Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

ETIKA PROFESI, ETOS KERJA, UNDANG-UNDANG JASA


KONSTRUKSI DAN UNDANG-UNDANG JALAN

OLEH :

MOH. TAUFIK SALILAMA 511417062

IVANA AINDITA PANTULU 511419066

MUHAMMAD SYAIFULLAH 511418001

NURFINASARI R.A SANGGU 511418009

NOVITASARI KONIYO 511417010

INDAH PURNAMA SARI BEDDU 511416007

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK SIPIL

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompokk untuk mata kuliah Topik Spesial 2,
dengan judul: “Modul 1 – Etika Profesi, Etos Kerja, Undang-Undang Jasa
Konstruksi dan Undang-Undang Jalan”

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami milki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dalam perkembangan dunia
pendidikan.

Gorontalo, Maret 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ahli Teknik Jalan merupakan ahli yang memiliki kemampuan mendesain
geometri dan struktur jalan serta melaksanakan dan mengawasi pekerjaan
konstruksi jalan. Setiap perusahaan yang akan mendapatkan pekerjaan
konstruksi wajib memiliki tenaga ahli yang mumpuni dibidangnya. Ahli tersebut
disyaratkan memiliki pengakuan formal yang sudah terdaftar LPJK atau
Lembaga Jasa Konstruksi. Hal tersebut tertuang di sebuah sertifikat yang disebut
sertifikat keahlian. Untuk mendapatkan sertifikat tersebut dibutuhkan pelatihan
khusus oleh instansi tertentu.
Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Ahli Teknik Desain
Jalan (Road Design Engineer) dibakukan dalam Standar Kompetejsi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI) yang didalamnya telah ditetapkan unit-unit kerja
sehingga dalam Pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer)
unit-unit tersebut menjadi Tujuan Khusus Pelatihan.
Standar Latihan Kerja (SLK) disusun berdasarkan analisis dari masing-
masing Unit Kompetensi. Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja yang
menghasilkan kebutuhan pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku dari
setiap Elemen Kompetensi yang dituangkan dalam bentuk suatu susunan
kurikulum dan silabus pelatihan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan
kompetensi tersebut.
Untuk mendukung tercapainya tujuan khusus petaihan tersebut, maka
berdasarka Kurikulum dan Silabus yang ditetapkan dalam SLK, disusun
seperangkat modul pelatihan yang harus menjadi bahan pengajaran dalam
pelatihan Ahli Teknik Desain Jalan (Road Design Engineer). Salah satu modul
pelatihan tersebut yakni “Modul RDE 01: Etika Profesi, Etos Kerja, Undang-
Undang Jasa Konstruksi dan Undang-Undang Jalan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1. Menjelaskan etika profesi dan etos kerja
2. Menjelaskan Undang-undang Jasa Konstruksi
3. Menjelaskan Undang-undang Jalan No. 38/2004 tentang Jalan
1.3 Manfaat Makalah
Berdasarkan rumusan masalah penulis berharap dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Dapat memahami etika profesi kerta dan etos kerja sebagai bekal dalam
dunia pekerjaan.
2. Dapat meningkatkan ilmu mengenai Undang-undang Jasa Konstruksi dan
Undang-undang Jalan No. 38/2004 tentang Jalan
BAB II

PEMBAHASAN

2.2.1 Etika Profesi dan Etos Kerja


2.1.1 Umum

Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999


tentang Jasa Konstruksi, bahwa semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
jasa konstruksi harus bertanggung jawab terhadap hasil kerjanya. Tanggung jawab
tersebut pada dasarnya adalah tanggung jawab professional yang berlandaskan
prinsip-prinsip keahlian yang sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan
kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan
kepentingan umum. Prinsip-prinsip profesionalisme tersebut merupakan ciri-ciri
dasar yang mewarnai seluruh aspek penyelenggaraan jasa konstruksi mulai dari
tahapan pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan jasa
konstruksi (perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan) sampai dengan
pembinaan jasa konstruksi.

