Disusun Oleh:
KELOMPOK 7
Menyetujui,
Menyetujui,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Satuan Acara Penyuluhan terapi bermain ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “Terapi Bermain Congklak“ Satuan Acara Penyuluhan ini
berisikan tentang terapi bermain yang akan diberikan oleh kelompok kepada
anak usia sekolah di rumah sakit.
Diharapkan Satuan Acara Penyuluhan ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah
satunya terapi bermain congklak. Kami menyadari bahwa Satuan Acara
Penyuluhan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Satuan Acara Penyuluhan ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Kelompok 7
SATUAN ACARA PENYULUHAN
TERAPI BERMAIN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data yang didapat dari Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (2016), jumlah penduduk Indonesia
mencapai 258 juta jiwa, sepertiga diantaranya (32,24 %) adalah anak-anak.
Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kesehatan pada anak akan sangat
mempengaruhi angka kesehatan nasional. Angka kesakitan anak di
Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2014
yang dikutip dalam Profil Anak Indonesia (2015), yaitu sebesar 15,26 %.
Angka kesakitan anak di daerah perdesaan sebesar 15,75 %, sementara
angka kesakitan di daerah perkotaan sebesar 14,74 %. Melihat fenomena di
atas angka kesakitan pada anak sangat tinggi, sehingga berdampak pada
peningkatan jumlah anak yang dirawat di rumah sakit. Anak yang dirawat di
rumah sakit akan mengalami masalah terhadap perubahan lingkungan,
ketidaknyamanan selama berada di rumah sakit (hospitalisasi) yang dapat
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Hospitalisasi merupakan suatu keadaan krisis yang membuat anak
untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangan ke rumah. Anak sekolah yang sakit dan harus dirawat di rumah
sakit dapat mengalami pengalaman yang tidak menyenangkanpada anak
sekolah memunculkan berbagai respon terhadap pengalaman hospitalisasi.
Respon yang paling umum pada anak sekolah yang menjalani hospitalisasi
adalah kecemasan (Nurlaila, 2021).
Anak yang dirawat mengalami dampak hospitalisasi, salah satunya
anak usia sekolah dimana anak tersebut mengalami rasa cemas, takut
terhadap perawat, sering menangis, rewel, tidak mau makan, tidak mau
menggerakkan tangan yang terpasang infus, menolak untuk mobilisasi,
bahkan menolak untuk dilakukan tindakan keperawatan. Anak yang
mengalami kecemasan jika tidak dilakukan penanganan untuk mengatasi
rasa cemasnya, akan mengakibatkan perilaku tidak kooperatif. Salah
satunya anak akan melakukan penolakan terhadap tindakan perawatan dan
pengobatan yang diberikan. Perilaku penolakan tersebut dapat berpengaruh
terhadap lamanya hari rawat, memperberat kondisi anak, menghambat
tumbuh kembang anak, serta dapat menyebabkan kematian pada anak.
Melihat fenomena tersebut, maka pemberian terapi aktivitas bermain sangat
diperlukan untuk memfasilitasi perkembangan anak sekolah selama
mengalami hospitalisasi. Perawat merupakan salah satu pemberi pelayanan
yang terdekat dengan pasien, sehingga peran perawat sangat penting dalam
mengurangi masalah hospitalisasi (Riyenil, 2019).
Peran perawat dalam meminimalkan kecemasan pada anak sekolah
yang menjalani hospitalisasi sangat diperlukan agar anak berperilaku lebih
kooperatif, mudah beradaptasi dan tidak terjadi penurunan sistem imun lain.
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengurangi atau
menghilangkan kecemasan pada anak prasekolah berupa terapi
bermain.Terapi bermain merupakan terapi yang paling efektif untuk
menurunkan kecemasan pada anak prasekolah (Nurlaila, 2021).
