Anda di halaman 1dari 58

MAKALAH

KEGIATAN PUBLIC SPEAKING


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Public Speaking
Dosen Pengampu: La Ode Herman Halika, S.IP.,M.I.KOM

OLEH
Kelompok IV
NURUL FATIMAH PUTERI M C1D121185
NOLA RAHAYU PUTRI LASAIMA C1D121181
NUR HALIFA C1D121182
NUR HENI KASMADI C1D121183
NURUL AMALINA ACHMAD C1D121184
OKTAVIA SAFITRI C1D121186
RAHMA FADILA C1D121187
RAJAB OKTIAR C1D121188
RANDY MURDANY C1D121189
REYINA OKTAVIAN S C1D121190
SAFRIAN C1D121192

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022
ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkat, anugerah, dan karunia yang melimpah, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas dalam
mata kuliah “Public Speaking” Adapun judul penulisan makalah ini adalah “Kegiatan
Public Speaking ”.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini banyak memperoleh


pengarahan dari semua pihak, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasis kepada
semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Penulis

28 Maret 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................4

2.1 Sejarah Public Speaking.....................................................................................5

2.2 Definisi Analisis Audiens...................................................................................21

2.3 Jenis-Jenis Analisis Audiens............................................................................23

2.4 Pentingnya Analisis Audiens Dalam Public


Speaking .......................................................................................................................
............24

2.5 Penggunaan Kata Dan Kalimat Yang Bnera Ddialam


Public……………………………………………………………..………………………...25

2.6 Kesalahan Umum Dalam Public Speaking………..……………………………..26

2.7 Cara Penyampaian Yang Benar Dalam Publlic Speaking……………………...29

2.8 Strategi Dalam Public Speaking…..……………………………………………...32

2.9 Hambatan Atau Gangguan Public Speak.....................................................34

2.10 Komunikasi Dalam Public Speaking…………………………………………..38

2.11 Dampak Negatif Dalam Public Speaking ……………………………………..40

2.12 Elemen-elemen Komuniksi Public Speaking…………..……………………...41

2.13 Faktor-Faktor Pendukung Public Speaking …………………………………..44

ii
BAB III PENUTUP......................................................................................................49

3.1 Kesimpulan........................................................................................................49

3.2 Saran.................................................................................................................51

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................52

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap orang pasti dapat berbicara, tetapi tidak setiap orang mampu berbicara
secara mudah dan menarik di depan umum. Berbicara di depan umum merupakan
sebuah kemampuan atau skill yang dapat dipelajari. Tekniknya dapat dengan mudah
dipelajari dan sudah menjadi hal umum yang dapat dilakukan oleh banyak orang.
Mungkin bagi beberapa orang yang tidak terbiasa berbicara di depan umum,
berbicara di depan umum merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, hal tersebut
terjadi karena seseorang kadang merasa tidak percaya diri dan tidak
menyiapkannya secara baik.

Kegunaan berbicara di depan umum sekarang ini tak hanya berlaku untuk
mereka yang berada di perguruan tinggi atau ranah pendidikan saja, berbicara di
depan umum berlaku di ranah mana saja seperti jika di kampung, berbicara di depan
umum digunakan dalam acara arisan warga, pidato, atau seperti dalam ranah
keagamaan, berbicara di depan umum digunakan untuk ceramah keagamaan.

Public speaking adalah suatu kemampuan untuk berbicara di depan umum


dengan tujuan untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada audiens.
Kemampuan public speaking sangat penting dalam kehidupan profesional dan
pribadi karena dapat membantu seseorang untuk menjadi lebih percaya diri,
meningkatkan kemampuan berkomunikasi, membangun hubungan interpersonal
yang baik, dan mempengaruhi orang lain.

Sejarah public speaking dapat dilacak ke zaman kuno di mana para orator
seperti Aristotle dan Cicero dikenal sebagai ahli retorika yang terkenal. Pada masa
itu, public speaking digunakan untuk tujuan politik dan hukum, di mana para orator
berbicara di depan publik untuk meyakinkan mereka tentang kebenaran atau
keadilan dari suatu masalah.

1
Namun, saat ini public speaking telah menjadi keahlian yang penting untuk
banyak profesi, seperti dalam bidang bisnis, pemasaran, pendidikan, hiburan, dan
masih banyak lagi. Seorang pemimpin yang baik harus memiliki kemampuan public
speaking yang baik untuk menginspirasi dan memotivasi karyawan, sementara
seorang presenter harus dapat menyampaikan informasi secara jelas dan menarik
agar audiens tertarik dan memahami.

Kemampuan public speaking juga sangat penting dalam era digital dan teknologi,
di mana banyak presentasi dan diskusi dilakukan secara online melalui platform
video atau konferensi web. Oleh karena itu, keahlian public speaking telah menjadi
semakin penting dan dibutuhkan oleh banyak orang untuk sukses dalam karir dan
kehidupan.

2
1.1 Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah public speaking?
2. Bagaimana definisi analisis audiens?
3. Bagaimana jenis-jenis analisis audiens?
4. Mengapa analisis audiens penting dalam kegiatan public speaking?
5. Bagaimana penggunaan kata dan kalimat yang benar dalam public speaking?
6. Bagaimana kesalahan umum yang terjadi di dalam public speaking?
7. Bagaimana cara penyampaian yang baik dalam public speaking?
8. Apa saja strategi yang dapat digunakan untuk menghindari kesalahan dalam
penggunaan kata dan kalimat di dalam public speaking?
9. Apa saja hambatan atau gangguan yang umum terjadi pada saat melakukan
public speaking?
10. Bagaiamana komunikasi dalam public speaking?
11. Apa Dampak negatif yang terjadi dalam public speaking?
12. Apa elemen-elemen pendukung dalam komunikasi?
13. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam public
speaking?

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan pada makalah ini, ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah public speaking
2. Untuk mengetahui bagaimana definisi analisis public speaking
3. Untuk mengetahui bagaimana jenis-jenis analisis audiens
4. Untuk mengetahui mengapa analisis audiens penting dalam kegiatan public
speaking
5. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan kata dan kalimat yang benar
dalam kegiatan public speaking
6. Untuk mengetahui apa saja kesalahan umum yang sering terjadi dalam
penggunaan kata dan kalimat di dalam public speaking
7. Untuk mengetahui bagaimana cara penyampaian yang baik dalam public
speaking
3
8. Untuk mengetahui apa saja strategi yang dapat digunakan untuk menghindari
kesalahan dalam penggunaan kata dan kalimat di dalam public speaking
9. Untuk mengetahui apa saja hambatan atau gangguan yang umum terjadi
pada saat melakukan public speaking
10. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi dalam public speaking
11. Untuk mengetahui apa dampak negatif yang mungkin timbul jika hambatan
atau gangguan tidak diatasi dengan baik dalam public speaking
12. Untuk mengetahui apa elemen elemen pendukung komunikasi dalam public
speaking
13. Untuk mengetahui Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas
komunikasi dalam public speaking

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Public Speaking

A. Berawal Dari Retorika

Public speaking sebagai retorika, seni berbicara secara efektif, telah ada
sejak awal peradaban manusia. Walau tidak dapat menyebutkan tahunnya dengan
pasti, beberapa temuan dari masa peradaban kuno memperlihatkan keberadaan
public speaking dalam masyarakat mereka. William Hallo menelusuri bahwa retorika
telah tercatat di Mesopotamia Kuno (yang sekarang menjadi lokasi negara Irak)
sekitar 2285 tahun sebelum masehi (SM), dibuktikan dengan dokumentasi cerita
mengenai para raja dan pendeta yang diukir di atas batu (Binkley & Lipson, 2004: 3).
Bukti lain keberadaan retorika juga dapat dilihat pada peninggalan Mesir Kuno,
sekitar 2080 tahun sebelum masehi, berupa tulisan tentang aturan retorika
(Hutto, 2002: 213). Aturan tersebut menyatakan bahwa “tahu kapan harus diam”
adalah pengetahuan yang penting dalam retorika. Orang Mesir Kuno berpendapat
bahwa menjaga keseimbangan antara kefasihan berbicara dengan kebijakan untuk
diam adalah sebuah hal yang penting. Retorika juga dapat dilacak sampai ke
Daratan Cina pada ajaran Konfusius, filsuf Cina yang ajarannya berkembang
menjadi agama Konghucu, yang menekankan pentingnya kefasihan dalam
berbicara.

Sejarah retorika yang paling terkenal praktik public speaking dalam bentuk
retorika telah banyak diterapkan dalam masyarakat Yunani Kuno. Pada masa itu
keputusan yang menyangkut masyarakat diambil dalam sebuah rapat besar yang
dihadiri para warga polis, kota-kota di Yunani yang biasanya dikelilingi oleh tembok
benteng. Orang yang berhak hadir dalam rapat tersebut dan memberi pendapat
adalah warga polis yang tercatat secara hukum sebagai warga bebas, bukan budak
maupun tahanan. Perubahan politik dari bentuk kerajaan menjadi bentuk demokrasi
pada masa itu memang sangat mendorong kebebasan berbicara. Karena itu,
5
kemampuan berbicara di depan umum menjadi penting untuk mempengaruhi
keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat atau pertemuan politik.

Praktik retorika juga terlihat di pengadilan Yunani kuno. Kedua pihak yang
bertikai saling melemparkan argumen untuk mempengaruhi keputusan hakim dan
juri untuk memenangkan mereka. Selain itu, para pemikir Yunani Kuno biasanya
menyampaikan pemikiran mereka di depan publik dalam kompetisi mencapai
kemasyhuran atau pengaruh politik. Kata retorika yang kita kenal didapat kata
Yunani “rhetorike”, yang melingkupi teori dan praktik berpidato di depan publik
(Herrick, 2001: 34).

1. Kaum Sofis dan Retorika

Tidak heran bila pada masa itu dikenal guru-guru retorika yang berkelana
dari satu kota ke kota lain, yang dikenal sebagai kaum Sofis. Kaum Sofis memiliki
tiga kemampuan: berpidato di depan publik, menulis naskah pidato, dan
mengajarkan cara melakukan retorika kepada orang lain. Para guru ini mengajari
para pengacara dan politisi Yunani Kuno untuk berbicara secara meyakinkan di
pengadilan dan rapat politik. Mereka dikenal memiliki kemampuan berbahasa dan
memukau publik dengan penampilan menarik serta pakaian berwarna-warni
(Herrick, 2001: 34).

Beberapa guru retorika dari kaum Sofis mengaku mampu mengajarkan


kemampuan menjadi pemimpin yang terdiri dari nilai-nilai positif, manajemen citra,
dan pengembangan diri. Klaim ini dikritik oleh banyak orang Yunani masa itu karena
mereka menganggap kualitas pemimpin adalah kualitas yang dimiliki sejak lahir atau
karena pendidikan yang baik sejak lahir, hal yang biasanya dimiliki oleh kelompok
bangsawan. Reaksi negatif terhadap kaum Sofis antara lain juga karena kaum Sofis
mengajarkan retorika kepada siapa pun yang bersedia membayar mereka, tidak
harus dari kelompok bangsawan, biasanya dengan harga yang mahal hingga kaum
Sofis biasanya kaya raya. Praktik menjadi pengajar profesional yang dibayar, siapa
pun muridnya, merupakan praktik yang lazim kita lakukan pada masa ini, namun
pada masa Yunani Kuno praktik tersebut dianggap menyalahi norma pendidikan
karena seharusnya pendidikan diberikan hanya pada mereka yang terpilih,
berdasarkan karakter yang unggul dan latar belakang keluarga terpandang. Tentu

6
saja, pengkritik kuat kaum Sofis karena alasan ini adalah para kaum bangsawan
karena telah memusnahkan monopoli mereka akan keterampilan public speaking.

Terlepas dari kritik itu, kaum Sofis berjasa memopulerkan retorika sebagai
keterampilan yang bisa dipelajari karena pada awalnya kemampuan retorika
dianggap sebagai karunia dari para dewa dan tidak dapat dimiliki oleh semua orang.
Kemampuan public speaking ini juga menjadikan kelas menengah secara ekonomi
juga mampu berpartisipasi dalam politik, yang mendorong demokratisasi politik di
Yunani Kuno, terutama di Athena, kota terbesar pada masa itu.

