Anda di halaman 1dari 23

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERPADU

Diajukan mata kuliah problematika pendidikan ilmu pengetahuan sosial

Oleh :

PUTRI ADIBATUR ROHMAH NIM. 23040940005

SUKRAN NIZAR HILMAN NIM. 23040940009

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS

FAKULTAS ILMU SOSIAL HUKUM DAN POLITIK

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2023
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN IPS TERPADU DI INDONESIA

A. PENDAHULUAN

IPS terpadu merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dalam kurikulum
pendidikan di Indonesia. Mata pelajaran ini mencakup berbagai aspek kehidupan sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan lingkungan yang memengaruhi masyarakat dan dunia kita.
Pembelajaran IPS terpadu memiliki peran yang sangat vital dalam membentuk pemahaman
siswa tentang kompleksitas dunia yang mereka tinggali. Melalui mata pelajaran ini, siswa
diajak untuk memahami sejarah, geografi, ekonomi, dan masyarakat yang membentuk
kerangka pemikiran mereka. Lebih dari itu, IPS terpadu juga membantu siswa
mengembangkan keterampilan analitis, kritis, dan pemecahan masalah yang sangat relevan
dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam artikel ini, kami akan mengulas berbagai aspek yang terkait dengan IPS terpadu,
termasuk materi pembelajaran, pendekatan pengajaran, dan relevansi IPS terpadu dalam
konteks global yang terus berubah. Kami juga akan membahas pentingnya IPS terpadu
dalam membantu siswa memahami peran mereka dalam masyarakat, mengembangkan
nilai-nilai kewarganegaraan, dan menjadi individu yang berpikiran terbuka dan
bertanggung jawab. Semoga artikel ini dapat menjadi panduan yang bermanfaat bagi para
pendidik, siswa, dan semua pihak yang tertarik untuk memahami lebih dalam tentang IPS
terpadu. Kami berharap pembahasan ini akan memberikan wawasan yang berharga dan
membantu mempersiapkan generasi muda untuk menjadi warga negara yang aktif,
berpengetahuan luas, dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik.

B. PEMBAHASAN
 Pengenalan IPS Terpadu

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di tingkat sekolah dasar memiliki
karakteristik yang khas dan unik. Mata pelajaran ini menggabungkan berbagai konsep dan
wawasan dari berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu sosial, humaniora, sains, dan juga
mengakomodasi isu-isu sosial yang relevan dengan kehidupan sehari-hari yang
membedakan IPS di tingkat sekolah dasar adalah pendekatan pembelajarannya yang tidak
sepenuhnya berfokus pada aspek-aspek spesifik dari disiplin ilmu tertentu. Sebaliknya,
lebih menekankan pada pengembangan dimensi pedagogis dan psikologis peserta didik.
Dalam konteks ini, mata pelajaran IPS dirancang untuk memberikan pengalaman
pembelajaran yang holistik, yang tidak hanya mencakup pemahaman tentang topik-topik
tertentu, tetapi juga mendorong peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir
yang komprehensif. Hal ini sejalan dengan pendekatan pendidikan di tingkat sekolah dasar
yang lebih menekankan pada perkembangan integral peserta didik, termasuk pembentukan
karakter dan nilai-nilai moral.

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah cabang studi dalam ranah sosial yang
membentuk sebuah kerangka interdisipliner yang menggabungkan pengetahuan dan
pendekatan dari ilmu sosial dan humaniora. Tujuan utama dari IPS adalah untuk
meningkatkan pemahaman individu dalam hal kewarganegaraan dan peran siswa dalam
masyarakat. Dalam konteks program pendidikan, IPS dikembangkan secara sistematis
dengan mengintegrasikan beragam disiplin ilmu, termasuk antropologi, arkeologi,
ekonomi, geografi, sejarah, hukum, filosofi, ilmu politik, psikologi, agama, dan sosiologi
(Kemendikbud, 2021).

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tingkat sekolah merupakan suatu


pendekatan yang menggabungkan berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu sosial, psikologi,
filsafat, ideologi negara, dan agama, dengan tujuan untuk membentuk pemahaman yang
komprehensif tentang aspek-aspek sosial, budaya, dan manusia dalam masyarakat. Dalam
konteks ini, pendidikan tersebut menerapkan proses penyederhanaan yang
mengorganisasikan dan menyajikan pengetahuan dari disiplin-disiplin tersebut dengan
kerangka ilmiah dan psikologis. Penting untuk memahami bahwa pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial tidak hanya tentang pengajaran berbagai teori dan konsep dari berbagai
disiplin ilmu tersebut. Ini juga berfokus pada pengembangan keterampilan analisis, kritis,
dan pemecahan masalah siswa dalam konteks dunia sosial yang kompleks. Dengan
demikian, pendidikan ini bertujuan untuk menciptakan individu yang berpengetahuan luas,
mampu memahami kerumitan masyarakat, serta dapat berpartisipasi secara aktif dan
bijaksana dalam proses sosial dan budaya (Sumantri, 2001).

Konsep Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pertama kali diperkenalkan ke dalam dunia
pendidikan pada tahun 1972-1973, tepatnya dalam Kurikulum Proyek Perintis Sekolah
Pembangunan (PPSP) di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Bandung. Pada
Kurikulum SD 8 tahun PPSP, istilah "Pendidikan Kewarganegaraan/Studi Sosial"
digunakan sebagai mata pelajaran sosial terpadu. Kurikulum ini mencakup Pendidikan
Kewarganegaraan yang melibatkan Sejarah Indonesia, Ilmu Bumi Indonesia, dan Civics
yang diartikan sebagai Pengetahuan Kewarganegaraan Negara. Seiring berjalannya waktu,
perkembangan konsep pendidikan IPS hingga dasawarsa 1990-an menghasilkan dua
pendekatan utama dalam pendidikan IPS di Indonesia. Pertama, terdapat pendidikan IPS
yang disampaikan melalui tradisi "citizenship transmission" yang diterjemahkan dalam
bentuk mata pelajaran seperti Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan serta Sejarah
Nasional. Kedua, ada pendidikan IPS yang diajarkan melalui tradisi "social science," yang
diberikan sebagai mata pelajaran terpisah di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA),
terkonfederasi di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), dan diintegrasikan di Sekolah
Dasar (SD) (Kemendikbud, 2021).

