang
di perhatikan di rumah sakit adalah :

1. Waktu bermain
Waktu yang di perlukan untuk terapi bermain pada anak yang di
rumah sakit adalah 15- 20 menit. Waktu tersebut dapat membuat
kedekatan antara orang tua dan anak serta tidak mengakibatkan anak
kelelahan akibat bermain.
2. Mainan Harus Aman
Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak
kecilperlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda yang di kenalinya
dan tidak berbahaya bagi anak.
3. Sesuai Kelompok Usia
Perlu di jadwalkan dan di kelompokan sesuai dengan kebutuhan
bermain anak dan usianya. Padah rumah sakit yang ada tempat
bermain anak perlu di perhatikan dan di manfaatkan secara baik.
4. Tidak Bertentangan Dengan Terapi
Terapi bermian harus memperhatikan kondisi anak. Bila program
terapi bermain mengharuskan anak istirahat, maka aktivitas bermain
hendaknya di lakukan di tempat tidur. Apabila anak harus tirah baring,
harus di perhatikan permainan yang dilakukan di tempat tidur.
5. Perlu Keterlibatan Orang Tua
Keterlibatan orang tua dalam terapi adalah sangat penting, hal ini di
sebabkan karena orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak
walaupun sedang dirawat di rumah sakit.

2.2 Tinjauan Storytelling


A. Definisi Storytelling
Storytelling terdiri dari dua kata dalam bahasa Inggris, yaitu story
(cerita) dan telling (penceritaan). Singkatnya storytelling adalah kegiatan
menyampaikan cerita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Storytelling memiliki arti yang luas yaitu meliputi cerita fantasia atau
hayalan juga berdasarkan data atau pengalaman. Orang yang
menyampaikan cerita disebut storyteller (pencerita, pendongeng). Secara
tradisional, storytelling dilakukan secara lisan, akan tetapi storytelling bisa
dilakukan dengan bantuan beberapa alat atau media misalnya dengan
boneka, lagu, alat musik dan sebagainya. Menurut Pratiwi dalam Astuti &
Faiqoh storytelling dengan mendongeng merupakan suatu Teknik bermain
terapeutik dengan bercerita menyampaikan isi perasaan, buah pikiran, atau
cerita fiktif yang mendidik melalui bercerita dengan tujuan mengalihkan
perhatian anak terhadap hal lain (Astuti & Faiqoh, 2021).
Jadi berdasarkan pengertian diatas, storytelling merupakan Teknik
menceritakan suatu informasi, data, ataupun dongeng secara lisan dengan
menggunakan alat ataupun tanpa alat yang dapat digunakan sebagai salah
satu Teknik bermain terapeutik dengan tujuan untuk membuat anak senang
dan teralihkan dari hal lain.

B. Manfaat Storytelling
Dongeng dengan menggunakan metode storytelling menurut
Asfandiyar (2007) merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahun), afektif (perasaan),
sosial, dan aspek kognitif (penghayatan) pada anak-anak. Adapun
beberapa manfaat storytelling adalah :
a. Komunikasi yang menarik bagi anak-anak.
Storytelling merupakan komunikasi yang efektif bagi anak-anak
yang mempunyai daya imanjinasi dan daya kreatif yang sangat
tinggi karena Storytelling mengandung unsur-unsur imajinasi dan
kreativitas tinggi.
b. Melatih daya konsentrasi anak-anak
Ketika melakukan Storytelling, kita dapat melatih melatih
kemampuan anak untuk fokus dan memusatkan perhatian. Dalam
Storytelling anak mengaktifkan dan memusatkan seluruh indranya.
c. Metode belajar yang menyenangkan
Dalam metode Storytelling anak-anak menggunakan mata,
pendengaran, gerak, dan hatinya untuk ikut merasakan
cerita/dongeng yang dibawakan sehingga pesan yang disampaikan
akan tersampaikan kepada anak.
d. Bermain
Seperti halnya bermain dengan permainan, dongeng dengan
metode Storytelling juga adalah sebuah permainan. Mereka
berimajinasi layaknya tokoh yang diceritakan dalam
cerita/dongeng tersebut.
e. Alternatif pengobatan tanpa obat
Melakukan storytelling membawa suasana baru yang
menyenangkan sehingga dapat menjadi salah satu pilihan hiburan
pada anak sakit. Storytelling tidak hanya menjadi sarana
komunikasi yang baik antara perawat dan pasien anak tapi juga
dapat memberikan sugesti dan spirit sehinggan anak terdorong
untuk cepat sembuh.