2. Para Guru Retorika Kaum Sofis

Guru dari kaum Sofis yang terkenal antara lain Gorgias (hidup sekitar 483-
376 SM), Protagoras (481-420 SM), dan Isocrates (446-338 SM). Gorgias
berpendapat bawa seorang pembicara retorika yang ahli dapat berbicara tentang
topik apa pun secara meyakinkan, walau ia tidak memiliki banyak pengetahuan
tentang topik tersebut. Reputasi Gorgias dalam retorika sangat legendaris. Misalnya
saja, ia berhasil mempengaruhi masyarakat Athena membangun sebuah patung
emas untuk menghormati dirinya, sebuah praktik yang tidak pernah dilakukan
masyarakat Athena bagi seorang pendatang (Gorgias berasal dari Leontini dan
datang ke Athena sebagai duta besar kota tersebut). Ada cerita bahwa Gorgias
ternyata membiayai sendiri pembuatan patung tersebut. Kalau cerita tersebut benar,
itu membuktikan betapa kayanya Gorgias sebagai pengajar retorika pada masa itu.

Gorgias juga sangat memperhatikan pemakaian bahasa dalam retorika. Ia


percaya bahwa pemilihan kata tertentu yang diucapkan dengan cara tertentu akan
sangat mempengaruhi publik pendengarnya. Sampai sekarang pemikiran Gorgias
masih terasa kebenarannya, misalnya saja pada salah satu pidato Presiden Amerika
Serikat, John F. Kennedy, yang paling banyak dikutip orang: “Ask not what your
country can do for you, ask what you can do for your country (jangan tanyakan apa
yang dapat Negara berikan kepadamu, tetapi tanyakan apa yang dapat kamu
berikan kepada Negara)” (Herrick, 2001: 41). Permainan kata yang cantik dengan
cara penekanan yang tepat masih memberikan efek persuasi bagi publik masa ini.

7
Protagoras tercatat sebagai orang pertama yang memungut bayaran untuk
mengajar retorika. Ia memberikan landasan filosofi bagi praktik retorika pada masa
itu. Protagoras percaya bahwa kebenaran adalah apa yang orang percayai, relatif
bagi setiap orang. Protagoras mengajarkan bahwa argumen dalam retorika harus
disusun secara sistematik, terlepas dari kebenaran di dalamnya, demi mencapai
kemenangan retorika. Penyelesaian dari setiap masalah tergantung dari argumen
pro-kontra yang ada dan argumen yang terbaiklah yang menawarkan solusi terbaik.
Bagi Protagoras, seorang yang menguasai retorika adalah orang yang mampu
menyusun argumen dengan mengantisipasi kontra argumen yang mungkin
dilontarkan oleh lawannya. Ajaran-ajaran Protagoras inilah yang dipakai oleh banyak
kaum Sofis dan mengundang kritik atas moral mereka oleh banyak filsuf Yunani
Kuno.

Isocrates, guru Sofis lainnya, lahir dari keluarga kaya hingga ia mendapat
kesempatan menjadi murid filsuf besar Socrates (yang juga guru Plato), dan
mungkin sempat menjadi murid Gorgias. Ia memulai kariernya sebagai penulis
pidato, sebelum menjadi pengajar retorika. Isocrates mendirikan sekolah retorika
pertama di Athena, kota terbesar pada masa Yunani Kuno. Isocrates berpendapat
bahwa berbicara tentang topik yang luhur dan pertanyaan penting akan
meningkatkan kualitas dari pembicara dan pendengarnya. Ketertarikan utamanya
adalah dunia politik. Karena itu, ia mengajarkan para muridnya bukan dengan tujuan
supaya mereka menjadi pembicara yang pandai dan menarik, melainkan supaya
mereka mampu mempengaruhi praktik politik di Athena. Yang membedakan
Isocrates dengan guru Sofis yang lain adalah ia menuntut supaya murid-muridnya
memiliki standar moral yang tinggi. Ia mengakui bahwa tidak mungkin untuk
mengajarkan tentang moralitas kepada siapa pun, karena itu ia hanya akan
mengajar orang yang telah memiliki moralitas yang tinggi.

Namun Plato, seorang filsuf besar pada masa itu, mengecam cara-cara yang
dipakai para Sofis karena memanfaatkan cara berbicara yang kelihatan menarik dan
meyakinkan, tanpa peduli terhadap kebenaran isinya. Bagi Plato, retorika hanyalah
rayuan kosong yang menipu publik. Kecaman ini bergaung sampai sekarang saat
kita mengatakan apa yang disampaikan seorang pengacara, politisi, pedagang atau
siapa pun, tanpa memiliki kebenaran, sebagai “hanya retorika semata” (Griffin, 2003:

8
303). Ketidaksukaan Plato dan filsuf-filsuf Yunani Kuno, terutama di Athena,
terhadap kaum Sofis juga disebabkan kecurigaan mereka akan moral para kaum
Sofis. Karena kaum Sofis sering berkelana dari satu kota ke kota lain, mereka tahu
bahwa kepercayaan orang dari satu kota berbeda dengan orang dari kota lain.
Budaya, pernikahan, struktur sosial, bahkan sistem hukum setiap kota berbeda
secara drastis (terutama karena perbedaan dewa-dewa yang mereka puja). Karena
itu, kaum Sofis melihat kebenaran sebagai sesuatu yang relatif. Bagi mereka,
argumen terbaiklah yang menentukan apa yang benar.

3. Retorika menurut Aristoteles

Aristoteles, filsuf besar Yunani yang juga murid dari Plato, sepakat dengan
kecaman Plato akan praktik retorika yang tidak peduli terhadap kebenaran isinya.
Namun berlawanan dengan Plato, Aristoteles memandang retorika sebagai sebuah
media komunikasi yang netral, yang dapat dimanfaatkan oleh si Pembicara untuk
maksud mulia atau jahat. Jadi, retorika dapat dipakai untuk mencapai kebaikan
hakiki atau kejahatan yang kejam.

Bagi Aristoteles, Pembicara harus memiliki etika, harus berusaha


menampilkan kebenaran dalam isi retorikanya. Agar publik dapat menerima
kebenaran yang ditampilkan, si Pembicara harus menggunakan segala teknik
retorika yang meyakinkan. Tanggung jawab ada di tangan pembicara bila publik
mengambil keputusan yang salah, karena berarti ia tidak menyampaikan retorikanya
dengan tepat.

Aristoteles mendefinisikan retorika sebagai alat yang tersedia untuk persuasi.


Pengakuan ini memperlihatkan kepekaan pengamatan Aristoteles terhadap situasi
jamannya. Sebagai seorang anak seorang tabib di masa Yunani kuno dan murid
Plato, Aristoteles hidup dengan mengamati situasi masyarakat di sekitarnya yang
banyak menggunakan suap, ancaman, dan kekerasan sebagai alat utama untuk
mempengaruhi orang lain. Pandangan Aristoteles tentang sifat persuasi retorika juga
memperlihatkan keberpihakannya terhadap cara-cara tidak koersif atau tidak
memaksa, praktik yang lazim dilakukan pada masa itu saat perbudakan merupakan
hal yang legal. Aristoteles mengajak orang yang ingin mempengaruhi orang- orang
9
lain meninggalkan praktik instingtif mereka (menyuap & menyiksa) melainkan
menggunakan retorika (West & Turner, 2004).

Untuk menjelaskan maksudnya tentang retorika, Aristoteles membandingkan


praktik retorika dengan praktik dialektika. Praktik dialektika adalah metode yang
dikenalkan oleh Socrates, guru Plato, berupa proses tanya-jawab untuk mencapai
pengetahuan lebih tinggi. Bagi Aristoteles, dialektika merupakan diskusi satu orang
dengan satu orang lain, sedangkan retorika adalah diskusi antara satu orang dengan
banyak orang. Dialektika mencari kebenaran, retorika memperlihatkan atau
menampilkan kebenaran yang telah ditemukan tersebut. Dialektika mencoba
menjawab pertanyaan- pertanyaan filosofi yang umum, sedang retorika ditujukan
para masalah yang spesifik, bersifat praktis. Dialektika mencari kepastian akan
kebenaran, sedang retorika memberikan kemungkinan-kemungkinan akan
kebenaran. Jadi, retorika merupakan seni untuk mencari cara menampilkan suatu
kebenaran pada publik.

B. Pembuktian Retorika

Pandangan Aristoteles tentang retorika tertuang dalam tiga buah buku. Buku
pertama membahas tentang Pembicara, tentang apa yang harus dilakukan oleh
Pembicara dalam retorika, terutama menyangkut kredibilitas Pembicara. Buku kedua
membahas tentang Publik yang dipercayai Aristoteles sebagai unsur terpenting
dalam retorika. Publiklah yang menentukan keberhasilan retorika. Buku ketiga
menyangkut bagaimana hadir dalam retorika, apa yang terjadi dalam proses retorika
tersebut.

Buku-buku tersebut merupakan kumpulan dari materi-materi kuliah yang ia


berikan di Akademi Plato. Karena tidak dimaksudnya untuk terbit sebagai buku,
kumpulan catatan tersebut cenderung tidak runtut dan tidak tersusun dengan baik.
Namun sampai sekarang ketiga buku tersebut tepat dipelajari para ahli public
speaking dan dianggap sebagai referensi public speaking yang paling berpengaruh
sepanjang jaman.

Ada dua asumsi dasar dalam teori Retorika yang diajukan Aristoteles.
Pertama, Pembicara yang efektif harus mempertimbangkan publik mereka.

10
Pembicara harus berorientasi pada Publik, bahwa Publik adalah individu yang
memiliki motivasi, keputusan, pilihan tersendiri, bukan sebagai entitas homogen.
Jadi Pembicara perlu menyesuaikan cara penyampaian sesuai kondisi publik
mereka supaya publik merespons sesuai harapan pembicara. Bagi Aristoteles,
publik adalah elemen retorika yang paling menentukan kesuksesan retorika, bukan
elemen pembicara dan isi pembicaraan.

Kedua, Pembicara yang efektif memanfaatkan beragam cara pembuktian


dalam presentasi mereka. Aristoteles percaya bahwa retorika harus berisi bukti-bukti
agar dapat diterima oleh publik. Terdapat tiga pembuktian yang dapat dipakai dalam
retorika:

1. Logos atau logika. Pembuktian logika berisi argumen-argumen yang


masuk akal, yang didapat dari penyimpulan fakta-fakta yang ada. Misalnya saja
logika berikut ini:

a. Pernyataan pertama: bermain adalah hak asasi setiap anak (umum-


tentang semua anak)

b. Pernyataan kedua: Adi adalah anak berusia 7 tahun (khusus-hanya


tentang Adi)

c. Kesimpulan: Adi memiliki hak asasi untuk bermain.

Logikatersebut dapat dipakai dalam kampanye menghapuspekerja/buruh


anak (child labour) dengan mengemukakan argumen bahwa seorang anak, walau
dari keluarga tidak mampu, memiliki hak asasi untuk bermain, jadi Negara harus
memastikan bahwa hak asasi tersebut terpenuhi. Logika argumen dapat bersifat
deduktif (dari umum ke khusus) seperti contoh premis di atas, dapat juga bersifat
induktif. Argumen bersifat induktif misalnya dengan memberikan contoh-contoh
spesifik dahulu lalu menarik kesimpulan yang lebih umum berdasarkan contoh
spesifik tersebut. Contoh lain dari logika adalah sebagai berikut: Pernyataan
pertama: Ada petugas hukum yang menyelewengkan hukum. Pernyataan kedua:
Bapak A adalah petugas hukum.

11
Kesimpulan: Bapak A mungkin menyelewengkan hukum.

Jadi penarikan kesimpulan harus berdasarkan fakta, namun mengandung


ketidakpastian tertentu. Retorika dapat dipakai mempengaruhi orang lain berpikir
bahwa Bapak A mungkin menyelewengkan hukum, atau dapat juga mempengaruhi
pikiran bahwa Bapak A mungkin tidak menyelewengkan hukum.

