Anda di halaman 1dari 2

Puasa dan Kedisiplinan

Dalam Ibadah Ramadhan terdapat jutaan hikmah bagi yang mampu menyelami hakikatnya.
Ramadhan tidak akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tidak dapat memaknai dan
mendulang hikmahnya.

Puasa Ramadhan memiliki predikat sangat istimewa sebagaimana yang disampaikan Allah
melalui Hadis Qudsi: “Segala amal ibadah anak Adam adalah miliknya kecuali puasa. Ia adalah
untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberikan pahalanya”. (HR Bukhari).

Dapat dikatakan bahwa nilai keistimewaan puasa baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan
puasa ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku kita.

Puasa diciptakan oleh Allah lengkap dengan fasilitas dan keistimewaannya untuk dimanfaatkan
manusia sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan mempelajari pola kehidupan yang
menghargai waktu.

Salah satu hikmahnya adalah Ramadhan sebagai madrasah untuk membangun kedisiplinan
dalam mengoptimalkan pemanfaatan waktu, tidak berarti kita berlebih-lebihan pada ibadah puasa
ini saja dan untuk ibadah lainnya terabaikan. Sebab, aktualisasi makna puasa itu justru terdapat
dalam ibadah lainnya yang saling berkaitan. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang sangat
memperhatikan kedisiplinan.

Karakter Disiplin

Paling tidak, ada tiga bentuk disiplin yang dibangun melalui madrasah puasa. Pertama, disiplin
dalam ibadah (hablun minallah). Sebagaimana firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa". (QS al-Baqarah:183).

Disiplin ibadah ini dimulai dari niat berpuasa, sahur tidak boleh melebihi waktu terbit fajar dan
berbuka puasa juga harus setelah terbenam matahari. Berniat, sahur dan buka puasa adalah latihan
disiplin, sebagaimana firman Allah: “Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam”. (QS. Al-
Baqarah:187).

Begitu juga dengan mendirikan malam Ramadhan dengan melaksanakan shalat tarawih dan
tadarus Al Quran. Semua rutinitas ibadah dalam Bulan Ramadhan ini sejatinya dapat
mendisiplinkan ibadah kita setelah bulan penuh hikmah ini usai.

Kedua, disiplin dalam menyemai benih kebaikan (hablum minannas). Memberi makan atau
minum untuk orang yang berbuka puasa ternyata sangat istimewa. Yang memberi akan mendapat
pahala sama seperti orang yang berpuasa.

Hal ini sebagaimana dalam sabda Rasulullah SAW: “Siapa saja yang memberi makan orang yang
berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala
orang yang berpuasa itu sedikit pun". (HR. Tirmidzi).
Bahkan kebiasaan berbagi dengan sesama mendapat balasan surga. Dalam hadis, Ali Bin Abi
Thalib Radhiyallahuanhu berkata: Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Sesungguhnya di
surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam dan bagian
dalamnya terlihat dari bagian luarnya". Lantas seorang Arab Badui berdiri sambil berkata, “Bagi
siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai Rasululullah?” Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam
menjawab, “Untuk orang yang berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa
dan shalat pada malam hari di waktu manusia pada tidur". (HR. Tirmidzi).

Dengan semangat menyemai benih kebaikan selama Bulan Ramadhan dapat membangun
kedisplinan dalam diri kita untuk berbagi dan menebar kebaikan dengan sesama.

Ketiga, disiplin dalam waktu, dengan menggunakan waktu sebaik-sebaiknya untuk pengabdian
kepada Allah Azza Wajalla. Oleh sebab itu, berpuasa dan ibadah lainnya di dalam Islam ditentukan
waktunya.

Sulit untuk berdisiplin masalah waktu jika tidak dibiasakan atau dilatih melalui beribadah tepat
waktu. Hanya mereka yang pernah merasakan nikmat ibadah puasa yang bisa membentuk karakter
disiplin dalam dirinya.

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sudah menekankan bagi umat muslim bagaimana kiat
untuk belajar disiplin waktu. Dalam sabdanya bahwa: "Jika hari ini lebih baik dari kemarin, maka
kita termasuk orang yang beruntung, akan tetapi jika hari ini sama dengan kemarin, maka kita
termasuk orang yang merugi. Dan yang lebih berbahaya lagi kalau hari ini lebih buruk dari kemarin,
maka kita termasuk orang yang dilaknat Allah". (HR. Hakim).

Oleh : Dr. Elviandri S.HI., M.Hum

Anda mungkin juga menyukai