Pendekatan pembelajaran terpadu dalam IPS, atau yang sering disebut sebagai
pendekatan interdisipliner, memungkinkan peserta didik untuk aktif mencari, menggali,
dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Ini melibatkan
memadukan Kompetensi Dasar sehingga peserta didik dapat mendapatkan pengalaman
langsung dan terlatih untuk menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari. Dengan
menerapkan Model Pembelajaran Terpadu, pendidik dapat menciptakan pengalaman
belajar yang lebih berarti dan kontekstual bagi siswa. Siswa dapat lebih memahami
hubungan antara berbagai konsep dan bagaimana konsep-konsep ini berdampak dalam
kehidupan sehari-hari (Sugiharsono, 2009). Hal ini membantu siswa mengembangkan
pemahaman yang lebih dalam dan relevan serta keterampilan berpikir kritis yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi dalam kehidupan siswa

Dengan demikian, Model Pembelajaran Terpadu berfungsi sebagai alat yang efektif
dalam meningkatkan pemahaman siswa, penerapan pengetahuan dalam konteks nyata, dan
pengembangan keterampilan berpikir yang lebih tinggi. Selain itu, model ini juga
memungkinkan siswa untuk menjadi pembelajar yang lebih mandiri dan aktif dalam proses
pendidikan siswa Melalui pendekatan ini, siswa diarahkan untuk memahami berbagai
aspek sosial dan budaya dalam masyarakat, serta bagaimana fenomena-fenomena ini saling
berkaitan. Misalnya, siswa dapat mengkaji bagaimana faktor ekonomi mempengaruhi
dinamika politik atau bagaimana sejarah memengaruhi perkembangan nilai-nilai budaya
dalam suatu komunitas. Lebih lanjut, IPS juga mencakup materi yang relevan dari ilmu
humaniora, matematika, dan ilmu alam untuk memberikan landasan yang kokoh dalam
pemahaman dunia yang kompleks ini (Syofniati, 2019).
Williams (1976) mengungkapkan bahwa melalui pendekatan pembelajaran terpadu,
peserta didik bisa mengalami langsung materi yang dipelajari. Ini dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam menerima, menyimpan, dan menghasilkan pemahaman tentang
materi pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk secara komprehensif,
bermakna, otentik, dan aktif menggali berbagai konsep yang diajarkan. Pengemasan
pengalaman pembelajaran yang disusun oleh guru memiliki dampak besar pada makna
pengalaman bagi peserta didik. Pengalaman pembelajaran yang memiliki hubungan yang
kuat dengan unsur-unsur konseptual cenderung membuat proses pembelajaran lebih
efisien. Kaitan antara konsep yang dipelajari dengan bidang kajian yang relevan dapat
membantu peserta didik membangun skema (konsep) yang lebih solid, sehingga siswa
dapat memahami dan menggabungkan pengetahuan dengan lebih baik (Sugiharsono,
2009).

Perolehan pemahaman yang lebih utuh, pengetahuan yang lebih lengkap, dan
pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan dan dunia nyata dapat dicapai melalui
pendekatan pembelajaran terpadu.Pentingnya IPS dalam pendidikan adalah untuk
membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang
masyarakat, politik, dan budaya di sekitar siswa . Ini membantu mengembangkan
keterampilan kewarganegaraan yang kritis, memungkinkan individu untuk berpartisipasi
secara aktif dalam masyarakat, berkontribusi pada perubahan positif, dan membuat
keputusan yang terinformasi. Selain itu, IPS juga mempromosikan pemikiran kritis, analisis
yang mendalam, dan perspektif yang lebih luas dalam memahami dunia yang kompleks ini.

 Landasan Dasar Implementasi IPS Terpadu

Landasan filosofis merupakan dasar pemikiran yang menjadi landasan bagi


pengembangan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai suatu disiplin ilmu.
Landasan filosofis ini membantu dalam menentukan berbagai aspek penting dalam
pengembangan Pendidikan IPS, seperti objek kajian, metode, tujuan, dan manfaatnya.
Secara lebih rinci, landasan filosofis Pendidikan IPS dapat dibagi menjadi tiga aspek:
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Penjelasan lebih rincinya sebagai berikut:

Aspek ontologies pada aspek ini, landasan filosofis membantu dalam menentukan
objek kajian atau domain yang menjadi fokus utama Pendidikan IPS sebagai suatu disiplin
ilmu. Ini melibatkan pertanyaan tentang apa yang menjadi substansi utama dari IPS dan
apa yang perlu dipelajari dan dipahami oleh peserta didik dalam konteks ini. Aspek
Epistemologis: Aspek ini berhubungan dengan cara atau proses bagaimana Pendidikan IPS
dibangun dan dikembangkan, serta bagaimana pengetahuan dalam bidang ini dianggap
benar, sah, valid, atau tepercaya. Ini mencakup metodologi dan pendekatan pembelajaran
yang digunakan dalam Pendidikan IPS serta cara mengukur dan menilai pengetahuan yang
diperoleh peserta didik. Aspek Aksiologis : Landasan filosofis juga membantu dalam
menentukan tujuan dari Pendidikan IPS sebagai disiplin ilmu. Ini mencakup pertanyaan
mengenai mengapa Pendidikan IPS perlu dibangun dan dikembangkan, serta manfaatnya
bagi peserta didik dan masyarakat secara umum. Aspek aksiologis ini menyoroti nilai-nilai
yang ingin ditanamkan dalam pendidikan ini. Dengan dasar pemikiran filosofis yang kokoh
dalam tiga aspek tersebut, Pendidikan IPS menjadi lebih terarah dan terfokus dalam
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman peserta didik dalam konteks
disiplin ilmu ini. Landasan filosofis membantu menggarisbawahi pentingnya Pendidikan
IPS dalam membentuk pemikiran kritis, pemahaman tentang masyarakat, dan nilai-nilai
moral yang relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Secara umum, perkembangan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia


dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu pendidikan IPS tingkat perguruan tinggi dan
pendidikan IPS tingkat sekolah dasar dan menengah. Akan tetapi penyederhanaan
implementasi penerapan pembelajaran IPS di Indonesia dilandaskan pada kebijakan-
kebijakan yang dapat dilihat dari rekam jejak historisnya, berikut (Hidayat, 2020):

