Disusun Oleh:
Oktaviana Wahidin
1204620002
DAFTAR ISI 1
PENELITIAN KUANTITATIF 3
A. Latar Belakang Masalah 3
B. Identifikasi Masalah 4
C. Batasan Masalah 5
D. Rumusan Masalah 5
E. Hipotesis Penelitian 6
F. Metodologi Penelitian 6
1. Tujuan Penelitian 6
2. Tempat dan Waktu Penelitian 6
3. Populasi 6
4. Sampel 7
5. Variabel 7
6. Teknik Pengumpulan Data 7
7. Instrumen Penelitian 8
8. Validitas 10
9. Reliabilitas 11
10. Teknik Analisis Data 11
PENELITIAN KUALITATIF 12
BAB I 12
PENDAHULUAN 12
A. Latar Belakang Masalah 12
B. Fokus dan Subfokus Penelitian 14
C. Perumusan Masalah 14
D. Manfaat Penelitian 14
BAB II 16
KAJIAN TEORI 16
A. Tinjauan Pustaka 16
1. Variasi Bahasa 16
2. Register 19
2
3. Kategori Leksikal 20
4. Leksem, Kata, dan Leksikon 23
5. Makna 24
6. Analisis Komponen Makna 25
7. Beauté 26
B. Penelitian Relevan 27
C. Kerangka Berpikir 28
BAB III 30
METODOLOGI PENELITIAN 30
A. Tujuan Penelitian 30
B. Lingkup Penelitian 30
C. Waktu dan Tempat Penelitian 30
D. Prosedur Penelitian 30
E. Subjek dan Objek Penelitian 31
F. Data dan Sumber Data 31
G. Metode dan Teknik Pengumpulan Data 31
H. Metode dan Teknik Analisis Data 32
I. Kriteria Analisis Data 34
DAFTAR PUSTAKA 35
3
PENELITIAN KUANTITATIF
Bahasa asing sebagai salah satu alat komuniasi dapat digunakan dalam bidang
pariwisata, teknologi, hingga pendidikan. Di era globalisasi ini membuat banyaknya
bahasa asing yang masuk di Indonesia, salah satunya adalah bahasa Prancis. Pada
bidang pendidikan, bahasa Prancis sudah banyak dipelajari oleh semua kalangan,
mulai dari masyarakat umum yang mempelajari melalui kursus, siswa/I Sekolah
Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mempelajari
di sekolah hingga mahasiswa/I yang mempelajari di universitas dan program studi
yang diampu nya. Salah satu universitas yang mempelajari bahasa Prancis adalah
Universitas Negeri Jakarta dengan Program Studi S1 Pendidikan Bahasa Prancis.
4
yang menyatakan bahwa terdapat 4 keterampilan bahasa dalam pengajaran bahasa
asing seperti la compréhension de l’orale (keterampilan menyimak), compréhension
des écrites (keterampilan membaca), production orale (keterampilan berbicara) dan
production écrite (keterampilan menulis) di dalam mempelajari bahasa Prancis.
Salah satu tujuan mempelajari bahasa Prancis yaitu agar mahasiswa/I mampu
mengembangkan keterampilan membaca teks bahasa prancis yang dianggap sebagai
salah satu keterampilan yang sulit diterapkan. Dengan demikian, jika ingin berhasil
dalam meningkatkan keterampilan membaca, mahasiswa tentu saja memiliki sikap
atau tanggapan yang berbeda-beda dalam menghadapi proses pembelajarannya dan
sikap ini yang akan menentukan keberhasilan belajar.
B. Identifikasi Masalah
5
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan
permasalah dari topik penelitian ini, yaitu:
1. Bahasa sebagai alat komunikasi
2. Terdapat 4 keterampilan dalam belajar bahasa Prancis
3. Pembelajaran bahasa prancis pada mahasiswa semester I Program Studi
Pendidikan Bahasa Prancis Universitas Negeri Jakarta
4. Keterampilan membaca merupakan salah satu keterampilan yang sulit
dipelajari
5. Sikap mahasiswa terhadap hasil belajar mata kuliah keterampilan
membaca (Réception Écrite)
6. Pengalaman belajar mahasiswa mempengaruhi sikap mahasiswa
7. Sikap mahasiswa mempengaruhi hasil belajar mata kuliah keterampilan
membaca (Réception Écrite)
8. Mahasiswa memiliki sikap positif yang akan menghubungkannya dengan
hasil belajar mata kuliah keterampilan membaca (Réception Écrite)
9. Mahasiswa memiliki sikap negatif yang akan menghubungkannya dengan
hasil belajar mata kuliah keterampilan membaca (Réception Écrite)
10. Hubungan sikap mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa
Prancis Universitas Negeri Jakarta dengan hasil belajar nya pada mata
kuliah keterampilan membaca (Réception Écrite)
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas maka permasalahan yang dapat
dirumuskan adalah:
1. Bagaimana sikap mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa
Prancis Universitas Negeri Jakarta dalam belajar mata kuliah keterampilan
membaca (Réception Écrite)?
2. Bagaimana hasil belajar mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan
Bahasa Prancis Universitas Negeri Jakarta dalam mata kuliah keterampilan
membaca (Réception Écrite)?
6
3. Adakah korelasi sikap mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa
Prancis Universitas Negeri Jakarta dengan hasil belajar pada mata kuliah
keterampilan membaca (Réception Écrite)?
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap hasil permasalahan dalam
penelitian. Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka hipotesis yang diberikan akan dirumuskan seperti berikut:
Ha : Ada korelasi yang signifikan antara sikap mahasiswa semester I Program Studi
Ho : Tidak ada korelasi yang signifikan antara sikap mahasiswa semester I Program
Studi Pendidikan Bahasa Prancis dengan hasil belajar mata kuliah keterampilan
F. Metodologi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan sikap
mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis Universitas
Negeri Jakarta dengan hasil belajar mata kuliah keterampilan membaca (Réception
Écrite). Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui seperti apa
korelasi antara sikap mahasiswa semester I dengan hasil belajarnya.
Penelitian ini juga bertujuan agar mahasiswa atau dosen dapat mengkoreksi
penempatan diri masing-masing dalam memberikan penilaian terhadap sikap
mahasiswa dan juga dapat bekerja sama dalam menciptakan pengalaman yang baik
agar memberikan hasil belajar yang baik pula sesuai dengan tujuan pembelajaran
keterampilan membacara bahasa Prancis.