2. Ethos atau Etika. Retorika tidak cukup bila hanya berisi argumen- argumen
logika. Pembicara juga harus terlihat memiliki kredibilitas. Kesan pertama publik
terhadap pembicara tidak dimulai saat ia berbicara pertama kali, melainkan
sebelumnya. Pembicara yang terlihat meyakinkan, memiliki kredibilitas, membuat
efek argumen retorika semakin kuat. Aristoteles mengidentifikasi tiga sumber
kredibilitas pembicara:

a. Kecerdasan. Pembicara yang terdengar cerdas atau tampak cerdas


akan lebih memikat publik dibandingkan yang tidak. Publik akan menilai pembicara
cerdas bila argumen pembicara sejalan dengan nilai atau pendapat mereka,
membuat mereka berpikir “pembicara ini menyampaikan ide-ide saya” atau ”ia
benar, saya sependapat dengannya”.

b. Karakter simpatik. Pembicara yang dipersepsikan sebagai orang yang


baik dan jujur akan lebih dipercaya oleh publik. Tokoh seperti Nelson Mandela
mampu menggerakkan masyarakat Afrika Selatan menuntut penghapusan politik
apartheid yang membedakan hak orang kulit hitam dan kulit putih di Afrika Selatan.
Nelson Mandela adalah korban dari politik apartheid tersebut, ia dipenjara selama 27
tahun karena ide persamaan haknya. Namun setelah ia keluar dari penjara, ia tidak
mengajak rakyat kulit hitam Afrika Selatan membalas dendam kepada masyarakat
kulit putih. Sebaliknya, ia justru mengajak agar kedua kelompok masyarakat
berdamai untuk mencapai Negara Afrika Selatan yang sejahtera untuk semua
masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan Mandela menjadi tokoh yang sangat
karismatik, yang sangat dipercaya oleh masyarakat Afrika Selatan.

12
c. Niat baik. Publik harus percaya bahwa retorika yang disampaikan oleh
pembicara didasari niat baik, tanpa keinginan mengambil keuntungan dari publik.
Selain dianggap memiliki karakter simpatik, Nelson Mandela juga dipercaya publik
memiliki niat baik. Dalam setiap retorikanya, ia tidak mengobarkan kebencian
kepada kelompok kulit putih (kelompok yang diistimewakan dalam sistem apartheid)
melainkan mengajak setiap kelompok, tanpa memandang warna kulit, untuk bekerja
bersama membangun Afrika Selatan. Sampai saat ini, walau konflik antara kelompok
kulit putih dan kulit hitam di negara tersebut belum sama sekali hilang, Afrika Selatan
dipandang sebagai negara tersukses di benua Afrika (bahkan terpilih menjadi tuan
rumah Piala Dunia 2010).

Walaupun ide Aristoteles tentang kredibilitas telah disampaikan 25 abad lalu,


penelitian di abad ini masih menemukan kebenaran dari ide tersebut. Penilaian
publik terhadap kredibilitas pembicara akan dipengaruhi persepsi mereka apakah
pembicara tersebut memiliki kecerdasan dan karakter yang dapat dipercaya.

3. Pathos atau emosi. Retorika akan memiliki daya menggerakkan publik


bila mampu menggugah emosi publik. Aristoteles mengenali bahwa orang akan
menilai atau bertindak dengan cara berbeda saat dalam kondisi emosi duka
dibanding saat bahagia. Saat kita senang kita akan menilai orang yang sedang
diadili di pengadilan sebagai orang yang kejahatannya ringan atau tidak bersalah
sama sekali. Namun saat kita marah, penilaian kita akan berbeda.

Aristoteles mengidentifikasi beberapa emosi yang bisa dimanfaatkan dalam


retorika, antara lain (Griffin, 2003: 309):

a. Kemarahan. Publik dapat dibangkitkan kemarahannya bisa


diperlihatkan kejahatan yang mereka alami. Namun saat pelaku kejahatan terlihat
merasa bersalah, publik akan menjadi tenang.

b. Cinta atau persahabatan. Publik dapat dibangkitkan rasa cintanya,


rasa ingin melindungi orang-orang yang mereka cintai supaya bergerak melakukan
apa yang diinginkan oleh Pembicara.

13
c. Ketakutan. Rasa takut juga dikenali sebagai emosi yang mampu
menggerakkan orang melakukan beragam hal secara yang berbeda dibanding bila
ketakutan itu tidak ada. Misalnya dengan membayangkan adanya ancaman bencana
atau tragedi dapat menimpa kita.

d. Rasa malu. Rasa ini dapat muncul bila suatu peristiwa terjadi karena
kesalahan kita, terutama bila kesalahan tersebut diungkap di depan keluarga,
teman, atau orang-orang yang kita kagumi.

e. Kejengkelan. Kita semua memiliki rasa keadilan. Saat kita melihat ada
pihak yang lemah yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil, rasa jengkel akan
mudah muncul. Rasa jengkel ini dapat dibangkitkan supaya publik melakukan
sesuatu.

f. Kekaguman. Kita biasanya mengagumi nilai moral yang baik,


kekuasaan, kekayaan, dan kecantikan. Misalnya saja, rasa kagum akan lebih mudah
muncul saat kita mengetahui bahwa seseorang memperoleh harta kekayaannya
berkat kerja keras bertahun-tahun, bukan dengan cara menang lotre.

Sampai saat ini emosi-emosi seperti yang diuraikan Aristoteles terbukti masih
dapat menggerakkan publik saat proses public speaking. Misalnya saja pembicara
ingin publik melakukan gerakan anti korupsi, maka si pembicara akan menggunakan
contoh hukuman ringan diterima seorang koruptor miliaran rupiah dibandingkan
hukuman berat yang diterima oleh seorang ibu tua yang dituduh mencuri beberapa
butir buah kakao. Rasa cinta pada anak dan cucu dibangkitkan dalam kampanye
hemat air bersih supaya kita memakai air dengan bijak saat ini karena air bersih
sudah semakin berkurang di bumi, yang kalau dibiarkan terus akan membuat anak
dan cucu kita kekurangan atau bahkan kehabisan air bersih.

Menurut Aristoteles cara-cara pembuktian di atas dapat dimanfaatkan dalam


situasi yang berbeda. Ia membagi situasi tersebut menjadi tiga tipe: Pertama,
forensik atau yudisial, menyangkut kepentingan untuk menentukan benar atau
salahnya suatu hal yang terjadi pada masa lalu. Sesuai dengan namanya, situasi
retorika ini banyak dijumpai dalam pengadilan. Tipe kedua adalah deliberative atau
politik menyangkut kepentingan untuk menentukan apakah suatu hal harus

14
dilakukan atau tidak perlu dilakukan demi masa depan. Situasi kedua lebih banyak
kita temukan dalam pertemuan politik. Sedang tipe ketiga adalah epideitik atau
seremoni menyangkut pujian atau kecaman mengenai hal yang terjadi sekarang.
Situasi ketiga banyak ditemukan dalam upacara atau acara sosial.

C. Lima Hukum Retorika

Tulisan-tulisan Aristoteles menjadi bacaan wajib di sekolah-sekolah di Yunani


dan membawa pengaruh besar bagi para pembicara di depan publik pada masa
tersebut. Pada saat Romawi menguasai Yunani, pemikiran para guru dan filsuf
Yunani diadopsi oleh Romawi. Salah satu yang orator Yunani yang kemudian
menjadi orator Romawi yang paling terkenal adalah Cicero (106-43 SM). Ia
berusaha memopulerkan retorika dengan menerjemahkan berbagai tulisan tentang
retorika dalam bahasa Yunani ke bahasa Latin (yang dipakai Romawi).

Cicero percaya bahwa seorang pembicara tidak hanya mempelajari materi


yang akan ia bawakan tetapi juga konteks sosial kemasyarakatan dari materi
tersebut. Misalnya saja saat seorang pembicara membahas tentang puisi atau
tulisan tertentu, ia tidak hanya membahas tentang puisi/tulisan itu saja tapi juga
pengaruh puisi/tulisan terse- but bagi kehidupan budaya dan politik masyarakat. Jadi
seorang pembicara harus memiliki wawasan yang luas tentang semua bidang
kehidupan: budaya, politik, hukum, literatur, etika, pengobatan, bahkan matematika.

Cicero merumuskan lima hukum retorika (the five canons of rhetoric) yang ia
ajarkan di sekolah miliknya. Selama berabad-abad kelima hukum tersebut menjadi
landasan instruksional penyusunan retorika, bahkan sampai saat ini. Kelima hukum
tersebut terdiri dari:

1. Penemuan (inventio). Istilah yang dipakai ini dapat membingungkan


karena memiliki arti berbeda dengan kata invensi/temuan yang kita kenal dalam ilmu
pengetahuan. Bagi Cicero penemuan merupakan tahap menggali topik dan
merumuskan tujuan yang sesuai dengan kebutuhan publik. Tahap ini berhubungan
erat dengan konsep logika (logos) dalam tiga pembuktian retorika yang telah kita
bahas di atas. Dalam tahap ini pembicara merancang isi argument,

15
mempertimbangkan pro-kontra dalam topik-topik yang ia bawakan, serta
menyesuaikan argumen dengan situasi publik.

2. Pengaturan/penyusunan (dispositio). Kita perlu menyusun argumentasi


yang sederhana. Pertama dengan menyebutkan subyek argumen kita dan kedua
dengan memberikan bukti-bukti yang mendukung argumen tersebut. Aristoteles
membagi strategi organisasi retorika menjadi tiga tahap: introduksi, isi, dan
kesimpulan. Bagian introduksi/pendahuluan harus menarik perhatian publik,
meningkatkan kredibilitas, dan menjelaskan tujuan retorika, serta hubungan antar
bagian retorika. Lalu dilanjutkan dengan bagian isi. Isi meliputi semua argument,
fakta pendukung, serta contoh-contoh untuk memperjelas argumen. Bagian
kesimpulan harus mengingatkan publik apa yang telah mereka dengar dan
membangkitkan emosi publik.

3. Gaya (elucutio). Hukum retorika yang satu ini menyangkut pemilihan


bahasa yang dipakai, termasuk istilah yang dipakai serta kepantasan berbahasa.
Bila kita berbicara di depan remaja, kita dapat menggunakan bahasa pergaulan para
remaja tersebut untuk menciptakan kedekatan dengan publik. Namun bila
berhadapan dengan publik lain, kita perlu menyesuaikan pemilihan bahasa dengan
publik tersebut. Aristoteles menyarankan penggunaan metafora untuk memperkuat
efek pesan yang disampaikan, untuk mengajak publik membayangkan apa yang kita
sampaikan. Misalnya ketika mengajak publik mengurangi pemakaian kantong
plastik, kita dapat mengatakan:

“Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 hingga 500 tahun hingga dapat
terurai dengan sempurna. Bayangkan bahwa tidak hanya anak dan cucu kita yang
mengalami dampaknya, melainkan lima generasi kehidupan setelah kita”

4. Ingatan (memoria). Aristoteles berpendapat bahwa Pembicara harus


hafal pesan yang disampaikannya. Hal ini tidak lagi relevan pada masa sekarang
karena sering kali kita dapat menggunakan alat bantu seperti catatan atau
powerpoint. Namun hukum tentang ingatan dalam retorika pada masa ini dapat
mengacu pada keharusan bagi pembicara memiliki ingatan/pengetahuan tentang
subyek atau materi yang disampaikan.

16
5. Penyampaian (pronuntiatio) mengacu pada presentasi materi retorika
secara nonverbal. Penyampaian menyangkut perilaku pembicara, termasuk kontak
mata, mimik wajah, naik-turun nada suara, cepat- lambat berbicara, dan sebagainya.
Penyampaian harus terasa alami. Bila dibuat-buat atau dimanipulasi justru pesan
public speaking tidak akan meyakinkan publiknya.

Jadi walaupun yang merumuskan kelima hukum retorika di atas adalah


Cicero, pengaruh Aristoteles dalam pemikiran Cicero jelas terlihat. Cicero juga
meninggalkan banyak buku dan tulisan yang berpengaruh terhadap retorika masa
kini. Pada awal kariernya sebagai pengacara, Cicero lebih banyak mengembangkan
pemikiran dalam bentuk surat atau naskah pidato. Ia sibuk mengejar popularitas
politik, menjalin hubungan baik dengan banyak politisi berpengaruh, hingga
mencapai kedudukan sebagai anggota senat. Pada masa itu senat tidak memiliki
otoritas tinggi, hanya dapat menawarkan ide atau saran, tapi saran tersebut
biasanya diikuti oleh para politisi. Namun kesuksesan politiknya ini mengalami
pasang surut, bahkan diasingkan secara politik, karena perubahan penguasa, mulai
Julius Caesar, Marc Anthony, hingga Octavian (yang akan lebih dikenal sebagai
kaisar Agustus).