Pada dasarnya tingkat professional diharapkan memenuhi 3(tiga) kriteria yakni:

a. Kemampuan teknis atau intelligence quotient (IQ)


b. Kemampuan emosional atau emotional quotient (EQ)
c. Kemampuan spiritual atau spiritual quotient (SQ)

Etika profesi akan merupakan komitmen pribadi seorang profesioan dalam


menjalankan tugas-tugas profesionalismenya untuk tetap memegang teguh nilai-
nilai kepatutan dan kejujuran intelektualnya. Dengan demikian di samping nilai-
nilai keilmuan, nilai-nilai kepatutan dan kejujuran dalam bentuk etika profesi
merupakan unsur yang paling penting dalam menjalankan penyelenggaraan jasa
konstruksi dan hal tersebut memberikan andil besar dalam mewujudkan tujuan
pengaturan jasa konstruksi yakni terwujudnya struktur usaha yang kokoh, andal,
bersaing tinggi, dan hasil pekerjaan yang berkualitas, serta terwujudnnya tertib
penyelenggaraan konstruksi.

2.1.2 Kode Etik Asosiasi


Kode etik asosiasi pada dasarnya merupakan penjabaran dari prinsip-prinsip
dasar norma dan nilai luhur yang menjadi pegangan dalam melaksanakan kegiatan
profesi para anggotanya. Kode etik tersebut akan merupakan tuntunan untuk para
anggota asosiasi yang bersangkutan dalam menjalankan tugas-tugas
keprofesionalannya pada penyenggaraan jasa konstruksi dalam berbagai situasi
dan kondisi. Pelanggaran terhadap kode etik asosiasi akan berakibat dikenakannya
sanksi oleh asosiasi yang bersangkutan. Berikut ini adalah kode etik yang
dimiliki oleh beberapa asosiasi profesi, yakni:

1. Kode Etik Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI)


a. Satu kata dan perbuatan dalam pengamalan Pancasila
b. Menaati semua peraturan perundangan
c. Mematuhi ketentuan-ketentuan pemberi tugas
d. Adil, wajar, bijaksana dan asas non-disclosure.
e. Bertanggung jawab dan menepati janji
f. Tidak semata-mata berorientasi keuntunga, namun juga berdaya gunadan
berhasil guna.
g. Meningkatkan mutu, kemampuan dan pengelolaan usaha
h. Tidak melakukan persaingan usaha yang tidak sehat dan tidak merebut
kesempatan kerja yang tidak menjadi haknya.
i. Tidak menyalahgunakan kedudukan, wewenang dan kepercayaan yang
diberikan.
j. Memegang teguh disiplin, kesetiakawanan dan solidaritas organisasi
2. Kode Etik Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI)
a. Menjunjung tinggi dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga
b. Menghormati dan menghargai profesinya sebagai kontraktor
c. Tidak melakukan tindakan “mempengaruhi” dalam memenangkan tender
d. Tidak memberi atau menerima imbalan dalam memenangkan tender
e. Tidak berusaha mendapatkan data penawaran rekan dalam pra-tender
f. Tidak berusaha mengubah harga dan kondisi penawaran setelah tender
ditutup
g. Tidak membajak tenaga kerja sesama anggota
h. Tidak menyabot baik langsung maupun tak langsung nama baik,
kesempatan dan usaha sesame anggota.
i. Berpastisipasi dalam pelatihan, penelitian, dan tukar-menukar isi informasi
sebagai bagian dari tanggung jawab kepada masyarakat dan industry jasa
konstruksi
3. Kode Etik Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
Empat Prinsip Dasar:
a. Mengutamakan keluhuran budi
b. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kepentingan
kesejahteraan umat manusia
c. Bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai
dengan tugas dan tanggung jawabnya
d. Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian
professional keinsinyuran
Tujuh Tuntunan Sikap:
a. Mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat
b. Bekerja sesuai kompetensinya
c. Hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan
d. Menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam tanggung
jawab tugasnya
e. Membangun reputasi profesi berdasaarkan kemampuan masing-masing
f. Memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat profesi
g. Mengembangkan kemampuan professional.
4. Kode Etik Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia (HIPJI)
Prinsip Dasar
a. Menjunjung tinggi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha
Esa
b. Menggunakan pengetahuan dan kemampuan untuk kesejahteraan umat
manusia secara berkelanjutan
c. Bekerja secara professional untuk kepentingan masyarakat, bangsa
Negara dan organisasi
d. Meningkatkan pengetahuan dan kompetensi serta menjunjung tinggi
martabat profesinya.

