Anda di halaman 1dari 6

Analisis Data

Berdasarkan praktikum pengukuran zona hambat pertumbuhan Escherichia coli dan


Staphylococcus aureus yang diperlakukan dengan ekstrak tanaman berhasiat obat sebagai anti
bakteri. Jenis tanaman yang digunakan dalam pengujian adalah rimpang jahe (Zingiber
officinale), rimpang kunyit (Curcuma longa L), jeruk nipis (Citrus aurantiifolia), dan
belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi). Metode yang digunakan pada praktikum adalam
menggunakan metode sumuran yaitu ketika media lempeng sudah diinokulasikan bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus tahap selanjutnya adalah melubangi atau
membuat sumuran yang nantinya akan diisi ekstrak dari tumbuhan berkhasiat obat tersebut.
Media tersebut diamati selama 1 x 24 jam pada suhu 37oC.
Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut ekstrak rimpang kunyit
lebih efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat
6 mm. Ekstrak jeruk nipis sama-sama efektif menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 16, 25 mm. Ekstrak belimbing wuluh
sama-sama efektif menghambat menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat 14 mm, Ekstrak rimpang jahe lebih
efektif menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dengan diameter 2,7 mm.
Berdasarkan pengamatan pertumbuhan Escherichia coli lebih efektif dihambat oleh ekstrak
jeruk nipis.