Saat ia mengalami pengasingan politik Cicero mengembangkan pemikirannya


dalam bentuk buku. Sayangnya, banyak tulisan Cicero yang musnah atau tidak
lengkap. Namun para ahli public speaking yang mempelajari pemikiran Cicero
menemukan bahwa surat-surat dan naskah pidato yang ia tulis tidak dapat
mencerminkan apa yang sungguh diyakini ataupun pemikiran orisinal Cicero. Karena
ditulis dengan kepentingan politik tertentu, tulisan-tulisan tersebut banyak berisi
pujian, persuasi, argumen, yang tidak selalu konsisten satu sama lain.

Kelima hukum retorika di atas terdapat dalam buku On Invention yang ditulis
Cicero sewaktu masih muda. Dalam buku On the Orator, Cicero menuliskan
pemikirannya tentang hubungan antara hukum, filosofi, dan retorika. Ia
menempatkan retorika di atas filosofi dan hukum dengan argumentasi bahwa
pembicara retorika yang baik seharusnya sudah menguasai filosofi dan hukum.
Orator terbaik seharusnya adalah manusia terbaik yang paham akan cara hidup

17
yang benar dan memberi tahu orang lain tentang cara hidup tersebut melalui pidato-
pidatonya, contoh hidupnya, dan merancang hukum yang baik.

Dalam Brutus, Cicero membuat daftar orator-orator terkenal Yunani dan


Romawi, disertai penilaiannya akan keunikan karakter mereka, serta keunggulan
dan kelemahan mereka. Dalam buku tersebut Cicero menekankan bahwa orator
yang baik harus “memerintah pendengar, memberi kesenangan, dan menggugah
emosinya”. Namun berlawanan dengan pemikiran sebelumnya bahwa orator yang
baik seharusnya manusia terbaik, dalam buku ini Cicero juga mengatakan bahwa
seorang orator harus diperbolehkan “membiaskan sejarah (misalnya berbohong)
untuk memberi penekanan pada narasi mereka” (Clayton dalam
http://www.iep.utm.edu/cicero/). Masih banyak lagi buku-buku Cicero yang lain,
terutama menyangkut retorika, filosofi dan hukum karena selama diasingkan secara
politik ia dilarang untuk menulis tentang politik. Walau tidak semua relevan untuk
masa sekarang ini, buku-buku Cicero tetap menjadi bahan studi berharga bagi kita
yang mempelajari public speaking.

D. Perkembangan Publis Speaking Setelah Era Yunani Kuno

Perkembangan kebudayaan dan perdagangan Yunani Kuno menyebabkan


pemikiran dan ajaran retorika ini menyebar ke berbagai penjuru kota-kota lainnya.
Saat Romawi menjajah Yunani, pemikiran ini diadopsi oleh masyarakat Romawi dan
disebarluaskan bersamaan dengan ekspansi kerajaan Romawi ke seluruh dunia,
terutama Eropa.

Pada abad pertengahan (mengacu pada abad ke-5 sampai 15 di Eropa),


retorika diajarkan di universitas-universitas di Eropa sebagai pelajaran pokok,
bersama dengan logika dan struktur bahasa. Kebangkitan monarki Eropa
menyebabkan kebebasan berbicara di depan publik berkurang, mendorong
pemanfaatan retorika terbatas dalam upacara keagamaan serta penyebaran agama
Kristen di Eropa. Retorika dipelajari oleh lembaga- lembaga agama karena
keterampilan ini bermanfaat dalam menyebarluaskan ajaran agama ke berbagai
wilayah.

18
Perkembangan seni dan budaya, serta sistem negara yang tidak demokratis,
mendorong pemikiran atau ide dituangkan tidak dalam bentuk retorika tutur (seni
berbicara lisan) seperti pidato politik, melainkan dalam bentuk tulisan berupa cerita,
puisi, surat-surat korespondensi, atau bahkan lukisan. Struktur berpikir serta
keterampilan memilih kata yang banyak dimanfaatkan dalam retorika lisan juga
ternyata sangat bermanfaat bagi retorika tertulis pada abad pertengahan tersebut.

Perkembangan ilmu pengetahuan juga mendorong penggunaan retorika


untuk menyebarkan ilmu tersebut. Namun berbeda dengan retorika klasik Yunani
yang penuh gaya, retorika ilmu pengetahuan menggunakan bahasa yang lugas,
menekankan pada fakta, serta tidak banyak memakai metafora. Keindahan retorika
tidaklah penting, yang penting adalah isi keilmuannya.

Pada abad 18 dan 19, beragam klub debat dan diskusi bermunculan di Eropa
dan di Amerika sehingga kemampuan berbicara di depan publik kembali
berkembang di kalangan masyarakat awam, bukan hanya kaum bangsawan atau
rohaniwan. Revolusi Kemerdekaan di Amerika Utara (berlangsung dari 1775 sampai
1777 yang menghasilkan negara Amerika Serikat) dan Revolusi Prancis di Eropa
(berlangsung pada 1789-1799 mendorong berakhirnya bentuk kerajaan di Prancis)
menginspirasi perubahan sistem politik di berbagai negara di Eropa dan Amerika.
Pertumbuhan sistem politik demokrasi kembali mendorong berkembangnya praktik
public speaking, seperti yang terjadi pada masa Yunani Kuno.

Mereka yang mempelajari public speaking pada masa itu kembali belajar
tentang berbagai hukum retorika yang diidentifikasi Cicero dan tokoh retorika
lainnya. Studi terhadap public speaking mulai dilakukan di beberapa universitas
terkenal, seperti Universitas Harvard di Amerika Serikat.

Pada abad 20 dan 21 retorika dan public speaking berkembang menjadi mata
kuliah atau mata pelajaran yang diberikan di sekolah menengah atau di universitas.
Prinsip-prinsip yang diajarkan sejak masa Yunani Kuno seperti ethos/etika,
logos/logika, dan pathos/emosi masih diajarkan sampai sekarang, dengan
penyesuaian dengan kondisi jaman. Reputasi public speaking semakin tumbuh
setelah munculnya Ilmu Komunikasi yang diajarkan di berbagai universitas. Public
19
speaking semakin berkembang dalam bidang pemasaran, periklanan, politik, dan
literatur.

Perkembangan media komunikasi saat ini juga menuntut penyesuaian dalam


public speaking. Keberagaman budaya masyarakat dunia, kemudahan menjangkau
orang-orang di bagian dunia mana pun, serta pertumbuhan teknologi mengubah
wajah public speaking saat ini. Istilah publik dalam public speaking juga berkembang
tidak hanya mengacu pada orang-orang yang kita temui secara langsung, dalam
sebuah ruangan yang sama, seperti praktik public speaking konvensional. Publik
dalam public speaking modern juga dapat meluas menjadi mereka yang
mendengarkan pesan kita melalui media seperti radio, televisi, bahkan internet.

Saat melakukan public speaking dengan media radio, gerak tubuh tidaklah
penting, yang penting adalah pilihan kata, intonasi, cepat-lambat pengucapan, dan
sebagainya. Saat menggunakan media televisi pandangan mata menjadi penting.
Publik yang menonton televisi ingin supaya pembicara sedang bercakap-cakap
langsung dengan mereka. Karena itu, pembicara sering dianjurkan untuk
memandang langsung ke kamera seakan sedang menatap mata orang ia ajak
bicara, seperti yang sering kita lakukan dalam percakapan tatap muka. Internet
memungkinkan public speaking yang kita lakukan dilihat oleh orang-orang dari
berbagai belahan dunia tanpa dibatasi oleh waktu karena data public speaking kita
terekam dalam ruang penyimpanan komputer. Public speaking juga tidak lagi hanya
terbatas pada komunikasi verbal menggunakan suara dan kata-kata, tapi juga
melalui foto, tulisan, simbol, film, lukisan, bahkan arsitektur bangunan, yang
sekarang dikenal sebagai retorika visual. Retorika visual sangat mengandalkan
komunikasi nonverbal. Misalnya saja sebuah iklan minuman ringan menampilkan
sekelompok remaja yang bermain sepeda, tertawa sambil meminum produk yang
diiklankan. Imaji tersebut berusaha mempengaruhi kita bahwa bila kita meminum
produk tersebut, kita akan sehat dan bahagia seperti pada remaja tersebut. Berbeda
dengan desain grafis yang mementingkan keindahan sebuah karya grafis, retorika
visual mementingkan pesan komunikasi yang hendak disampaikan oleh grafis
tersebut. Kehadiran media internet sangat membantu penyebarluasan retorika visual
tersebut karena kemampuannya menyalurkan data dalam bentuk tertulis maupun
gambar, bahkan video. Terlepas dari bentuk simbol yang dipakai, mulai dari kata-

20
kata hingga bentuk visual, public speaking terus berkembang menjadi sebuah
keterampilan yang penting untuk dikuasai pada masa ini.

2.2 Definisi Analisis Audiens

A. Analisis

Analisis adalah proses pemecahan, pemilahan, dan pembuatan penjelasan atau


interpretasi mengenai suatu hal atau situasi dengan tujuan untuk memahami atau
mengevaluasi bagaimana suatu hal bekerja atau beroperasi. Analisis dapat
dilakukan pada berbagai jenis objek, seperti data, informasi, situasi, masalah,
keadaan, atau sistem. Secara umum, analisis melibatkan proses mengumpulkan
informasi, memilah-milah, menganalisis, dan menginterpretasi informasi tersebut
untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam atau solusi yang lebih baik.

Analisis dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, metode, atau teknik yang
sesuai dengan objek yang dianalisis. Misalnya, analisis data dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik statistik, sedangkan analisis kebijakan dapat dilakukan dengan
menggunakan kerangka analisis kebijakan (policy analysis framework).

Tujuan dari analisis adalah untuk memberikan pemahaman yang lebih


komprehensif dan akurat tentang suatu hal atau situasi, sehingga dapat membantu
pengambilan keputusan yang lebih baik, menyelesaikan masalah, atau mencapai
tujuan tertentu.

B. Audience

Audience dalam public speaking adalah khalayak atau pendengar yang hadir
dalam suatu acara atau presentasi. Audience dapat terdiri dari berbagai macam
orang dengan latar belakang, kepentingan, pengetahuan, dan sikap yang berbeda-
21
beda. Dalam public speaking, audience merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan oleh pembicara atau presenter, karena keberhasilan presentasi sangat
tergantung pada respons dan tanggapan dari audience.

Menurut buku "Public Speaking: Kiat, Teknik, dan Etika Berbicara di Depan
Publik" karya Mochamad Adam Yusuf, audience adalah orang atau kelompok yang
menjadi sasaran atau target pesan yang disampaikan dalam suatu acara atau
presentasi. Audience dapat terdiri dari berbagai macam orang dengan latar
belakang, pengetahuan, kepentingan, dan sikap yang berbeda-beda, sehingga
dalam menyampaikan pesan, seorang pembicara harus memahami karakteristik dan
kebutuhan dari audience agar dapat disampaikan dengan efektif dan efisien.

Dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi audience, seorang pembicara


harus melakukan riset terhadap audience, memperhatikan faktor non-verbal dalam
berkomunikasi dengan audience, serta menyesuaikan gaya penyampaian pesan
yang akan disampaikan agar sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan dari
audience. Dengan memperhatikan audience dengan baik, seorang pembicara dapat
menyampaikan pesan secara efektif dan efisien, serta meningkatkan kualitas
presentasinya.

C. Analisis Audience

Analisis audience dalam public speaking adalah proses mengumpulkan dan


menganalisis informasi tentang karakteristik, kebutuhan, dan sikap dari audiens
yang hadir dalam suatu presentasi atau acara. Analisis audience dilakukan untuk
mempersiapkan presentasi yang tepat dan efektif, dan membantu pembicara
memahami audiens agar dapat mengadaptasi pesan dan gaya penyampaian yang
sesuai dengan karakteristik audiens.

Menurut buku "Public Speaking: Teori dan Praktik" karya Effendy (2015), analisis
audience adalah proses mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data
tentang karakteristik audiens seperti latar belakang, usia, pendidikan, dan pekerjaan,
serta memahami tujuan, kebutuhan, dan harapan audiens terhadap presentasi atau
acara tersebut. Pembicara juga perlu memperhatikan faktor non-verbal seperti

22
bahasa tubuh, intonasi suara, dan gestur, yang dapat membantu memahami sikap
dan respon audiens selama presentasi.

Dalam melakukan analisis audience, pembicara dapat memanfaatkan berbagai


sumber informasi seperti survei, wawancara, atau observasi untuk memperoleh data
yang cukup tentang audiens. Selain itu, pembicara dapat pula mempergunakan
teknologi digital atau media sosial untuk memperoleh informasi tentang audiens.