C. Hal-hal yang perlu diperhatiakn dalam melakukan Storytelling


Hal-hal yang perlu diperhatiakn dalam melakukan Storytelling menurut
Asfandiyar (2007) adalah :
a. Mengenali tahapan usia anak
Dalam melakukan Storytelling sangat penting memahami gambaran
tingkat konsentrasi mereka. Seperti misalnya anak usia prasekolah
biasanya hanya bisa bertahan maksimal 15 menit, oleh karena itu
butuh awalan yang menarik sehingga dapat membuat mereka bertahan
sampai akhir cerita.
b. Memilih cerita yang baik
Cerita yang bertema kehidupan sehari-hari atau cerita sederhana
namun padat, cerita yang memiliki alur yang jelas, atau materi cerita
yang sesuai dengan tahap usia.

c. Mengundang imajinasi, inspirasi, dan kreativitas anak


Pemilihan cerita yang mengandung kelembutan, kedamaian, semangat
yang tinggi, mengandung nilai-nilai positif, dan nilai kreatif sangat
baik untuk perkembangan emosi anak.
BAB III

WAKTU DAN PELAKSANAAN

A. Waktu Dan Pelaksanaan


Kegiatan : Terapi Bermain Story Telling
Waktu : Sabtu, 09.00 s/d selesai
Tempat : Ruang Perawatan Umum (PU3) Rumah Sakit AN-NISA
B. Sesi Yang Digunakan
Untuk mengontrol tingkat kecemasan anak terhadap tindakan keperawatan
C. Peserta
Paisen anak diruang perawatan umum (PU3) Rumah Sakit AN-NISA
D. Metode Dan Media
a. Metode
Bermain dengan boneka dan mendengarkan cerita dongeng
b. Media
Boneka dan buku dongeng
E. Pengorganisasian
c. Tim Terapi
1) Leader : Ayu Sundari
2) CO Leader : Eka Noviana
3) Fasilitator : Dinny Ary Wahyuni, Meily Purnama Sari
4) Observer : Ajat Sudarjat, Atika Mutia, Erika Maharani
5) Moderator : Alya Ardiana Octariani
F. Penguraian Tugas
d. Leader :
Uraian Tugas :
1) Memimpin jalannya tugas terapi aktifitas kelompok
2) Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya
aktivitas terapi
3) Menyampaikan materi sesuai tujuan TAB
4) Memimpin aktivitas bermain dengan story telling
e. CO Leader :
Uraian tugas :
1) Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
2) Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
3) Membantu memimpin jalannya kegiatan
f. Fasilitator :
1) Memotivasi peserta dalam kegiatan bermain dengan media
story telling
2) Memotivasi kegiatan dalam ekspresi perasaan setelah
melakukan kegiatan
3) Mengatur kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan
4) Membimbing kelompok selama melakukan kegiatan
g. Observer :
1) Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format
yang telah tersedia)
2) Mengamati proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat, dan jalannya acara
3) Menjalankan aktivitas kelompok dari mulai persiapan,
proses, dan tugas kelompok
4) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua
anggota kelompok dengan evaluasi kelompok
h. Moderator :
1) Pembawa acara jalannya kegiatan
G. Setting Tempat
L : Leader L Co
Co : Co Leader
F PB PB F
F : Fasilitator
O PB PB O
M : Moderator
PB : Peserta Bermain M
O : Observasi
H. Setting Waktu