Bermain di rumah sakit banyak manfaatnya, antara lain dapat
memberikan pengalihan dan menyebabkan relaksasi sehingga
menghilangkan ketakutan dan ketegangan, membantu anak merasa lebih
aman dilingkungan asing atau baru baginya, membantu mengurangi stres
akibat perpisahan dan perasaan rindu rumah, mengurangi stres akibat
tindakan keperawatan yang dilakukan dan sebagai alat ekspresi ide-ide dan
minat (Wong, 2019). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meminimalkan pengaruh hospitalisasi pada anak yaitu dengan melakukan
kegiatan bermain (Syarif, 2018). Bermain merupakan suatu tindakan yang
dilakukan secara sukarela untuk memperoleh kesenangan dan kepuasan.
Pada masa sekolah jenis permainan salah satunya adalah skill play, dimana
jenis permainan ini sering dipilih oleh anak, jenis permainan ini
menggunakan kemampuan motoriknya. Salah satu permainan skill play
adalah bermain congklal, permainan ini juga dapat dilakukan di atas tempat
tidur anak, sehingga tidak mengganggu dalam proses pemulihan kesehatan
anak (Riyenil, 2019).
Permainan tradisional yang dapat dilakukan di Rumah Sakit salah
satunya adalah congklak. Permainan tradisional yang bisa dimainkan oleh
anak usia dini ini memiliki fungsi dalam mengembangkan kemampuan dasar
anak dan menstimulasi kecerdasan majemuk. Kemampuan dasar yang
dapat berkembang melalui permainan congklak yaitu kecerdasan logika-
matematika (KLM), kecerdasan interpersonal (Kinter), kecerdasan
intrapersonal (Kintra) (Saputra & Ekawati, 2017). Menurut Nurlaila (2021)
permainan congklak bermanfaat sebagai Alat Permainan Edukatif (APE)
yang mempunyai nilai dan manfaat untuk meningkatkan kemampuan motorik
halus, dengan menggenggam biji congklak ditangannya dan memasukkan
ke dalam lobang, yang melibatkan gerakan-gerakan tubuh yang membuat
tubuh menjadi sehat dan otot- otot tubuh menjadi kencang. Penelitian Safitri
(2016) menyimpulkan bahwa bermain congklak dapat meningkatkan
kemampuan berhitung yang sangat signifikan. Melalui bermain congklak
anak dapat lebih mudah dan lebih paham dalam berhitung saat dilakukan
permainan anak juga menjadi lebih senang sehingga hal tersebut
mengurangi kecemasan saat anak menjalani hospitalisasi.
Berdasarkan latar belakang diatas, kelompok 7 tertarik melaksanakan
terapi bermain dengan media permainan congklak pada anak usia sekolah
(6-12 tahun) di Ruang Anak RSUD Ansari Saleh Banjarmasin. Permainan
congklak adalah permainan yang menggunakan tempat congklak/wadah
dan diisi dengan biji-bijian yang dimainkan oleh 2 orang ataupun lebih.
Congklak merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang
menggunakan papan kayu dengan lubang bulat yang berjumlah 14 hingga
16 lubang. Dari total jumlah lubang yang terdapat pada papan congklak, dua
di antaranya memiliki ukuran yang lebih besar dan terletak di ujung papan
(Riyenil, 2019).
B. Tujuan
1) Tujuan Umum
Anak diharapkan dapat kooperatif dan mengurangi kecemasan
pada anak selama di rawat di rumah sakit melalui permainan congklak.
2) Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
a. Mengembangkan kreativitas, dan konsentrasi
b. Mengekspresikan perasaannya selam menjalani perawat
c. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d. Beradaptasi dengan lingkungan
e. Mempererat hubungan antara perawat dan anak
f. Meningkatkan kemampuan berhitung anak
D. Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan berupa terapi bermain congklak pada anak usia
sekolah (6- 12 tahun) di ruang anak RSUD Ansari Saleh Banjarmasin.
E. Sasaran
Anak-anak usia sekolah (6-12 tahun) yang di rawat di ruang anak dengan
target 2 orang anak yang tidak ada penyakit komplikasi dan penyakit
menular.
