Disusun Oleh :
Sofi Lailatur Rosyada
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan judul “Implementasi Publik Speaking Kader HMI-Wati dalam Ranah
Publik dan Domestik” ini dengan sebaik-baiknnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan..............................................................................................14
B. Saran........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa peran manusia sebagai makhluk sosial
pastilah akan bertemu dan berinteraksi satu sama lain. Dalam berbagai kesempatan,
kegiatan public speaking sangat dibutuhkan. Untuk dapat berbicara di depan umum,
tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kemampuan ini dapat dimiliki
seseorang dengan jalan berlatih dan teru mempraktikan dalam setiap kegiatan.
Keterampilan public speaking ini tidaklah mutlak milik tokoh besar seperti
presiden, menteri maupun pejabat tinggi yang kerap kali pidatonya dalam sebuah
kegiatan besar sangat ditunggu. Tidak pula mutlak milik arti terkemuka yang sering
tampil di layar kaca. Keterampilan public speaking milik semua warga masyarakat
( Sirait, 2008: 3), tak terkecuali para kader HMI khususnya HMI-Wati yang tidak
hanya berperan sebagai anak, istri, ibu, namun juga elemen masyarakat juga yang
memperjuangkan rumah tangganya dan mempertahankan negara ini.
Oleh karena itu, dalam makalah ini saya akan menjelaskan tentang
“Implementasi Publik Speaking Kader HMI-Wati dalam Ranah Publik dan
Domestik”. Harapan saya, semoga makalah ini mampu mendorang para kader HMI
khususnya HMI-Wati agar kelak dapat muncul menjadi pemimpin transformatif,
pemimpin amanah, Ratu Adil yang dinanti, untuk mengelola, memberi teladan,
membangun kehendak dan karsa, serta membimbing dan mengelola negeri ini
keluar dari penyakit keserakahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi public speaking?
2. Bagaimana peran perempuan di ranah publik dan domestik?
3. Bagaimana mengimplementasikan public speaking oleh HMI-Wati?
4. Apa pentingnya HMI-Wati dalam ber public speaking?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi public speaking
2. Mengetahui peran perempuan di ranah publik dan domestik
1
3. Memahami implementasi public speaking oleh HMI-Wati
4. Mengetahui pentingnya HMI-Wati dalam ber public speaking
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
memilik topik dasar yang sesuai dengan latar belakang audiens serta mampu
mengirimkan pesan dengan terampil.
Sedangkan Sirait seorang public speaker mendefinisikan public speaking
sebagai seni yang menggabungkan semua ilmu dan kemampuan berbicara di depan
umum artinya siap menyampaikan pesan kepada orang-orang yang latar
belakangnya berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa public speaking adalah bentuk komunikasi lisan baik
berupa presentasi, ceramah, pidato atau jenis bicara di depan umum lainnya untuk
menyampaikan sebuah ide, gagasan, pikiran, dan perasaan secara runtut, sistematis,
dan logis dengan tujuan memberikan sebuah informasi, mempengaruhi bahkan
menghibur pada audiens. Seperti halnya bentuk komunikasi public speaking juga
memiliki beberapa elemen dasar dengan model komunikasi yang dikemukakan oleh
Laswell yaitu pembicara (speaker), pesan (message), pendengar atau khalayak
(audiens), medium dan efek.1
1
Siti Asiyah, Public Speaking dan Kontribusinya terhadap Kompetensi Da’i, Jurnal Ilmu Dakwah,
vol. 37, No. 2, hal 200-202
4
haknya yang sah, tetapi juga harus mencangkup sesama jenisnya agar dapat bangkit
dan bekerja sama meraih dan memelihara harkat dan martabat kaum perempuan.2
