PENDAHULUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
5
2. Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu:
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus kambuh (relaps) adalah penderita tuberkulosis yang
sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan
pada gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif
kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan:
- Infeksi sekunder
- Infeksi jamur
- TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian
pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling
kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian
datang kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali
dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus gagal
- Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan
sebelum akhir pengobatan).
- Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2
6
pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya
perburukan.
f. Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
dengan pengawasan yang baik.
g. Kasus bekas TB
- Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada
fasilitas) negatif dan gambaran radiologik paru
menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran radiologik
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat
pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung.
- Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi
TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT
selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran
radiologik.
2.3.2 Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dll. Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen
positif, atau histologi, atau bukti klinis kuat konsisten dengan TB
ekstraparu aktif, yang selanjutnya dipertimbangkan oleh klinisi untuk
diberikan obat anti tuberkulosis siklus penuh. TB di luar paru dibagi
berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit, yaitu:
1. TB di luar paru ringan. Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan
kelenjar adrenal.
2. TB diluar paru berat. Misalnya : meningitis, millier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.
7
2.4 Gangguan Metabolisme Pada Penyakit TB
Dalam paradigma epidemiologi, terjadinya suatu penyakit dikarenakan
adanya interaksi dari faktor inang (host), faktor penyebab (agent), dan faktor
lingkungan (environment). Interaksi ini akan menentukan apakah suatu
infeksi kuman akan berkembang menjadi suatu penyakit.
Kuman yang potensial, inang yang lemah, reaksi inang yang tidak tepat
dan lingkungan yang cocok untuk kuman, akan memperbesar kemungkinan
timbulnya penyakit. Bergantung pada ketiga hal tersebut, maka
dengan demikian risiko sakit pada setiap orang tidaklah sama untuk setiap
penyakit.
Kekurangan zat besi pada inang dicurigai sebagai faktor yang
memudahkan sakit, karena respons imun yang terganggu. Secara imunologis,
infeksi laten dapat terjadi bertahun-tahun selama fungsi makrofag adekuat
melawan upaya M. Tuberculosis untuk berkembangbiak. Pada kondisi
makrofag gagal maka upaya selanjutnya dari tubuh adalah membentuk
granuloma untuk melokalisir kuman. Pada tahap adanya granuloma ini maka
keadaan disebut sakit TB, di mana sudah terdapat kerusakan jaringan. Dari
latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran
faktor inang dalam kejadian sakit pada anak kontak dengan kasus indeks
jelas. Faktor inang meliputi status gizi dan status besi.
Seng diketahui berperan penting dalam sistem imun. Defisiensi seng
juga mempengaruhi pembentukan imunitas didapat dengan cara mengganggu
fungsi limfosit T dan B, dan produksi sitokin. Peran defisiensi seng dalam
mengganggu imunitas akan lebih nyata bila resistensi pejamu sudah
menurun pada saat infeksi.
Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang terbesar di hampir semua sel.
Sebagian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang.
Jaringan ynag banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata,
kelenjar prostat, spermatozid, kulit, rambut, dan kuku.
8
Defisiensi seng pada TB resiten akan dapat berdampak pada
sintesa protein dan menyebabkan penurunan jumlah T sel, sehingga peka
terhadap infeksi dan waktu penyembuhan yang lama. Angka kecukupan seng
yang dianjurkan untuk orang dewasa adalah 9,3-13,4 mg.
2.5 Penganan Diet Penyakit TB
Penanganan diet TB paru yaitu dengn cara diet energi tinggi protein
(ETPT), dimana ETPT merupakan diet yang mengandung energi dan protein
diatas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan biasa
ditambah dengan bahan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur dan
daging atau dalam bentuk minuman Enteral Energi Tinggi Protein Tinggi.
Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup nafsu makan dan dapat
menerima makanan lengkap.
Tujuan diet energi tinggi protein tinggi adalah untuk memenuhi
kebutuhan energi dan protein yang meningkat untuk mencegah dan
mengurangi kerusakan jaringan tubuh, serta untuk menambah berat badan
hingga mencapai berat badan normal.