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Negeri Jakarta khususnya Program
Studi Pendidikan Bahasa Prancis dan waktu pelaksanaan penelitian ini selama 6
bulan atau satu semester, dari Januari sampai Juni 2023.
3. Populasi
7
Menurut Sandu Siyoto (2015:63) populasi adalah merupakan wilayah
generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program
studi pendidikan bahasa prancis semester I angkatan 2022 sebanyak 56 mahasiswa.
4. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil
menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya (Sandu Siyoto,
2015:64) Sampel dari penelitian ini berjumlah 12 mahasiswa semester I dan
penarikan sampel penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yang
dilakukan secara acak, tanpa memperhatikan strata yang terdapat dalam populasi.
5. Variabel
Variabel penelitian secara sederhana dapat diartikan ciri dari individu, objek,
gejala, peristiwa, yang dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif (Danuri,
2019:23). Variabel dalam penelitian ini berjumlah 2 yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Sikap mahasiswa semester I Program Studi Pendidikan Bahasa
Prancis Universitas Negeri Jakarta sebagai variabel bebas dan Hasil belajar mata
kuliah keterampilan membaca (Réception Écrite) sebagai variabel terikat. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut:
X Y
Keterangan:
5 = Sangat Setuju
4 = Setuju
3 = Kurang Setuju
2 = Tidak Setuju
9
1 = Sangat Tidak Setuju
Angket ini berupa angket digital berupa G-Form sehingga responden hanya
perlu mengisi melalui perangkat atau device nya dan langsung menandai jawaban
yang telah diberikan.
Gambar 3.2
Operasional Variabel Sikap Mahasiswa Semester I
Nomor butir
Variabel Sub Variabel Indikator Jumlah
soal
1. a. Berminat dalam 1,2,3 3
belajar
b. Mudah 4,5 2
Sikap terhadap mendapatkan
materi pelajaran motivasi
c. Mudah 6,7 2
menyerap materi
pelajaran
2. a. Sikap positif 8,9,10,11 4
terhadap
Sikap guru/pengajar
Sikap terhadap
mahasiswa b. Sikap negatif 12,13 2
guru/pengajar
semester 1 mempengaruhi
terhadap mata daya serap
kuliah materi
keterampilan 3. a. Suasana 14,15 2
membaca pembelajaran
Sikap terhadap
b. Strategi 16 1
proses
c. Metodologi 17,18,19 3
pembelajaran
d. Teknik 20,21 2
pembelajaran
4. Sikap berkaitan a. Lingkungan 22,23 2
dengan nilai atau masyarakat
norma yang b. 24,25 2
berhubungan Lingkungan
dengan suatu kampus
materi pelajaran
Jumlah butir soal 25
10
8. Validitas
Alat ukur atau instrumen yang akan disusun tentu saja harus memiliki
validitas. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka instrumen
penelitian harus terlebih dahulu diuji validitasnya (Danuri, 2019:214). Validitas
berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukam fungsi ukurannya (Azwar 1986).
Dalam penelitian ini instrumen yang akan diuji adalah kuesioner. Uji validitas
bertujuan memastikan apakah item instrumen (kuesioner) secara tepat dapat
mengukur setiap variabel penelitian. Kuesioner merupakan alat ukur yang harus
tepat menjelaskan maksud masing-masing variabel.
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
∑xy = jumlah perkalian x dan y
X2 = kuadrat dari x
Y2 = kuadrat dari y
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi
∑X = jumlah skor butir
∑Y = jumlah skor total
N = jumlah sampel
11
9. Reliabilitas
Menurut Danuri (2019:91) Reliabilitas merupakan penerjemahan dari kata
reliability yang mempunyai asal kata rely yang artinya percaya dan reliabel yang
artinya dapat dipercaya. Keterpercayaan berhubungan dengan ketepatan dan
konsistensi.
Reliabilitas tes pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus alpha,
Arikunto (2013:122) yaitu sebagai berikut.
Rumus varians
12
beberapa variabel sekaligus. Selisih nilai tengah ataupun nilai koefisien
(correlation coeficient) yang dihasilkan kemudian diuji secara statistik.
PENELITIAN KUALITATIF
Bahasa adalah salah satu alat untuk berkomunikasi antar manusia untuk
meyampaikan pesan, pendapat atau gagasannya. Pada manusia, bahasa merupakan
suatu sistem simbol untuk berkomunikasi dengan orang lain, meliputi daya cipta dan
sistem aturan (Nurbiana, 2015:1.3). Dalam berbahasa akan memunginkan individu
untuk dapat hidup bersama dengan orang lain, membantu memecahkan masalah, dan
memposisikan diri sebagai makhluk yang berbudaya.
13
Dalam bahasa ada istilah variasi bahasa. Variasi bahasa dari segi pemakainya
merupakan keberagaman bahasa yang dilihat dari segi pemakai bahasa, misalnya
bahasa yang digunakan oleh kelompok pekerjaan atau kelompok masyarakat (Agus
Budi & dkk, 2017:18). Variasi bahasa yang sesuai dengan pemakaiannya,
penggunaannya, atau fungsinya disebut dengan instilah register.
Register adalah suatu bentuk variasi atau ragam bahasa yang penggunaannya
disebabkan oleh perbedaan bidang yang juga merupakan suatu hasil dari penggunaan
kosakata yang khusus berkaitan dengan jenis bidang keilmuan atau pekerjaan dalam
sekelompok masyarakat sosial. Menurut Abdul Chaer (2004: 90), menyatakan bahwa
register yaitu pemakaian bahasa yang digunakan untuk keperluan atau bidang tertentu.
Bidang yang dimaksud dapat berupa bidang jurnalistik, militer, dan ilmiah. Masing-
masing bidang tersebut akan menampakkan ciri utama penggunaan kosakatanya.
Pada dasarnya setiap bidang keilmuan memiliki istilah khusus yang sesuai
atau berhubungan dengan bidang keilmuan itu sendiri yang dimana maka akan
menghasilkan sebuah variasi bahasa. Sebagai contoh pada bidang ekonomi terdapat
istilah laba, untung, bunga, devisa, valuta asing, dll. Begitu juga pada bidang
kecantikan yang pada masa ini sangat populer dikalangan remaja wanita namun tidak
hanya itu bidang kecantikan juga menjadi salah satu bidang keilmuan atau pekerjaan.