a) Kurikulum tahun 1974-1975, konsep pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pertama kali
diperkenalkan dalam konteks pendidikan di Indonesia melalui Kurikulum Proyek Perintis
Sekolah Pembangunan (PPSP) di IKIP Bandung. Kurikulum tahun 1975 menghadirkan
pendidikan IPS dalam empat profil yang berbeda. Keempat profil tersebut adalah sebagai
berikut: 1) Pendidikan Moral Pancasila menggantikan pendidikan kewargaan Negara sebagai
bentuk khusus pendidikan IPS yang mengakomodasi tradisi transmisi nilai-nilai
kewarganegaraan, 2) Pendidikan IPS terpadu (integrated) diterapkan di tingkat sekolah dasar,
di mana mata pelajaran IPS disajikan secara bersatu, 3) Pendidikan IPS terkonfederasi
diterapkan di tingkat SMP, dengan IPS berfungsi sebagai konsep payung yang mencakup mata
pelajaran geografi, sejarah, dan ekonomi koperasi, 4) Pendidikan IPS terpisah-pisah, yang
melibatkan mata pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi untuk tingkat SMA, atau sejarah dan
geografi untuk SPG.
b) Kurikulum IPS tahun 1984-1990: Konsep pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam
kurikulum mengalami perkembangan hingga tahun 1990-an. Pada tahun 1990-an,
perkembangan pendidikan IPS mencakup dua konsep utama: 1) Pendidikan IPS yang tetap
mengikuti tradisi "citizenship transmission" dengan menyajikan materi melalui mata pelajaran
pendidikan pancasila, kewarganegaraan, dan sejarah nasional. 2) Pendidikan IPS yang
mengadopsi tradisi "social science" dengan menawarkan pendidikan IPS sebagai mata
pelajaran terpisah di tingkat SMU, terkonfederasi di SLTP, dan terintegrasi di SD.
c) Kurikulum IPS tahun 1994: Pendidikan IPS dalam kurikulum tahun 1994 dirancang dengan
perbedaan pendekatan di antara jenjang SD, SMP, dan SMA. Meskipun demikian, jika
diperhatikan konten materi yang diajarkan, pada jenjang SD dan SMP, terdapat pendekatan
terintegrasi, tetapi masih terdapat pemisahan materi IPS dalam kurikulum. Ini berarti bahwa
pendidikan IPS belum sepenuhnya disampaikan secara menyeluruh. Sementara itu, pada
jenjang SMA, materi IPS masih diajarkan secara terpisah.
d) Kurikulum IPS tahun 2006 (KTSP) Pada tahun 2006, terjadi perubahan dalam pendidikan IPS,
khususnya dalam konten materi. Proses ini dimulai sejak tahun sebelumnya, ketika para ahli
pendidikan melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang mengarah pada
penggantian istilah "mengajar" dengan konsep "pembelajaran." Dalam konteks pembelajaran
baru ini, penekanan diberikan pada penguasaan materi minimal yang dapat diukur dengan
menggunakan Standar Kompetensi Minimal (KKM) oleh siswa, yang kemudian dikenal dengan
istilah "pembelajaran berbasis kompetensi" dan "pembelajaran tuntas" (mastery learning).
Hasil pemikiran ini mengarah pada perubahan dalam pembentukan kurikulum. Awalnya,
muncul konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada tahun 2003, yang kemudian
diimplementasikan pada tahun 2004. KBK berjalan selama dua tahun sebelum akhirnya
mengalami revisi dan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada tahun 2006.
Penguatan KTSP juga didukung oleh undang-undang baru dalam bidang pendidikan, yaitu
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003.
Pengembangan KTSP secara teknis juga didukung oleh peraturan perundang-undangan, seperti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 22 tahun 2006 tentang standar
isi. Dalam peraturan ini, materi pembelajaran disusun dengan menggunakan Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), yang merupakan standar yang ditetapkan oleh
pemerintah. Meskipun demikian, guru memiliki fleksibilitas untuk menambahkan dan
mengembangkan materi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa di masing-masing
sekolah.
e) Kurikulum 2013: Pada tahun 2013, terjadi perubahan dalam kurikulum IPS. Pemerintah
melakukan evaluasi dan merancang kurikulum yang lebih inovatif. Implementasi kurikulum
2013 dipengaruhi oleh perubahan regulasi di tingkat pemerintah pusat, seperti pergantian
kepala negara Indonesia dan perubahan struktur kepemimpinan pemerintah lainnya. Perubahan
ini memengaruhi perbedaan pandangan antara pengembang kurikulum 2013 dan para
pengambil keputusan pemerintah yang baru terbentuk. Sebagai hasilnya, kurikulum 2013
mengalami revisi sebelum sepenuhnya diimplementasikan, yang tercermin dalam penerbitan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor
24 tahun 2016 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar pelajaran dalam kurikulum 2013.
f) Kurikulum merdeka 2022: Kurikulum Merdeka Belajar yang dikeluarkan oleh Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bertujuan untuk
menciptakan pengalaman pendidikan yang lebih positif bagi siswa dan guru. Kurikulum ini
memberikan kebebasan kepada siswa untuk mengembangkan potensi siswa sesuai dengan
minat pribadi siswa . Dalam Kurikulum Merdeka Belajar, penekanan diberikan pada
memberikan kesempatan yang lebih aktif kepada siswa. Ini sejalan dengan filosofi Ki Hajar
Dewantara tentang sistem "among," di mana guru diarahkan untuk membimbing siswa agar
tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi alamiah siswa . Melihat tantangan saat ini
dalam pendidikan, penting untuk kembali kepada prinsip kemerdekaan dalam mengakses
pendidikan (Sulistyosari et al., 2022).
 Tujuan IPS Terpadu

Individu yang menjadi warga negara yang bertanggung jawab melalui pengalaman dan
pelatihan yang diperoleh melalui proses pembelajaran memiliki kemampuan berpikir kritis
dan inkuiri. Siswa juga memiliki kepedulian dan keterampilan sosial, serta mampu hidup
bersama dengan orang lain sekaligus memiliki kemampuan untuk hidup secara mandiri.
Tujuan ini sejalan dengan maksud Pendidikan IPS yang tertera dalam Permendiknas No.
22 Tahun 2006 (Sudrajat et al., 2023), yang mencakup hal-hal berikut:

a) Memberikan pengetahuan untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang baik,
yang memiliki kesadaran tentang penciptaan diri siswa oleh Tuhan, pemahaman akan
hak dan kewajibannya sebagai anggota negara, memiliki prinsip demokratis dan
tanggung jawab, serta merasa bangga dengan identitas nasional siswa .
b) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan inkuiri sehingga siswa dapat
memahami, mengidentifikasi, menganalisis, dan akhirnya memiliki keterampilan sosial
untuk berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah sosial.
c) Melalui pendekatan pembelajaran yang kreatif dan inovatif, siswa dilatih untuk
membangun kebersamaan dan keterampilan belajar mandiri.
d) Mengembangkan kecerdasan, kebiasaan, dan keterampilan sosial melalui pemahaman
terhadap nilai-nilai baik dalam hidup, termasuk moralitas, kejujuran, keadilan, dan lain-
lain, sehingga siswa memiliki akhlak yang mulia.
e) Membangun kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.

 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran IPS Terpadu


IPS Terpadu (Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu) adalah pendekatan pengajaran yang
mengintegrasikan berbagai mata pelajaran dalam kategori IPS, seperti sejarah, geografi,
ekonomi, sosiologi, dan lainnya, menjadi satu kesatuan pembelajaran. Berikut adalah
beberapa kelebihan dari pendekatan IPS Terpadu:

a) Konteks yang Lebih Relevan: IPS Terpadu memungkinkan siswa untuk memahami
konsep-konsep dalam konteks yang lebih nyata dan relevan. Siswa dapat melihat
bagaimana topik-topik dalam IPS saling terkait dalam kehidupan sehari-hari siswa .
b) Pengembangan Pemahaman yang Holistik: Siswa dapat mengembangkan pemahaman
yang lebih holistik tentang isu-isu sosial, ekonomi, politik, dan budaya karena siswa
belajar tentang semua aspek ini dalam konteks yang terintegrasi.
c) Pengembangan Keterampilan Berpikir Kritis: IPS Terpadu mendorong pengembangan
keterampilan berpikir kritis karena siswa harus menghubungkan dan menganalisis
informasi dari berbagai sumber untuk memahami situasi yang lebih besar.
d) Efisiensi Waktu: Pendekatan ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam pengajaran,
karena beberapa topik dapat diajarkan secara bersamaan atau dengan menekankan
keterkaitannya.
e) Pemecahan Masalah yang Lebih Baik: Siswa dapat mengembangkan kemampuan
pemecahan masalah yang lebih baik karena siswa belajar untuk menerapkan
pengetahuan dari berbagai bidang untuk memahami dan mengatasi masalah yang
kompleks.
f) Pengembangan Keterampilan Sosial: IPS Terpadu sering melibatkan proyek kolaboratif
dan diskusi, yang dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan sosial,
komunikasi, dan kerjasama.
g) Perspektif Global: Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk memahami dampak
global dari isu-isu sosial dan ekonomi, membantu siswa menjadi warga dunia yang
lebih sadar.
h) Menghindari Pembelajaran yang Terpisah-pisah: IPS Terpadu menghindari
pembelajaran yang terpisah-pisah dan memungkinkan siswa untuk melihat gambaran
yang lebih besar daripada hanya belajar dalam potongan-potongan terpisah.
i) Keterkaitan dengan Kehidupan Nyata: Pembelajaran dalam konteks yang terpadu
memungkinkan siswa untuk lebih mudah mengaitkan konsep-konsep dengan
kehidupan nyata dan menerapkan pengetahuan siswa dalam situasi sehari-hari.
j) Peningkatan Motivasi Belajar: Pendekatan ini dapat meningkatkan motivasi belajar
karena siswa sering menemukan materi yang lebih menarik dan relevan.