Kode Etik HIPJI

a. Anggota HIPJI wajib bertindak konsekuen, jujur dan adil dalam


menjalankan profesinya
b. Anggota HIPJI wajib menghormati profesi lain dan tidak boleh
merugikan nama baik serta profesi orang lain
c. Anggota HIPJI wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan
tidak merugikan kepentingan umum khususnya yang menyangkut
lingkungan
d. Anggota HIPJI setia dan taat pada peraturan dan perundang-undangan
yang berlaku
e. Anggota HIPJI harus bersedia memberi bimbingan dan pelatihan untuk
peningkatan profesionalisme sesame anggota
f. Anggota HIPJI wajib memenuhi baku kinerja dan tanggung jawab
profesi dengan integritas tinggi dan tidak akan menerima pekerjaan di
luar bidang keahlian teknisnya
g. Anggota HIPJI wajib menjungjung tinggi martabat profesi, bersikap
terhormat, dapat dipercaya, dan bertangggung jawab secara professional
berazazkan kaidah keillmuan, kepatutan dan kejujuran intelektual.
h. Anggota HIPJI dengan menggunakan pengetahuan & keahlian yang
dimilikinya wajib menyampaikan pendapat dan pernyataan dengan jujur
berdasarkan bukti dan tanpa membedakan.

Kaidah Umum Tata Laku

a. Kejujuran (honesty)
b. Keadilan (fairness)
c. Satunya pikiran, ucapan dan tindakan (integrity)
d. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability)
e. Kebertanggungjawaban (responsibility)
f. Kesetiaan kepada bangsa dan Negara (loyalty)
g. Tepat janji (committed)
h. Menghormati orang lain (respect to other)
i. Mengutamakan kepentingan masyarakat (community)
j. Menjanjikan karya terbaik (pursuit to excellence)
k. Mendukung perkembangan ilmu pengetahuan
l. Mengupayakan dan menjaga pelestarian lingkungan
2.1.3 Etos Kerja

Secara etimologis kata “etos” berasal dari bahasa Yunani yang semula
secara sederhana berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dari beberapa pengertian
mengenai kata etos, pada dasarnya pengertian “etos” dalam kehidupan masyarakat
dapat diartikan sebagai: nilai moral, standar etika, kekuatan motivasi, spirit
kelompok, serta spirit korps.

Jansen H Sinamo seorang ahli etos dalam bukunya “8 Etos Kerja Profesional”
(2005) mengartikan etos kerja professional sebagai “seperangkat perilaku kerja
positif yang berakar pada kesadaran yang kental, keyakinan yang fundamental,
sidertai komitmen yang total pada paradigm kerja yang integral. Jansen H Sinamo
(2005) memformulasikan etos kerja sebagai 8 (delapan) paradigm kerja atau 8
(delapan) perilaku kerja yakni:

a. Etos 1 Kerja adalah rahmat;


b. Etos 2 Kerja adalah amanah;
c. Etos 3 Kerja adalah panggilan;
d. Etos 4 Kerja adalah aktualisasi;
e. Etos 5 Kerja adalah ibadah;
f. Etos 6 Kerja adalah seni;
g. Etos 7 Kerja adalah kehormatan;
h. Etos 8 Kerja adalah pelayanan;