Berdasarkan hal ini maka lahirlah istilah khusus didalam penggunaan bahasa nya.
Istilah ini dapat mencakup produk, alat, teknik pemakaian, dan proses pemakaian.
14
menentukan jika ada atau tidaknya perbedaan makna. Makna konteksual adalah
makna yang digunakan dalam konteks kalimat. Dengan adanya konteks kalimat dapat
menunjukkan bahwa sebuah istilah yang sama dapat memiliki makna yang berbeda
dari konteks kalimat yang lain (Chaer, 2007: 119). Pada bidang kecantikan terdapat
beberapa istilah yang sama dengan istilah pada bidang lain, namun istilah pada bidang
yang berbeda tersebut dapat memiliki makna yang berbeda pula.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan fokus dan subfokus di atas, maka masalah yang dapat
dirumuskan adalah:
D. Manfaat Penelitian
Dengan hasil yang akan dicapai, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi mahasiswa, pengajar bahasa prancis, lembaga sekolah
menengah kejuruan, serta lembaga perguruan tinggi yang bersangkutan dengan
perkembangan pembelajaran linguistik. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
15
1. Secara Praktis
b. Bagi Satuan Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk memberikan
pengalaman yang baik dalam pembelajaran linguistik atau FOS bidang tata
rias atau kecantikan.
c. Bagi Dosen
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan untu menambah
wawasan bagi para pengajar bahasa prancis dalam menyelenggarakan kegiatan
belajar dan mengajar. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan alat
evaluasi dan bahan pertimbangan bagi pengajar bahasa prancis untuk
menambah pengalaman proses pembelajaran linguistik atau FOS.
d. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan menunjukan dan memberikan masukan bagi
mahasiswa sebagai bahan acuan ketika kelak akan menjadi pengajar bahasa
prancis agar dapat mengimplementasikan pengalaman belajar linguistic atau
FOS bidang tata rias atau kecantikan.
2. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan untuk memberikan penjelasan yang luas
mengenai leksikon-leksikon khusus bahasa prancis bidang kecantikan atau
yang disebut register atau variasi bahasa prancis bidang kecantikan.
b. Penelitian ini sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pengembangan bidang
keilmuan yaitu bidang kecantikan.
BAB II
16
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Variasi Bahasa
Dalam sosiolinguistik terdapat variasi bahasa, wujud variasi bahasa
salah satunya dapat dilihat dari segi pemakai bahasa. Variasi bahasa dari segi
pemakainya merupakan keberagaman bahasa yang dilihat dari segi pemakai
bahasa, misalnya bahasa yang digunakan oleh kelompok pekerjaan atau
kelompok masyarakat (Agus Budi & dkk, 2017:18). Terjadinya keragaman
dan kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang
tidak homogen, tetapi juga karena kegiatan interaksi sosial yang mereka
lakukan sangat beragam (Chaer & Agustina, 2004:61). Dengan demikian,
variasi bahasa ada karena banyaknya sekelompok pekerjaan dan masyarakat
yang menggunakan bahasa dalam bidang atau keperluannya. Lebih lanjut
Abdul Chaer (2004: 62-72) menjelaskan variasi bahasa berdasarkan
penggunaannya, sebagai berikut:
a. Variasi dari Segi Penutur
Variasi bahasa dari segi penuturnya terbagi dalam 4 variasi yaitu,
idiolek, dialek, kronolek, dan sosiolek. Masing-masing memiliki latar
belakang kelompok penutur yang berbeda. Perbedaan tersebut yang
membuat penutur mudah dikenali sekaligus menjadi identitas atau ciri-ciri
seorang atau sekelompok penutur.
Variasi bahasa pertama menurut penuturnya disebut idiolek yakni
variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Variasi idiolek ini berkenaan
dengan “warna” suara, piliha kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan
sebagainya. Namun yang pling dominan adalah “warna” suara yang
membuat kita cukup akrab dengan seseorang, hanya dengan mendengar
suaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalnya.
Variasi bahasa kedua berdasarkan penuturnya adalah dialek, yakni
variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang
berada pada satu tempat, wilayah, atau area tertentu. Para penutur dalam
suatu dialek, meskipun mereka mempunyai idiolek nya masing-masing,
memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu
dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain. Misalnya, bahasa
17
jawa dialek Banyumas mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan
ciri yang dimiliki bahasa jawa dialek Pekalongan, Semarang, atau
Surabaya.
Variasi bahasa ketiga berdasarkan penutur adalah kronolek atau dialek
temporal, yakni variasi bahasa yang digunakan oleh kelompok sosial pada
masa tertentu. Pada masing-masing zaman perubahan bahasa terdapat
perbedaan baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis.
Variasi bahasa yang keempat berdasarkan penutur adalah sosiolek atau
dialek sosial, yakni variasi bahasa yang berkenaan dengan status,
golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Variasi ini menyangkut semua
masalah pribadi penuturnya, seperti usia, pendidikan, pekerjaan, tingkat
kebangsawanan, keadaan sosial ekonomi, dan sebagainya.
b. Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan penggunaannya, pemakaiannya, atau
fungsinya disebut fungsiolek, ragam, atau register. Variasi ini biasanya
dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat
keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang
penggunaan ini adalah bahasa itu digunakan untuk keperluan bidang apa.
Misalnya, bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran,
perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuan.
Pada setiap bidang keilmuan akan muncul sejumlah istilah-istilah
khusus sebagai variasi bahasa pada bidang keilmuan tertentu. Sebagai
contoh, sejumlah istilah-istilah khusus yang digunakan di bidang
kecantikan mungkin tidak akan dijumpai pada bidang keilmuan yang lain.
Apabila terdapat kesamaan istilah besar kemungkinan maknanya akan
berbeda. Hal tersebut dapat terjadi karena disesuaikan pada konteks
masing-masing bidang keilmuan yang berbeda.
c. Variasi dari Segi Keformalan
Abdul Chaer (2004: 70-71) membagi variasi bahasa dari segi
keformalan menjadi lima, yaitu:
1) Ragam Beku (frozen)
Ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang
digunakan dalam situasi-situasi khidmat, atau upacara-upacara resmi.
Disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan
18
secara baik dan tidak dapat diubah. Sebagai contoh ketika pembawa
acara peringatan hari besar Indonesia menggunakan bahasa resmi dan
baku. Akan berbeda dengan pembawa acara untuk hari ulang tahun
anak kecil, ia akan menggunakan bahasa yang lebih santai.
