Anda di halaman 1dari 5

Pendidikan ilmu pengetahuan sosial

23 bahasa
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Sunting
 Sunting sumber
 Lihat riwayat
Perkakas












Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial
dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan pedagogik/psikologis untuk tujuan pendidikan.[1]
Definisi tersebut berlaku untuk pendidikan dasar dan menengah. Sedangkan untuk
perguruan tinggi atau Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK), Prof. Dr.
Nu'man Somantri, pakar IPS Indonesia, menggunakan kata seleksi.
Adanya kedua definisi tersebut, berimplikasi bahwa Pendidikan IPS dapat dibedakan
menjadi "Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran" dan "Pendidikan IPS sebagai
kajian akademik".
Pendidikan IPS sebagai mata pelajaran diterapkan dalam kurikulum di sekolah mulai
jenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah
Menengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK). Pendidikan IPS di jenjang persekolahan erat
kaitannya dengan disiplin ilmu sosial yang terintegrasi dengan pengetahuan lain
yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran.
IPS di sekolah pada dasarnya bertujuan mempersiapkan peserta didik sebagai
warga negara yang baik (good citizenship). Sebagai warga negara yang baik,
peserta didik harus menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills),
sikap dan nilai (attitude dan values) yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah pribadi maupun sosial serta dapat mengambil keputusan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat di tingkat lokal, regional, maupun global. [2]
Sejak tahun 1970-an, Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial mulai dikenal di Indonesia
sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik. Pengertian IPS dalam istilah asing
lebih dikenal dengan nama Social Studies. Pengertian social studies yang paling
berpengaruh hingga akhir abad ke-20 adalah definisi yang dikemukakan Edgar
Wesley pada tahun 1937. Wesley mengatakan bahwa "Pendidikan IPS adalah ilmu
sosial yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pedagogi." [3] Di Indonesia,
perkembangan social studies atau IPS tidak lepas dari peranan Profesor Muhamad
Nu'man Somantri yang merumuskan definisi Pendidikan IPS yang disampaikan
dalam forum Komunikasi II Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial
Indonesia (HISPISI).
Pendidikan IPS sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu == Pendidikan IPS sebagai
pendidikan disiplin ilmu dengan bidang kajian eklektik. Gagasan IPS sebagai
pendidikan disiplin ilmu banyak disuarakan oleh Numan Somantri dalam berbagai
forum akademik. IPS memiliki kekhasan sebagai pendidikan disiplin ilmu, yakni
kajiannya bersifat terpadu (integrated), interdisipliner, dan multidimensional.
Pendidikan IPS yang baru dikenalkan dan dikembangkan dalam kurikulum Indonesia
di awal tahun 1970-an, kini semakin berkembang, sejalan dengan perkembangan
pemikiran di negara maju.
Program pembelajaran IPS harus mampu memberikan pengalaman-pengalaman
belajar yang berorientasi pada aktivitas belajar peserta didik, Pelibatan peserta didik
dalam aktivitas belajar agar mereka memiliki kemampuan memecahkan masalah
dalam lingkungan belajar yang dibuat sebagaimana realitas yang sesungguhnya. [4]
Tujuan pendidikan IPS menurut Gross dalam Al Muchtar (2001) adalah
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang baik dalam masyarakat
yang demokratis.[5]

Tradisi Social Studies[sunting | sunting sumber]


Ada tiga tradisi dalam social studies, menurut Robert Bart, James Barth dan Samuel
J. Shermis, yaitu:

1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (Social Studies taught as


Citizenship Transmission)
2. IPS sebagai ilmu-ilmu sosial (Social Studies taught as Social Science)
3. IPS sebagai penelitian mendalam (Social Studies taught as Reflective
Inquiry)

Strategi Pembelajaran IPS[sunting | sunting sumber]


Terdapat empat kategori strategi pembelajaran IPS sebagai berikut: [6]
Strategi pembelajaran yang menunjang kreativitas guru, di antaranya adalah:
1.      Strategi Sinektik (Synectics)
Strategi ini berasal dari W.J.J Gordon yang merupakan strategi (teknik) berpikir
kreatif menggunakan analogi dan metafora (kiasan) untuk membantu pemikir
menganalisis masalah dan mengembangkannya dari berbagai sudut. Terdapat tiga
jenis analogi yang digunakan dalam sinektik yaitu: (1) analogi fantasi, (2) analogi
langsung, (3). analogi pribadi. Yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran
adalah analogi fantasi. Dalam analogi fantasi, siswa mencari pemecahan masalah
ideal untuk mencari solusi bahkan yang aneh-aneh, tidak lazim tapi menarik.
2.     Strategi sosiodrama
i love animasi

