Disusun Oleh:
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN
Mengetahui,
Menyetujui,
Oleh:
Ns. Ria Setia Sari, S.Kep.,M.Kep Ns. Elidia Dewi, S.Kep., M.Kep
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
proposal Terapi Aktivitas Bermain stase anak mengenai “Terapi Aktivitas Bermain
Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Dengan Penerapan Story Telling”.
Proposal ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam memenuhi tugas pada stase
anak, serta menerapkan dan mengembangkan teori-teori yang telah kami dapatkan
selama masa pembelajaran.
Kami telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapih dan
sistematis sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Kami menyadari bahwa
penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun
metodologi. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat
membangun laporan tulisan ini. Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dari
pembimbing dan berbagai pihak, sulit bagi kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Dalam kesempatan ini kami ucapkan terima kasih kepada:
kami
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu proses bagi anak untuk berada di
rumah sakit menjalani pengobatan dan perawatan sampai keadaan pulih
dan dapat dipulangkan kembali ke rumah (Hidayati et al., 2021). Selama
proses hospitalisasi, anak mengalami berbagai pengalaman perawatan
yang menyebabkan stres dan trauma. Kecemasan dan ketakutan
merupakan dampak dari hospitalisasi, rasa cemas saat menjalani
hospitalisasi yang dirasakan oleh anak disebabkan karena menghadapi
stresor yang ada di lingkungan rumah sakit yang asing dan tidak familier
(Aliyah & Rusmariana, 2021). Perasaan tersebut timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya,
serta rasa tidak nyaman karena merasakan sesuatu yang menyakitkan.
Diperkirakan lebih dari 5 juta anak di Amerika Serikat mengalami
hospitalisasi karena prosedur pembedahan dan lebih dari 50%dari jumlah
tersebut, anak mengalami kecemasan dan stress. Di Indonesia jumlah anak
dengan usia pra sekolah (3-6 tahun) berdasarkan data Survei Kesehatan
Nasional (SUSENAS) tahun 2014 jumlah anak usia pra sekolah di
Indonesia sebesar 20,72% dari jumlah total penduduk Indonesia.
Berdasarkan data tersebut diperkirakan 35 per 100 anak menjalani
hospitalisasi dan 45% diantaranya mengalami kecemasan (Pitriana, 2019).
Menurut Stuart dalam Sutrisno (2017), kecemasan yang terjadi
pada anak usia prasekolah yang menjalani hospitalisasi membuat anak
menjadi hiperaktif dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan serta
menimbulkan gangguan psikologi. Kecemasan pada anak yang menjalani
hospitalisasi juga dapat menyebabkan gangguan perkembangan dan
gangguan emosional jangka Panjang (Utami, 2014).
Terapi bermain merupakan sebuah terapi non farmakologis atau
disebut juga dengan terapi tanpa menggunakan obat seperti yang dikatakan
oleh Santrock dalam Fadlillah (2014), bermain memungkinkan anak
melepaskan energi fisik yang berlebihan dan membebaskan perasaan yang
terpendam, tujuannya agar anak menjadi senang dan menghibur sehingga
anak akan merasa nyaman dalam menjalani proses pembelajaran atau
proses pengobatan selama dirawat di rumah sakit.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Storytelling adalah salah
satu dari teknik terapi bermain yang sederhana yang dapat digunakan
untuk mengatasi kecemasan anak usia prasekolah yang menjalani
hospitalisasi. Storytelling merupakan metode yang tepat yang mampu
membuat anak-anak memahami situasi yang terjadi, mengenali dan
mengekspresikan emosinya dengan benar, dan meminimalkan dampak
negatif dari situasi yang dihadapi (Pradanita et al., 2019). Selain itu,
storytelling memungkinkan anak-anak untuk berpartisipasi, merefleksikan
emosi dan strategi yang diperlukan dalam mengembangkan solusi yang
berkelanjutan terhadap masalah yang dihadapi (Koivula et al., 2019).
Dari pernyataan diatas, telah mendasari kelompok kami untuk
membuat proposal tentang terapi bermain yang pada nantinya akan
diberikan apada anak usia 3 sampai 6 tahun. Berdasarkan latar belakang
diatas, maka kelompok tertarik melakukan terapi bermain dengan story
telling untuk mengurangi tingkat kecemasan pada anak dalam menghadapi
hospitalisasi di ruang perawatan umum Rumah Sakit AN-NISA.