Kualifikasi HMI-Wati meliputi kemampuan intelektual, dimana HMI-Wati
harus memiliki pengetahuan, kecerdasan, dan kebijaksanaan serta berupaya
menyiapkan diri untuk memiliki kemampuan profesional sesuai dengan bidang
yang dipilihnya. Kemampuan kepemimpinan, dimana HMI-Wati mempunyai
wawasan yang luas dalam masalah keorganisasian meliputi kemampuan menjadi
pemimpin yang “Uswatun Hasanah”. HMI-Wati memiliki kemampuan
komunikasi, Pubic speaking, human relations termasuk etiket dan tata sopan santun
dalam pergaulan antar manusia. Kemampuan manajerial, dimana HMI-Wati
memiliki wawasan yang luas dalam masalah manajeman, khususnya manajeman
organisasi, meliputi tata cara administrasi, tata keuangan dan lain-lain, sesuai
dengan dasar POAC (Planning, Organizing, Actuating & Controling). Kemampuan
kemandirian, dimana HMI-Wati memiliki kemampuan intelektual, emosional,
spiritual serta ketahanan mental dalam menjawab persoalan keorganisasian dan
masyarakat. (berkaitan dengan kemandirian pribadi dan ekonomi).3
Peran ganda (Double burden) perempuan, dimana perempuan melaksanakan
tugas domestik sekaligus peran publik. Dalam bahassa Wahbah az-Zuhaili, selain
ia harus menggoncang ayunan dengan tangan kanannya, ia juga harus berjuang
mengais nafkah di luar rumah tangga dengan tangan kirinya. Selain menjalankan
profesi di luar yang diperankan oleh rumah, juga sibuk dengan urusan
kerumahtanggaan. Beban ganda perempuan semestinya tidak terjadi jika prinsip
relasi gender dalam keluarga berjalan dengan baik dan proporsional. Harus disadari
bahwa pembedaan peran dan fungsi istri yang alami terbatas pada dua hal yang
bersifat kodrati, yakni mengandung dan melahirkan. Menyusui bayi tidak termasuk
dalam hal ini, sebab Al-Qur’an menyebutkan masih ada alternatif yang dapat
ditempuh, yaitu pengupahan ibu susuhan (QS. Al-Baqarah :233). Kini alteratif itu
semakin bertambah oleh kemajuan industtri makanan bayi, mulai dalam bentuk
susu sampai makanan padat dalam berbagai kualitas dan merek. Namun demikian,
pendapat ulama fiqh juga harus dijadikan catatan pinggir yang harus diperhatikan,
2
Eka Nuraini, Kaderisasi Kepemimpinan Perempuan dalam KOHATI (Korps HMI-Wati) Cabang
Bandar Lampung, Skripsi Manajemen Dakwah, UIN Raden Intan Lampung.2017, hal 21-22
3
Ibid, hal 51-52
5
bahwa kelonggaran ini bisa berubah menjadi kewajiban ketika bayi tidak mau
menyusu selain kepada ibu kandungnya.4
4
Salmah Intan, Kedudukan Perempuan dalam Domestik dan Publik Perspektif Jender (Suatu
Analisis Berdasarkan Normatifisme Islam), Jurnal Politik Profetik, Vol. 3, No. 1. 2014, hal 12
5
Aryadillah, Kecemasan dalam Public Speaking (Studi Kasus pada Presentasi Makalah
Mahasiswa), Jurnal Cakrawala, Vol. XVII, No. 2, 2017, hal 200
6
Terkadang ada orang mampu berbicara sangat lancar di situasi formal. Namun,
setelah diperhaddapkan padda situasi formal,mereka tidak mampu menyampaikan
gagasannya dengan baik karena faktor-faktor psikologis. Seringkali pembicara
mengalami keadaan itu karena tidak memiliki kompetensi public speaking atau
keterampilan berbicara di depan umum dalam situasi formal yang memadai.
Kalaupun dapat, hanya mampu berbicara tanpa didasari oleh ilmu dan strategi yang
memadai. Untuk hal-hal yang bersifat formal dan non formal, dalam hal
penampilan, mereka masih belum mampu membedakan antara dua sifat itu, baik
cara menyampaika maupun menyajikan bahan.
Seorang pembicara publik harus bisa melakukan berbagai tugas sekalius. Ia
harus bisa menyampaikan informasi, menghibur, dan meyakinkan pendengarnya.