Dalam keseluruhan, analisis audience dalam public speaking adalah langkah


penting untuk mempersiapkan presentasi yang tepat dan efektif. Dengan memahami
audiens secara lebih mendalam, pembicara dapat menyusun pesan dan gaya
penyampaian yang tepat sehingga pesan dapat disampaikan dengan efektif dan
dapat meraih tujuan yang diinginkan.

2.3 Jenis-Jenis Analisis Audiens

Perlu diketahui bahwa audience analysis dapat dilakukan dalam beragam


bentuk sesuai tujuan yang ingin dicapainya. Berikut penjabarannya secara singkat
berikut.

1. Demografis

Proses yang mengelompokkan dan menganalisis sebuah audiens


berdasarkan kategori demografis seperti umur, gender, dan lokasi geografis.

2. Branded

Proses yang mengidentifikasi dan memahami audiens dari suatu brand


tertentu. Baik itu brand milik perusahaan sendiri atau kompetitor yang berasal dari
industri serupa.

3. Psikografis

Psikografis adalah proses mengategorikan dan menganalisis audiens


berdasarkan faktor seperti afinitas, ketertarikan, dan nilai yang dipegangnya.

23
4. Unbranded

Proses memahami audiens dengan sesuatu yang tidak terkait dengan brand
yang serupa. Seperti konsumen dari suatu produk yang umum atau pembaca dari
suatu publikasi tertentu.

5. Kompetitor

Proses mengidentifikasi dan menganalisis data seputar audiens milik


kompetitor.

6. Sosial

Proses menggunakan data dari platform media sosial seputar user aktifnya
untuk membantu brand memahami audiensnya lebih baik lagi.

2.4 Pentingnya Analisis Audiens Dalam Public Speaking

Analisis audiens merupakan hal yang sangat penting dalam public speaking.
Tanpa melakukan analisis audiens yang baik, pesan yang disampaikan oleh
pembicara mungkin tidak akan efektif dan tidak dapat diterima dengan baik oleh
audiens yang hadir. Oleh karena itu, analisis audiens harus dilakukan sebelum
penyampaian pesan, agar pembicara dapat mempersiapkan pesan yang sesuai
dengan audiens yang hadir.

Beberapa alasan mengapa analisis audiens sangat penting dalam public


speaking adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik audiens

Dalam analisis audiens, pembicara dapat mempelajari karakteristik audiens


seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan latar belakang, yang akan
membantu pembicara dalam menentukan pesan dan gaya penyampaian yang tepat
untuk audiens yang hadir.

24
2. Memahami kebutuhan dan harapan audiens

Dengan melakukan analisis audiens, pembicara dapat memahami kebutuhan


dan harapan audiens, sehingga pesan yang disampaikan dapat relevan dan
bermanfaat bagi audiens yang hadir.

3. Memprediksi sikap dan respons audiens

Dalam melakukan analisis audiens, pembicara dapat memprediksi sikap dan


respons audiens terhadap pesan yang disampaikan. Hal ini dapat membantu
pembicara untuk mempersiapkan strategi yang tepat dalam mengatasi masalah atau
hambatan selama penyampaian pesan.

4. Meningkatkan efektivitas penyampaian pesan

Dengan melakukan analisis audiens yang baik, pembicara dapat menyusun


pesan dan gaya penyampaian yang tepat untuk audiens yang hadir, sehingga pesan
yang disampaikan dapat lebih efektif dan dapat diterima dengan baik oleh audiens.

Dalam keseluruhan, analisis audiens merupakan langkah penting dalam


public speaking. Dengan melakukan analisis audiens yang baik, pembicara dapat
mempersiapkan pesan yang sesuai dengan audiens yang hadir, sehingga pesan
yang disampaikan dapat lebih efektif dan dapat diterima dengan baik oleh audiens.

2.5 Penggunaan Kata Dan Kalimat Yang Benar Dalam Public Speaking

Penggunaan kata dan kalimat yang benar dalam public speaking sangat
penting, karena dapat mempengaruhi bagaimana audiens menerima pesan yang
disampaikan. Berikut ini adalah beberapa tips dalam penggunaan kata dan kalimat
yang benar dalam public speaking:

1. Gunakan kata yang mudah dipahami

Hindari penggunaan kata yang sulit atau terlalu teknis, terutama jika audiens
bukan merupakan ahli di bidang yang dibicarakan. Gunakan kata-kata yang mudah
dipahami agar pesan dapat diterima dengan baik oleh audiens.
25
2. Hindari penggunaan kata kasar atau ofensif

Hindari penggunaan kata-kata kasar atau ofensif dalam public speaking. Hal ini
dapat menyebabkan audiens merasa tidak nyaman atau bahkan mengganggu
suasana.

3. Gunakan kalimat yang singkat dan jelas

Gunakan kalimat yang singkat dan jelas agar pesan dapat disampaikan dengan
lebih mudah dipahami oleh audiens. Hindari kalimat yang terlalu panjang atau rumit,
karena dapat membuat audiens kehilangan fokus.

4. Gunakan variasi dalam intonasi dan tempo bicara

Gunakan variasi dalam intonasi dan tempo bicara agar pesan dapat disampaikan
dengan lebih menarik dan tidak membosankan. Hindari bicara terlalu cepat atau
terlalu lambat, karena dapat membuat audiens sulit untuk mengikuti.

5. Perhatikan bahasa tubuh

Perhatikan bahasa tubuh saat berbicara, karena dapat mempengaruhi cara


audiens menerima pesan. Hindari bahasa tubuh yang terlalu dominan atau terlalu
mengekspresikan diri, karena dapat mengganggu perhatian audiens.

Penggunaan kata dan kalimat yang benar sangat penting dalam public
speaking. Dengan memperhatikan penggunaan kata dan kalimat yang tepat,
pembicara dapat memastikan pesan dapat disampaikan dengan efektif dan dapat
diterima dengan baik oleh audiens.

2.6 Kesalahan Umum Yang Terjadi Dalam Kegitan Public Speaking

Adapun kesalahan yang terjadi dalam public speaking, ialah sebagai berikut:

1. Tidak Berlatih

26
Pembicara publik yang baik selalu mempersiapkan diri. Mereka tahu topik
yang hendak dibahas, mengorganisasi isi kontennya, membuat slide presentasi, dan
mempelajari catatan kecil yang sudah disiapkan.

Sayangnya, tidak semua public speaker berlatih terlebih dulu. Kebiasaan


buruk ini berakibat pada audiens menonton penampilan yang tidak mulus dan
kurang persiapan, alih-alih performa yang memuaskan.

Untuk memaksimalkan persepsi penonton dan memperoleh tanggapan yang


diinginkan, cobalah untuk melatih public speaking Anda keras-keras setidaknya tiga
kali.

2. Tidak Mengenali Audiens

Audiens menyukai pembicaraan yang relevan dengan diri mereka. Namun


seringkali pembicara melakukan kesalahan dengan tidak mengaitkan topik
pembicaraan dengan audiens.

Akibatnya, penonton menjadi bosan dan tidak akan mendengarkan Anda.


Percaya atau tidak, penonton tahu persis apakah Anda sudah mempersiapkan
dengan baik presentasi tersebut. Ketika tidak mendapat apa yang ingin mereka
dengar, penonton akan kecewa.

3. Pembukaan yang Biasa Saja

Pembukaan adalah bagian yang paling penting. Namun seringkali public


speaker menghabiskan beberapa menit pertama yang berharga dengan
menyampaikan hal-hal yang tidak perlu.

Misalnya membuat lelucon, membacakan agenda acara, atau lainnya.


Akibatnya, pembicara tersebut gagal menarik perhatian audiens.

Sebagai gantinya, buatlah pembukaan yang kuat. Contohnya adalah


menceritakan kisah yang relevan, mengungkapkan angka statistic, atau
menanyakan pertanyaan yang membuat audiens berpikir.

27
4. Terlalu Banyak Membuat Lelucon

Tidak ada rumusan khusus terkait seberapa banyak humor yang sebaiknya
disampaikan dalam public speaking. Terutama jika Anda tidak mengetahui betul
siapa audiens Anda.

Humor memang dapat mencairkan suasana yang membosankan. Namun


ingat, Anda juga tidak ingin tampak terlalu keras berusaha menjadi komika. Jadilah
diri sendiri. Anda dapat membubuhkan sedikit humor dalam jumlah yang pantas

5. Membaca dari Slide Presentasi

Membuat materi dalam bentuk slide presentasi dapat membantu Anda


mengingat-ingat poin penting. Namun jika penonton melihat Anda terus-menerus
membaca slide presentasi, maka akan timbul kebosanan. Pasalnya mereka
mendapat informasi secara verbal dan visual yang sama dua kali.

6. Kontak Mata Kurang Fokus

Dari pemula sampai ahli, kebanyakan public speaker gagal melakukan kontak
mata terus-menerus dengan audiens. Tanpa sadar mereka berkontak mata dari satu
orang ke orang lainnya, tanpa pernah berhenti untuk melihat apakah penonton
benar-benar menangkap isi pembicaraan.

Kurangnya kontak mata menunjukkan ketidaktulusan, kurangnya minat,


kurang tertarik, rasa gugup, bahkan sikap arogan. Untuk itu, pertahankan kontak
mata setidaknya dua hingga tiga detik per orang, yakni cukup lama untuk
menyelesaikan satu kalimat.

Komunikasi lewat kontak mata adalah bentuk komunikasi nonverbal paling


penting yang wajib dimiliki public speaker.

7. Terlalu Banyak Data

Memang presentasi yang baik membutuhkan riset dan data yang cukup. Hal
tersebut menunjukkan kredibilitas Anda sebagai public speaker.Terkadang public
speaker mencari jalan aman dalam menyampaikan pesannya. Yaitu dengan

28
berfokus pada logika, bahasa, analisis, alasan, berpikir kritis, dan data. Ketika Anda
terlalu mengandalkan isi konten seperti ini, ujung-ujungnya Anda akan berbicara
terlalu panjang, membaca terlalu banyak slide, dan mengabaikan poin utama dari
publik speaking, yakni audiens itu sendiri. Hilangkan kebiasaan terlalu banyak
menggunakan data. Hal ini membuat audiens kehilangan minat dan keyakinan
bahwa Anda mampu menginspirasi mereka.

Di sisi lain, gunakan isi konten yang banyak memanfaatkan aktivitas otak
kanan. Misalnya emosi, gambar, cerita, contoh, empati, humor, imajinasi, warna,
suara, sentuhan, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan studi yang menyebutkan
manusia cenderung mengambil keputusan berdasarkan emosi terlebih dahulu.

Demikian pula audiens. Dengan kata-kata, Anda dapat menimbulkan emosi


dalam diri audiens. Lalu sampaikan analisis untuk memvalidasi emosi mereka.
Presentasi yang berkesan dan persuasif selalu berimbang antara informasi dan
inspirasi.

8. Kurang Berenergi

Penampilan yang tampak antusias akan menarik perhatian para penonton.


Sementara itu, penyampaian presentasi yang membosankan adalah yang paling
tidak disukai. Ciri-cirinya adalah suara rendah yang monoton, ekspresi yang
membosankan, dan kurang berenergi.

Buatlah presentasi Anda lebih berenergi. Caranya adalah dengan berbicara


secara lebih ekspresif, tersenyum dengan tulus, bergerak secara natural, dan
nikmati momen presentasi tersebut.

9. Terlalu Terburu-buru

Di sisi lain, bisa jadi si pembicara terlalu terburu-buru dalam menyampaikan


materi mereka. Mereka tidak mengontrol kecepatan berbicara dan tidak berhenti
pada poin-poin yang penting.

2.7 Cara Penyampaian Yang Baik Dalam Public Speaking

29
1. Pertahankan Kontak Mata dalam Public Speaking.

Kita semua tahu bahwa mata adalah jendela hati, oleh karena itu menjaga kontak
mata sangatlah penting dalam melakukan public speaking. Coba bayangkan ketika
seorang pembicara yang berbicara di atas panggung tidak mau menatap para
audiensnya, melainkan mengarahkan pandangannya ke bawah dan menunduk
seperti orang yang sedang bersedih. Kira-kira, apa yang akan dipikirkan para
audiens? Mungkin audiens akan berpikir bahwa sang pembicara adalah seorang
yang malu, lupa dengan teks pidatonya, bahkan menganggap bahwa sang
pembicara sangat tidak profesional.

