Anda di halaman 1dari 4

Nama : Albert Matondang Kelas : ADP-A/2020

Nim : 7203144009 Mata Kuliah : Budaya Organisai

UJIAN TENGAH SEMESTER

SOAL :

1. Banyak definisi yang diberikan para pakar tentang Budaya Organisasi. Dari banyak
definisi-definisi tersebut, sebutkanlah 2 (dua) definisi yang Anda ketahui.
Jawaban :
Luntans ,budaya organisasi yaitu persepsi biasa yang dipegang oleh para anggota
organisasi dan setiap orang dalam organisasi itu saling berbagi didalam persepsi
Robbuns , budaya organisasi adalah suatu sistem makna bersama yang dianut oleh
anggota anggota organisasi
Fukuyama , budaya organisasi yaitu kebersamaan para anggota organisasi untuk
berperilaku sama baik didalam maupun diluar organisasinya
2. Menurut Anda, bagaimanakah pengaruh sistem nilai, aturan, falsafah hidup, sikap dan
keyakinan dalam pembentukan budaya dalam organisasi?
Jawaban :
Pembentukan budaya dalam organisasi menjadi suatu nilai yang menjadi pedoman
sumber daya manusia dalam menghadapi segala permasalahan dan upaya penyesuaian
integrasi kedalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga masing masing anggota
harus memahami dan menaati nilai nilai yang ada serta mengerti bagaimana mereka harus
harus berperilaku . pengaruh sistem nilai ,aturan , falsah hidup , sikap dan keyakinan
dengan pembentukan budaya organisasi ini menjadi nilai penting dalam budaya
organisasi dalam mempengaruhi tingkah laku dan sikap seseorang . hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa adanya indikasi terhadap hubungan antara personal servis dengan
tingkat kepuasaan kerja komitmen dan anggota dimana masing masing anggota yang
sesuai dengan budaya organisasi cenderung memiliki atau mempunyai kepuasan kerja
dan komitmen yang tinggi pada organisasi atau perusahaan dan juga memiliki intensitas
tinggi untuk menetap dan bekerja suatu organisasi atau perusahaan
3. Merger, akuisisi, atau penyatuan dua atau lebih perusahaan menjadi satu merupakan
sesuatu yang lazim sekarang ini. Sepintas lalu, tindakan penyatuan semacam ini memang
mudah, namun praktek di lapangan menunjukkan bahwa hasilnya seringkali sangat tidak
memuaskan. Sebuah survei di Amerika menyebutkan bahwa 70% dari tindakan merger
justru gagal mencapai target keuntungan yang ditetapkan setelah penyatuan tersebut, dan
hanya 15% dari merger tersebut yang berhasil mencapai target keuntungan seperti
direncanakan. Kegagalan seperti yang disinggung di atas seringkali terjadi karena faktor
perbedaan Sumber Daya Manusia dan Budaya Organisasi dari kedua perusahaan yang
disatukan itu. Secara hukum, proses merger bisa diwujudkan dengan membuat akta
penyatuan dan memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan perundang-undangan. Namun
untuk membuat penyatuan itu berhasil, proses merger ini harus dibarengi dengan upaya
keras untuk menyatukan budaya organisasi dari SDM kedua perusahaan yang berbeda ini.
Jika sebelumnya SDM kedua perusahaan itu bekerja dengan langgam budaya masing-
masing, setelah penyatuan langgam budaya tersebut harus ikut disatukan dan
diselaraskan. Menurut Anda, tindakan-tindakan apakah yang harus dilakukan untuk
menyatukan dan menyelaraskan budaya organisasi yang berbeda dalam proses merger
semacam itu? Lalu apa pula yang harus dilakukan untuk mendongkrak kinerja
perusahaan setelah penyatuan budaya organisasi yang berbeda tersebut?
Jawaban :
Dalam proses integrasi Merger dan Akuisisi (M&A), tanpa adanya perencanaan
yang baik, maka dapat mempengaruhi sinergi yang diharapkan dari proses M&A. Studi
yang dilakukan oleh A.T Kearney 1998 menunjukkan bahwa 49% bobot faktor
kesuksesan dari keseluruhan proses M&A berada pada proses integrasi M&A. Di
samping fokus untuk meningkatkan sinergi dari sisi hard competences, fokus lainnya
dalam proses integrasi M&A adalah dalam hal pengelolaan soft factors yang kerapkali
menjadi tantangan utama.
Pengelolaan soft factors, antara lain, dalam hal integrasi budaya perusahaan, dan
koordinasi proses serta sistem di dalamnya. Perusahaan harus dapat menentukan tipe
integrasi budaya yang tepat untuk diterapkan dalam proses integrasi M&A berdasarkan
analisis atas kekuatan dan kelemahan dari masing-masing perusahaan.