Tanpa ilmu pengetahuan, informasi yang disampaikan bisa salah. Tanpa
kemampuan mengingat cerita lucu dalam urutan betul, maka pembicara tidak akan
bisa menghibur pendengar. Selanjutnya, tanpa kepercayaan diri, seorang pembicara
tidak akan bisa meyakinkan orang lain untuk percaya. 6
Dalam mengimplementasikan public speaking, kader HMI khususnya HMI-
Wati harus melakukan persiapam sebelum berbicara di depan umum apalagi dalam
situasi formal. Hal-hal yang perlu disiapkan antara lain:
1. Memilih topik pembicaraan, yakni memilih pokok atau subjek pembicaraan.
Persiapan pertama untuk berbicara di depan umum adalah terfokus kepada
pemilihan topik yang tepat dan menarik. Topik pembicaraan merupakan
salah satu penunjang keefektifan berbicara. Topik pembicaraan bersifat
ilmiah dapat diambil dari pengalaman, pengamatan, penalaran, dan
informasi lain yang dianggap akurat.
2. Menentukan tujuan, bahan, dan kerangka pembicaraan. Pada hakikatnya
dapat mengarahkan efektifnya pembicaraan. Pembicara terarah dengan baik
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembicara. Oleh karena itu, sangat
perlu diperhatikan sebelum melaksanakan aktivitas berbicara.
3. Menyusun kerangka pembicaraan, yakni suatu pola atau acuan yang
dipedomani oleh pembicara dalam menyusun dan mengembangkan suatu
6
Dahliah Patiung, Pembelajaran Berbicara untuk Membangun Komunikasi Belajar Efektif, Jurnal
Pembelajaran Berbicara UIN Alaudin Makasar, hal 232-233
7
gagasan pokok. Kerangka pembicaraan memang sangat dibutuhkan apalagi
pembicaraan yang sifatnya resmi atau formal. Pembicaraan yang sifatnya
formal, seperti menjadi moderator dalam suatu seminar atau diskusi ilmiah,
maka kerangka sangat penting artinya. Pembicaraan yang tidak mempunyai
kerangka sebelum berbicara, maka si pembicara dapat saja mengambang di
luar dari tujuan atau topik pembicaraan. Oleh karena itu, sebelum berbicara
secara formal sebaiknya mempersiapkan diri termasuk penyusun kerangka
wacana.
4. Rambu-rambu berbicara formal. Berbicara formal adalah berbicara yang
biasa dilakukan di depan forum, yang mana terikat dengan aturan-aturan atau
rambu-rambu tata krama dan kebahasaan. Adapun rambu-rambu yang harus
diperhatikan dalam berbicara formal, yaitu antara lain sebagai berikut:
a. Mendengarkan dengan baik lawan bicara.
b. Menggunakan kosa kata dan artikulasi yang jelas, nada yang pas dan
intonasi yang baik.
c. Menggunakan kata-kata seperti “kami atau kita”, karena kata-kata ini
terdengar lebih sopan.
d. Tidak memotong alur pembicaraan orang lain.
e. Menggunakan kata-kata yang baku dan mudah dimengerti orang lain.
f. Berbicara harus menatap lawan bicara.
g. Suara harus terdengar jelas.
h. Menggunakan tata bahasa yang baik dan benar.
i. Jangan menggunakan nada suara yang terlalu tinggi.
j. Pilih tema pembicaraan yang mudah dimengerti.
k. Menggunakan bahasa yang santun dan sopan.
l. Jangan menggunakan bahasa atau kata-kata yang bertele-tele karena
dapat membuat pendengar menjadi bosan.7
5. Keefektifan Berbicara dalam situasi formal, mencangkup beberapa aspek
seperti cara penyampaian, isi pembicaraan, serta proses penyampaian
informasi. Utamanya dalam situasi formal, terdapat berbagai faktor yang
harus diperhatikan dalam berbicara, diantaranya:
7
Ibid, hal 234-235
8
a. Ketepatan ucapan pembicara. Salah satu kaedah bahasa yang harus
diperhatikan pembicara adalah kaedah fonologis atau pelafalan bunyi-
bunyi bahasa.
