Anda di halaman 1dari 10

TUGAS ETIKA PROFESI

“Perlunya Etika dalam Keprofesian Arsitek”

Untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Etika Profesi

Dosen Pembimbing :
Alfred Wijaya, ST., MT

Disusun oleh :
Eka U Fadhilah
41155030160008

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas karunia Tuhan Yang Maha Esa. Atas seizin-Nya, penulis
dapat menyusun tulisan ini dengan judul “Perlunya Etika dalam Keprofesian Arsitek”

Tulisan ini diajukan sebagai bagian dari pemenuhan nilai tugas mata kuliah Etika Profesi.
Dalam kesempatan ini, penulis sedikit menjabarkan perlunya etika dalam dunia keprofesian.
Etika disini menyangkut batasan-batasan dalam pekerjaan di dunia arsitektur yang telah
disepakati oleh anggota, sehingga harus dipahami dan ditaati bersama.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga
mungkin masih akan ditemukan banyak kekurangan pada laporan penelitian ini. Kritik dan
saran atas tulisan ini sangat penulis butuhkan untuk meningkatkan kualitas tulisan dimasa
yang akan datang.

Atas segala kekurangan yang ada, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Bandung, Juni 2022

Penulis
BAG I. PENDAHULUAN

Etika profesi memandu pekerja dalam melaksanakan tugasnya. Seperti yang kita ketahui
bersama, pekerja profesional adalah orang-orang dengan keterampilan dan keahlian khusus
yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan tertentu. Oleh karena itu, diperlukan etika
profesi untuk menegakkan harkat dan martabat profesi serta melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan atau penyalahgunaan keahlian. Etika profesi dibentuk oleh
organisasi resmi para pelaku profesi. Tanpa etika profesi, pekerjaan yang dihormati
masyarakat akan menjadi pekerjaan biasa. Etika profesi juga ada untuk menumbuhkan
kepercayaan publik terhadap profesinya, selama anggota organisasi profesi secara sadar
mematuhi etika profesi.

Menurut buku yang berjudul “Membangun Profesionalisme Diri” oleh Sukarman Purba,
Astuti Astuti, dan Juniyanto Gulo (2020), etika profesi adalah sub sistem dari etika sosial
yang diartikan sebagai filsafat atau pemikiran kritis yang rasional tentang kewajiban dan
tanggung jawab manusia sebagai anggota umat manusia. Nilai etika bukan hanya miliki
perorangan tapi juga milik kelompok sosial masyarakat. Kemunculan etika profesi adalah
untuk menyempurnakan perilaku kerja ke arah yang lebih baik dan sesuai dengan yang
diharapkan.

Etika diperlukan karena menyangkut nilai-nilai moral yang disepakati oleh anggota suatu
masyarakat. Etika profesi harus dipahami sebagai rambu-rambu yang disepakati bersama
pelaku profesi yang sama dalam menjalankan tugasnya. Hal ini supaya profesi berjalan sesuai
dengan rambu-rambu yang ada dan terhindar dari hal yang tidak diinginkan.

Untuk menjamin kelayakan dan kepatutan dalam melaksanakan praktik Arsitek, ditetapkan
kode etik profesi Arsitek sebagai pedoman dan landasan tingkah laku. Etika menjadi penting,
karena menyangkut bagaimana profesi ini dihargai. Profesi mempunya akar kata “to profess”
yaitu memberikan pengakuan mempunyai keahlian yang bisa dimanfaatkan oleh orang lain
untuk mendapatkan kompensasi biaya (Harijono, 2018:19). Kompensasi biaya buat
profesional disebut honorarium, yang mempunyai akar kata “honor”, yang berarti
kehormatan. Artinya, masalah etika menyangkut bagaimana para Arsitek menjaga
moralitasnya agar tetap diakui keahliannya oleh masyarakat.
Namun pada kenyataannya, penggunaan keahlian Arsitek terkait dengan suatu proses
pembangunan. Diakui, proses pembangunan tidak berada dalam ruang hampa, tetapi suatu
gelanggang dengan banyak kepentingan dari para pelaku pembangunan tersebut (Ekomadyo,
2009:1). Dan dalam perspektif etika profesi, arsitek diminta untuk bisa bersikap menghindari
konflik kepentingan tersebut (Setiawan, 2018:80). Ketika, nilai-nilai yang menjadi dasar bagi
para pelaku pembangunan berbeda-beda, maka etika menjadi relatif.
BAG II. ISI

Etika merupakan konvensi sosial tentang moralitas, mana yang dianggap baik dan buruk oleh
masyarakat. Karena konvensi sosial, maka nilai-nilai baik buruk bisa berbeda-beda dalam
suatu kelompok masyarakat tertentu (Harijono, 2018:3-10, Setiawan, 2018:5-7). Dalam
kehidupan bermasyarakat, etika dan moral menjadi penting bagi seseorang untuk
mendapatkan penghargaan ataupun penghormatan karena adanya estándar moralitas tertentu
yang telah disepakati bersama. Singkatnya, ketika seseorang beretika dalam kehidupan
bermasyarakat, maka orang tersebut akan dihargai sebagai manusia yang bernilai.