H. Metode
Metode yang dilakukan adalah demonstrasi secara langsung yang
dilakukan oleh anak sesuai dengan instruksi yang diberikan.
I. Pengorganisasian
Pembimbing Akademik : Umi Hanik Fetriyah, S.Kep.,Ns.,M.Kep
Pembimbing Klinik : Handoko, S. Kep., Ns
Leader : Sinta Dewi Febriani, S.Kep
Co Leader : Novi Mahrita, S.Kep
Fasilitator : Irfani Fikri, S.Kep
Observer : Ivana Itasia Putri, S.Kep
J. Job Describtion
1. Leader
Bertangguang jawab terhadap terlaksananya terapi bermain, yaitu
membuka dan menutup kegiatan ini.
2. Co Leader
Menjelaskan pelaksanaan dan mendemonstrasikan aturan dan cara
bermain dalam terapi bermain
3. Fasilitator
a. Memfasilitasi anak untuk bermain
b. Membimbing anak bermain
c. Memperhatikan respon anak saat bermain
d. Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan temannya
4. Observer
a. Mengawasi jalannya permainan
b. Mencatat proses permainan disesuaikan dengan rencana
c. Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain
d. Menyusun laporan dan menilai hasil permainan dibantu Leader dan
fasilitator
K. Langkah Kegiatan Permainan
1. Persiapan
Klien membentuk persegi
2. Fase Orientasi
a) Leader membuka acara
b) Melakuakn perkenalan (terapis dank klien)
c) Leader menyampaikan tujuan terapi Bermain
d) Leader membuat validasi kontrak
e) Leader dibantu Co-Leader menjelaskan cara bermain congklak
3. Fase Kerja
Pelaksanaan terapi bermain congklak
a) Leader memimpin peserta dan terapis untuk bermain congklak
b) Leader memandu terapi bermain congklak bersama pasien
c) Mengobservasi terapi bermain pasien dan pasien lain
d) Leader menutup kegiatan terapi bermain
4. Fase Terminasi
a) Leader menanyakan perasaan peserta setelah mengikuti terapi
bermain
b) Leader menanmemberikan pujian kepada klien
c) Leader membuat kontrak untuk yang akan datang
d) Leader menutup acara
L. Setting Tempat
Terapi bermain ini dilakukan di Ruang Anak lantai 2 dengan setting
tempat sebagai berikut :
: Fasilitator
: Peserta
: Observer
: Co Leader
: Leader
M. Kriteria Evaluasi
1) Evaluasi Struktur
a Kesiapan media dan tempat
b Penyelenggaraan terapi bermain dilakukan di ruang anak.
Pengorganisasian penyelenggaraan penyuluhan dilakukan sebelum
terapi bermain dilaksanakan.
2) Proses Evaluasi
a Leader dapat memimpin jalannya permainan, dilakukan dengan tertib
danteratur
b Co.Leader dapat membantu tugas leader dengan baik
c Fasilitator dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam permainan
100% anak dapat mengikuti permainan secara aktif dari awal sampai
akhir
3) Evaluasi Hasil
a Peserta memahami permainan yang telah dimainkan
b Anak telah belajar mengembangkan hubungan sosial, komunikasi
dan belajar untuk sabar dan saling menghargai.
c Anak merasa terlepas dari ketegangan dan stress selama
hospitalisasi, anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada
permainannya (distraksi dan relaksasi), anak dapat berinteraksi
dengan anak lain dan perawat
d Target peserta 2 orang
Lampiran 1. MATERI KONSEP BERMAIN
TERAPI BERMAIN
A. Definisi Bermain
Permainan merupakan hal yang berbeda dengan belajar dan bekerja.
Suatu kegiatan bermain harus ada lima unsur di dalamnya antara lain:
Mempunyai tujuan yakni untuk mendapatkan kepuasan, Memilih dengan
bebas atas kehendak sendiri tidak ada yang menyuruh ataupun memaksa,
Menyenangkan dan dapat menikmati, Menghayal untuk mengembangkan
daya imajinatif dan kreativitas, Melakukan secara aktif dan standar
(Setyoningsih, 2019).