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Mengetahui efektivitas terapi bermain dengan story telling
menggunakan media boneka terhadap tingkat kecemasan pada anak
yang sedang skait diruang rawat inap perawatan umum (PU3).
2. Mengurangi kecemasan hospitalisasi pada anak yang sedan sakit
diruang rawat inap perawatan umum (PU3) dengan melakukan
aktivitas bermain dengan story telling menggunakan media boneka.
b. Tujuan khusus
1. Menjadi pengetahuan yang baik untuk orang tua dalam
menghadapi kecemasan pada anak yang sedang sakit diruang rawat
inap perawatan umum (PU3)
2. Mampu menaplikasikan terapi bermain dengan story telling
menggunakan media boneka tehadap tingkat kecemasan pada anak
yang sedang sakit diruang rawat inap perawatan umum (PU3)
C. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai bahan atau masalah yang dapat diangkat
dalam terapi bermain bagi pasien, keluarga, masyarakat yang sesuai
dengan pembahasan.
2. Bagi Masyarakat
Dapat memberikna inspirasi terapi bermain kepada pasien, keluarga,
dan masyarakat, sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui
mengenai manfaat terapi bermain story telling.
3. Bagi Peneliti
Manfaat yang diperoleh adalah untuk memperdalam ilmu pengetahuan
tengtang salah satu cara untuk mengurangi tingkat kecemasan akibat
hospitalisasi dengan terapi bermain story telling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecemasan
A. Defisini Kecemasan
kecemasan adalah suatu perasaan yang berlebih terhadap kondisi
ketakutan, kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau
ketakutan terhadap ancaman nyata atau dirasakan atau kondisi dialami
secara subjektif dan dikomuikasikan dalam hubungan interpersonal
(Saputro, 2017) dalam Fitriana, 2020).
Hospital pada anak dapat menimbulkan kecemasan dan stress
dimana hal itu diakibatkan karena adanya perpisahan, kehilangan control,
ketakutan mengenai kesakitan pada tubuh, serta nyeri dimana kondisi
tersebut belum pernah dialami sebelumnya. Hospitalisasi juga akan
mengakibatkan terganggunya proses pengobatan (Setiawati & Sundari,
2019).
B. Tingkat kecemasan
Peplau dalam Stuart (2009) mengidentifikasi empat tingkat kecemasan dan
menggambarkan efek pada tiap individu sebagai berikut :
1. Kecemasan ringan
Cemas yang normal yang menjadi bagian kehidupan sehari-hari
dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan
lahan persepsinya. Cemas ini dapat memotivasi belajar dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2. Kecemasan sedang
Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun masih dapat melakukan
sesuatu yang lebih terarah.
3. Kecemasan berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Individu
cenderung untuk memusatkan pikiran pada sesuatu yang terinci
dan spesifik dan tidak dapat berfikir tentang hal lain sehingga
individu sulit untuk memecahkan masalahnya. semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Individu dengan
kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan perhatian pada sesesuatu hal yang lain.
4. Kecemasan sangat berat atau panik.
Tingkat panik dari suatu cemas berhubungan dengan terperangah,
ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang
yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun
dengan pengarahan. Panik menyebabkan aktivitas motorik
meningkat, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan
orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran
yang rasional. Tingkat cemas ini tidak sejalan dengan kehidupan,
dan jika berlangsung terus menerus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan berat bahkan memungkinkan terjadi kematian.
Menurut (adler & roman dalam gufron & risnawati, 2010) menyatakan
terdapat dua faktor yang menyebabkan kecemasan :
1 = gejala ringan
2 = gejala sedang
3 = gejala berat
1. Waktu bermain
Waktu yang di perlukan untuk terapi bermain pada anak yang di
rumah sakit adalah 15- 20 menit. Waktu tersebut dapat membuat
kedekatan antara orang tua dan anak serta tidak mengakibatkan anak
kelelahan akibat bermain.
2. Mainan Harus Aman
Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak
kecilperlu rasa nyaman dan yakin terhadap benda yang di kenalinya
dan tidak berbahaya bagi anak.
3. Sesuai Kelompok Usia
Perlu di jadwalkan dan di kelompokan sesuai dengan kebutuhan
bermain anak dan usianya. Padah rumah sakit yang ada tempat
bermain anak perlu di perhatikan dan di manfaatkan secara baik.