Dalam dunia keprofesian, etika menjadi suatu standar atau rambu-rambu bagi anggota
lainnya agar tetap dalam koridor yang sebelumnya telah disepakati bersama. Di Arsitektur,
etika sendiri adalah kode atau aturan yang mengikat dan tentunya telah disepakati bersama.
Adapun butir-butir etika keprofesian dalam Arsitektur telah diatur oleh Ikatan Arsitektur
Indonesia (IAI).

Banyak hal yang diatur dalam etika profesi Arsitektur, salah satunya adalah bagaimana cara
mengelola sebuah konflik terutama hubungan antara Arsitek dengan si Pemberi Tugas. Untuk
menghindari konflik kepentingan, seorang arsitek seharusnya memberikan perhatian
sekelilingnya, dan melakukan upaya-upaya pencegahan sebelum terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan (Setiawan, hlm.80).

Kepentingan (interest) dalam pembangunan bisa dikenali melalui keberadaan pemangku


kepentingan (stakeholder). Tercatat para pemangku kepentingan tersebut adalah Pengembang
(developer), pemilik lahan, pemilik lahan yang bersebelahan, penyandang dana dan pemilik
modal, konsultan profesional, kontraktor, pengguna/ penghuni, sektor publik, dan komunitas/
masyarakat umum, yang secara luas memanfaatkan produk pembangunan secara 2 langsung
maupun tak langsung sebagai bagian dari wilayah publik (Carmona et al., 2003:219- 228).

Kepentingan tersebut digerakkan oleh kekuatan tertentu, yaitu politik, merujuk penggunaan
kekuasaan pemerintahan; birokrasi, merujuk pelaksanaan prosedur pembangunan, hukum,
yang menentukan jika terjadi perselisihan; uang, yang menjadi representasi ekonomi dalam
mekanisme pasar; dan profesionalisme, yang berperan memberikan dasar tindakan dan
nilai-nilai March dan Low (2004:56-60). Terdapat kekuatan dominan dalam memproduksi
lingkungan binaan dan saling berkorelasi: ekonomi-politik, keduanya mengatur arus kapital:
ekonomi menggerakkan, politik yang menentukan arahnya (Healey, 1991:232-234).

A. Macam-macam Pelanggaran

Ketika seorang Arsitek melanggar etika yang telah disepakati bersama, akan menjadi efek
domino bagi seluruh pihak yang terlibat. Berikut beberapa contoh pelanggaran kode etik
seorang Arsitek terhadap beberapa pihak:

1. Pelanggaran terhadap Kepentingan Umum

a. Arsitek tidak mengupayakan semaksimal mungkin apa yang dikerjakan


sehingga dapat merugikan pihak lain termasuk pihak pemberi kerja.

b. Mendesain tanpa melakukan research terkait objek dan lahan yang akan
dibangun

c. Memiliki sikap acuh atau bersikap masa bodoh saat mengetahui adanya
pembangunan ilegal

d. Memberi pelayanan teknis secara berbeda karena faktor SARA, golongan,


ataupun gender.

e. Melanggar hukum yang berlaku selama proses pembangunan

f. Mempromosikan dirinya untuk mendapatkan pekerjaan baik secara lisan


ataupun melalui media

g. Menyebut suatu produk dalam pekerjaan proyeknya dengan mendapat


imbalan

h. Melakukan penipuan dan aktivitas Nepotisme seperti penyuapan.

2. Pelanggaran terhadap Pengguna Jasa


a. Melaksanakan pekerjaan Arsitektural tanpa memiliki sertifikat keahlian

b. Menerima cakupan pekerjaan diluar kemampuan

c. Mengajukan imbalan jasa yang tidak sesuai dengan estándar IAI

d. Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan kontrak kerja

e. Melakukan perubahan pada kontrak kerja tanpa seijin pemberi tugas

f. Mengarahkan suatu pemberian kepada calon pengguna jasa untuk memperoleh


penunjukkan

3. Pelanggaran terhadap Profesi

a. Menggunakan karya orang lain untuk mendapatkan suatu pekerjaan dan


mengklaim bahwa karya tersebut adalah miliknya

b. Membuat pernyataan palsu terkait kualifikasi keprofesian, pengalaman kerja,


atau penampilan karya kerjanya

c. Bermitra dengan sembarang orang yang tidak terdaftar di asosiasi manapun

4. Pelanggaran terhadap Teman Sejawat

a. Melangkahi atau sengaja tidak berkomunikasi apabila meneruskan/ mengganti


pekerjaannya

b. Meniru karya Arsitek lain tanpa seijin Arsitek yang bersangkutan

c. Mengambil alih pekerjaan Arsitek lain sebelum ada surat pemutusan


hubungan kerja dengan pihak pengguna jasa

d. Mengubah usulan imbalan demi mendapatkan keuntungan kompetitif dari


Arsitek lain

e. Mengikuti sayembara ilegal/ yang tidak direkomendasikan IAI


B. Sanksi

Seperti diketahui bahwa pelanggaran atau penyimpangan dari apa yang tertera dalam
Kode Etik dan Kaidah dan Tata Laku Profesi IAI tidak ada sanksi hukumnya, yang ada
adalah sanksi organisasi yaitu berupa teguran lisan, teguran tertulis, penonaktifan sebagai
anggota dan yang paling berat adalah dikeluarkan sebagai anggota IAI. Sanksi yang
diberikan oleh organisasi IAI ini akan berdampak pada profesi dan psikologis bagi
anggota yang terkena sanksi, bahkan kemungkinan tidak mendapatkan pekerjaan sebagai
profesi arsitek. Namun apabila pelanggaran ini menyangkut hukum terkait dengan
pelanggaran undang-undang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya maka
penyelesaiannya lewat pengadilan.