No Waktu Kegiatan Penyuluhan Kegiatan Peserta


1. 3 Menit Pembukaan :  Menjawab salam
 Memberi salam  Mendengarkan
 Memperkenalkan dan
diri memperhatikan
 Menjelaskan tujuan
pembelajaran
2. 10 Pelaksanaan :  Mengajarkan dan
Menit  Memperhatikan mendampingi anak
boneka dan buku untuk melakukan
 Menyampaikan kegiatan
Teknik bermain
dengan Bahasa
yang sederhana
agar anak mudah
memahami
3. 4 Menit Evaluasi :  Melihat hasil
 Melihat bermain
pemahaman peserta menggunakan
setelah dilakukan media boneka dan
Tindakan aktivitas buku
bermain
 Memberi masukan
 Menyimpulkan
hasil penyuluhan
4. 3 Menit Penutup :  Menjawab salam
 Mengucaokan
terimakasih dan
salam
I. Rencana Evaluasi Kegiatan
1. Evaluasi
a) Struktur
Rencana kegiatan dipersiapkan 3 hari sebelum kegiatan dan
informasi pada pengurus 2 hari.
b) Proses
Peserta yang hadir 100%
c) Tempat
Di Ruang Perawatan Umum (PU3) Rumah Sakit AN-NISA
2. Hasil
a) Setelah kelompok melakukan terapi bermain didapat hasil
kecemasan pada anak berkurang karena saat dilakukan
terapi bermain anak menyimak apa yang dilakukan
kelompok
b) Selain menurunkan kecemasan pada anak, orang tua pun
mendapatkan pengetahuan baru tentang mengetahui terapi
bermain menggunakan media boneka dan buku dongeng
terhadap menurunkan tingkat kecemasan pada anak.
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini:


Inisial Orangtua / Wali :
TTL Orangtua / Wali :
Inisial Anak :
TTL Anak :

Dengan ini sya beserta anak bersedia menjadi responden pada “Terapi Bermain
Story Telling Pada Anak Sebagai Dampak Hpspitalisasi di Ruang Perawatan
Umum (PU3) Rumah Sakit AN-NISA” Yang dilakukan Oleh:
Mahasiswa Universitas Yatsi Madani Program Studi Profe Ners
1. Ajat Sudarjat
2. Alya Ardiana Octariani
3. Atika Mutia
4. Ayu Sundari
5. Dinny Ary Wahyuni
6. Eka Noviana
7. Erika Maharani
8. Meily Purnama Sari
Demikian persetujuan ini saya buat dengan sesungguhnya an tidak ada paksaan
dari pihak manapun.

Tangerang, 24 Desember 2022

Peneliti Yang Membuat Pernyataan Responden

(Mahasiswa Yatsi) ( )
DAFTAR HADIR

Acara :Terapi Aktivitas Bermain


Hari dan Tanggan : Sabtu, 24 Desember 2022
Waktu : 09:00 WIB
Tempat : Ruang Perawatan Umum (PU3)

No Nama Ttd
LEMBAR OBSERVASI ANAK DI RUANG PERAWATAN UMUM (PU3)
RUMAH SAKIT AN-NISA
(Pre Test/ Sebelum Terapi Bermain Story Telling)

No. Responden :
Inisial :

No Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak

1. Anak saya merasa lebih gelisah dari biasanya

2. Anak saya merasa takut tanpa alasan yang jelas

3. Anak saya mudah marah, tersinggung, panik

4. Anak saya tidak dapat istirahat dengan tenang

5. Anak mengajak orangtuanya untuk pulang atau pergi

6. Anak menangis

7. Suara anak bergetar, tidak jelas, serta bibirnya


bergetar

8. Anak menepiskan tangan perawat yang


memegangnya
LEMBAR OBSERVASI ANAK DI RUANG PERAWATAN UMUM (PU3)
RUMAH SAKIT AN-NISA
(Pre Test/ Sesudah Terapi Bermain Story Telling)

No. Responden :
Inisial :

1. Apakah ibu puas dengan terapi bermain anak pada hari ini?
a. Sangat puas c. Cukup puas
b. Puas d. Tidak puas
2. Bagaimana penyampaian aturan terapi bermain anak yang telah
disampaika?
a. Sangat baik c. Cukup baik
b. Baik d. Kurang
3. Bagaimana terapi bermain yang telah dilakukan hari ini untuk anak anda?
a. Sangat menarik c. Cukup menarik
b. Menarik d. Tidak menarik
4. Apakah saat bertanya, jawaban yang diberikan petugas sudah jelas?
a. Sangat jelas c. Cukup jelas
b. Jelas d. Tidak jelas
5. Bagaimana sikap dari petugas selama acara terapi bermain berlangsung?
a. Sangat sopan c. Cukup sopan
b. Sopan d. Tidak sopan

Anda mungkin juga menyukai