Prinsip atau syarat diet untuk penderita TB yaitu:
1. Energi cukup sesuai kebutuhan Energi 150 kkal/kg BB/hr.
2. Protein cukup diberikan protein 4 g/kg BB/hr.
3. Lemak rendah diberikan 20 % dari kebutuhan energi total yaitu sebesar
35,3 gram.
4. Karhohidrat cukup diberikan 275,7 gram.
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal.
6. Makanan di berikan dalam bentuk mudah cerna.
Macam-macam diet untuk penyakit TB yaitu:
1. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein I (TETP 1) dimana energinya 2600 kkal
dan proteinnya 100 gr (2 gr/kg BB).
2. Diet Tinggi Energi Tinggi Protein II (TETP 2) dimana energinya 3000
kkal dan proteinnya 125 gr (2,5 gr/kg BB).
Perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi makro dapat disesuaikan dengan
kondisi tubuh penderita (BB dan TB) dan Penderita dapat diberikan salah satu
9
dari dua macam diit Tinggi Energi Tinggi Protein (TETP) sesuai tingkat
penyakit penderita. Dapat dilihat di bawah ini bahan makanan yang
dianjurkan dan tidak dianjurkan pada penderita TB.
10
5. Jika pasien tidak mau menghabiskan porsi sekali makan, sajikan dalam
porsi sering tapi sering.
Pengaruh makanan dengan pengobatan terhadap penderita TB yaitu:
1. Susu: kalsium pada susu dapat mengurangi penyerapan Tetrasiklin pada
obat terutama pada obat infeksi pernapasan.
2. Kafein: kafein yang terdapat pada kopi dan teh akan mempertinggi resiko
overdosis antibiotic, (tremor, keringat dingin, halusinasi), sedangkan
TBC membutuhkan banyak antibiotik.
3. Jus jeruk: menghambat enzim yang terlibat dalam metabolism obat
sehingga obat diserap lebih dari yang diharapkan, misal obat
antiinflamasi dan jeruk akan mempertinggi penyerapan bahan aktif
sehingga merusak otot dan perut akan panas.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka yang dapat disimpulkan yaitu:
1. TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain.
2. Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu
sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik
patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak atau lipid yang
dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16–20 jam. Kecepatan
pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri
lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu jam.
3. Klasifikasi penyakit TB yaitu berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
(BTA) dan berdasarkan tipe penderita. Sedangkan klasifikasi penyakit
TB ekstra paru yaitu TB di luar paru ringan dan TB di luar paru berat.
4. Kekurangan zat besi pada inang dicurigai sebagai faktor yang
memudahkan sakit, karena respons imun yang terganggu. Secara
imunologis, infeksi laten dapat terjadi bertahun-tahun selama fungsi
makrofag adekuat melawan upaya M. Tuberculosis untuk
berkembangbiak. Pada kondisi makrofag gagal maka upaya selanjutnya
dari tubuh adalah membentuk granuloma untuk melokalisir kuman. Pada
tahap adanya granuloma ini maka keadaan disebut sakit TB, di mana
sudah terdapat kerusakan jaringan.
5. Penanganan diet TB paru yaitu dengn cara diet energi tinggi protein
(ETPT), dimana ETPT merupakan diet yang mengandung energi dan
protein diatas kebutuhan normal. Diet diberikan dalam bentuk makanan
biasa ditambah dengan bahan makanan sumber protein tinggi seperti
susu, telur dan daging atau dalam bentuk minuman Enteral Energi Tinggi
Protein Tinggi. Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai cukup
nafsu makan dan dapat menerima makanan lengkap.
12
3.2 Saran
Adapun saran yang diberikan penulis yaitu diharapkan kepada pembaca
agar mencari referensi lainnya untuk menambah pengetahuan tentang
gangguan metabolisme pada penyakit TB karena pembahasan yang terdapat
di makalah ini hanya sebagian yang dapat diberikan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Pengertian Tuberkulosis http://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis.
Penyakit TBC. http://www.medicastore.com/tbc/penyakit_tbc.htm.
Pryjambodo, Medy. 2014. Hubungan Antara Kadar Seng (Zn) Serum dengan Skor
Tuberculosis Paru Anak. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialais Ilmu Kesehatan Anak.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Tuberculosis. http://www.Infeksi.com/tuberculosis.
14