Itulah mengapa membuat dan mempertahankan kontak mata sangat penting


di dalam public speaking. Dengan mempertahankan kontak mata, ini akan
membangun rasa kepercayaan antara kita dan audiens. Bagaimana jika merasa
canggung untuk melakukan kontak mata? Jangan khawatir, hal ini bisa dilatih secara
perlahan-lahan kok.

Rekan pembaca bisa melatih kontak mata dengan seseorang yang paling
dekat dengan Anda, misalnya orang tua atau pasangan rekan pembaca. Ketika
rekan pembaca harus melakukan public speaking di hadapan banyak orang, cobalah
untuk melakukan kontak mata dengan para audiens dan anggap mereka seakan-
akan mereka adalah orang terdekat Anda.

2. Perhatikan Vokalik atau Paralanguage dalam Public Speaking.

Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, atau
bisa dikatakan sebagai cara berbicara. Contoh dari paralanguage adalah nada
suara, nada keras, nada lembut (lemah) dalam suara, intonasi, kualitas suara dan
kecepatan dalam berbicara.

Penyampaian public speaking yang baik adalah menggunakan variasi dalam


tingkat nada, intonasi atau dengan kata lain menggunakan paralanguage yang tepat.
Penggunaan paralanguage atau vokalik bertujuan untuk menghindari public
speaking yang monoton. Duh, siapa sih yang suka mendengar pidato atau kata
sambutan yang nadanya sangat monoton? Yang ada nanti para audiens merasa

30
bosan atau mengantuk saat mendengarkannya. Jadi, jangan lupa untuk belajar
vokalik atau paralanguage yang tepat ya, rekan-rekan.

3. Perhatikan Cara Pengucapan dalam Public Speaking.

Cara ketiga untuk memiliki penyampaian yang baik dalam public speaking
adalah memperhatikan pengucapan ketika kita melakukan public speaking. Cara kita
mengartikulasikan dan mengucapkan kata-kata adalah sesuatu yang penting untuk
diperhatikan, tujuannya agar para pendengar dapat memahami kata-kata yang kita
sampaikan.

Akan tetapi, jika kita merasa nervous, takut atau canggung, kita mungkin akan
berbicara dengan sangat cepat, sampai-sampai audiens akan merasa kesulitan
untuk memahami pesan atau informasi yang kita sampaikan. Tidak hanya itu,
audiens mungkin tidak bisa menangkap seluruh informasi penting, sehingga public
speaking kita tidak berjalan dengan efektif.

Cara yang bisa kita lakukan untuk melatih pengucapan yang jelas yaitu
dengan berbicara dengan menunjukkan gigi. Ketika kita sedang berbicara dan
merasa pembicaraan kita sudah semakin cepat, maka kontrol kecepatan suara kita
dengan menunjukkan gigi kita kembali ketika berbicara.

4. Jauhi Segala Hambatan Nonverbal di Area Public Speaking.

Memperhatikan ruangan atau area yang kita gunakan untuk public speaking
adalah hal yang sangat penting loh, rekan-rekan! Kita perlu mencari tahu apakah
area atau tempat yang akan kita gunakan memiliki hambatan non-verbal atau tidak?
Hambatan nonverbal ini biasanya sesuatu yang menghalangi interaksi kita dengan
para audiens, misalnya tangga panggung yang terlalu menjulang tinggi, sehingga
kita sulit untuk turun ke bawah panggung dan berinteraksi langsung dengan audiens.

Menggunakan area atau tempat public speaking dengan mengetahui titik-titik


strategis yang tepat akan membuat kita semakin percaya diri dalam melakukan
public speaking. Hasilnya, kita akan terlihat nyaman, aman, santai dan sangat

31
menikmati jalannya public speaking. Dengan begitu, kita akan memiliki penyampaian
yang baik dalam public speaking.

5. Lakukan Beberapa Gerakan dan Kuasai Perpindahan yang Baik

Coba bayangkan jika ada seorang pembicara yang melakukan public


speaking di atas panggung namun hanya berdiri kaku tanpa melakukan pergerakan
apapun. Hmm, aneh juga ya, pasti sang pembicara akan terlihat seperti patung
mannequin. Masalahnya, presenter atau pembicara yang tidak melakukan
pergerakan apapun tidak akan bisa menyampaikan emosi yang baik kepada para
audiensnya. Misalnya, naskah pidato seorang presenter adalah tentang kata-kata
motivasi untuk membangkitkan semangat para audiensnya, namun, sang presenter
tidak melakukan pergerakan apapun dan hanya berdiri atau terpaku di atas
panggung.

Oleh karena itu, kita perlu memastikan agar setiap kata yang diucapkan dan
gerakan yang ditampilkan sama. Jika kata-kata yang disampaikan adalah untuk
menyemangati orang lain, maka pergerakan kita juga harus bersemangat.

6. Mulai Latihan dari Sekarang!

Cara keenam untuk meraih penyampaian yang baik dalam public speaking
adalah berlatih segera mungkin. Kita perlu berlatih sesegera mungkin dengan
merekam diri sendiri saat berpidato di depan cermin melalui rekaman video. Dengan
begitu, kita bisa mengevaluasi gaya penyampaian kita, pergerakan bahkan kontak
mata dengan audiens. Cara lain yang bisa kita lakukan adalah merekam pidato kita
dengan audio rekaman. Dengan begitu, kita bisa memperhatikan paralanguage,
intonasi atau pengucapan yang kita gunakan ketika sedang berpidato.

Setelah melihat rekaman video dan mendengar rekaman audio, maka kita
bisa memberikan feedback pada diri sendiri atau meminta umpan balik dari orang
lain agar kita bisa menguasai penyampaian yang baik dalam public speaking.

Dari keenam cara penyampaian yang baik dalam public speaking di atas,
kira-kira bagian mana yang belum rekan pembaca praktikkan? Kami berharap

32
melalui artikel ini, kemampuan public speaking yang rekan pembaca miliki semakin
hebat dan semakin menawan. Tetap semangat ya, rekan-rekan Career Advice.

2.8 Strategi Dalam Public Speaking

1. Latihan

Memperbanyak latihan akan membuat Anda terbiasa dengan berbicara di


depan banyak orang. Berlatihlah terlebih dahulu di depan kawan atau keluaga Anda.

2. Fokus Pada Topik

Dalam membuat persiapan saat akan berbicara, pilihlah topik yang sangat
Anda sukai. Hal ini dapat membantu saat Anda lupa dengan segala persiapan
sehingga Anda dapat melakukan inprovisasi saat di atas panggung. Membahas topik
yang disuka dapat membuat Anda bereksplorasi lebih banyak.

3. Bahasa Tubuh

Ketika Anda memberikan pidato, penonton tidak hanya mendengarkan isi


pidato tetapi juga memperhatikan segala gerak-gerik Anda. Oleh karena itu, bahasa
tubuh sangat perlu diperhatikan untuk membuat Anda tampil lebih percaya diri.
Cobalah untuk tidak gugup saat berbicara, tarik nafas dalam-dalam dan jangan lupa
untuk tersenyum.

4. Lakukan Interaksi dengan Penonton

Saat berbicara di depan banyak orang, tak hanya sekedar pesan saja namun
Anda juga harus perlu melakukan kontak dengan para penonton. Anggaplah
penonton sebagai teman, dengan seperti itu maka Anda dapat lebih tenang saat
menyampaikan sebuah pesan. Jangan lupa untuk terus percaya diri dan yakin akan
apa yang Anda sampaikan

5. Bicara Perlahan

33
Ada banyak keunggulan dalam seni berbicara perlahan. Menurut Brian Tracy,
tips ini merupakan yang paling berpengaruh untuk menciptakan kesan mendalam
bagi pendengar. Ia adalah seni untuk ‘menyihir’ para pendengar. Berbicara perlahan
merupakan faktor utama untuk mengeluarkan pesona Anda saat berbicara. Selain
itu, berbicara secara perlahan juga membuat Anda terhindar dari kesalahan-
kesalahan ketika Anda berbicara cepat. Berbicara lebih lambat membuat Anda
tampak lebih lancar, lebih luas, lebih ahli, lebih menarik ditambah memungkinkan
Anda untuk merasa memegang kendali sementara Anda berbicara.

6. Pahami Kekuatan dan Kelemahan Diri Anda

Setiap pembicara itu unik, punya kelebihan dan kekurangan masing-masing


dan Anda harus tahu itu. Anda harus tahu apa kelebihan Anda dan juga kekurangan
Anda, kalau Anda punya sense humor yangh tinggi, optimalkan itu tapi kalau tidak,
jangan paksakan. Kalau Anda punya gaya formal, tetaplah seperti itu. Jangan
paksakan untuk berbicara layaknya gaya seorang motivator atau orator.

2.9 Hambatan Atau Gangguan Dalam Public Speaking

Salah satu yang ditakuti dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial &
profesional kita adalah ketika harus berbicara di depan banyak orang, baik untuk
acara sosial, seminar, kuliah, presentasi bisnis, pidato perpisahan, bahkan dalam
acara-acara yang sebagian hadirin telah kita kenal dengan baik. Berbicara di depan
publik bagi sebagian besar kita adalah sesuatu yang menegangkan dan
menakutkan, seluruh mata ditujukan kepada kita seakan-akan menjadi terdakwa
yang sedang diadili oleh para hadirin. Berbicara di depan publik, suka atau tidak
suka merupakan ketrampilan yang harus kita kuasai, karena pada suatu saat dalam
kehidupan kita, pastilah kita akan berbicara di hadapan sejumlah orang, kita harus
berkomunikasi secara efektif, benar dan tepat sasaran.

Berikut adalah kendala-kendala yang sering terjadi dalam public speaking :

• Gugup ( Kecemasan yg berlebihan /demam panging)

Gugup adalah salah satu kendala yang paling besar dalam komunikasi Publik
Speaking ( berbicara didepan khalayak banyak). Penyebab Anda gugup tidak

34
terbiasa atau tidak terlatih tidak percaa diri, tidak bisa, tidak menguasai materi,. Dan
orang yang belum pernah sama sekali berbicara didepan Khalayak akan
mengalaminya,. Gugup atau Gerogi dalam public speaking disebut juga dengan
istilah Demam Panggung (Irwan. 2015)

• Tidak yakin atau kurang percaya diri

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang merasa takut dan tidak
percaya diri dalam public speaking, yaitu (Muljanto, 2014) :

 Takut akan gagal, ingin selalu sukses dan takut gagal malah kadangkala
membuat ketakutan itu semakin besar.
 Tidak ada rasa percaya diri, merasa diri tidak mampu untuk melakukan hal
tersebut.
 Traumatis, memiliki rasa takut dan merasa sendirian ketika berdiri di
panggung dan semua mata melihat padanya.
 Takut dinilai/dihakimi, hal ini terjadi karena adanya perasaan takut ketika
banyak orang membicarakan dirinya atau pendapatnya.
 Terlalu perfeksionis, perfeksionis baik, tetapi terlalu perfeksionis dan berharap
terlalu banyak pada dirinya sendiri malah membuat efek negatif.
 Takut akan orang banyak, merasa tidak nyaman dan tidak percaya diri ketika
berbicara di depan puluhan, ratusan atau ribuan orang.
 Kurangnya persiapan, persiapan yang minim membuat rasa takut untuk
berbicara di depan umum ini semakin menjadi-jadi.
 Stress, menghindari stress ketika berbicara di depan umum.
 Blank, takut tidak tahu apa yang harus dilakukan, apa yang harus
dibicarakan ketika berbicara didepan umum
 Gejala-gejala Takut dan Tidak Percaya Diri

Pernahkah Anda merasa gelisah, keluar keringat dingin, kerongkongan kering,


ingin buang air kecil sesaat sebelum tampil dalam public speaking. Natalie Rogers
dalam buku Berani Bicara di depan Publik (dalam Muljanto, 2014) :

35
Cara Cepat Berpidato menjelaskan ada tiga gejala umum yang sering dilaporkan
oleh mereka yang sulit bicara di depan publik.

 Pertama, gejala fisik.

Gejala ini bisa dirasakan jauh hari sebelum seseorang tampil yang muncul dalam
rupa ketegangan perut atau sulit tidur. Ketika tampil di depan, gejala fisik tersebut
bisa berbeda untuk setiap orang, namun umumnya berupa :

Detak jantung semakin cepat, Lutut gemetar, sulit berdiri atau berjalan menuju
mimbar, atau sulit berdiri tenang di depan pendengar anda, Suara yang bergetar,
seringkali disertai mengejangnya otot tenggorokan atau terkumpulnya lendir di
tenggorokan;

Gelombang hawa panas, atau perasaan seperti akan pingsan;

Kejang perut, terkadang disertai perasaan mual;

Hiperventilasi, yaitu kesulitan untuk bernafas;

Mata berair atau hidung berlendir.