Namun, penting untuk diingat bahwa keberhasilan IPS Terpadu tergantung pada
implementasinya dengan baik oleh guru dan sekolah. Selain itu, ini mungkin tidak cocok
untuk semua mata pelajaran atau situasi pembelajaran. Sedangkan kekurangan
implementasi IPS Terpadu sebagai berikut:

a) Kesulitan Perencanaan dan Pelaksanaan: Mengintegrasikan berbagai mata pelajaran


dalam IPS Terpadu dapat menjadi tugas yang rumit dan memerlukan perencanaan yang
matang serta pengembangan kurikulum yang sesuai.
b) Kesulitan Evaluasi: Menilai pemahaman siswa terhadap konsep-konsep yang
terintegrasi dalam IPS Terpadu bisa menjadi tantangan. Sistem penilaian yang sesuai
perlu dikembangkan.
c) Keterbatasan Waktu: Terkadang, pembelajaran terpadu membutuhkan lebih banyak
waktu daripada pembelajaran terpisah-pisah. Hal ini dapat menjadi masalah dalam
kurikulum yang sudah padat.
d) Ketidakseimbangan Materi: Dalam upaya mengintegrasikan berbagai topik, ada risiko
ketidakseimbangan dalam pemahaman siswa. Beberapa topik mungkin mendapatkan
lebih banyak perhatian daripada yang lain.
e) Kesulitan Dalam Penyajian Materi: Guru perlu memiliki keterampilan dan pengetahuan
yang memadai untuk mengintegrasikan berbagai materi dengan cara yang bermakna.
Jika guru tidak siap, pendekatan IPS Terpadu mungkin tidak berhasil.
f) Kurangnya Fokus Khusus: Siswa mungkin tidak mendapatkan pemahaman mendalam
tentang topik tertentu karena fokusnya lebih pada penggabungan berbagai topik.
g) Tidak Sesuai Untuk Semua Mata Pelajaran: IPS Terpadu mungkin lebih cocok untuk
beberapa mata pelajaran daripada yang lain. Mata pelajaran yang sangat khusus
mungkin tidak bisa diintegrasikan dengan baik.
h) Kesulitan dalam Penyesuaian untuk Keperluan Individu: Siswa dengan tingkat
pemahaman yang berbeda atau kebutuhan khusus mungkin menghadapi kesulitan
dalam lingkungan pembelajaran terpadu.
i) Keterbatasan Sumber Daya: Implementasi IPS Terpadu dapat memerlukan sumber daya
tambahan, termasuk materi pelajaran, perangkat, dan pelatihan guru. Sekolah dengan
anggaran terbatas mungkin kesulitan mengadopsinya.
j) Perlawanan atau Ketidaksetujuan: Tidak semua guru, siswa, atau orang tua mungkin
setuju dengan pendekatan IPS Terpadu, dan ini dapat memunculkan resistensi terhadap
perubahan.

Penting untuk mengingat bahwa efektivitas IPS Terpadu sangat bergantung pada
bagaimana ini diimplementasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan sekolah dan siswa
tertentu. Sebuah pendekatan yang baik mungkin mengatasi beberapa dari kekurangan ini,
tetapi juga penting untuk mempertimbangkan tantangan yang mungkin timbul selama
pelaksanaannya.

 Klasifikasi Pembelajaran IPS Terpadu Berdasarkan Bidang Konsentrasinya

IPS di sekolah mempelajari aspek-aspek kehidupan sosial dengan mengintegrasikan


berbagai ilmu sosial seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, sosiologi, dan tata
negara. Mata pelajaran ini mencerminkan masalah-masalah sehari-hari masyarakat. IPS
merangkum konsep-konsep dasar dari ilmu sosial yang berbeda dan menerapkannya dalam
konteks pendidikan, memperhatikan relevansi dengan kehidupan peserta didik. IPS
melibatkan pendekatan interdisipliner dengan menggabungkan berbagai cabang ilmu
sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Pada
tingkat sekolah dasar, IPS menggabungkan sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, dan
antropologi, karena ketiga disiplin ini memiliki hubungan yang kuat satu sama lain.
Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang komprehensif tentang aspek-aspek sosial
dalam kehidupan manusia (Darsono, 2017).

Nu’man Soemantri menjelaskan bahwa mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
disederhanakan untuk tingkat pendidikan SD, SLTP, dan SLTA. Penyederhanaan ini
memiliki dua arti utama:

 Menurunkan Tingkat Kesulitan: Ini berarti mengubah materi yang biasanya diajarkan
di universitas menjadi materi yang sesuai dengan tingkat pemahaman dan kematangan
berpikir peserta didik di sekolah dasar dan tingkat lanjutan. Tujuannya adalah membuat
materi tersebut lebih mudah dipahami oleh peserta didik.
 Memadukan Berbagai Cabang Ilmu Sosial: Mata pelajaran IPS menggabungkan
berbagai bahan dari cabang-cabang ilmu sosial yang berbeda serta aspek kehidupan
masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membuat mata pelajaran ini lebih mudah dicerna
oleh peserta didik.
Dalam struktur Kurikulum 2013, mata pelajaran IPS termasuk dalam mata pelajaran
yang diajarkan di SD/MI dan SMP/MTs. Namun, di tingkat SMA dan SMK, tidak ada mata
pelajaran IPS yang terpisah, tetapi materi-materi yang terkait dengan disiplin ilmu
tradisional yang dikelompokkan dalam bidang Ilmu Sosial. Dengan kata lain, di tingkat
SD/MI dan SMP/MTs, IPS diajarkan sebagai mata pelajaran terpadu, sementara di tingkat
SMA/MA dan SMK/MAK, pendekatannya terpisah (Rahmad, 2016).

a) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran yang mencakup berbagai
bidang pengetahuan sosial yang berbeda. Di berbagai negara atau sistem pendidikan,
IPS dapat dibagi menjadi beberapa macam, tergantung pada bagaimana materi
pembelajarannya disusun. Berikut adalah beberapa macam IPS yang umumnya
ditemukan:
b) Geografi: Ini mencakup studi tentang planet Bumi, lingkungan fisik, perubahan iklim,
peta, populasi, dan topik terkait lainnya.
c) Sejarah: Mata pelajaran ini berkaitan dengan penelitian dan pemahaman tentang masa
lalu manusia, peristiwa sejarah, tokoh-tokoh bersejarah, dan dampaknya terhadap
perkembangan masyarakat.
d) Ekonomi: Memahami prinsip-prinsip ekonomi, termasuk konsep permintaan dan
penawaran, produksi, distribusi, dan topik terkait lainnya yang membantu dalam
memahami sistem ekonomi.
e) Sosiologi: Menyelidiki struktur sosial, hubungan antarindividu, masyarakat, norma
sosial, dan perubahan sosial dalam masyarakat.
f) Antropologi: Menggali kebudayaan manusia, antara lain, melalui studi etnografi,
etnologi, dan pengamatan terhadap berbagai kelompok etnis dan budaya di dunia.
g) Politik: Memahami struktur politik, sistem pemerintahan, proses politik, pemilihan
umum, dan konsep-konsep politik penting lainnya.
h) Hukum: Mata pelajaran ini berkaitan dengan prinsip-prinsip hukum, sistem hukum, hak
asasi manusia, dan isu-isu hukum yang relevan dalam masyarakat.
i) Budaya: Menyelidiki berbagai aspek budaya, seperti seni, bahasa, agama, dan tradisi
budaya yang berbeda di seluruh dunia.
j) Tata Negara: Memahami prinsip-prinsip dasar tata negara, konstitusi, sistem politik,
dan tugas-tugas pemerintah.
k) Psikologi Sosial: Studi tentang perilaku sosial manusia, interaksi sosial, dan faktor-
faktor psikologis yang mempengaruhi individu dalam konteks sosial.
 Strategi Pembelajaran IPS Terpadu
a) Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif, atau cooperative learning, adalah pendekatan pembelajaran


di mana peserta didik bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai
tujuan pembelajaran bersama. Pada pendekatan ini, diskusi dan interaksi di antara peserta
didik dalam kelompoknya sangat ditekankan. Beberapa poin penting dari pernyataan Anda
dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Aktivitas Peserta Didik: Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik lebih aktif
daripada dalam pembelajaran tradisional. Siswa terlibat dalam proses diskusi dan
kolaborasi dengan anggota kelompoknya.
 Pengembangan Pikiran Matematika: Melalui diskusi dan percakapan, ide-ide
matematika dapat diungkapkan dan dipahami dengan lebih baik. Hal ini membantu
peserta didik mengembangkan pemahaman siswa terhadap konsep matematika.
 Kemampuan Berpikir Kritis:Peserta didik yang terlibat dalam perbedaan pendapat atau
mencari solusi untuk masalah matematika akan mengembangkan kemampuan berpikir
kritis siswa . Ini karena siswa harus mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan
argumen.
 Hubungan Kerjasama: Implementasi pembelajaran kooperatif memerlukan hubungan
kerjasama yang baik antara peserta didik. Ini termasuk komunikasi yang dialogis,
kolaborasi yang efektif, dan partisipasi aktif dalam kelompok.
 Perciptaan Iklim Kondusif: Pembelajaran kooperatif juga menciptakan iklim yang
kondusif bagi hubungan kerjasama dan pertukaran informasi antar peserta didik dan
pendidik. Ini membantu membangun hubungan persahabatan dan saling percaya.

Pendekatan pembelajaran kooperatif mempromosikan pembelajaran yang lebih


interaktif, memberikan peserta didik kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
sosial, dan memfasilitasi pemahaman yang lebih mendalam tentang materi pelajaran.
Dengan kerjasama yang baik dalam kelompok, peserta didik dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan lebih efektif (Tambunan, 2021).

b) Project Based Learning

Project-Based Learning (PBL), atau pembelajaran berbasis proyek, adalah suatu model
pembelajaran yang menekankan pada pengembangan keterampilan proses dan kemampuan
berpikir kreatif siswa. Dalam model ini, siswa diberikan kesempatan untuk lebih
mengembangkan kreativitas siswa melalui perancangan dan pembuatan sebuah proyek
yang memiliki nilai edukatif. Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan karakteristik
utama dari Project-Based Learning:

 Pengalaman Berbasis Proyek: PBL menekankan pembelajaran melalui pengalaman


praktis. Siswa tidak hanya mendengar dan mengingat informasi, tetapi siswa juga
menerapkannya dalam membuat proyek konkret.
 Keterampilan Proses: Selain pembelajaran konten, PBL juga fokus pada pengembangan
keterampilan proses, seperti pemecahan masalah, penelitian, komunikasi, dan
kolaborasi. Siswa belajar bagaimana melakukan proyek dari awal hingga akhir.
 Kemampuan Berpikir Kreatif: PBL mendorong siswa untuk berpikir kreatif dalam
merancang proyek siswa . Siswa harus mencari solusi yang inovatif untuk masalah
yang diberikan.
 Kolaborasi: Siswa sering bekerja dalam kelompok atau tim untuk menyelesaikan
proyek. Ini mempromosikan kemampuan bekerja sama dan komunikasi efektif.
 Autonomi Siswa: Dalam PBL, siswa memiliki lebih banyak kendali atas pembelajaran
siswa . Siswa memiliki kebebasan untuk memilih topik, merencanakan proyek, dan
mengambil keputusan sepanjang proses.
 Nilai Edukatif: Proyek yang dibuat oleh siswa dalam PBL seharusnya memiliki nilai
edukatif yang jelas. Siswa tidak hanya menciptakan sesuatu untuk menciptakan, tetapi
juga untuk memahami konsep atau mengatasi masalah yang relevan.
 Evaluasi Holistik: Penilaian dalam PBL tidak hanya berfokus pada hasil akhir proyek,
tetapi juga melibatkan penilaian terhadap keterampilan proses yang diperoleh oleh
siswa selama pembuatan proyek.

Project-Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang efektif dalam


mempersiapkan siswa untuk situasi dunia nyata, di mana siswa harus menerapkan
pengetahuan dan keterampilan siswa dalam konteks yang bermanfaat dan relevan. Ini juga
dapat memotivasi siswa karena siswa melihat dampak langsung dari pekerjaannya
(Yumanhadi Aripin & Sari Sunaryo Putri, 2021).

c) Inquiry-Based Learning
Model Pembelajaran Berbasis Penyelidikan, atau Inquiry-Based Learning, bertujuan untuk
membantu siswa dalam menemukan konsep atau pengetahuan baru. Penggunaan model ini
menekankan bahwa siswa tidak hanya perlu menjawab pertanyaan dengan benar, tetapi
mereka juga harus memiliki kemampuan untuk melakukan sejumlah tindakan seperti
penyelidikan, eksplorasi, pencarian, eksperimen, pengamatan, dan penelitian. Dalam
konteks pembelajaran ini, siswa diajak untuk aktif dalam proses belajar mereka, menggali
lebih dalam materi pelajaran, dan mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam
melalui pengalaman langsung. Sebaliknya dari pendekatan pembelajaran yang bersifat
pasif, pembelajaran berbasis penyelidikan memberi siswa kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan, mencari jawaban, dan mengejar pemahaman mereka sendiri melalui proses
eksplorasi yang terstruktur. Dengan demikian, model Inquiry-Based Learning bertujuan
untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis, analitis, dan kreatif, serta
memupuk rasa ingin tahu mereka untuk terus belajar dan menemukan hal-hal baru. Ini
adalah pendekatan yang mendorong pembelajaran yang lebih mendalam dan berkelanjutan
(Halim, 2017).