Dengan ke delapan etos kerja tersebut dapat menjadi landasan utama dalam
menuju sukses secara komprehensif dalam mencapai tujuan kerja semua tingkat:
pribadi, organisasi, profesi dan sosial.
1. Etos 1 Kerja Adalah Rahmat
Kerja adalah rahmat adalah paradigm dan pengakuan bahwa kerja adalah
anugerah Tuhan Yang Maha Pengasih yang akan selalu memelihara hidup kita.
Paradigma kerja adalah rahmat yang patut disyukuri didasarkan pada 5 (lima)
alasan: Pertama, pekerjaan adalah itu sendiri pada hakekatnya adalah berkat
Tuhan Sang Pemelihara yang lewat pekerjaan itu memelihara kita dengan upah
yang kita terima. Kedua, di samping upah finansial, kita juga menerima imbalan
lain seperti jabatan, fasilitas, tunjangan dan kemudahan, yang juga merupakan
rahmat yang patut kita syukuri. Ketiga, talenta yang menjadi basis keahlian kita
yang pada dasarnya adalah rahmat dari Tuhan Sang Penyayang juga. Keempat,
bahan baku yang kita terima, kita pakai, dan kita olah dalam melaksanakan
pekerjaan tersedia karena rahmat. Kelima, dalam bekerja, kita semua terlibat
dalam suatu jaringan antar manusia yang fungsional, hirarkis, dan sinergis, yang
kemudian terbentuk kelompok kerja, profesi, korps dan sekaligus komunitas.
Dengan berlandaskan pada kelima alsan tersebut maka kita dalam bekerja akan
selalu mengatakan: Aku Bekerja Tulus dengan Penuh Syukur.
2. Etos 2 Kerja Adalah Amanah
Amanah titipan berharga yang dipercayakan kepada kita atau asset penting
yang dipasrahkan kepada kita. Konsekuensinya, sebagai penerima amanah, kita
secara moral terikat untuk melaksanakan amanah itu dengan baik dan benar.
Selanjutnya amanah melahirkan tanggungjawab yang harus dilaksanakan secara
baik dan benar sesuai nilai amanah itu sendiri. Dalam melaksanakan suatu
tanggungjawab, tidaklah boleh sekedar formalitas, tetapi harus betul-betul
dilakukan secara benar, baik esensialnya, spiritnya, maupun administrative
formalnya. Dengan demikian, amanah menuntut kesejatian, bukan saja esensinya,
tetapi juga prosedurnya.
3. Etos 3 Kerja Adalah Panggilan
Semua orang diciptakan oleh Sang Pencipta mempunyai darma, panggilan,
dan kewajiban suci dalam hidup ini, baik sebagai anggota keluarga, warga
organisasi, warga Negara, warga dunia, ataupun hamba Allah Sang Khalik. Setiap
orang mempunyai panggilan hidup spesifik yang harus dijawab, dijalani dan
dilakoni melalui profesi. Untuk menjawab, menjalani, memenuhi dan melakoni
panggilan itu, setiap orang dikaruniai dengan berbagai kemampuan seperti: bakat,
talenta, kecerdasan, dan minat.
Secara internal etos kerja ini menjadi instrument dalam proses pengembangan diri
kita menjadi manusia yang berintegritas. Berkat integritas yang kita tunjukkan
kepada mitra kerja kita, antara lain yaitu:
a. Komitmen, janji yang harus ditepati, untuk menunaikan darma hingga tuntas,
tidak berpura-pura lupa pada tugas atau ingkar pada tanggung jawab
b. Berarti memenuhi tuntutan darma dan profesi dengan segenap hati, segenap
pikiran dan segenap tenaga secara total, utuh dan menyeluruh
c. Berarti bersikap jujur kepada diri sendiri, tidak memanipulasi, tetapi
mengutamakan kejujuran dalam berkarya.
d. Berarti bersikap sesuai dengan tuntutan hati nurani, memenuhi panggilan hati
untuk bertindak dan berbuat yang benar dengan mengikuti aturan dan prinsip
sehingga bebas diri dari konflik kepentingan

Dengan demikian, etos kerja 3 adalah panggilan adalah Aku Bekerja Tuntas
Penuh Integritas.