Kedua, gejala-gejala yang masuk dalam kategori kedua terkait dengan proses
mental dan umumnya terjadi selama pembicara tampil, antara lain :

Mengulang kata, kalimat, atau pesan sehingga terdengar seperti radio rusak;

Hilang ingatan, termasuk ketidakmampuan pembicara untuk mengingat fakta atau


angka secara tepat dan melupakan hal-hal yang sangat penting;

Tersumbatnya pikiran, yang membuat pembicara tidak tahu apa yang harus
diucapkan selanjutnya.

Gejala fisik dan mental umumnya diawali atau disertai dengan sejumlah gejala
emosional, diantaranya :

Rasa takut yang dapat muncul sebelum seseorang tampil;

36
Rasa tidak mampu;

Rasa kehilangan kendali;

Rasa tidak berdaya, seperti seorang anak yang tidak mampu mengatasi masalah;

Rasa malu atau dipermalukan, saat presentasi berakhir;

Panik

Ketiga, kelompok gejala diatas bisa saling berinteraksi. Rasa takut yang
muncul saat seseorang duduk menunggu giliran untuk bicara, dapat menyebabkan
jantung berdetak lebih cepat tak terkendali. Detak jantung yang demikian bisa
membuat orang tersebut menjadi lebih gugup yang juga menyebabkan tenggorokan
mulai menegang. Gejala—gejala fisik tersebut kemudian mengganggu konsentrasi
sehingga bicaranya menjadi kacau dan tidak jelas arah/maksud pembicaraannya
(Muljanto, 2014).

• Munculnya noises yg tak terhindari

Baik di saat upacara bendera saat bersekolah, atau ketika dosen


menerangkan mata kuliah di kelasmu, kamu pasti pernah mengobrol. Ingin disangkal
atau tidak, jelas terlihat bahwa ‘mengobrol’ sudah menjadi budaya yang begitu
melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita. Ini bisa menjadi kebiasaan
yang sangat buruk, ketika memang kita sedang menghadiri sebuah acara yang
notabene tidak diperkenankan mengobrol (http://swaragama.com/stc/?p=45)..

• Alat bantu yang justru mengganggu

Alat bantu dalam public speaking sangat beragam. seperti microfon,


Pengeras suara, Laptop LCD, dan lain-lain. Contoh kasus Laptop yang gagal
dikoneksikan dengan LCD adalah salah satu dari gangguan Multimedia yang kerap
kali dihadapi para pembicara dalam sebuah presentasi atau mungkin rapat
pertemuan. Suara audio yang tidak keluar, video yang tersendat atau kualitas
resolusi LCD yang buruk merupakan contoh lain dari gangguan multimedia yang
mungkin kamu hadapi. Bila hal ini terjadi, kamu harus pandai untuk tetap menjaga
37
mood dari audience. Jangan biarkan konsentrasi mereka jadi pecah, atau justru
sampai pergi meninggalkan ruangan karena terlanjur kehilangan mood. Penguasaan
materi juga sangat penting, agar setidaknya kamu memiliki bahan yang tetap cukup
untuk disampaikan di saat gangguan multimedia terjadi.

• Penutup yang bertele-tele atau ngambang

Penutup biasanya berisi kesimpulan, saran, atau pesan yang di berikan oleh
seorang public speaker kepada audience, dan tidak jarang pula ita temui pembicara/
sesorang dalam suatu forum yang menutupnya dengan bertele-tele atau ngambang.

2.10 Komunikasi Dalam Public Speaking

Menurut ilmuwan politik Amerika Serikat sekaligus pencetus teori komunikasi,


Harold Lasswell, komunikasi adalah suatu proses menjelaskan siapa mengatakan
apa dengan saluran apa kepada siapa (who says what in which channel to whom
and with what effect). Sementara itu, menurut webster New Collogiate Dictionary,
komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui
sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku. Beberapa ahli lainnya turut
berpendapat terkait definisi komunikasi:

 Bernard Berelson dan Gary A. Steiner

Komunikasi: transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya,


dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik, dan
sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut
komunikasi.

 Theodore M. Newcomb

Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri


dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima.

38
 Carl I. Hovland

Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator)


menyampaikan rangsangan (biasanya lambanglambang verbal) untuk mengubah
perilaku orang lain (komunikate).

 Gerald R. Miller

Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada


penerima dengan niat yang disadari untuk memengaruhi perilaku penerima.

 Everett M. Roger

Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.

 Raymond S. Ross

Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih, dan


mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar
membangkitkan makna atau respons pikirannya yang serupa dengan yang
dimaksud komunikator.

Dengan begitu, komunikasi dapat diartikan sebagai proses pemindahan pesan


dari komunikator kepada penerima/ komunikan secara langsung atau melalui
saluran dalam rangka mengubah atau memengaruhi perilakunya.

Adapun Komunikasi dalam public speaking adalah proses pengiriman dan


penerimaan pesan antara pembicara dan audiens melalui bahasa lisan dan bahasa
tubuh. Komunikasi dalam public speaking terdiri dari beberapa elemen, yaitu:

 Pembicara (sender)

Pembicara atau pengirim pesan adalah seseorang yang menyampaikan pesan


kepada audiens. Pesan yang disampaikan dapat berupa ide, gagasan, informasi,
atau opini.
39
 Audiens (receiver)

Audiens atau penerima pesan adalah orang yang menerima dan memproses
pesan yang disampaikan oleh pembicara. Audiens dapat berupa individu atau
kelompok.

 Pesan (message)

Pesan adalah informasi atau gagasan yang disampaikan oleh pembicara kepada
audiens. Pesan harus disusun dengan baik dan jelas agar audiens dapat
memahaminya dengan baik.

 Saluran (channel)

Saluran adalah medium yang digunakan untuk mengirimkan pesan dari


pembicara kepada audiens. Saluran dapat berupa suara, gerakan tubuh, atau media
visual seperti slide presentasi.

 Konteks (context)

Konteks adalah situasi atau kondisi yang mempengaruhi proses komunikasi


dalam public speaking. Konteks dapat mencakup waktu, tempat, budaya, dan tujuan
dari komunikasi itu sendiri.

Dalam public speaking, komunikasi yang efektif harus memperhatikan semua


elemen tersebut dan memastikan pesan dapat disampaikan dengan jelas dan
mudah dipahami oleh audiens. Penting untuk memperhatikan bahasa tubuh, intonasi
suara, dan penggunaan kata yang tepat untuk menciptakan komunikasi yang efektif.

2.11 Dampak Negatif Dari Hambatan Atau Gangguan Dalam Public Speaking

Hambatan atau gangguan yang terjadi dalam public speaking dapat memiliki
dampak negatif yang signifikan pada pembicara dan audiens. Beberapa dampak
negatif tersebut antara lain:

 Kecemasan dan ketakutan yang berlebihan

40
Hambatan atau gangguan dalam public speaking dapat memicu kecemasan dan
ketakutan yang berlebihan pada pembicara. Hal ini dapat mengganggu konsentrasi
dan kemampuan untuk mengkomunikasikan pesan dengan jelas dan efektif.

 Kekakuan dan ketidaksopanan

Kekakuan atau ketidaksopanan dalam berbicara dapat mengganggu kualitas


presentasi dan membuat audiens merasa tidak nyaman. Hal ini dapat memengaruhi
citra dan reputasi pembicara di hadapan publik.

 Kesalahan bahasa dan pengucapan

Hambatan atau gangguan dalam public speaking dapat memicu kesalahan


bahasa dan pengucapan yang dapat mengganggu pemahaman dan kredibilitas
pembicara. Hal ini dapat membuat audiens kehilangan kepercayaan dan minat
dalam presentasi.

 Kurangnya koneksi dengan audiens

Hambatan atau gangguan dalam public speaking dapat mengganggu


kemampuan pembicara untuk terhubung dengan audiens. Hal ini dapat mengurangi
efektivitas pesan yang disampaikan dan membuat audiens kehilangan minat dalam
presentasi.

 Keterbatasan waktu

Hambatan atau gangguan dalam public speaking dapat memakan waktu yang
lebih lama dari yang diharapkan. Hal ini dapat mengganggu jadwal acara dan
membuat audiens kehilangan minat dalam presentasi.

Oleh karena itu, penting bagi pembicara untuk mengatasi hambatan atau
gangguan dalam public speaking agar pesan yang disampaikan dapat diterima dan
dipahami dengan baik oleh audiens.

2.12 Elemen-elemen Pendukung Komunikasi

41
1. Credibility

Kredibilitas berkaitan erat dengan kepercayaan. Ya, seorang komunikator


yang baik harus memiliki kredibilitas agar pesan yang disampaikan dapat tersasar
dengan baik. Beberapa hal yang berhubungan dengan kredibilitas misalnya
kualifikasi atau tingkat keahlian seseorang. Contoh, seorang dokter dianggap
mempunyai kredibilitas ketika ia menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.

2. Context

Konteks berupa kondisi yang mendukung ketika berlangsungnya komunikasi.


Supaya komunikasi berjalan efektif, konteks yang tepat menjadi hal yang menarik
perhatian audiens. Misalnya, berita atau informasi tentang kesehatan janin sangat
sesuai bagi ibu-ibu yang sedang menjalani masa kehamilan.

3. Content

Isi pesan merupakan bahan atau ,materi inti dari apa yang hendak
disampaikan kepada audiens. Komunikasi menjadi efektif apabila isi pesan
mengandung sesuatu yang berarti dan penting untuk diketahui oleh audiens.

4. Clarity

Pesan yang jelas alias tidak menimbulkan penafsiran yang bermacam-macam


adalah kunci keberhasilan komunikasi. Kejelasan informasi adalah hal penting yang
bisa mengurangi dan menghindari risiko kesalahpahaman pada audiens.

5. Continuity and Consistency

Agar komunikasi berhasil, maka pesan atau informasi perlu disampaikan


secara berkesinambungan atau kontinyu. Misalnya, pesan pemerintah yang
menganjurkan masyarakat untuk menggunakan kendaran umum dibandingkan
kendaraan pribadi harus selalu disampaikan melalui berbagai media secara terus
menerus supaya pesan itu dapat tertanam dalam benak dan mempengaruhi perilaku
masyarakat.

42
6. Capability of Audience

Komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila sang penerima pesan


memahami dan melakukan apa yang terdapat pada isi pesan. Dalam hal ini, tingkat
pemahaman seseorang bisa berbeda-beda tergantung beberapa faktor, contohnya
latar belakang pendidikan, usia ataupun status social.

7. Channels of Distribution

Selain berbicara secara langsung kepada audiens, ada cara lain untuk
berkomunikasi, yaitu menggunakan media. Bentuk-bentuk media komunikasi yang
biasa digunakan saat ini adalah media cetak ataupun elektronik. Pertimbangkan
secara matang pemilihan media yang sesuai dan tepat sasaran agar tidak terjadi
komunikasi yang sia-sia.

Public speaking merupakan kegiatan komunikasi yang melibatkan pembicara


dan audiens. Untuk memastikan efektivitas komunikasi, terdapat beberapa elemen
pendukung yang dapat menjadi faktor kunci dalam public speaking, antara lain:

 Tujuan komunikasi

Setiap presentasi dalam public speaking harus memiliki tujuan yang jelas dan
spesifik. Tujuan tersebut harus dijelaskan secara eksplisit pada awal presentasi agar
audiens memahami maksud dari presentasi dan mengetahui apa yang diharapkan
dari mereka setelah presentasi selesai.

 Konten yang relevan

Konten presentasi harus relevan dengan topik yang dibicarakan dan sesuai
dengan audiens yang dituju. Konten yang baik harus memberikan informasi baru,
bermanfaat dan mudah dipahami oleh audiens. Penting untuk memperhatikan
konteks dari presentasi, seperti waktu, tempat, dan audiens yang hadir.

 Struktur presentasi

43
Struktur presentasi yang baik memudahkan audiens untuk mengikuti
presentasi secara logis dan mudah dipahami. Presentasi yang memiliki struktur yang
baik biasanya memiliki bagian-bagian yang jelas seperti pengenalan, isi, dan
kesimpulan.