Sosiodrama pada hakekatnya merupakan usaha pembelajaran untuk memainkan


kembali suatu insiden historis ataupun peristiwa-peristiwa sejarah.  Sosiodrama juga
dapat menggambarkan secara artistik seluruh proses kehidupan manusia,
merefleksikan hidup dalam pertentangan tokoh, gerakan sosial, atau moral yang
timbul. Dalam sosiodrama didasarkan pada karya kreatif untuk menampilkan
kehidupan dari gambaran yang tak lengkap menjadi bentuk yang hidup dan
bergairah dalam realitas yang obyektif. Dalam Sosiodrama tedapat komponen-
komponen kegiatan: (1) menentukan tujuan pembelajaran, (2) menentukan topik, (3)
menentukan/memilih peran, (4) pemeranan adegan, (5) diskusi/evaluasi pemeranan.
Sosiodrama dapat dikatakan sebagai alat pendidikan dalam menghayati karakter
tokoh/pameran yang dimainkan tentunya tidak lepas dari upaya karakterisasi nilai-
nilai kejuangan yang diperankan siswa, yang pada gilirannya diharapkan adanya
transfer of learning pada pribadi siswa.
3.      Strategi Studi Ekskursi Perjalanan
Studi Wisata adalah suatu prosedur pembelajaran yang memberikan pengamatan
langsung tentang fenomena dan kumpulan data di tempat sebenarnya. Studi wisata
merupakan strategi pembelajaran dengan datang dan mengamati langsung objek
pembelajaran. Hal ini berbeda dengan studi pustaka atau studi ke perpustakaan.
Tujuan dari studi wisata adalah mempelajari sesuatu objek baik objek sejarah,
geografi secara konkret, menggunakan pengalaman sensori dan melatih murid
dalam menerapkan metodologi riset. Melalui studi wisata ini, siswa tidak hanya
belajar hafalan semata melainkan melakukan riset bersama langsung ke tempat
yang dituju.
4.     Strategi Inkuiri Sosial
Strategi inkuiri sosial pada hakekatnya sebagai suatu strategi pengembangan
kemampuan siswa untuk melakukan penyelidikan dan merefleksikan sifat kehidupan
sosial terutama sebagai latihan hidup langsung di masyarakat. Pendekatan strategi
ini bertolak dari suatu keyakinan bahwa dalam rangka pengembangan kemampuan
siswa secara independen, penyelidikan masalah-masalah sosial sangat diperlukan
sebagai partisipasi aktif warganegara / warga masyarakat. Siswa dan sekolah
sebagai bagian dari masyarakat juga harus berkontribusi dalam pemikiran dalam
menghadapi permasalahan dalam kehidupan nyata di masayarakat. Sekolah tidak
hanya berkewajiban untuk memelihara nilai-nilai di masyarakat, tetapi juga harus
memberikan keaktifan kepada siswa yang secara kritis dalam menghadapi masalah-
masalah sosial yang muncul.

IPS dalam Kurikulum 2013[sunting | sunting sumber]


Perkembangan IPS dalam Kurikulum 2013, untuk jenjang SMP IPS merupakan
mata pelajaran yang mengkaji tentang isu-isu sosial dengan unsur kajiannya dalam
konteks peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi. Tema yang dikaji dalam IPS
adalah fenomena-fenomena yang terjadi pada masa lalu, masa sekarang, dan
kecenderungan pada masa mendatang.[7]
Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi geografi, sejarah,
sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diharapkan dapat
menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab serta warga
dunia yang cinta damai. Materi disajikan terpadu, tidak dipisah dalam kelompok
Geografi, Sejarah, Ekonomi, Sosiologi.
Terdapat empat hal penting dalam perkembangan IPS pada kurikulum 2013 yakni:
a.      Bahwa IPS untuk SMP/MTs objek kajianya merupakan isu-isu sosial, dengan
unsur kajianya dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan generalisasi. Hal ini
dapat dipahami karena isu-isu sosial dalam konteks peristiwa, fakta, konsep dan
generalisasi pada hakikatnya menggambarkan dunia nyata (peristiwa) dan struktur
keilmuan (fakta, konsep dan generalisasi).
b.     Tema yang dikaji dalam IPS adalah fenomena-fenomena yang terjadi di dalam
masyarakat baik masa lalu, masa sekarang maupun kecenderungan masa yang
akan datang. Hal ini maksudnya adalah bahwa dalam kajian pembelajaran IPS tidak
lepas dari proses masa lalu yang berkesinambungan maupun perubahan dengan
masa sekarang serta dapat diprediksi kecenderungan untuk masa depan.
c.      Materi IPS terdiri atas geografi, sejarah, sosiologi dan ekonomi
d.     Tujuan pembelajaran IPS adalah agar peserta didik menjadi warga negara
Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta
damai.

PO

Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ Somantri, Numan. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
2. ^ Sapriya (2009). Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
3. ^ Wesley, Edgar Bruce. (1950), Teaching Social Studies in high School. Lexington, D.C.:
Heath and Company.
4. ^ Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI (2009). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan:
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: Imtima.
5. ^ Al Muchtar, Suwarma. (2001). Epistemologi Pendidikan IPS. Bandung: Gelar Pustaka
Mandiri.
6. ^ Supardan, Dadang (2014).  Pendidikan IPS: Perspektif filosofi, Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung: Prodi IPS Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Pendidikan
Indonesia. hlm. 188–190.
7. ^ Supardan, Dadang (2014).  Pendidikan IPS: Perspektif filosofi, Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung: Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.
hlm. 20.

Anda mungkin juga menyukai