b. Penggunaan tekanan, nada, sandi, dan durasi yang sesuai. Tekanan suara
yang tepat mempengaruhi kualitas pembicaraan seseorang, tekanan suara
yang tepat dalam berbicara mempengaruhi kejelasan makna bahasa yang
dikemukakan seseorang.
c. Penggunaan pilihan kata (diksi) yang tepat, dapat mempengaruhi kualitas
pembicaraan seseorang sehingga mudah dipahami di pahami lawan
bicara.
d. Ketepatan sasaran atau maksud pembicara, tidak lepas dari penggunaan
suatu kalimat efektif yang diharapkan mampu diterapkan dengan baik.
Hal ini bertujuan agar maksud dan tujuan serta makna yang ingin
disampaikan dapat dimengerti pendengar.
e. Sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Penampilan tenang dan luwes pada
awal pembicaraan dapat memberi kesan yang positif terhadap lawan
bicara.
f. Pandangan harus diarahkan ke lawan bicara. Pandangan yang diarahkan
pada lawan bicara mampu mencitptakan suasana harmonis, maka
hindarilah posisi membelakangi lawan bicara.
g. Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat menunjang keefektifan dalam
berbicara. Gerak-gerik dan mimik harus disesuaikan dengan isi
pembicaraan serta jangan terlalu berlebihan. Hal ini menghindari
kebosanan dan kejenuhan lawan bicara.
h. Kelancaran dan relevansi penalaran. Ketidaklancaran pembicaraan
seseorang dapat diakibatkan karena pengaruh kurang lancarnya kerja alat
ucap pembicara daa kurangnya pemahaman atau wawassan terhadap
materi yang sedang dibicarakan. Bahkan dapat terjadi karena adanya
beban psikologis yang dialami oleh lawan bicara sendiri.
6. Hambatan berbicara efektif dalam situasi formal. Faktor penghambat
keefektifan berbicara trdiri atas dua macam, yaitu hambatan internal dan
9
hambatan eksternal. Adapun hambatan internal yang dimaksud trdiri atas
tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a. Hambatan yang bersifat fisik, antara lain meliputi alat ucap yang sudah
tidak sempurna lagi, kondisi fisik yang kurang segr, dan kesalahan dalam
mengambil postur dan posisi tubuh.
b. Hambatan yang bersifat mental atau psikis, terdiri atas dua bagian, yaitu:
hambatan mental temporer dan hambatan mental yang laen. Hambatan
mental yang temporer misalnya rasa malu, raa takut, dan rasa takut, dan
rasa ragu atau grogi. Hambatan mental yang bersifal laten ada empat
jenis yaitu tipe penggelisah, tipe vokalis, tipe penggungam, dan tipe tuna
gairah.
c. Hambatan lain-lain meliputi:
1. Kurangnya penguasaan kaidah yaitu pada tata bunyi, tata bentuk, tata
kalimat, dan tata makna;
2. Kurangnya pengalaman dalam hal berbicara;
3. Kurangnya perhatian pada tugas yang diemban dibidang
berbicara;dan
4. Adanya kebiasaan yang kurang baik.
Sedangkan hambatan eksternal meliputi : 1) Hambatan yang beruoa
suara, dapat berasal dari dalam ruang atau dari luar ruangan; 2)
Hambatan yang berupa gerak, sering terjadi dalam berbicara
informal, misalnya di atas bus kota, kereta, atau pesawat. Sedangkan
pada posisi formal jarang dijumpai; 3) Hambatan yang berupa
cahaya, dapat terjadi jika pembicaraan dilakukan di malam hari atau
ruang yang gelap tanpa pencahayaan; 4) Hambatan yang berupa
jarak, hal ini sering terjadi jika pendengar atau pembicara tidak
memperdulikan pentingnya pengaturan jarak bicara antara pembicara
dengan pendengar.8
8
Ibid, 242-243
10
D. Pentingnya HMI-Wati ber-Public Speaking
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran manusia sebagai makhluk sosial pastilah
akan bertemu dan berinteraksi satu sama lain. Dalam aktivitas berinteraksi,
tentunya dibutuhkan strategi agar pesan yang disampaikan kepada mitra bicara
dapat diterima dan dipahami dengan baik. Kegiatan berkomunikassi dapat dibagi
menjadi dua ranah, yakni ranah formal dan ranah nonformal. Komunikasi dalam
ranah formal artinya menyampaikan informasi kepada mitra bicara dalam forum
resmi dengan tema tertentu dan dengan adab serta kostum resmi. Kegiatan ini
biasanya diwujudkan dalam bentuk berbicara di depan banyak orang/forum.