Berdasarkan tipe integrasi budaya yang dipilih tersebut, maka dapat ditentukan
strategi integrasi dan tahapan implementasi untuk mencapainya. Menurut Picot (2002),
terdapat tiga strategi yang berbeda untuk integrasi budaya yaitu strategi monokultur yang
merupakan strategi dimana perusahaan yang lebih besar memaksakan budaya
perusahaannya kepada perusahaan yang lebih kecil dalam bentuk “cultural
colonization”.Lalu strategi multikultur, di mana akuisisi mempertahankan masing-masing
budayanya dan koeksistensi budaya dipandang sebagai pengayaan; dan ketiga strategi
kultur campuran (mixed culture) dimana budaya antar kedua perusahaan disatukan
sehingga terbentuk suatu budaya baru yang di dukung oleh masing-masing perusahaan.
Pemaksaan budaya seperti halnya pada strategi monokultur dapat menimbulkan
resistensi dari para karyawan dan berdampak pada penurunan nilai M&A, khususnya
apabila masing-masing partner memiliki budaya yang berbeda. Namun, strategi
monukultur tersebut dapat berhasil diterapkan apabila dalam proses perubahan peran
kepemimpinan secara efektif diterapkan. Adapun pemimpin harus secara efektif
mengkomunikasikan visi perubahan, menjaga keberlaksanaan visi, dan memberikan
dukungan secara optimal kepada setiap karyawan selama proses transisi.Karena salah
satu kunci kesuksesan dalam proses integrasi adalah para pemimpinnya secara konsisten
memimpin perubahan dan menghargai setiap proses perubahan yang terjadi. Selain itu,
komunikasi terbuka dengan para stakeholders juga menjadi faktor kesuksesan dalam
proses transisi tersebut.
Strategi multikultur dapat diterapkan jika perusahaan di dalam proses M&A
kurang memiliki kesamaan dalam lingkup bisnis atau memiliki pola yang berbeda dalam
melakukan kegiatan industri. Dalam hal ini, masing-masing perusahaan memilih untuk
mempertahankan budaya perusahaannya dan ragam budaya tersebut diharapkan dapat
memberikan potensi nilai tambah bagi sebuah sinergi. Strategi multikultur biasanya dapat
berjalan jika motif utama dari M&A adalah pertumbuhan, dan proses M&A dilakukan
dengan sebuah perusahaan kecil atau baru. Beberapa langkah perubahan dilakukan untuk
menciptakan suatu kesuksesan integrasi perubahan. Perubahan yang dilakukan terkait
bagaimana perusahaan yang di merger tersebut dapat mencapai dampak yang positif
dengan adanya visi baru, kode etik dan arah strategi baru.
Langkah-langkah proses perubahan dilakukan berdasarkan internalisasi
kepemipinan. Perusahaan mencoba untuk menciptakan proses pembelajaran antara
mereka dengan mengadopsi kunci sukses dari masing-masing perusahaan dan
menanamkan hal tersebut dalam rangka mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi
dan menjaga stabilitas posisi bisnis. Kedua perusahaan memperlakukan satu sama lain
sebagai mitra bisnis yang sama dan membangun sebuah koherensi berdasarkan orang dan
fokus pengetahuan.Integrasi budaya yang paling umum dalam proses M&A adalah
strategi kultur campuran, yang umumnya terjadinya pada merger horizontal. Strategi
integrasi ini akan menghasilkan suatu budaya baru dengan visi, misi baru, dan nilai-nilai
bersama yang selaras dengan struktur, sistem, arah strategis yang diharapkan dapat
diwujudkan dari aktifitas M&A. Strategi ini sebagian besar berfokus pada mencari
pendekatan praktek kerja yang sesuai bagi perusahaan gabungan tersebut.
Strategi kultur campuran memerlukan upaya intensif dan implementasi lebih lama
karena memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Alasan lainnya, meskipun strategi
kultur campuran memiliki kesulitan yang lebih tinggi dalam proses implementasi, strategi
tersebut merupakan strategi integrasi yang ideal yang menyeimbangkan elemen-elemen
terbaik dari masing-masing perusahaan.Strategi kultur campuran membutuhkan proses
perubahan yang dikelola untuk mencapai seluruh tujuan dari M&A. Budaya baru, visi,
dan proses penyelarasan lainnya diciptakan dengan memperhatikan rekomendasi dari due
diligence termasuk HR due diligence.
Dari penjelasan atas tiga struktur integrasi budaya tersebut disimpulkan bahwa
perusahaan mampu mencapai sinergi yang dihasilkan apabila peran kepemimpinan yang
efektif dijalankan selama proses integrasi M&A.

Anda mungkin juga menyukai