 Evaluasi Pemahaman Siswa Mengenai Pembelajaran IPS Terpadu


a) Portofolio

Portofolio adalah sebuah bentuk penilaian berkelanjutan yang mengumpulkan


informasi yang bersifat reflektif-integratif untuk mencerminkan perkembangan
kemampuan siswa selama periode tertentu. Dalam proses penilaian ini, digunakan bukti-
bukti hasil belajar yang relevan dengan kompetensi yang diajarkan. Portofolio berfungsi
sebagai instrumen penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan siswa atau
pencapaian hasil belajar mereka. Dengan demikian, portofolio memiliki dua fungsi utama,
yaitu formatif dan sumatif.

Sebagai fungsi formatif, portofolio disusun dengan tujuan mendapatkan informasi


mengenai kelebihan dan kekurangan siswa, memberikan gambaran perkembangan siswa
selama periode tertentu, serta menjadi alat refleksi bagi siswa dan dasar bagi guru untuk
memberikan umpan balik. Dalam konteks ini, portofolio digunakan untuk membantu siswa
memahami sejauh mana mereka telah mencapai kompetensi yang diinginkan dan
bagaimana mereka dapat terus memperbaiki diri. Sebagai fungsi sumatif, portofolio
bertujuan untuk memberikan penilaian akhir terhadap hasil kerja siswa. Hasil dari
portofolio sering digunakan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan yang dapat
berdampak langsung pada siswa, seperti menentukan nilai akhir atau keputusan promosi ke
tingkat berikutnya dalam pendidikan. Dengan demikian, portofolio berperan penting dalam
mengevaluasi pencapaian siswa secara komprehensif (Arham et al., 2022).

b) Ujian Lisan

Tes lisan adalah jenis evaluasi di mana peserta didik diminta untuk berbicara atau
berinteraksi secara lisan dengan penyelenggara ujian atau sesama peserta ujian. Bentuk tes
ini dapat melibatkan berbagai aktivitas, seperti presentasi, wawancara, atau diskusi. Dalam
prosesnya, tes lisan memberikan informasi tentang kemampuan peserta didik dalam
berbicara, mendengarkan, dan berkomunikasi secara lisan, serta kemampuan mereka dalam
menyampaikan informasi dengan jelas dan efektif. Beberapa kelebihan tes lisan:

 Penilaian yang Berfokus pada Kemampuan dan Kepribadian: Tes lisan memungkinkan
penilaian yang lebih mendalam terhadap kemampuan, pengetahuan, sikap, dan
kepribadian peserta didik karena interaksi dilakukan secara langsung antara peserta
ujian dan penyelenggara atau peserta ujian lainnya. Hal ini memungkinkan penilaian
yang lebih holistik terhadap peserta didik.
 Mengatasi Kesulitan dalam Memahami Soal: Tes lisan juga bermanfaat bagi peserta
didik yang mungkin mengalami kesulitan dalam memahami pernyataan soal saat tes
tertulis. Dalam tes lisan, peserta didik memiliki kesempatan untuk langsung bertanya
tentang kejelasan pertanyaan atau instruksi yang diberikan, sehingga memungkinkan
mereka untuk lebih baik memahami dan merespons soal dengan tepat.
 Penilaian Real-Time: Salah satu keunggulan tes lisan adalah hasilnya dapat diketahui
secara langsung oleh peserta didik. Ini berarti peserta ujian dapat menerima umpan
balik segera setelah tes selesai, yang dapat membantu mereka dalam proses
pembelajaran dan pemahaman lebih lanjut tentang kekuatan dan kelemahan mereka.

Tes lisan adalah salah satu alat penilaian yang berharga dalam pendidikan karena
mampu memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang peserta didik, memfasilitasi
interaksi langsung, dan memberikan umpan balik yang cepat (Oktaviyanti & Rosyidah,
2019).

c) Ujian Tertulis

Tes tertulis adalah suatu bentuk pengujian di mana peserta didik diharuskan untuk
menyampaikan jawaban secara tertulis dalam bentuk tulisan atau teks. Sementara itu, tes
lisan adalah metode evaluasi di mana peserta didik diminta untuk memberikan jawaban
secara verbal, melalui percakapan atau presentasi lisan. Baik tes tertulis maupun tes lisan
digunakan sebagai alat untuk mengukur atau menilai hasil belajar peserta didik dalam
domain pengetahuan. Tes tertulis biasanya melibatkan pertanyaan atau pernyataan yang
harus dijawab atau ditulis oleh peserta didik dalam bentuk teks, seperti esai, pilihan ganda,
atau tugas tertulis lainnya. Hasil tes tertulis ini memberikan gambaran tentang pemahaman
dan kemampuan berkomunikasi peserta didik dalam bahasa tertulis (Oktaviyanti &
Rosyidah, 2019).

7. Hambatan Implementasi IPS Terpadu di Indonesia

Hambatan-hambatan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia


cukup beragam dan memengaruhi efektivitas pendidikan dalam mata pelajaran ini. Temuan
hasil penelitian (Astari, 2017) menyatakan bahwa kendala yang muncul dalam setiap
pelajaran dapat sangat beragam. Faktor pendidikan yang seragam di antara peserta didik
tidak selalu menjamin bahwa tidak akan ada hambatan dalam proses pembelajaran.
Kendala yang teridentifikasi dalam penelitian ini berasal dari berbagai latar belakang
pendidikan, Kendala-kendala tersebut mencakup:

 Kurangnya Pemahaman Guru Terhadap Materi Peta: Salah satu kendala yang
diidentifikasi adalah bahwa beberapa guru tidak memiliki pemahaman yang mendalam
terhadap materi peta. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pendidikan mereka yang
mungkin tidak terkait dengan materi tersebut.
 Penyampaian Materi yang Tidak Mengikuti RPP dan Silabus: Guru dalam beberapa
kasus tidak menyampaikan materi sesuai dengan RPP (Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran) dan silabus yang telah ditetapkan. Hal ini dapat mengganggu proses
pembelajaran yang terstruktur.
 Pengaruh Pola Pikir Guru Terhadap Materi: Pola pikir guru terhadap materi
pembelajaran juga dapat memengaruhi cara mereka menyampaikan materi kepada
peserta didik. Jika mereka memiliki persepsi yang negatif terhadap materi tersebut, hal
ini dapat mempengaruhi kualitas pengajaran.
 Kurangnya Penguasaan Metode Pembelajaran: Beberapa guru mungkin tidak memiliki
pemahaman yang cukup tentang metode pembelajaran yang efektif, yang dapat
menghambat kemampuan mereka untuk menyampaikan materi dengan cara yang
menarik dan efisien.
 Pemanfaatan Media Pembelajaran yang Terbatas: Kurangnya pemanfaatan media
pembelajaran oleh guru dapat membuat pembelajaran menjadi kurang menarik dan
kurang interaktif bagi peserta didik.
 Pemilihan Teknik Evaluasi yang Tidak Tepat: Guru dalam beberapa kasus mungkin
tidak memilih teknik evaluasi yang sesuai untuk mengukur pemahaman peserta didik
terhadap materi.
 Kurangnya Kesadaran Guru Terhadap Kendala Pribadi: Terkadang, guru mungkin tidak
menyadari kendala pribadi yang mereka hadapi selama proses pembelajaran, baik itu
selama pembelajaran berlangsung atau setelahnya. Kesadaran ini penting untuk
memperbaiki kualitas pengajaran.