Adapun berkomunikassi dalam ranah nonformal artinya menyampaikan informasi
kepada mitra bicara dalam situasi tidak resmi.
Dengan melihat hal diatas, kader KOHATI pun banyak tersebar diseluruh
Indonesia dengan melanglangbuana sebagai para pemimpin, mereka semua adalah
9
Dyah Nugrahani, Indri Kustantinah, Festi Himatu, Larasati, Peningkatan Public Speaking melalui
Metode Pelatihan Anggota Forum Komunikasi Remaja Islam, Jurnal FPBS IKIP PGRI Semarang, hal
2
11
para perempuan yang memegang posisi sebagai pemimpin dilingkungannya
masing-masing. Belum lagi jika kita menengok dunia bisnis, sangat banyak para
perempuan yang ikut berkecimpung di dunia yang bergelimang uang tersebut.
10
Eka Nuraini, Kaderisasi Kepemimpinan Perempuan dalam KOHATI (Korps HMI-Wati) Cabang
Bandar Lampung, Skripsi Manajemen Dakwah, UIN Raden Intan Lampung.2017, hal 3-5
12
sebagai pemimpin, di sekolah sebagai aktivis, di organisasi sebagai aktivis dan
pengelola, sebagai pebisnis, penjual, dan seorang yang profesional.
Public speaking atau berbicara di depan umum sudah sangat tua usianya.
Para Rasul menyampaikan risalah kenabian kepada umatnya melalui media ini.
Demikian puula, Rasulullah Muhammad SAW. Menggunakannya untuk
berdakwah menyampaikan wahyu Allah maupun pesan-pesan agama. Dari dulu
sampai sekarang Public speaking masih menjadi salah satu bagian kebudayaan
umat manusia yang cukup dominan dalam menyampaikan informasi, menjelaskan
ide-ide, menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.11
11
Irwani Pane, Analisis Kemampuan Public speaking Anggota DPRD Kota Makasar Masa Bakti
2009-2004, Jurnal Komunikasi KAREBA, Vol.1, No.1.2011, hal 49
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Public Speaking adalah bentuk komunikasi lisan baik berupa presentasi,
ceramah, pidato atau jenis bicara di depan umum lainnya untuk menyampaikan
sebuah ide, gagasan, pikiran, dan perasaan secara runtut, sistematis, dan logis
dengan tujuan memberikan sebuah informasi, mempengaruhi bahkan
menghibur pada audiens.
2. Peran perempuan di ranah publik yakni sebagai elemen masyarakat, tiang
negara, bunga bangsa, mampu membina umat, mempertahankan keutuhan
bangsa, mampu menjadi pemimpin. Sedang, peran dalam dunia domestik
mampu membina rumah tangga yang ideal, menjadi guru pertama bagi
anaknya.
3. Implementasi Public speaking oleh HMI-Wati sangatlah berguna bagi masa
depan bangsa, hal itu dapat dilakukan dengan memulainya mencoba dari
sekarang, mulai dari latihan berpidato, orasi, presentasi, dan lain sebagainya.
Sehingga kedepannya, HMI-Wati mampu menunjukkan perannya di
masyarakat atau publik.