2) Ragam Resmi atau Formal
Pola dan kaidah ragam resmi sudah ditetapkan secara mantap
sebagai suatu standar. Ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan
ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi
resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi. Contoh ragam ini
dapat digunakan dalam pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-
menyurat dinas, ceramah keagamaan, dan sebagainya.
3) Ragam Usaha atau Ragam Konsultatif
Variasi ini adalah variasi bahasa yang lazim digunakan dalama
pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat atau pembicaraan yang
beorientasi kepada hasil atau produksi. Jadi dapat dikatakan ragam
usaha karena ragam bahasa ini yang paling operasional. Wujud ragam
usaha ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau
ragam santai.
4) Ragam Santai atau Ragam Kasual
Variasi bahasa ini digunakan dalam situasi tidak resmi untuk
berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu
beristirahat, berolahraga, berekreasi, dan sebagainya. Kosakata
banyak dipenuhi unsur leksikal dialek dan unsur bahasa daerah.
5) Ragam Akrab atau Ragam Intim
Variasi bahasa ini biasa digunakan oleh para penutur yang
hubungannya sudah akrab, seperti anggota keluarga, atau antar teman
yang sudah akrab. Ragam ini ditandai dengan penggunaan bahasa
yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan dengan artikulasi yang
seringkali tidak jelas.
d. Variasi dari Segi Sarana
Abdul Chaer (2004: 72) variasi bahasa dapat pula dilihat dari segi
sarana atau jalur yang digunakan. Dalam hal ini dapat disebut adanya
ragam lisan dan ragam tulis, atau juga ragam dalam berbahasa dengan
menggunakan sarana atau alat tertentu, misalnya dalam bertelepon dan
19
bertelegraf. Adanya ragam bahasa lisan dan bahasa tulis didasarkan pada
kenyataan bahwa bahasa lisan dan bahasa tulis memiliki wujud struktur
yang tidak sama.
2. Register
Register adalah salah satu cabang ilmu sosilonguistik yang muncul
pada setiap kelompok masyarakat khusus yang memiliki tujuan, keperluan dan
penggunaan bahasa yang sama dalam berkomunikasi satu sama lain.
Abdul Chaer (2004: 90), menyatakan bahwa register yaitu pemakaian
bahasa yang digunakan untuk keperluan atau bidang tertentu. Bidang yang
dimaksud dapat berupa bidang jurnalistik, militer, dan ilmiah. Masing-masing
bidang tersebut akan menampakkan ciri utama penggunaan kosakatanya.
Wardhaugh dalam (Agus Budi, 2017:18) registers are sets of language items
associated with discreate occupational or social grups. Ngalim dalam (Agus
Budi, 2017:18) menambahkan penjelasan mengenai wujud register berupa
pembendaharaan kata, kalimat, maupun wacana yang sifatnya khusus
berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu atau profesi tertentu.
Gadet dalam Yaguello (2003: 91-152), registres est une même
personne, quelle qui soit son origine sociale, parle différement selon la
situation de communication (contexte de communication, âge du locuteur,
support écrit ou oral...). Dengan demikian, di dalam register terdapat
leksikon-leksikon khusus yang memiliki makna khusus dan hanya digunakan
pada bidang tertentu untuk melihat perbedaan pada penggunaan bahasa di
bidang lain. Setiap bidang profesi memiliki register atau variasi bahasa yang
digunakan sehari-hari. Perbedaan penggunaan register tersebut dapat
ditimbulkan oleh konteks komunikai dan usia penutur secara tulis maupun
lisan.
Dubois (2001: 406) menyatakan bahwa les registres de la parole sont
les utilisations que chaque sujet parlant fait des niveaux de langue existant
dans l’usage social d’une langue (familier, populaire, soutenu, courant,
vulgaire). Pendapat Dubois tersebut menjelaskan bahwa penggunaan bahasa di
masyarakat disebabkan oleh adanya masyarakat yang heterogen berdasarkan
status sosial.
Menurut pengertian register dari parah ahli diatas maka sangat jelas
bahwa pengertian register adalah menyangkut bahasa yang khas atau khusus
20
yang digunakan oleh kelompok sosial masyarakat tertentu atau kelompok
profesi dalam berinteraksi satu sama lain. Hal tersebut yang menyebabkan
leksikon khusus pada register satu berbeda dengan register yang lain, karena
disebabkan adanya perbedaan tujuan dan keperluan. Misalnya, dalam
kelompok yang berprofesi sebagai dokter maka mereka akan menggunakan
kata atau kalimat yang khas sesuai profesi dokter untuk berkomunikasi antar
sesama rekan seprofesinya. Kata-kata yang diucapkan akan disepakati karena
adanya pemahaman yang sama. Berbeda jika seorang dokter berbicara dengan
seorang polisi, mungkin akan ada perbedaan pemahaman atau persepsi.
3. Kategori Leksikal
Setiap leksikon memiliki bentuk dan ciri khusus yang berbeda dari
leksikon lain. Leksikon yang memiliki bentuk atau ciri yang berbeda akan
dibagi ke dalam kelas kata yang berbeda juga. Kemudian kelas kata tersebut
dapat disebut sebagai kategori leksikal.
Grevisse (1988:194-195) menyatakan bahwa kategori leksikal
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kata bervariasi (mots variables) dan kata
tidak bervariasi (mots invariables). Kata bervariasi (mots variables) terdiri dari
lima jenis yaitu nomina (Le nom), adjektiva (L’adjectif), determinan (Le
déterminant), pronomina (Le pronom), dan verba (Le verbe). Kata tidak
bervariasi (mots invariables) terdiri dari lima jenis, yaitu adverbia (l’adverbe),
preposisi (la préposition), konjungsi subordinasi (la conjunction de
subordination), konjungsi koordinasi (la conjunction de coordination),
l’introducteur dan le mot-phrase.
a. Les Mots Variables
1) Nomina (Le Nom)
Grevisse (1988:749) menyatakan bahwa “Le nom ou substantif
est un mot qui est porteur d’un genre, qui est susceptible de varier en
nombre, parfois en genre, qui dans la phrase est accompagné
ordinairement d’un déterminant, éventuellement d’une épithète. Il est
apte à servir de sujet, d’attribut, d’apposition, de complément.”