8. Model- Model Pembelajaran (Forgaty, 2009)

Menurut penjelasan Robin Fogarty, ada sepuluh cara atau model yang dapat digunakan
dalam merencanakan pembelajaran terpadu dengan cara menggabungkan konsep,
keterampilan, topik, dan unit tematis. Kesepuluh cara atau model tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:

 Model Penggalan (Fragmented): Model ini memadukan materi pembelajaran hanya


dalam satu mata pelajaran tertentu. Contohnya, dalam Bahasa Indonesia, keterampilan
berbahasa seperti menyimak, berbicara, membaca, dan menulis diajarkan secara
terpisah pada waktu yang berbeda.
 Model Keterhubungan (Connected): Model ini menganggap bahwa materi
pembelajaran dapat dikelompokkan di bawah satu mata pelajaran yang dominan.
Misalnya, pembelajaran kosakata, struktur bahasa, membaca, dan menulis dalam
Bahasa dan Sastra Indonesia dikaitkan sebagai bagian dari mata pelajaran yang sama.
Kedua model di atas menunjukkan bahwa pembelajaran terpadu dalam satu mata
pelajaran masih terfokus pada mata pelajaran itu sendiri. Model Fragmented
memungkinkan siswa untuk menguasai kemampuan tertentu dalam satu mata pelajaran,
sementara Model Connected menawarkan hubungan antara ide-ide dalam satu mata
pelajaran.
Selanjutnya, terdapat delapan model lainnya yang lebih menekankan pada integrasi
lintas mata pelajaran dan pengembangan pemahaman yang lebih holistik.

 Model Sarang (Nested): Model ini melibatkan berbagai aspek pembelajaran konsep dan
keterampilan melalui satu kegiatan pembelajaran. Sebagai contoh, seorang guru dapat
mengajarkan pemahaman tentang tata bentuk kata, makna kata, dan ungkapan dalam
satu waktu, yang secara bersamaan mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir
logis, berimajinasi, serta menulis puisi. Dalam model ini, tujuan pembelajaran tidak
perlu secara eksplisit merinci penguasaan setiap keterampilan, tetapi hasilnya dapat
dilihat melalui kemampuan siswa dalam membuat ungkapan dan menulis puisi.
 Model Urutan/Rangkaian (Sequenced): Model sequenced melibatkan penggabungan
topik-topik yang berbeda dari mata pelajaran yang berbeda dalam waktu yang
bersamaan atau secara paralel. Sebagai contoh, pembelajaran mengenai roman sejarah
dapat dipadukan dengan topik sejarah perjuangan bangsa, karakteristik kehidupan
sosial masyarakat pada periode tertentu, dan perubahan makna kata dalam satu waktu
pembelajaran yang sama.
 Model Bagian (Shared): Model shared mencakup penggabungan pembelajaran yang
terjadi karena adanya tumpang tindih antara konsep atau ide dalam dua mata pelajaran
atau lebih. Sebagai contoh, pembelajaran mengenai kewarganegaraan dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dapat bersinggungan dengan
pembelajaran dalam Tata Negara, Pendidikan Sosiologi, dan lainnya. Kelebihan model
ini adalah memudahkan langkah awal menuju model terpadu yang lebih luas dan
mendalam. Namun, model ini memerlukan komitmen dari guru-guru yang terlibat
dalam menggabungkan konsep dari dua mata pelajaran yang tumpang tindih.
 Model Jaring Laba-laba (Webbed): Model webbed sangat populer dan berbasis pada
pendekatan tematis dalam pembelajaran. Tema menjadi penghubung berbagai mata
pelajaran dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan ini memberikan keuntungan dalam
memotivasi siswa karena tema yang menarik perhatian mereka. Namun, salah satu
kekurangan model ini adalah kesulitan dalam pemilihan tema yang mendalam dan
relevan. Guru juga dapat terlalu fokus pada kegiatan pembelajaran sehingga materi atau
konsep yang lebih dalam menjadi terabaikan.
 Model Galur/Benang (Threaded): Model ini melibatkan pemaduan berbagai bentuk
keterampilan, seperti melakukan prediksi dan estimasi dalam matematika, meramalkan
kejadian dalam bacaan, atau mengantisipasi cerita dalam sebuah novel. Fokus model
ini adalah pada apa yang disebut sebagai meta-kurikulum atau keterampilan belajar
yang lebih tinggi. Kelebihannya adalah model ini mengutamakan perkembangan
metakognisi siswa, memungkinkan mereka memahami bagaimana cara mereka belajar
di era globalisasi. Namun, kekurangannya adalah tidak selalu menunjukkan hubungan
eksplisit antara isi dari berbagai mata pelajaran.
 Model Keterpaduan (Integrated): Model ini menggabungkan berbagai topik dari mata
pelajaran yang berbeda, tetapi memiliki esensi yang sama dalam satu topik tertentu.
Sebagai contoh, topik evidensi yang sebelumnya ada di mata pelajaran Matematika,
Bahasa Indonesia, Pengetahuan Alam, dan Pengetahuan Sosial dapat diletakkan dalam
satu mata pelajaran seperti Pengetahuan Alam. Model ini memungkinkan siswa untuk
mengaitkan konsep antar mata pelajaran. Kelebihannya adalah siswa dapat melihat
hubungan antara berbagai bagian mata pelajaran, namun, kekurangannya adalah model
ini memerlukan kolaborasi yang tinggi dan keterampilan yang kuat dalam menentukan
prioritas konsep, keterampilan, dan sikap.
 Model Celupan/Terbenam (Immersed): Model ini dirancang untuk membantu siswa
menyaring dan mengintegrasikan pengalaman dan pengetahuan mereka dalam konteks
dunia nyata. Siswa memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan mereka dalam
kegiatan pembelajaran. Kelebihan model ini adalah setiap siswa memiliki minat yang
berbeda, sehingga mereka dapat belajar satu sama lain. Namun, model ini mungkin
tidak cocok untuk siswa yang kurang minat membaca.
 Model Jaringan (Networked): Model ini menggabungkan pembelajaran yang
melibatkan studi lapangan dalam berbagai situasi dan konteks yang berbeda. Siswa
terus belajar karena adanya hubungan timbal balik antara pemahaman dan pengalaman
yang mereka alami. Kelebihannya adalah siswa dapat memperluas pemahaman mereka
dalam satu atau dua mata pelajaran secara mendalam, tetapi model ini juga memiliki
potensi untuk mengubah motivasi siswa menjadi dangkal jika mereka kesulitan mencari
sumber informasi.
C. PENUTUP

Dengan berbagai konsep dan wawasan yang telah kita jelajahi dalam artikel ini, semoga
pemahaman mengenai IPS terpadu dapat semakin mendalam bagi kita semua. IPS terpadu
bukan hanya sebuah mata pelajaran, melainkan juga sebuah jendela luas yang membuka
perspektif kita terhadap dunia yang kompleks. Mari kita terus menjadikan pembelajaran
IPS terpadu sebagai fondasi yang kuat untuk memahami peran kita dalam masyarakat
global yang selalu berubah, serta sebagai langkah awal dalam membangun masa depan
yang lebih baik.