C. Peranan Etika Profesi Arsitek

Salah satu hal yang menjadikan etika profesi Arsitek menjadi penting adalah tentang legasi
atau pewarisan nilai-nilai (Setiawan, 2018:87-88). Beberapa arsitek memilih untuk menjaga
kehormatannya, dan menjadi modal budaya, yang menjadikannya pantas untuk dikenang.
Pilihan personal ini bisa menjadi kekuatan moral yang memberikan inspirasi, tentu bagi
mereka yang mau menjadikannya sebagai inspirasi untuk hidup.

Menghadapi konflik kepentingan dalam praktik pembangunan, konsep etika yang berangkat
dari filsafat idealis perlu dilengkapi dengan pemikiran dari filsafat realis. Bourdieu
(1986:17-26) menjelaskan bahwa dalam suatu masyarakat suatu ruang sosial yang dinamakan
“gelanggang” (field) di mana para pelaku menstrukturkan tindakan strategis untuk
mengontrol sumber daya dalam aneka bentuk modal (capital). Selain modal ekonomi,
Bourdieu mengidentifikasi ada bentuk modal lain, yaitu modal budaya (cultural capital) yaitu
akumulasi tatakrama, kepercayaan, dan pengetahuan yang didapatkan melalui pendidikan dan
pengasuhan, modal sosial yang bersumber pada relasi sosial atau jejaring keluarga,
pertemanan, perkumpulan, sekolah, komunitas, dan masyarakat, serta modal simbolis, yang
disirkulasikan lewat gelanggang produksi budaya dan wacana estetika untuk menunjukkan
dominasi simbolis dari suatu kelompok terhadap kelompok lain (Dovey, 2010:32-35).
Dengan pengertian gelanggang modal (field of capital) dari Bourdieu, etika profesi
mempunyai peran sebagai modal budaya bagi Arsitek. Pengetahuan dan pengalaman
sebenarnya menjadi sumber keterpercayaan dalam relasinya dengan pihak lain. Meski sering
dikalahkan oleh modal ekonomi dan simbolik dari kekuatan ekonomi-politik yang dominan,
profesionalisme arsitek tetap menjadi modal budaya bisa dimanfaatkan sebagai modal sosial.

Dihadapkan pada gelanggang pembangunan yang penuh kepentingan, perlu ada upaya
transformasi modal budaya ini menjadi modal sosial. Konsep personal legacy perlu
ditransformasikan ke dalam modal budaya kolektif. Artinya, inspirasi dari suatu legacy bukan
sesuatu yang bersifat normatif semata, tetapi juga dilihat bagaimana pengaruhnya bagi orang
lain. Ketika banyak orang yang terpengaruh, lalu bergerak secara bersama-sama, modal sosial
sudah terbentuk. Modal sosial ini akan mempunyai kekuatan tersendiri untuk menentukan
keputusan-keputusan pembangunan. Dengan demikian, kehormatan profesi tidak lagi menjadi
pilihan personal, tetapi modal untuk mempengaruhi pembangunan. Di sinilah diperlukan
tatakelola yang baik untuk keprofesian Arsitek di mana para arsitek Indonesia berlomba
membuat karya yang baik dan indah, berlaku etis, tidak saling menjatuhkan, dihargai oleh
masyarakatnya dan memperoleh honorarium yang layak (Subijono,2008). Etika adalah
kekuatan untuk membangun keadaban dalam dinamika pembangunan. Di sini Arsitek bukan
sekadar agen pembangunan, ia juga agen peradaban.
BAG III. KESIMPULAN

Profesi Arsitek adalah keahlian dan kemampuan penerapan di bidang perencanaan dan
perancangan arsitektur dan pengelolaan proses pembangunan lingkungan binaan yang
menjadi nafkah serta ditekuni secara terus menerus dan berkesinambungan. Untuk mengatur
tata laku dan tugas keprofesian arsitektur, arsitek anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI)
berlaku Kode Etik dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek. Etika profesi bagi Arsitek adalah
modal budaya dari praktik Arsitek dan produk arsitek yang dihasilkan. Pelanggaran kode etik
yang dilakukan oleh para arsitek memang tidak ada sanksi hukum, namun ketika seorang
arsitek melakukan pelanggaran kode etik, hal tersebut akan menjadi efek domino yang cukup
buruk bagi dirinya, teman sejawatnya, pemberi jasa, dan masyarakat umum.

Anda mungkin juga menyukai