Singkatnya nomina adalah kata yang mengandung jenis (genre) yang
dapat bervariasi dalam jumlah dan jenis nya. Jenis atau genre dalam
bahasa prancis dibagi menjadi dua, yaitu maskulin dan feminin.
Nomina biasanya diikuti oleh determina dan dapat menduduki posisi
21
sebagai subjek (sujet), atribut (attribute), aposisi (apposition) dan
objek (complement d’objet). Contoh :
2) Adjektiva (l’adjectif)
Grevisse (1988:864) menyatakan bahwa “L’adjectif est un mot
qui varie en genre et en nombre qu’il reçoit, par le phénomène de
l’accord, du nom auquel il se rapporte. Il est apte à servir d’hepithete
et d’aattribut.” Kata sifat adalah kata yang bervariasi dalam genre
dan nombre dari kata benda yang tekait. Kata sifat menduduki posisi
guna mengekpresikan deskripsi, hubungan dan kualitas suatu benda
yang dituju.
3) Le Déterminant
Grevisse (1988:900) menyatakan bahwa “Le Déterminant est
un mot qui varie en genre et en nombre. Il se joint à un nom pour
l’actualiser, pour lui permettre de se réaliser dans une phrase”.
Dapat disimpulkan bahwa Déterminant memiliki peran sebagai
penanda atau identitas bagi nomina yang juga akan menunjukkan
jenis dan jumlahnya.
4) Pronomina (Le Pronom)
Menurut pernyataan Grevisse (1988:994) “Le pronom est
susceptible d’avoir les diverses fonctions du nom: sujet, attribut,
complément, parfois apposition ou apostrophe” bahwa kata ganti
memiliki berbagai fungsi kata benda yang dapat sebagai subjek,
atribut, pelengkap, terkadang aposisi atau apostrof dari kata benda
yang dimaksud.
5) Verba (Le Verbe)
Menurut Grevisse (1988:1159) Le verbe est un mot qui se
conjugue, c’est- à -dire qui varie en mode, en temps, en voix, en
personne et en nombre. (Au participe, il varie parfois en genre). Le
verbe est susceptible de servir de predicat. Verba adalah kata yang
dikonjugasi sesuai dengan variasi mode, waktu, suara, subjek, dan
jumlah, terkadang berdasarkan jenis jika dalam participle. Kata kerja
memiliki posisi sebagai predikat.
22
b. Les Mots Invariables
1) Adverbia (L’adverb)
Menurut Grevisse (1988:1381) L’adverbe est un mot invariable
qui est apte à servir de complement à un verbe, à un adjectif, à un
autre adverbe. Maka kata keterangan atau adverbia adalah kata yang
tidak berubah dan dapat berfungsi sebagai pelengkap untuk kata kerja,
kata sIfat atau kata keterangan lainnya. Adverbia juga dapat
mengubah makna pada suatu kata yang menyatu dengan adverbia itu.
2) Preposisi (La Preposition)
Grevisse (1988:1503) menyatakan bahwa La préposition est un
mot invariable qui établit un lien de subordination entre des mots ou
des syntagmes. Preposisi adalah kata yang tidak berubah atau kata
yang tetap dan membentuk hubungan subordinasi antara kata atau
sintagma. Preposisi biasanya akan ditemukan di depan nomina atau
kata lainnya dan menghubungkan unsur kalimat satu dengan yang
lainnya.
3) Konjungsi subordinasi (La Conjonction de Subordination)
Menurut pernyataan Grevisse (1988:1556) La conjonction de
subordination (parfois appelée subjonction) est un mot invariable qui
sert à unir deux éléments de fonctions différentes, dont l’un est une
preposition (sujet ou complément). Konjungsi subordinatif atau yang
disebut subjungsi adalah kata tetap atau tidak berubah yang berfungsi
untuk menyatukan dua elemen yang berbeda fungsinya, salah satunya
dapat sebagai preposisi subjek atau pelengkap. Kata yang termasuk
konjungsi subordinasi adalah pourquoi, lorsque, puisque, quand,
quelque, si, etc.
4) Konjungsi koordinasi (La Conjonction de Coordination)
La conjonction de coordination est un mot invariable chargé
d’unir des éléments de même statut, soit des phrases ou des sous-
phrases, soit à l'intérieur d’une phrase, des éléments de même
fonction (Grevisse, 1988:1563). Konjungsi koordinasi adalah kata
yang tidak berubah dna bertanggung jawab untuk menyatukan
elemen-elemen dengan status dan fungsi yang sama baik itu kalimat
atau sub-kalimat.
23
5) L’introducteur
Nous appelons introducteur un mot invariable qui sert à
introduire un mot, un syntagme, une phrase (Grevisse, 1988:1581).
Kata pengantar adalah kata yang tidak berubah dan berfungsi untuk
memperkenalkan dan memberikan penekanan kepada kata atau
kalimat yang mengikutinya. Kata yang merupakan introducteur
adalah voici, voilà, est-ce-que.
6) Le Mot-phrase
Menurut Grevisse (1988:1588) Le mot-phrase est un mot
invariable qui sert ordinairement à lui seul de phrase. Le mot-phrase
berfungsi untuk menerangkan dirinya sendiri dalam sebuah kalimat.
Kata-kata yang termasuk kategori mot-phrase jika berdiri sendiri tetap
memiliki makna. Kata tersebut diantaranya yaitu, au revoir, oui, non,
bonjour, chapeau !, tiens, adieu, etc.
4. Leksem, Kata, dan Leksikon
Dalam kajian linguistik istilah leksem digunakan dalam dua bidang
subkajian, yaitu kajian morfologi dan kajian semantik (Chaer, 2007:2).
Leksem merupakan sebuah kata yang memiliki makna. Matthews dalam
(Chaer 2007:2) melanjutkan bahwa dalam kajian morfologi, leksem diartikan
sebagai bentuk yang akan menurunkan sebuah atau sejumlah kata. Sedangkan
secara semantik yang disebut leksem bisa berupa kata dasar, kata gabung, kata
berimbuhan, maupun bentuk-bentuk yang disebut ungkapan/idiom. Martin
(2013:454) memiliki pendapat bahwa Le premier objet des études
lexicologiques est toutefois le lexème dans sa combinaison forme-signifié et
accompagné des autres paramètres. Dengan demikian leksem adalah objek
pertama dari studi leksikologi yank merupakan kombinasi bentuk dan tanda
sebuah kata nya sendiri.