Bermain merupakan sarana anak untuk belajar mengenal lingkungan
dan merupakan kebutuhan yang paling penting dan mendasar bagi anak
khususnya untuk anak usia dini, melalui bermain anak dapat memenuhi
seluruh aspek kebutuhan perkembangan kognitif,afektif,social,emosi,motorik
dan bahasa. Bermain mempunyai nilai yang penting bagi perkembangan
fisik, kognitif, bahasa dan social anak, bermain juga bermanfaat untuk
memicu kreativitas, mencerdaskan otak, menanggulangi konflik, melatih
empati,mengasah panca indra, terapi dan melakukan penemuan (Pratiwi,
W.2017).
Bermain merupakan salah satu kegiatan yang menyenangkan bagi
anak. Banyak literature memastikan bahwa kegiatan bermain tidak hanya
bermanfaat positif bagi kesehatan mental tetapi juga sebagai media yang
efektif untuk belajar. Bermain merupakan salah satu media untuk melakukan
refleksi, pengenalan diri melalui proses pengalaman yang mendalam dengan
media permainan seperti rumah-rumahan, boneka, figur binatang, dan
lainnya (Suryadi, D. 2017).
B. Fungsi Bermain
Fungsi bermain terbagi menjadi Menurut Setyoningsih (2019) adalah:
1. Fungsi kognitif permainan yang membantu perkembangan kognitif anak.
Dengan melalui permainan ini anak akan lebih mudah mejelajah
lingkungannya serta mempelajari objek- objek yang ada disekitarnya dan
belajar memecahkan masalah yang dihadapinya. Piget (1962) percaya
bahwa stuktur kognitif anak juga perlu untuk dilatih, dan permainan
merupakan seting yang sempurna bagi latihan ini, melalui permainan
anak- anak mungkin akan mengembangkan kompetensi- kompetensi
dan ketrampilan- ketrampilan yang diperlukannya dengan cara
yangmenyenangkan.
2. Fungsi sosial permaianan yakni permainan dapat meningkatkan
perkembangan sosial anak, khususnya dalam permainan fantasi dengan
memerankan suatu peran. Anak belajar memahami oranglain dan peran
yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi
orangdewasa.
3. Fungsi emosi permainan memungkinkan anak memecahkan sebagian
dari emosionalnya, belajar mengatasi kegelisahan dan konflik batin.
Karena permainan memungkinkan anak melepaskan energi fisik yang
berlebihan dan membebaskan perasaan- perasaan yangterpendam.
C. Tujuan Bermain
Tujuan bermain menurut Al-Ihsan, dkk (2018) adalah :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada
saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Walaupun demikian, selam anak dirawat di rumah
sakit, kegiatan sitimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus
tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan
dirawat dirumah sakit.
E. Macam-Macam Bermain
1. Bermain Aktif
Definisi: kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan pada
anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Atau kegiatan yang
melibatkan banyak aktivitas tubuh atau gerakan-gerakan tubuh (julia,
2016).
a. Macam-macam Kegiatan Bermain Aktif.
1) Bermain Bebas dan Spontan.
a) Dilakukan dimana saja, dengan cara apa saja dan
berdasarkaan apa yang ingin dilakukan.
b) Tidak ada peraturan.
c) Bila menemukan hal yang baru/menantang
d) Usia 3 bulan s.d 2 tahun
e) Manfaat: melatih respon panca indera, koordinasi sensori
motorik, melatih kemandirian, memperoleh pengetahuan
baru (mis. Hubungan sebab akibat)
2) Bermain Konstruktif
a) Kegiatan yang menggunakan berbagai benda yang ada
untuk menciptakan suatu hasil karya.
b) Manfaat: mengembangkan kreativitas, melatih motorik
halus, melatih konsentrasi, ketekunan, daya tahan. Kalau
berhasil --> rasa puas, penghargaan sosial yg memotivasi
c) contoh: origami, stacko, menggambar, playdough,
menggunting & menempel, puzzle dll.