D. REFERENSI
i. Arham, S., Mustikaningsih, H., Sagita, W., Sihombing, D. P., Noor, G. J. M., Julaeha,
E., & Agung, A. D. (2022). Pengembangan Portofolio Sebagai Penilaian Hasil Belajar
Di Sma. Direktorat Sma - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi.
ii. Astari, A. (2017). Kendala Guru Dalam Pembelajaran Ips Terpadu Di Smp Kecamatan
Labuhan Ratu Tahun Pelajaran 2016/2017. 2017, 1–14.
iii. Darsono. (2017). Sumber Belajar Penunjang Plpg 2017kompetensi Profesionalmata
Pelajaran : Guru Kelas Sd Ips. In Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan (Pp. 1–44).
iv. Forgaty, R. (2009). How To Integrate The Curricula. 159.
v. Halim, S. (2017). Studi Komparasi Model Problem Based Learning Dan Inquiry Based
Learning Dalam Pembelajaran Geografi Kelas Xi Ips Sma Negeri Di Kota Yogyakarta.
Geo Educasia-S1, 2(4).
vi. Hidayat, B. (2020). Tinjauan Historis Pendidikan Ips Di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Ips Indonesia, 4(2). Https://Doi.Org/10.23887/Pips.V4i2.3493
vii. Kemendikbud. (2021). Hakikat Ips. Kemendikbud.Go.Id
viii. Oktaviyanti, I., & Rosyidah, A. N. K. (2019). Korelasi Antara Hasil Tes Lisan Dengan
Hasil Tes Tertulis Pada Mahasiswa Pgsd Unram. Inteligensi : Jurnal Ilmu Pendidikan,
2(1), 9–19. Https://Doi.Org/10.33366/Ilg.V2i1.1514
ix. Rahmad. (2016). Kedudukan Ilmu Pengetahuan Sosial (Ips) Pada Sekolah Dasar
Informasi Artikel. Jurnal Madrasah Ibtidaiyah: Muallimuna , 2(1).
x. Sudrajat, Saliman, & Supardi. (2023). Sketsa Pembelajaran Ips (N. Duniawati (Ed.);
1st Ed.). Cv. Adanu Abimata.
xi. Sugiharsono. (2009). Pengembangan Pembelajaran Ips (Terpadu) Sekolah Menengah
Atas / Madrasah Tsanawiyah ( Sma / Ma ).
xii. Sulistyosari, Y., Karwur, H. M., & Sultan, H. (2022). Penerapan Pembelajaran Ips
Berdiferensiasi Pada Kurikulum Merdeka Belajar. Harmony: Jurnal Pembelajaran Ips
Dan Pkn, 7(2), 66–75. Https://Doi.Org/10.15294/Harmony.V7i2.62114
xiii. Sumantri, N. (2001). Pembaharuan Pendidikan Ips. Rosda Karya.
xiv. Syofniati, S. (2019). Implementasi Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran
Geografi (Studi Deskriptif Pada Siswa Kelas Xi Ips 4 Sma Negeri 4 Pekanbaru). Jpg
(Jurnal Pendidikan Geografi), 6(1). Https://Doi.Org/10.20527/Jpg.V6i1.6996
xv. Tambunan, L. (2021). Implementasi Pembelajaran Cooperative Learning Dan Locus
Of Control Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Cendekia :
Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2). Https://Doi.Org/10.31004/Cendekia.V5i2.491
xvi. Yumanhadi Aripin, F., & Sari Sunaryo Putri, S. (2021). Peningkatan Ecoliteracy Siswa
Dalam Pemanfaatan Sampah Dengan Menggunakan Model Project Based Learning
Pada Pembelajaran Ips. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 2(1).
xvii. Arham, S., Mustikaningsih, H., Sagita, W., Sihombing, D. P., Noor, G. J. M., Julaeha,
E., & Agung, A. D. (2022). Pengembangan Portofolio Sebagai Penilaian Hasil
Belajar Di Sma. Direktorat Sma - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan
Teknologi.
xviii. Astari, A. (2017). Kendala Guru Dalam Pembelajaran Ips Terpadu Di Smp Kecamatan
Labuhan Ratu Tahun Pelajaran 2016/2017. 2017, 1–14.
xix. Darsono. (2017). Sumber Belajar Penunjang Plpg 2017kompetensi Profesionalmata
Pelajaran : Guru Kelas Sd Ips. In Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan (Pp. 1–44).
xx. Forgaty, R. (2009). How To Integrate The Curricula. 159.
xxi. Halim, S. (2017). Studi Komparasi Model Problem Based Learning Dan Inquiry Based
Learning Dalam Pembelajaran Geografi Kelas Xi Ips Sma Negeri Di Kota Yogyakarta.
Geo Educasia-S1, 2(4).
xxii. Hidayat, B. (2020). Tinjauan Historis Pendidikan Ips Di Indonesia. Jurnal Pendidikan
Ips Indonesia, 4(2). Https://Doi.Org/10.23887/Pips.V4i2.3493
xxiii. Kemendikbud. (2021). Hakikat Ips. Kemendikbud.Go.Id
xxiv. Oktaviyanti, I., & Rosyidah, A. N. K. (2019). Korelasi Antara Hasil Tes Lisan Dengan
Hasil Tes Tertulis Pada Mahasiswa Pgsd Unram. Inteligensi : Jurnal Ilmu Pendidikan,
2(1), 9–19. Https://Doi.Org/10.33366/Ilg.V2i1.1514
xxv. Rahmad. (2016). Kedudukan Ilmu Pengetahuan Sosial (Ips) Pada Sekolah Dasar
Informasi Artikel. Jurnal Madrasah Ibtidaiyah: Muallimuna , 2(1).
xxvi. Sudrajat, Saliman, & Supardi. (2023). Sketsa Pembelajaran Ips (N. Duniawati (Ed.);
1st Ed.). Cv. Adanu Abimata.
xxvii. Sugiharsono. (2009). Pengembangan Pembelajaran Ips (Terpadu) Sekolah Menengah
Atas / Madrasah Tsanawiyah ( Sma / Ma ).
xxviii. Sulistyosari, Y., Karwur, H. M., & Sultan, H. (2022). Penerapan Pembelajaran Ips
Berdiferensiasi Pada Kurikulum Merdeka Belajar. Harmony: Jurnal Pembelajaran Ips
Dan Pkn, 7(2), 66–75. Https://Doi.Org/10.15294/Harmony.V7i2.62114
xxix. Sumantri, N. (2001). Pembaharuan Pendidikan Ips. Rosda Karya.
xxx. Syofniati, S. (2019). Implementasi Pendekatan Kontekstual Dalam Pembelajaran
Geografi (Studi Deskriptif Pada Siswa Kelas Xi Ips 4 Sma Negeri 4 Pekanbaru). Jpg
(Jurnal Pendidikan Geografi), 6(1). Https://Doi.Org/10.20527/Jpg.V6i1.6996
xxxi. Tambunan, L. (2021). Implementasi Pembelajaran Cooperative Learning Dan Locus
Of Control Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis. Jurnal Cendekia :
Jurnal Pendidikan Matematika, 5(2). Https://Doi.Org/10.31004/Cendekia.V5i2.491
xxxii. Yumanhadi Aripin, F., & Sari Sunaryo Putri, S. (2021). Peningkatan Ecoliteracy Siswa
Dalam Pemanfaatan Sampah Dengan Menggunakan Model Project Based Learning
Pada Pembelajaran Ips. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 2(1).

Anda mungkin juga menyukai