4. Tidak Bertentangan Dengan Terapi
Terapi bermian harus memperhatikan kondisi anak. Bila program
terapi bermain mengharuskan anak istirahat, maka aktivitas bermain
hendaknya di lakukan di tempat tidur. Apabila anak harus tirah baring,
harus di perhatikan permainan yang dilakukan di tempat tidur.
5. Perlu Keterlibatan Orang Tua
Keterlibatan orang tua dalam terapi adalah sangat penting, hal ini di
sebabkan karena orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak
walaupun sedang dirawat di rumah sakit.
B. Manfaat Storytelling
Dongeng dengan menggunakan metode storytelling menurut
Asfandiyar (2007) merupakan salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan aspek-aspek kognitif (pengetahun), afektif (perasaan),
sosial, dan aspek kognitif (penghayatan) pada anak-anak. Adapun
beberapa manfaat storytelling adalah :
a. Komunikasi yang menarik bagi anak-anak.
Storytelling merupakan komunikasi yang efektif bagi anak-anak
yang mempunyai daya imanjinasi dan daya kreatif yang sangat
tinggi karena Storytelling mengandung unsur-unsur imajinasi dan
kreativitas tinggi.
b. Melatih daya konsentrasi anak-anak
Ketika melakukan Storytelling, kita dapat melatih melatih
kemampuan anak untuk fokus dan memusatkan perhatian. Dalam
Storytelling anak mengaktifkan dan memusatkan seluruh indranya.
c. Metode belajar yang menyenangkan
Dalam metode Storytelling anak-anak menggunakan mata,
pendengaran, gerak, dan hatinya untuk ikut merasakan
cerita/dongeng yang dibawakan sehingga pesan yang disampaikan
akan tersampaikan kepada anak.
d. Bermain
Seperti halnya bermain dengan permainan, dongeng dengan
metode Storytelling juga adalah sebuah permainan. Mereka
berimajinasi layaknya tokoh yang diceritakan dalam
cerita/dongeng tersebut.
e. Alternatif pengobatan tanpa obat
Melakukan storytelling membawa suasana baru yang
menyenangkan sehingga dapat menjadi salah satu pilihan hiburan
pada anak sakit. Storytelling tidak hanya menjadi sarana
komunikasi yang baik antara perawat dan pasien anak tapi juga
dapat memberikan sugesti dan spirit sehinggan anak terdorong
untuk cepat sembuh.
Dengan ini sya beserta anak bersedia menjadi responden pada “Terapi Bermain
Story Telling Pada Anak Sebagai Dampak Hpspitalisasi di Ruang Perawatan
Umum (PU3) Rumah Sakit AN-NISA” Yang dilakukan Oleh:
Mahasiswa Universitas Yatsi Madani Program Studi Profe Ners
1. Ajat Sudarjat
2. Alya Ardiana Octariani
3. Atika Mutia
4. Ayu Sundari
5. Dinny Ary Wahyuni
6. Eka Noviana
7. Erika Maharani
8. Meily Purnama Sari
Demikian persetujuan ini saya buat dengan sesungguhnya an tidak ada paksaan
dari pihak manapun.
(Mahasiswa Yatsi) ( )
DAFTAR HADIR
No Nama Ttd
LEMBAR OBSERVASI ANAK DI RUANG PERAWATAN UMUM (PU3)
RUMAH SAKIT AN-NISA
(Pre Test/ Sebelum Terapi Bermain Story Telling)
No. Responden :
Inisial :
No Pertanyaan Jawaban
Ya Tidak
6. Anak menangis
No. Responden :
Inisial :
1. Apakah ibu puas dengan terapi bermain anak pada hari ini?
a. Sangat puas c. Cukup puas
b. Puas d. Tidak puas
2. Bagaimana penyampaian aturan terapi bermain anak yang telah
disampaika?
a. Sangat baik c. Cukup baik
b. Baik d. Kurang
3. Bagaimana terapi bermain yang telah dilakukan hari ini untuk anak anda?
a. Sangat menarik c. Cukup menarik
b. Menarik d. Tidak menarik
4. Apakah saat bertanya, jawaban yang diberikan petugas sudah jelas?
a. Sangat jelas c. Cukup jelas
b. Jelas d. Tidak jelas
5. Bagaimana sikap dari petugas selama acara terapi bermain berlangsung?
a. Sangat sopan c. Cukup sopan
b. Sopan d. Tidak sopan