3) Bermain Khayal/Bermain Peran
a) Anak memberikan atribut tertentu terhadap benda, situasi
dan anak memerankan tokoh yang ia pilih.
b) Melibatkan penggunaan bahasa.
c) Usia 2 s.d 7 atau 8 tahun.
d) Bersifat produktif/kreatif (memasukkan unsur-unsur baru
terhadap situasi yang biasa diamati anak sehari-hari) atau
reproduktif (pengulangan dari situasi yang diamati anak
sehari-hari)
e) Anak melakukan impersonalisasi
f) Manfaat: membantu adaptasi, belajar aturan-aturan dan
peran tokoh tertentu, belajar problem solving dari sudut
pandang tokoh yang diperankan (pemahaman sosial),
perkembangan bahasa.
4) Mengumpulkan Benda/Koleksi
a) inisiatif dan minat anak.
b) Usia 3 tahun ke atas.
c) Koleksi berdasarkan kesukaan -> bertukar koleksi ->
mengatur koleksi secara sistematik
d) Muncul perasaan puas dan bangga
e) Manfaat: Adaptasi (belajar berbagi, bekerjasama dengan
teman, bersikap jujur, berkompetisi)
5) Eksplorasi
a) Bayi = bermain bebas dan spontan.
b) Anak lebih besar, eksplorasi dilakukan secara terencana.
c) Diarahkan dan dibimbing orang dewasa. Contoh:
berkemah, karyawisata
d) Manfaat: menambah pengetahuan, mendorong anak untuk
mencari tahu hal-hal baru, mendukung kepribadian positif
(inisiatif, bersikap tenang dalam menghadapi masalah,
sportif, percaya diri), alat bantu untuk bersosialisasi dan
adaptasi.
6) Games dan Olahraga
a) Adanya aturan dan persyaratan yang disetujui bersama.
b) Olahraga = kontes fisik. Games = kontes fisik atau kontes
mental.
Contoh games anak-anak:
games bayi sampai usia 1 tahun; cilukba, petak umpet,
pantun
games individual, usia 4 atau 5 tahun, berkompetisi
dengan diri sendiri; melompati halang rintang,
melompat dengan satu kaki, memantulkan bola, meniti
games bersama teman, biasanya diarahkan oleh anak
yang lebih besar; petak umpet, pencuri dan polisi,
lompat tali, kejar-kejaran
games beregu, usia 8-10 tahun, aturan dan kompetisi
yang lebih tinggi; bola basket, sepak bola
games indoor; main kartu, puzzle, monopoli
c) Manfaat: agen sosialisasi (bekerjasama, leadership,
followership), menilai keterampilan dan kemampuan diri
sendiri dengan membandingkannya dengan teman sebaya.
7) Musik
a) Bernyanyi, bermain alat musik, melakukan gerakan atau
tarian diiringi musik
b) Manfaat: ekspresi diri, sosialisasi, memupuk rasa percaya
diri, kreativitas.
2. Bermain Pasif
Definisi: kegiatan dimana anak memperoleh kesenangan bukan
berdasar kegiatan yang dilakukannya sendiri(Julia, 2016).
a. Lebih digemari anak usia remaja
b. Sebagai hiburan
c. Sebagai pelengkap bermain aktif
Manfaat bermain pasif:
1) Sumber pengetahuan
2) Menambah perbendaharaan kata dan paham penggunaannya
dalam berkomunikasi
3) Melakukan identifikasi dengan tokoh cerita sehingga anak memiliki
pemahaman sosial untuk beradaptasi dalam kehidupan
bermasyarakat
4) Membantu anak menangani masalah emosional dari pengalaman
tokoh cerita
5) Hiburan merupakan penyaluran kebutuhan dan keinginan anak
yang tidak mungkin diwujudkan dalam kehidupan nyata
6) Anak belajar mematuhi aturan-aturan dan harapan masyarakat dari
tokoh cerita
7) Menunjang perkembangan intelektual anak
8) Dapat menjadi ilham dan motivasi anak untuk berkreasi
9) Mencontoh dan membantu perkembangan kepribadian yang sehat
dari tokoh cerita.