 Gaya presentasi

Gaya presentasi yang baik akan memengaruhi bagaimana pesan


disampaikan kepada audiens. Pembicara dapat memilih gaya presentasi yang
sesuai dengan audiens, seperti gaya formal atau informal, humoris, atau serius.
Namun, penting untuk tetap mempertahankan kesesuaian dengan konteks dan
tujuan presentasi.

 Bahasa tubuh

Bahasa tubuh dapat membantu pembicara memperkuat pesan dan menjalin


hubungan yang lebih baik dengan audiens. Penggunaan bahasa tubuh yang baik
seperti gerakan tangan dan ekspresi wajah dapat membantu menyampaikan pesan
secara lebih jelas dan menunjukkan keyakinan dan keterbukaan pada audiens.

 Media visual

Media visual seperti slide presentasi, gambar, atau video dapat membantu
memperjelas dan menunjukkan informasi penting. Media visual yang baik harus
relevan dengan pesan yang disampaikan, mudah dipahami, dan tidak terlalu rumit.

Dengan memperhatikan dan mengoptimalkan elemen-elemen tersebut,


pembicara dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dalam public speaking dan
membuat audiens merasa lebih terhubung dan terlibat dengan presentasi.

44
2.13 Faktor- Faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam public
speaking

Efektivitas dalam public speaking dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara


lain:

 Konteks atau situasi komunikasi

Faktor konteks termasuk audiens, topik, tujuan, waktu, tempat, dan acara.
Seorang pembicara harus memahami audiensnya dengan baik dan memilih topik
yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan mereka. Tujuan yang jelas dan
pemilihan waktu dan tempat yang tepat juga akan mempengaruhi efektivitas public
speaking.

 Kompetensi atau kemampuan bicara

Kemampuan bicara meliputi kemampuan untuk berbicara dengan jelas, berbicara


dengan nada yang tepat, mengatur tempo bicara, memilih kata yang tepat, dan
menggunakan bahasa tubuh yang tepat. Seorang pembicara yang memiliki
kemampuan bicara yang baik akan lebih efektif dalam menyampaikan pesan.

 Persiapan yang matang

Persiapan yang matang meliputi penelitian topik, menyusun materi


presentasi, dan mempersiapkan alat bantu presentasi. Persiapan yang matang akan
memungkinkan pembicara untuk menguasai topik dan menyampaikan pesan secara
terstruktur dan mudah dipahami.

 Keterampilan interpersonal

Keterampilan interpersonal meliputi kemampuan untuk membangun


hubungan dengan audiens, memahami perasaan mereka, dan menangani situasi
45
yang mungkin timbul selama presentasi. Seorang pembicara yang dapat
membangun hubungan dengan audiens akan lebih efektif dalam mempengaruhi
mereka.

 Kecerdasan emosional

Kecerdasan emosional meliputi kemampuan untuk mengenali dan mengelola


emosi sendiri dan audiens. Seorang pembicara yang memiliki kecerdasan emosional
yang baik akan lebih efektif dalam membangun hubungan dengan audiens dan
mempengaruhi mereka.

 Pengalaman

Pengalaman dalam public speaking akan membantu seorang pembicara


dalam mengatasi rasa gugup dan meningkatkan kemampuan bicara. Seorang
pembicara yang berpengalaman akan lebih percaya diri dan mampu menyampaikan
pesan dengan lebih efektif.

Berikut ini adalah daftar prinsip 7C yang akan berguna untuk memastikan
komunikasi efektif, ialah sebagai berikut:

1. Concrete

Concrete Menjelaskan pesan secara konkret agar komunikasi berjalan lancar. –


Pexels, Ketika kamu menyampaikan pesan secara konkret, maka audiens kamu baik
tim maupun klien akan memiliki gambaran tentang apa yang kamu coba sampaikan.
Pesan yang disampaikan hanya akan menjadi konkret apabila didukung oleh data
yang sesuai. Argumen kamu harus didukung dengan materi faktual yang mencakup
data dan gambar, sehingga tidak ada ruang untuk bagi pendengar untuk
membayangkan hal yang tidak sesuai.

2. Coherent

Coherent komunikasi bisa berjalan lancar apabila dilakukan secara koheren. –


Pexels, Poin keseluruhan dari pesan kamu tidak akan berguna jika kamu tidak
koheren. Kamu perlu pemahaman yang baik akan arah dari pesan yang ingin

46
disampaikan. Komunikasi yang koheren bersifat logis. Komunikasi efektif tersebut
merupakan cara yang terencana dengan baik, logis, dan berurutan. Harus ada
koneksi yang baik dari topik utama, juga alurnya juga alurnya harus konsisten.

3. Clarity

Clarity Jangan menggunakan kalimat bertele-tele pada saat melakukan komunikasi.


– Pexels, Tujuan dari pesanmu harus jelas jika ingin melakukan komunikasi efektif,
sehingga audiensmu tidak harus berpikir keras untuk memahami apa yang kamu
sampaikan. Perjelas dengan format apa kamu ingin menyampaikan pesanmu.
Sampaikan juga secara jelas tujuan dan gol dari pesanmu. Jangan sampai klien atau
timmu membuat asumsi mengenai apa yang sedang kamu bicarakan. Misalnya,
kalimat yang tidak bertele-tele, to the point, dan pemilihan nada suara yang aktif.

4. Commitment

Commitment Memiliki komitmen dapat mengukur dedikasi seorang karyawan. –


Pexels, Komitmen adalah bagian utama dari kemampuan berkomunikasi efektif di
tempat kerja. Hal ini karena komitmen dapat mengukur dedikasi seseorang dan
sejauh mana kamu mengkomunikasikan kepastian pada saat berargumen. Pesan
dengan komitmen yang baik, tentunya akan memberikan dampak yang lebih besar,
selain itu juga dapat meningkatkan moral kamu.

5. Consistency

Consistency atau Konsistensi merupakan salah satu kunci agar komunikasi berjalan
lancar. – Pexels. Ingin melakukan komunikasi efektif dengan tepat? Pastikan
pemilihan kata yang baik dan benar pada saat berkomunikasi di kantor. Kata-kata
yang kamu utarakan jangan sampai membuat pendengar bingung. Kamu harus
mengkomunikasikan pesan dengan singkat, memiliki konsistensi dalam nada, suara,
47
dan konten sehingga kamu tidak membuang waktu. Jangan melakukan
pengulangan.

6. Completeness

Completeness atau Berikan pesan secara komplit saat berkomunikasi. – Pexels.


Jangan pernah memberikan pesan dengan kalimat yang tidak lengkap.Setiap pesan
harus memiliki kesimpulan yang logis. Pastikan kamu berkomunikasi secara
keseluruhan yang mencakup hal yang harus diinformasikan dan pengambilan
tindakan.

7. Courteous

Courteous atau Bersikap positif dapat mendorong komunikasi menjadi lebih terbuka.
– Pexels. Cara komunikasi efektif adalah dengan tetap positif, argumen kamu harus
tetap membuat audiens merasa dihormati. Berusahalah sebaik mungkin bahwa
kamu mengkomunikasikan pesan dengan jujur, menghormati, terbuka, dan sopan.

48
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Analisis audiens adalah proses untuk memahami karakteristik dan kebutuhan


dari audiens yang akan menjadi target dalam kegiatan public speaking. Analisis
audiens sangat penting dalam public speaking karena dapat membantu pembicara
untuk menentukan isi pesan, gaya bahasa, serta alat bantu presentasi yang sesuai
dengan audiens yang dituju. Dalam analisis audiens, terdapat beberapa hal yang
harus diperhatikan seperti usia, latar belakang pendidikan, profesi, minat dan hobi,
serta keyakinan dan nilai-nilai dari audiens. Dengan memahami karakteristik dan
kebutuhan audiens, pembicara dapat memilih topik dan kata-kata yang sesuai
dengan kebutuhan mereka serta menghindari konten yang tidak sesuai dengan nilai
atau keyakinan audiens.

49
Secara keseluruhan, analisis audiens sangatlah penting untuk meningkatkan
efektivitas dalam kegiatan public speaking. Dengan memahami audiens yang akan
menjadi target, pembicara dapat menyesuaikan gaya bahasa dan isi pesan sehingga
dapat lebih mudah dipahami dan diterima oleh audiens. Oleh karena itu, analisis
audiens seharusnya menjadi tahap awal dalam proses persiapan kegiatan public
speaking agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan secara efektif.

Penggunaan kata dan kalimat yang benar sangatlah penting dalam public
speaking karena dapat mempengaruhi pemahaman dan persepsi audiens terhadap
pesan yang disampaikan. Dalam public speaking, pembicara harus menggunakan
kata-kata yang mudah dipahami dan tidak ambigu agar audiens dapat mengerti
pesan yang disampaikan dengan jelas.

Selain itu, penggunaan kalimat yang tepat dan efektif dapat membantu
pembicara dalam mengatur dan menyampaikan pesan dengan struktur yang jelas
dan terorganisir. Kalimat yang terstruktur dengan baik dapat membantu audiens
untuk mengikuti alur presentasi dengan lebih mudah.

Selain itu, penggunaan gaya bahasa yang sesuai dengan audiens juga
sangat penting dalam public speaking. Gaya bahasa yang sesuai dapat membantu
pembicara untuk membangun hubungan dengan audiens dan mempengaruhi
mereka secara positif. Oleh karena itu, pemilihan kata yang tepat dan gaya bahasa
yang sesuai haruslah menjadi perhatian utama dalam kegiatan public speaking.

Secara keseluruhan, penggunaan kata dan kalimat yang benar sangatlah


penting dalam kegiatan public speaking karena dapat mempengaruhi efektivitas dan
kesan yang diberikan oleh pesan yang disampaikan. Oleh karena itu, pembicara
harus memperhatikan pemilihan kata dan kalimat yang tepat, serta memperhatikan
gaya bahasa yang sesuai agar pesan yang disampaikan dapat tersampaikan secara
efektif dan dapat diterima dengan baik oleh audiens.

Hambatan atau gangguan dalam public speaking dapat menjadi penghalang


bagi pembicara untuk menyampaikan pesan dengan efektif dan dapat
mempengaruhi persepsi dan respons audiens terhadap pesan yang disampaikan.
Hambatan tersebut dapat berupa faktor internal, seperti kecemasan dan kurangnya

50
persiapan, maupun faktor eksternal seperti teknis peralatan presentasi atau keadaan
lingkungan yang tidak mendukung.

Kecemasan dapat menjadi hambatan dalam public speaking karena dapat


mempengaruhi konsentrasi dan kemampuan pembicara dalam menyampaikan
pesan. Oleh karena itu, pembicara harus dapat mengelola kecemasan dengan baik
agar tidak mengganggu kinerja dan efektivitas dalam menyampaikan pesan.

Kurangnya persiapan juga dapat menjadi hambatan dalam public speaking


karena pembicara tidak dapat mengorganisasi isi pesan dengan baik atau tidak
mempersiapkan diri dengan benar terhadap audiens yang akan dituju. Persiapan
yang matang dapat membantu pembicara untuk mengatasi hambatan tersebut dan
meningkatkan efektivitas dalam menyampaikan pesan. Hambatan teknis, seperti
masalah dengan peralatan presentasi, juga dapat mempengaruhi efektivitas dalam
public speaking.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penyususn akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penyusunan, juga bisa
untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari pembahasan makalah yang telah di
jelaskan.

51
DAFTAR PUSTAKA

https://glints.com/id/lowongan/analisis-audiens-adalah/

https://www.studilmu.com/blogs/details/6-cara-penyampaian-yang-baik-dalam-
public-speaking

http://evatriyanaeffendi.blogspot.com/2013/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html

https://www.uny.ac.id/id/berita/public-speaking-diperlukan-dalam-komunikasi

https://pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/SKOM4312-M1.pdf

https://www.detik.com/bali/berita/d-6458995/pengertian-analisis-adalah-berikut-jenis-
dan-fungsinya

https://accurate.id/marketing-manajemen/audience-adalah/

52
https://www.google.com/search?
q=bagaimana+penggunaan+kata+yang+benar+dalam+public+speaking&oq=bagaim
ana+penggunaan+kata+yang+benar+dalam+public+speaking&aqs=chrome..69i57j0i
546l5.14723j1j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.google.com/search?
q=penggunaan+kata+dan+kalimat+yang+benar+di+dalam+public+speaking&oq=pen
ggunaan+kata+dan+kalimat+yang+benar+di+dalam+public+speaking+&aqs=chrome
..69i57j0i22i30.27421j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

53

Anda mungkin juga menyukai