4. Pentingnya HMI-Wati ber-public speaking perlu disadari oleh seluruh kader
HMI-Wati khususnya, dan masyarakat seluruhnya pada umumnya. Dengan
public speaking selain kita mengutarakan pandangan pada orang banyak,
memprovokasi massa, membangun opini, mengomunikasikan kebijakan,
menjual produk, meyakinkan klien, memberikan informasi, juga dapat kita
gunakan sebagai jembatan menyebarluaskan ilmu dan sebagai alat kita untuk
berdakwah sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
B. Saran
Bagi kader HMI, khususnya HMI-Wati perlu memahami materi makalah ini
dengan harapan suatu saat nanti dapat menerapkan materi Public Speaking
dalam kehidupan sehari-hari, serta menumbuhkan rasa kesadaran HMI-Wati atas
perannya di ranah publik maupun domestik.
14
DAFTAR PUSTAKA
Asiyah Siti, Public Speaking dan Kontribusinya terhadap Kompetensi Da’i, Jurnal
Ilmu Dakwah, vol. 37, No. 2.
15
BIODATA PESERTA
A. INFORMASI DIRI
1. Nama Lengkap: Sofi Lailatur Rosyada
2. Nama Panggilan: Sofi
3. Tempat & Tanggal Lahir : Malang, 16 November 1999
4. Jenis Kelamin: a. Perempuan
5. Alamat Asal: Dsn. Gobet, Rt.005, Rw.002, Ds. Pondok Agung,
Kec. Kasembon, Kab. Malang
6. Alamat Sekarang: Dsn. Kudusan, Rt.003, Rw.001, Ds.
Plosokandang, Kec. Kedungwaru, Kab. Tulungagung
7. No. Telpon: E-mail: sofilasyada3@gmail.com
083846503873
B. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
8. Pendidikan sekarang
a. Perguruan Tinggi : IAIN Tulungagung
b. Fakultas / Jurusan : FTIK / PAI
c. Tahun Masuk / Angkatan : 2018
9. Jenjang Pendidikan Tahun Masuk
Sebelumnya
a. SDN PONDOK 2006
AGUNG 04
b. SMPN 01 2012
KASEMBON
c. MAN 3 KEDIRI 2015
C. JENJANG PENKADERAN HMI
10. Formal
LK 1 Tahun: 2018
LK 2 Tahun:
LK 3 Tahun:
11. Non Formal
16
D. PENGALAMAN ORGANISASI
12. Nama Organisasi & Jabatan yang pernah digeluti :
SMA / MA Perguruan Tinggi Lainya ( Sosial,
Kemasyarakatan,
Dll)*
Mukharikah-sebagai HMI Cabang
defisi ubudiyah pada Tulungagung
tahun 2015-2016, defisi Komisariat Thariq
kebersihan dan Bin Ziyad FTIK IAIN
kesehatan pada tahun Tulungagung- sebagai
2016-2017 Anggota Biasa
Himpunan
Mahasiswa Jurusan
(HMJ) PAI IAIN
Tulungagung- sebagai
anggota bidang
Penelitian dan
pengembangan
(Litbang)
Ikatan Alumni MAN
3 KEDIRI-
KANDANGAN
(IKAMANDAGA)-
sebagai anggota
17
F. LATIHAN KHUSUS KOHATI CABANG KOTA BOGOR
1. Alasan (Motivasi) mengikuti LKK Cabang Kota Bogor :
Progam training HMI yang diadakan dari Prov. Jawa Barat
dinilai berkualitas, sebab banyak pemateri dari PB HMI. Selain
itu, memanfaatkan kesempatan LKK ini yag memang semenjak
dulu diinginkan setelah enam bulan pasca LK-1.
2. Yang saya harapkan untuk LKK Cabang kota bogor (jika lulus) :
Mampu mengimplementasikan nilai-nilai dan materi yang
diajarkan, menjadikan penglaman sebagai batu pijakan tuk
melangkah selanjutnya. Memaknai dan memberikan pengertian
pada yang lain mengenai arti peran perempuan dan bermasyarakat
dan bernegara. Mampu menjadi figur perempuan yang dapat
dijadikan contoh dan teladan.
TANDA TANGAN
Tulungagung/17/Juni/2019
18