Pendekatan kajian morfologi meyatakan bahwa kata adalah satuan
terbesar dalam kajian morfologi yang terbentuk atau dibentuk melalui proses
pembentukan kata (Chaer, 2007:10). Sedangkan pendekatan kajian sintaksis
menyatakan bahwa kata adalah satuan terkecil dalam sintaksis yang
mempunyai kemungkinan mobilitas dalam kalimat (Chaer, 2007:10). Dengan
24
kata lain, pembentukan kata melalui proses morfologi dan kata adalah turunan
dari leksem yang telah mengalami proses morfologi.
Dalam peristilahan sekarang barangkali istilah leksikon ini bisa
disepadankan dengan istilah kosakata. (Chaer, 2007:6) memperjelas lagi
bahwa terdapat beberapa padanan kata untuk leksikon, yaitu kosa kata,
perbendaharaan kata, dan vokabuler. Leksem merupakan sebuah kata yang
memiliki makna. Maka hal ini dapat disimpulkan bahwa leksem turunannya
adalah kata yang tersusun secara alfabetis dan lengkap dengan artinya yang
kemudian menjadi sebuah kumpulan leksikon.
Menurut Parera (1993:86) Leksikon adalah satu himpunan kata-kata
dan idiom sebuah bahasa; ada pelbagai macam sesuai dengan bidang
pemakaian kata-kata dan idiom-idiom tersebut. Penjelasan ini merujuk pada
pengertian register dimana terdapat leksikon khusus yang hanya digunakan
pada bidang keilmuan atau profesi tertentu. Leksikon khusus dapat dikatakan
khusus jika memiliki makna tertentu di bidangnya dan memiliki makna yang
berbeda pada bidang lainnya.
5. Makna
Menurut Chaer (2007:116) makna merupakan suatu konsep,
pengertian, ide, atau gagasan yang terdapat dalam sebuah satuan ujaran, baik
berupa sebuah kata, gabungan kata, maupun satuan yang lebih besar lagi.
Namun, sering kali persoalan makna ini menjadi sukar karena makna bahasa
itu (juka makna lambang lain) bersifat arbiter, konvensional, tidak statis,
berkaitan dengan kebudayaan dan sosial kemasyarakatan, dan berkaitan pula
dengan konteks pelbagai wacana (Chaer, 2007:116).
a. Jenis Makna
Makna memiliki pengertian yang berbeda pada setiap sudut
pandangnya. Agar tidak menyebabkan kekeliruan substansi, maka
diberikan jenis makna. Pada penelitian ini, makna yang akan dibicarakan
adalah makna leksikal dan makna kontekstual.
1) Makna Leksikal
Menurut pendapat Abdul Chaer (2007:118) makna leksikal
adalah makna yang apa adanya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi kita, makna yang sesuai dengan rujukannya, makna yang
sesuai dengan konsepnya. Oleh karena itu, apa yang disebut makna
25
leksikal ini sama dengan yang disebut makna konseptual, makna
denotatif, dan makna referensial.
Makna leksikal (lexical meaning), atau makna semantik
(semantic meaning), atau makna eksternal (external meaning) adalah
makna kata ketika kata itu berdiri sendiri, entah dalam bentuk leksem
atau bentuk berimbuhan yang maknanya kurang lebih tetap, seperti
yang dapat dibaca di dalam kamus bahasa tertentu (Pateda, 2001: 119)
Maka dapat disimpulkan bahwa makna leksikal adalah makna
yang dapat ditemukan dalam kamus. Makna leksikal adalah makna
yang secara inherenada di dalam kata itu terlepas dari konteks apa pun.
Makna juga dapat berubah jika dipengaruhi oleh konteks.
2) Makna Kontekstual
Chaer (2007:119) menyatakan bahwa makna kontekstual
adalah makna kata yang digunakan dalam sebuah konteks kalimat.
Konteks yang dimaksud dapat berupa konteks linguistik, konteks
situasi, konteks tempat dan waktu, konteks bidang kegiatan atau
keilmuan, konteks sosial dan budaya maupun konteks yang lain.
Sedangkan menurut Pateda (2001:116) makna kontekstual (contextual
meaning) atau makna situasional (situational meaning) muncul akibat
adanya hubungan antara ujaran dan konteks.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna kontekstual
adalah makna kata yang berada di dalam satu konteks tertentu.
Konteks yang dimaksud dapat berupa konteks linguistik, konteks
situasi, konteks tempat dan waktu, konteks bidang kegiatan atau
keilmuan, konteks sosial dan budaya maupun konteks yang lain.
Konteks yang dimaksud merujuk pada variasi bahasa dari segi pekaian
atau yang disebut register. Jadi dapat dikatakan suatu leksikon dapat
digunakan untuk bidang yang sama namun memiliki makna yang
berbeda karena sesuai dengan konteksnya sendiri.
6. Analisis Komponen Makna
Abdul Chaer (2007: 71) berpendapat bahwa sebuah butir leksikal dapat
diperinci maknanya atas sejumlah komponen makna. Komponen makna atau
semantik terdiri dari satu atau beberapa unsur yang membangun. Untuk
26
mendapatkan komponen makna digunakan analisis komponen makna, yaitu
analisis semantik leksikal berdasarkan unsur-unsur leksikal.
Dalam analisis komponen makna, nilai komponen makna yang dimiliki
sebuah kata atau leksem dilambangkan dengan tanda positif ( + ), sementara
nilai yang tidak dimiliki oleh sebuah kata atau leksem dilambangkan dengan
tanda negatif ( - ).
7. Beauté
Kecantikan adalah suatu keadaan wajah seseorang yang parasnya
menawan, memikat, atau baik untuk dipandang. Kecantikan lazim dikaitkan
dengan wanita karena mereka menginginkan pesona tersendiri yang
menggambarkan dirinya melalui kecantikannya agar menarik bagi orang yang
melihatnya. Namun tidak hanya dikaitkan dengan wanita, seorang pria pun
memiliki kecantikannya atau ketampanan yang dimilikinya dengan definisi
yang berbeda. Untuk mengilangkan rasa diskriminasi antara kecantikan antar
wanita dan pria, Amadieu (2002) menjelaskan bahwa il faut que la beauté ne
soit pas également distribuée entre tous. Il faut, en outre, que tout le monde
donne, peu ou prou, la meme definition du beau. Maka, kecantikan tidak harus
didistribusikan secara merata di antara wanita dan pria. Selain itu setiap orang
harus memiliki definisi cantik yang sama. Langkah pertama yang harus
dilakukan untuk merawat kecantikan adalah memperbaiki penampilan. Untuk
memperbaiki penampilan kosmetik atau kosmetika adalah peran utamanya.