Pembahasan

Praktikum kali ini adalah menguji daya hambat tanaman berkhasiat obat dengan
mengukur diameter zona hambat dilakukan dengan metode difusi sumuran yaitu membuat
lubang pada media agar dan diinokulasi dengan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Media yang dudah diinokulasikan bakteri kemudian dilubang dan diinjeksikan
dengan ekstrak herbal yang diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati
untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang.
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan hasil pertanian dan tanaman
herbal. Sumber daya alam yang dimiliki telah memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-
hari disamping sebagai bahan makanan juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Penelitian
mengenai tanaman diantaranya ada tanaman herbal yang memiliki aktivitas antibakteri
(Rahmawati dkk., 2014). Tanaman herbal yang sering kali digunakan dalam pengobatan
tradisional mengandung beragam metabolit sekunder yang bisa dimanfaatkan sebagai
alternatif antibakteri (Ikpeama dkk., 2014). Salah satu tanaman yang berpotensi dan mudah
didapatkan dan ditanam adalah jahe. Jahe merupakan jenis kelompok rimpang-rimpangan
(Famili Zingiberaceae) dengan nama latin Zingiber officinale (Azkiyah, 2020).
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada tanaman jahe-jahean terutama dari
golongan flavonoid, fenol, terpenoid,dan minyak atsiri. Senyawa metabolit sekunder yang
dihasilkan tumbuhan Zingiberaceae ini umumnya dapat menghambat pertumbuhan
patogen yang merugikan kehidupan manusia, diantaranya bakteri Escherichia coli
dan Bacillus subtilis, serta beberapa mikroba lainya (Nursal et al., 2006)
(Handrianto, 2016). Berdasarkan praktikum zona hambat jahe memang lebih rendah
dibandingkan dengan tanaman berkhasiat obat lainnya. Rata- rata zona hambat jahe terhadap
pertumbuhan Escherichia coli adalah 0 mm dan 2, 7 mm terhadap Staphylococcus aureus.
Hal ini dapat terjadi karena kadar jahe yang digunakan konsentrasinya terlalu sedikit. Teori
ini juga didukung oleh Handrianto (2016) mengatakan bahwa aktivitas antibakteri ekstrak
jahe tergantung pada kandungan kimianya. Gingerol merupakan senyawa turunan fenol
yang berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorbsi dengan melibatkan
ikatan hidrogen. Fenol pada kadar rendah berinteraksi dengan protein membentuk
kompleks protein fenol. Ikatan antara protein dan fenol adalah ikatan yang lemah dan
segera mengalami peruraian. Fenol yang bebas, akan berpenetrasi kedalam sel,
menyebabkan presipitasi dan denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan
koagulasi protein sehingga membran sel mengalami lisis. Dengan demikian, perlu
pengujian lebih lanjut terkait kadar konsentrasi pada ekstrak jahe sehingga dapat diketahui
pada konsentrasi berapa jahe menunjukkan anti mikroba paling efektif.
Penyebab lain yang menyebabkan jahe kurang efektif untuk anti mikroba sesuai
pengujikan dikarenakan sifat gram pada E.coli. Dinding sel bakteri E. coli yakni gram
negatif yang artinya dinding selnya lebih kompleks dan terdiri dari substansiseperti lipid
(non polar), yakni fosfolipid, polipeptida dan lipopolisakarida (LPS) sehingga mempersulit
senyawa polar yang terkandung didalam ekstrak untuk menebusnya. Tingginya konsentrasi
ekstrak yang diperlukan untuk dapat menghasilkan efek antibakteri terhadap E. coli
dibandingkan terhadap S. aureus diduga disebabkan oleh sedikitnya senyawa non polar
yang memiliki aktivitas antibakteri, seperti terpenoid yang terkandung di dalam ekstrak
(Fadillah, 2014).
Rimpang yang digunakan selain jahe adalah kunyit. Kunyit memiliki khasiat sebagai
anti inflamasi, antioksidan dan antitumor. Kunyit memiliki kandungan kurkumin yang
terdapat dalam rimpang temulawak efektif sebagai antibakteri Escherichia coli dengan
konsentrasi 100% dalam uji Kadar Hambat Minimum (KHM) (Rahmawati dkk., 2014).
Komposisi fitokimia senyawa ekstrak C. longa terdiri dari alkaloid, saponin, tanin, sterol,
asam fitat, flavonoid, dan fenol, dengan komponen aktif berupa kurkuminoid yang utamanya
terdiri dari kurkumin (diferuloylmethane), dimethoxy curcumin, dan bisdemethoxy curcumin.
Kurkumin adalah komponen bioaktif terbesar yang menyusun C. longa hingga 15% dari berat
kering dan merupakan penghasil warna kuning-oranye pada rimpangnya (Ikpeama dkk.,
2014; Sekarini dkk., 2020). Penelitian terhadap kurkumin menunjukkan adanya aktivitas
antimikroba, anti inflamasi, antioksidan, antikanker, antidiabetes tipe 2, antikoagulan, anti
trombotiz anti depresan, dan anti penuaan (Lima dkk., 2011). Berdasarkan pengamatan
ekstrak rimpang kunyit memperoleh rata-rata zona hambat sebesar 5, 25 mm pada
pertumbuhann E coli yang artinya daya hambat kunyit terhadap E coli sedang , sedangkan
daya hambat rimpang kunyit terhadap pertumbuhan S. aureus adalah 6 mm yang artinya daya
hambatnya sedang . Berdasarkan hal tersebut kunyit memiliki potensi untuk digunakan
sebagai bahan baku obat, jamu dan suplemen makanan yang memiliki khasiat obat terkait
dengan potensinya yang dapat menghambat laju pertumbuhan mikroba sesuai praktikum.
Kurkumin berpotensi menjadi tambahan senyawa untuk meningkatkan kerja antibiotik
terhadap bakteri resisten. Kurkumin bisa bekerja sebagai Efflux Pump Inhibitor (EPI) dengan
menghambat efflux channel yang berdampak pada peningkatan konsentrasi antibiotik di sel
bakteri dengan dosis optimal (Negi dkk., 2014).
Berdasarkan praktikum tanaman berkhasiat obat yang ketiga adalah Belimbing
Wuluh. Metode yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak belimbing wuluh adalah dengan
metode maserasi. Metode maserasi memiliki keunggulan dalam isolasi senyawa dalam bahan
pengujian. Selama proses ekstraksi maserasi terjadi pemecahan dinding dan membran sel
akibat dari perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga menyebabkan metabolit
sekunder yang ada di dalam sitoplasma bahan terlarut ke dalam pelarut. Penelitian ekstrak
belimbing wuluh menggunakan metode maserasi dengan pelarut akuades menunjukkan
adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
(Pendit dkk., 2016).
Berdasadasarkan pengamatan rata-rata zona hambat pada pertumbuhan E coli dan S
aureus adalah 14 mm yang artinya belimbing wuluh memiliki zona hambat yang kuat
terhadap pertumbuhan bakteri tersebut. Kekuatan belimbing wuluh untuk menghambat
pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus karena kandungan yang ada di
dalamnya. Buah belimbing wuluh mengandung berbagai senyawa aktif yang berperan
sebagai anti mikroba seperti flavonoid, alkaloid, tanin, dan saponin (Arisandi, & Andriani
2009). Senyawa flavonoid dan saponin berfungsi merusak membran sitoplasma dan
menginaktifkan sistem enzim bakteri (Ardananurdin, Winarsih, & Widayat, 2004). Alkaloid
berfungsi merusak dinding sel, dan tanin mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga
dapat mengganggu permeabilitas sel (Anggraini & Saputra, 2016). Aktivitas antibakteri
dipengaruhi oleh polaritas senyawa yang diekstraksi oleh masing-masing pelarut dengan
kemampuan zat tersebut untuk menyebar pada media berbeda yang digunakan dalam
pengujian aktivitas antibakteri. Mekanisme senyawa tanin sebagai antibakteri yaitu dengan
mengkerutkan dinding sel atau membran sel, sehingga mengganggu permeabilitas sel itu
sendiri (Parekh, 2005). Aktivitas antibakteri ekstrak air buah belimbing wuluh menunjukkan
hasil lebih baik dibanding daun belimbing wuluh pada bakteri Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Bacillus cereus dan Kocuria rhizophila (Zakaria et al.2007).
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan jenis tanaman obat yang memiliki
keefektifan yang tinggi dalam menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus adalah jeruk nipis. Rata- rata zona hambat dari jeruk nipis adalah
16,25 mmyang artinya jeruk nipis ini sangat kuat dalam menghambat pertumbuhan
Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Berdasarkan hal tersebut terkait dengan
kandungan yang ada pada jeruk nipis selain itu jeruk nipis juga dapat digunakan untuk obat
batuk, peluruh dahak, influenza, dan obat jerawat. Buah ini banyak dikonsumsi masyarakat
dan mempunyai harga relatif murah, mudah diperoleh, alamiah, serta tidak menimbulkan efek
samping bagipemakainya (Adina, 2015). Jeruk nipis mengandung unsur –unsur senyawa
kimia yang bemanfaat, seperti asam sitrat, asam amino, minyak atsiri, damar, glikosida,
asam sitrun, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang vitamin B1 dan C. Kandungan Gizi
dalam 100gram buah jeruk nipis mengandung vitamin C sebesar 27 miligram, kalsium
40miligram, fosfor 22 miligram, hidrat arang 12,4 gram, vitamin B1 0,04 miligram, zatbesi
0,6 miligram, lemak 0,1 gram, kalori 37 gram, protein 0,8 gram dan mengandung air 86
gram. Minyak atsiri yang terkandung dalam jeruk nipis mempunyai fungsi
sebagaiantibakteri, salah satu kandungan lainnya yaitu flavonoid, berperan sangat penting
dalam menghambat pertumbuhan bakteri (Sudirman, 2014). Hal ini juga sesuai dengan
penelitian Dwiyanti (2018) mengatakan bahwa efek air perasan jeruk nipis sebagai
antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri Eschericia coli, Streptococcus
haemolyticus, dan Staphylococcus aureus. Eschericia coli adalahsalah satu jenis spesies
utama bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek (kokobasil).
Daftar Pustaka