Kegiatan bermain pasif: membaca, melihat komik, menonton film,
mendengarkan radio, mendengarkan musik.
3. Menurut Usia (tahap perkembangan)
a. Bayi usia 0 – 3 bulan
1) Interaksi sosial yang menyenangkan antara bayi dengan orang tua
atau orang dewasa disekitarnya, misal : mainan gantung dengan
warna cerah dan bunyi yang menarik
2) Ajak bayi berbicara, berikan kesempaatan untuk mendengar
pembicaraan, nyanyian dan musik
b. Bayi usia 4-6 bulan
1) Stimulus penglihatan : nonton TV, bercermin
2) Stimulus pendengaran : memanggil nama
3) Stimulus taktil: berikan mainan yang dapat digenggam, bermain
sambil mandi
c. Bayi usia 7-9 bulan
1) Stimulus penglihatan : memainkan kaca dan membiarkan anak
bermain dengan kaca serta berbicara sendiri
2) Stimulus pendengaran : memanggil nama anak, mengulangi kata-
kata yang diucapkan seperti mama, papa
3) Stimulus taktil : membiarkan anak bermain pada air mengalir
4) Kinetik: melatih anak untuk berdiri, merangkak.
d. Umur 10-12 bln
1) Stimulus penglihatan: memperlihatkan gambar terang dalam buku.
2) Stimulus pendengaran: membunyikan suara binatang tiruang,
menunjukkan tubuh dan menyebutnya.
3) Stimulus taktil: membiarkan anak merasakan dingin dan hangat,
membiarkan anak merasakan angin.
4) Kinetik: memberikan anak mainan besar yang dapat ditarik atau
didorong, seperti sepeda atau kereta.
e. Anak usia Toddler (> 1-3 tahun)
1) Banyak bergerak, mulai mengembangkan diri untuk otonomi, rasa
ingin tahu yang besar
2) Solitary play atau parallel play
3) Jenis mainan : sepeda, alat memasak, boneka, buku gambar
f. Anak usia pra sekolah (3-6 tahun)
1) Associative play, dramatic play, skill play
2) Sudah dapat bermain kelompok
3) Jenis mainan : mobil-mobilan, berenang, puzzle, balok dan
congklak
g. Anak usia sekolah (6-12 tahun)
1) Bermain dalam kelompok dengan jenis kelamin yang sama,
belajar independen, kooperatif, bersaing, menerima orang lain
2) Cooperative play
3) Jenis mainan : mobil-mobilan, alat memasak, olahraga bersama,
alat gambar, pekerjaan tangan, mengumpulkan perangko
Al-Ihsan, M., Santi, E., & Setyowati, A. (2018). Terapi Bermain Origami terhadap
Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) yang Menjalani
Hospitalisasi. Dunia Keperawatan: Jurnal Keperawatan dan Kesehatan,
6(1), 63-70.
Ayuda Nia Agustina, Mesia Christina Happy, Nesri Aulina. (2019). Meningkatkan
Kooperatif Anak Melalui Permainan Congklak Jurnal Ilmiah Keperawatan
Orthopedi(JIKO). Akademi Keperawatan Fatmawati, Jakarta Selatan
Purwandari, H., Mulyono W. A., & Sucipto U. (2010). Terapi bermain untuk
menurunkan kecemasan perpisahan pada anak prasekolah yang
mengalami hospitalisasi. Jurnal Keperawatan Profesional Indonesia, 1(2)
52-59.
Suryadi, D. (2017). Studi Awal Identifikasi Efek Terapi Bermain dengan Lego®.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, 1(1), 240-247.
(………………………………)
Lampiran 3. Absensi Kehadiran Panitia
(.............................................)