Kosmetika adalah unsur-unsur yang mendukung metode perawatan
melalui sentuhan pada tubuh, sesuatu yang bisa dioleskan untuk memperbaiki,
bahkan kalau perlu menghilangkan berbagai kelemahan dan kekurangan
sekaligus elemen untuk mempertegas dan memperindah berbagai kelebihan
yang dimiliki oleh seorang (Martha Tilaar, 1999:55). Menurut definisi ini,
maka kosmetika bertujuan unuk memperbaiki kekurangan dan memperindah
kelebihan yang dimiliki seseorang dapat dalam tubuh, kulit, dan wajahnya.
Kosmetika pada wajah dapat dikatakan sebagai tata rias.
Tata rias adalah seni menggunakan bahan-bahan rias untuk merubah
bentuk wajah alamiah menjadi wajah yang artistik (Wien Pudji, 2004:71).
Adapun tujuan dari tata rias wajah menurut Martha Tilaar (1995:59) adalah
untuk memperindah wajah, menonjolkan bagian-bagian muka yang sudah
27
bagus dan menyembunyikan bagian-bagian wajah yang kurang indah agar
terlihat cantik dan alami.
Menurut pengertian-pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
kecantikan seseorang dapat ditunjang dari perawatan penampilan dengan
adanya ilmu tata rias dan ilmu kosmetika agar dapat memperbaiki kekurangan
dan memperindah kelebihan bagian-bagian wajah seseorang.
B. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Gina Hanan Zakiyyah, Nani Kusrini, Endang
Ikhtiarti (2019) berupa artikel penelitian yang berjudul “Register Bahasa Prancis
Bidang Kecantikan dalam Majalah L6mag”. Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif dan untuk mengumpulkan data menggunakan metode simak
dengan teknik sadap, SBLC, serta teknik catat menggunakan tabel data. Sumber
data berupa leksikon yang mendandung register kecantikan berbahasa prancis
pada situs majalah wanita prancis www.l6mag.com. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa register bahasa Prancis bidang kecantikan ditemukan dalam
beberapa kategori leksikal seperti nomina, verba dan adjektiva. Kemudian,
beberapa kategori leksikal tersebut berbentuk la siglaison dan l’anglicisme.
Register tersebut juga memiliki dua makna yaitu makna leksikal dan makna
kontekstual.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dita Rahayu Dwiastuti (2016) berupa skripsi
dengan judul “REGISTER PÂTISSERIE BAHASA PRANCIS”. Penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan kategori leksikal register pâtisserie bahasa Prancis
dan mendeskripsikan makna konteksual register pâtisserie. Subjek pada penelitian
ini adalah kata, frasa, dan kalimat dalam bidang pâtisserie
www.journaldesfemmes.com. Objek pada penelitian ini adalah kata dan frasa
yang merupakan register pâtisserie bahasa Prancis yang terdapat di dalam situs
www.journaldesfemmes.com. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
metode simak dengan teknik catat. Untuk mengklasifikasikan kategori leksikal
digunakan teknik baca markah. Makna kontekstual dianalisis menggunakan teknik
hubung banding menyamakan (HBS). Validitas ditentukan berdasarkan validitas
semantik. Reliabilitas penelitian ini menggunakan expert-jugement. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kategori leksikal register pâtisserie bahasa Prancis
pada situs www.journaldesfemmes.com adalah kategori nomina, verba, dan
28
ajektiva. Register pâtisserie yang terdapat di dalam penelitian ini mengandung
makna kontekstual.
C. Kerangka Berpikir
Register adalah salah satu cabang ilmu sosilonguistik yang muncul pada setiap
kelompok masyarakat khusus yang memiliki tujuan, keperluan dan penggunaan
bahasa yang sama dalam berkomunikasi satu sama lain. Abdul Chaer (2004: 90),
menyatakan bahwa register yaitu pemakaian bahasa yang digunakan untuk keperluan
atau bidang tertentu. Bidang yang dimaksud dapat berupa bidang jurnalistik, militer,
dan ilmiah. Masing-masing bidang tersebut akan menampakkan ciri utama
penggunaan kosakatanya.
Setiap leksikon memiliki bentuk dan ciri khusus yang berbeda dari leksikon
lain. Leksikon yang memiliki bentuk atau ciri yang berbeda akan dibagi ke dalam
kelas kata yang berbeda juga. Kemudian kelas kata tersebut dapat disebut sebagai
kategori leksikal.
Grevisse (1988:194-195) menyatakan bahwa kategori leksikal dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu kata bervariasi (mots variables) dan kata tidak bervariasi
(mots invariables). Kata bervariasi (mots variables) terdiri dari lima jenis yaitu
nomina (Le nom), adjektiva (L’adjectif), determinan (Le déterminant), pronomina (Le
pronom), dan verba (Le verbe). Kata tidak bervariasi (mots invariables) terdiri dari
lima jenis, yaitu adverbia (l’adverbe), preposisi (la préposition), konjungsi
subordinasi (la conjunction de subordination), konjungsi koordinasi (la conjunction
de coordination), l’introducteur dan le mot-phrase.
Menurut pendapat Abdul Chaer (2007:118) makna leksikal adalah makna
yang apa adanya, makna yang sesuai dengan hasil observasi kita, makna yang sesuai
dengan rujukannya, makna yang sesuai dengan konsepnya. Chaer (2007:119)
menyatakan bahwa makna kontekstual adalah makna kata yang digunakan dalam
sebuah konteks kalimat. Konteks yang dimaksud dapat berupa konteks linguistik,
konteks situasi, konteks tempat dan waktu, konteks bidang kegiatan atau keilmuan,
konteks sosial dan budaya maupun konteks yang lain.
Menurut teori-teori diatas maka gambaran kerangka berpikir penelitian ini
dapar diilustrasikan seperti berikut ini:
29
Mengama
ti sumber
data
Menganalisis
komponen
makna
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
31
Tahap awal penelitian ini adalah dengan menyimak sumber data berupa video.