Adina AB, Handoko FF, Setyarini II.2015. Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia).CCRCFarmasi
UGM.

Anggraini, T., Febrianti, F., & Ismanto, S. D. (2016). Black Tea With Averrhoa bilimbi L
Extract : A Healthy Beverage., 9, 241– 252.

Anggraini, N., & Saputra, O. (2016). Khasiat Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)
terhadap Penyembuhan Acne Vulgaris., Jurnal Fakultas Kedokteran, Universitas
Lampung.

Ardananurdin, A., Winarsih, S., & Widayat, M. (2004). Uji Efektifitas Dekok Bunga
Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi) Sebagai Antimikroba Terhadap Bakteri
Salmonella Typhi Secara In Vitro. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 20(1), 30–34

Azkiyah, S. Z. (2020). Pengaruh Uji Antibakteri Ekstrak Rimpang Jahe Terhadap


Pertumbuhan Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli Secara In Vitro. Jurnal
Farmasi Tinctura, 1(2), 71–80. https://doi.org/10.35316/tinctura.v1i2.1003

Dwiyanti, R. D., Nailah, H., Muhlisin, A., & Lutpiatina, L. (2018). Efektivitas Air Perasan
Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) dalam Menghambat Pertumbuhan Escherichia coli.
Jurnal Skala Kesehatan, 9(2). https://doi.org/10.31964/jsk.v9i2.161

Handrianto, P. (2016). UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK JAHE MERAHZingiber


officinalevar. RubrumTERHADAPStaphylococcusaureusDAN Escherichia coli.
Journal of Research and Technology, 2(1), 1–4.

Ikpeama, A., Onwuka, G. I., & Nwankwo, C. (2014). Nutritional composition of tumeric
(Curcuma longa) and its antimicrobial properties. International Journal of Scientific &
Engineering Research, 5(10), 1085–1089.

Lima, C. F., Pereira-Wilson, C., & Rattan, S. I. S. (2011). Curcumin induces heme
oxygenase-1 in normal human skin fibroblasts through redox signaling: Relevance for
anti-aging intervention. Molecular Nutrition and Food Research, 55(3), 430–442.
https://doi.org/10.1002/mnfr.201000221

Negi, N., Prakash, P., Gupta, M. L., & Mohapatra, T. M. (2014). Possible role of curcumin as
an efflux pump inhibitor in multi drug resistant clinical isolates of Pseudomonas
aeruginosa. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 8(10), DC04–DC07.
https://doi.org/10.7860/JCDR/2014/8329.4965

Pendit, P. A. C. D., Zubaidah, E., & Sriherfyna, F. H. (2016). Karakteristik Fisik-Kimia dan
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L.). Jurnal
Pangan dan Agroindustri, 4(1), 400–409.
https://jpa.ub.ac.id/index.php/jpa/article/view/342

Rahmawati, N., Sudjarwo, E., & Widodo, E. (2014). Uji aktivitas antibakteri ekstrak herbal
terhadap bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian Journal of
Animal Science), 24(3), 24–31. https://jiip.ub.ac.id/index.php/jiip/article/view/184

Sekarini, A. A. A. D., Krissanti, I., & Syamsunarno, M. R. A. A. (2020). Efektivitas


Antibakteri Senyawa Kurkumin Terhadap Foodborne Bacteria: Tinjauan Curcuma longa
Untuk Mengatasi Resistensi Antibiotik. Journal Sains & Kesehatan, 2(4), 538–547.

Sudirman, A.T. 2014. Uji Efektivitas Daun salam terhadap pertumbuhan Staphylococcus
aureus secarain vitro (Skripsi). Fakultas Kedokteran Gigi. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Anda mungkin juga menyukai