Kemudian peneliti akan melakukan pencatatan pada tabel data dengan
mengklasifikasi atau membagi leksikon-leksikon yang menunjukkan register bahasa
prancis bidang kecantikan dalam kanal YouTube Vogue France sesuai dengan
kategori leksikal. Kemudian, untuk menemukan makna leksikal dan kontekstual suatu
leksikon atau kata, maka peneliti menggunakan bantuan kamus ensklopedia bahasa
prancis. Terakhir, peneliti akan menganalisis komponen makna yang terdapat pada
register bidang kecantikan bahasa prancis dengan menguraikan nilai komponen
makna yang dimiliki sebuah kata atau leksem tertentu.
Subjek dalam penelitian ini adalah semua kata, frasa, makna, dan kalimat
dalam bidang kecantikan (beauté) bahasa prancis. Sedangkan objek dalam penelitian
ini adalah semua kata dan frasa yang menujukan atau merupakan sebuah register
bidang kecantikan (beauté) bahasa prancis.
Data dari penelitian ini berupa leksikon yang mengandung register bidang
kecantikan (beauté) bahasa prancis dan sumber data yang dapat digunakan pada
penelitian ini adalah sebuah playlist video “Beauty Secret” pada kanal YouTube
Vogue France.
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian ini ada dengan
metode simak, yaitu metode yang dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak
penggunaan bahasa (Masyhur, 2017:52). Metode simak berarti menyimak secara
cermat dalam hal ini leksikon-leksikon khusus yang menunjukkan register bidang
kecantikan (beauté) bahasa prancis.
32
(beauté). Semua leksikon yang ditemukan akan diklasifikasikan ke dalam tabel data
berdasarkan kategori leksikal.
Penelitian ini memiliki dua tujuan, yang pertama adalah menjelaskan kategori
leksikal yang terdapat pada register bahasa prancis bidang kecantikan (beauté). Untuk
mencapai tujuan ini maka peneliti menggunakan metode agih. Metode agih
mempergunakan alat penentu unsur bahasa itu sendiri (bahasa yang diteliti) (Masyhur,
2017:59).
Pada tahap awal, teknik dasar yang digunakan peneliti adalah teknik Bagi
Unsur Langsung (BUL). Menurut Sudaryanto (1993:31) cara kerja analisis pada
teknik BUL ialah dengan membagi satuan lingual datanya menjadi beberapa bagian
atau unsur. Maka dalam penelitian ini teknik BUL digunakan untuk menganalisis
bentuk register bahasa prancis bidang kecantikan (beauté). Kemudian teknik lanjutan
yang digunakan untuk penelitiann ini adalah teknik ganti. Teknik ganti merupakan
teknik yang digunakan untuk mengetahui kadar kesamaan kelas atau kategori unsur
dengan unsur pengganti. Bila dapat digantikan atau saling mengganti maka kedua
unsur tersebut berada dalam kategori yang sama.
33
34
Konteks Kategori Leksikal Makna Komponen Semantik
No Data
Kalimat 1 2 3 4 5 6 7 8 Makna Leksikal Makna Kontekstual Makna Leksikal Makna Kontekstual
1.
Keterangan
Kategori leksikal
1. Nomina 5. Verba
2. Adjektiva 6. Adverbia
3. Déterminant 7. Preposisi
4. Pronomina 8. Mot-phrase
35
I. Kriteria Analisis Data
Pada penelitian ini, kriteria analisis yang digunakan yaitu menurut teori Grevisse
(1988:194-195) menyatakan bahwa kategori leksikal dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu kata bervariasi (mots variables) dan kata tidak bervariasi (mots invariables).
Teori ini untuk menganalisis kategori leksikal suatu leksem khusus bidang
kecantikan. Kemudian untuk menganalisis makna suatu register bidang kecantikan
dengan teori Abdul Chaer (2007:118) makna leksikal adalah makna yang apa adanya,
makna yang sesuai dengan hasil observasi kita, makna yang sesuai dengan
rujukannya, makna yang sesuai dengan konsepnya. Chaer (2007:119) menyatakan
bahwa makna kontekstual adalah makna kata yang digunakan dalam sebuah konteks
kalimat. Konteks yang dimaksud dapat berupa konteks linguistik, konteks situasi,
konteks tempat dan waktu, konteks bidang kegiatan atau keilmuan, konteks sosial dan
budaya maupun konteks yang lain. Yang terakhir peneliti akan menganalisis
komponen makna yang terdapat pada leksem khusus atau register bahasa prancis
bidang kecantikan dengan mengacu pada teori dari Abdul Chaer (2007: 71) yang
berpendapat bahwa sebuah butir leksikal dapat diperinci maknanya atas sejumlah
komponen makna.
36
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Asep Abbas. (2003). Metode Penelitian Bahasa. Surabaya: UIN Sunan Ampel.
Agustina, Leoni. Chaer, Abdul. (2004). Sosiolinguistik Perkenalan Awal (edisi Revisi). Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Amadieu, Jean-François. (2002). Le Poids des apparences: Beauté, amour et gloire. France: Odile
Jacob.
Blanchet, T. B. (2013). Une introduction à la sociolinguistique. Paris: Editions des archives
contemporaines.
Budi, A. (2017). Register Bahasa: Konsep, Jenis, dan Penelusuran Ranah Kajian. Solo: Bukukatta.
Chaer, A. (2007). Leksikologi dan Leksikografi Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Christie, Tagliante. (1994). La Classe de Langue. Paris: CLE International.
Cuq, G. (2002). Cours de Didactique du Français Langue Étrangère et Seconde. Paris: Librairie
Larousse.
Danuri. (2019). Metode Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Samudra Biru.
Dhieni, N. (2015). Metode Pengembangan Bahasa. Tangerang: Universitas Terbuka.
Dhieni, N. (2015). Metode Pengembangan Bahasa. Tangerang: Universitas Terbuka.
Dubois, J. &. (2005). Grammaire Larousse. Livres du Bord. France: Larousse.
Gina Hanan Zakiyyah, N. K. (2019). Register Bahasa Prancis Bidang Kecantikan dalam Majalah
L6mag. Pranala, Jurnal Pendidikan Bahasa Prancis, Vol 2, No 2.
Glessgen, Martin. (2011). Le statut épistémologique du lexème. Zurich: University of Zurich.
37
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi, A. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar, Martha. (1999). Kecantikan Perempuan Timur. Magelang: Indonesia Tera.
Tilaar, Martha. (2009). Make up 101 Basic Personal Make Up. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Yaguello. (2003). Grand Livre de La Langue Française. Paris: Seuil.
38