4. Etos Kerja Adalah Aktualisasi


Aktualisasi adalah proses membuat suatu potensi menjadi nyata. Proses yang
membuat potensi menjadi kenyataan tersebut adalah kerja keras. Kerja keras
berfungsi sebagai wahana aktualisasi diri bagi manusia pekerja. Pekerja keras
didefinisikan sebgai berikut:
a. Pekerja keras menghayati kerja sebagai ongkos mencapai visi dan tujuan
yang berharga dan dalam proses itu mereka menikmati kerja tersebut.
b. Pekerja keras bisa membatasi diri sehingga masih tersedia waktu untuk
kehidupan lainnnya, seperti keluarga, sosial, agama, dan sebagainya.
c. Pekerja keras sanggup menghentikan kerja pada waktu yang dibutuhkan.

Dengan demikian etos kerja 4 adalah Aktualisasi adalah: Aku Bekerja Keras
Penuh Semangat.
5. Etos 5 Kerja Adalah Ibadah
Ibadah adalah upaya untuk selalu memberi dalam bekerja dan tujuan ibadah
yang terpenting adalah agar kita biasa bekerja serius namun penuh kecintaan.
Dengan cinta, kita bisa melihat keagungan di dalam, di balik, dan di ujung
pekerjaan kita, sehingga tercipta ikatan batin antara sang pekerja dan
pekerjaannya yang akan meningkatkan kualitas motivasi, sikap, dan kebiasaan
kerj, kualitas kerja, kepribadian dan karakter serta martabat diri kita ke tingkat
yang lebih mulia, serta harga finansial kita di bursa tenaga kerja. Tujuan kerja
sebgai ibadah ialah God satisfactiob, lebih daripada sekedar customer satisfaction.
Etos 5 adalah Ibadah adalah: Aku Bekerja Serius Penuh Kecintaan.
6. Etos 6 Kerja Adalah Seni
Etos seni adalah penjabaran pengalaman artistic kita, yaitu ekspresi budi-
akhlak-iman kita dalam ungkapan-ungkapan estetik yang berwujud karya- karya,
yang pada gilirannya akan memprtinggi kompetensi budi-akhlak-iman, dan
dengan demikian menjadikan manusia insan kamil di bumi Tuhan.. Pekeerjaan
yang dihayati sebagai seni terutama kelihhatan dari kemampuan kita berfikir,3
tertib, sistematik, dan konseptual; juga kreatif memecahkan masalah,
imajinatif menemukan solusi inovatif mengimplementasikannya, dan cerdas saat
menjualnya. Etos 6 Kerja adalah Seni adalah: Aku Bekerja Cerdas Penuh
Kreativitas
7. Etos 7 Kerja Adalah Kehormatan
Kerja adalah kehormatan karena berkarya dengab kemampuan sendiri adalah
suatu kebajikan sosial dimana kita diakui sebgai manusia produktif dan
kontributif. Mencari kehormatan merupakan salah satu motivasi yang terkuat
dalam struktur hati manusia yang adalah ekspresi langsung spritualitas terbaik
kita. Kehormatan berarti menunjukan perilaku yang etis dan menjauhi perilaku
kerja yang nista. Bagi manusia terhormat, tujuan kehormatan yang terpenting
adalag agar dia selalu bekerja tekun penuh keungggulan. Etos 7 Kerja adalah
Kehormatan adalah: Aku Bekerja Tekun Penuh Keunggulan
8. Etos 8 Kerja Adalah Pelayanan
Apapun pekerjaan kita pada hakikatnya kerja adalah untuk melayami, Secara
sosial pelayanan adalah hal yang mulia, karena itu hakikat pekerjaan kita pun
mulia dan sebagai makhluk pekerja kita semua adalah insan yang mulia. Tujuan
pelayanan yang terpenting adalah agar kita bekerja paripurna dengan tetap rendah
hati. Jadi Etos 8 Kerja adlah Pelayanan adalah: Aku Bekerja Sempurna Penuh
Kerendahan Hati.
2.2.2 Undang-undang Jasa Konstruksi
1. Umum

Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau


bentuk fisik lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang terutama bidang ekonomi,
sosial, dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai
bidang pembangunan. Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut
terutama dalam rangka mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas,
dibutuhkan suatu pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana,
terarah, terpadu serta menyeluruh. Dan untuk peraturan pelaksanaannya kemudian
telah ditindak lanjuti dengan diterbitkannya tiga peraturan pemerintah yakni
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

2. Pengertian

Jasa konstruksi adalah layanan :

a. konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi;


b. pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan
c. konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi.

Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan


perencanaan dan/atau pelaksanaan serta pengawasan yang mencakup pekerjaan :

a. arsitektural;
b. sipil;
2.2.3 RUANG LINGKUP PENGATURAN
Ruang lingkup pengaturan Undang-undang Jasa Konstruksi meliputi :

a. Usaha jasa konstruksi


b. Pengikatan pekerjaan konstruksi
c. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
d. Kegagalan bangunan
e. Peran masyarakat
f. Pembinaan
g. Penyelesaian sengketa
h. Sanksi
i. Ketentuan peralihan
j. Ketentuan penutup

2.2.4 ASAS-ASAS PENGATURAN JASA KONSTRUKSI


Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada :
a. Asas Kejujuran dan Keadilan.
Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung pengertian kesadaran akan
fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta bertanggung
jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya.

b. Asas Manfaat

Asas Manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa


konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan prinsip-prinsip profesionalitas
dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang
dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak
dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional.

c. Asas Keserasian

Asas Keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi


antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan
produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi.
d. Asas Keseimbangan
Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yantg menjamin
terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban
kerjanya.Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi
asas ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan
di sisi lain dapat memberikan peluang pemerataan yang proposional dalam
kesempatan kerja penyedia jasa.

e. Asas Kemandirian
Asas Kemitraan mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya
saing jasa konstruksi nasional.
f. Asas Keterbukaan
Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang
dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya
transparansi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang
memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal
dan kepastian akan hak dan untuk memperoehnya serta memungkinkan
adanya koreksi sehingga dapat dihindari adanya berbagai kekurangan dan
penyimpangan.
g. Asas Kemitraan
Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak
yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis.
h. Asas Keamanan dan Keselamatan

Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya


tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, keamanan lingkungan dan
keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan
tetap memperhatikan kepentingan umum.
2.2.5 Tujuan
Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk :
a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk
mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan
hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas;
b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin
kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dalam hak dan kewajiban,
serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
c. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

2.2.6 Hubungan Komplementaris Antara Undang-Undang Jasa


Konstruksi dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya

Undang-undang tentang jasa konstruksi tersebut menjadi landasan untuk


menyesuaikan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
lainnya yang terkait yang tidak sesuai. Undang-undang tersebut mempunyai
hubungan komplementaris dengan peraturan perundang-undangan lainnya,
antara lain :
1. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan kerja;

2. Undang-undang yang mengatur tentang wajib daftar perusahaan;

3. Undang-undang yang mengatur tentang perindustrian;

4. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagalistrikan;

5. Undang-undang yang mengatur tentang kamar dagang dan industri;

6. Undang-undang yang mengatur tentang kesehatan kerja;

7. Undang-undang yang mengatur tentang usaha perasuransian;

8. Undang-undang yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja;

9. Undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas;

10. Undang-undang yang mengatur tentang usaha kecil;

11. Undang-undang yang mengatur tentang hak cipta;

12. Undang-undang yang mengatur tentang paten;


13. Undang-undang yang mengatur tentang merek;

14. Undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup;

15. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan;

16. Undang-undang yang mengatur tentang perbankan;

17. Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan konsumen;

18. Undang-undang yang mengatur tentang larangan praktek monopoli


dan persaingan usaha tidak sehat;

19. Undang-undang yang mengatur tentang arbitrase dan alternatif pilihan


penyelesaian sengketa;

20. Undang-undang yang mengatur tentang penataan ruang.


2.2.7 Kondisi Jasa Konstruksi Jalan
Pada akhir dekade yang lalu usaha jasa konstruksi telah mengalami
peningkatan kuantitatf di berbagai tingkatan. Namun peningkatan kuantitatif
tersebut belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya yang
tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu
pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, dan
teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang
diharapkan.
Kondisi jasa konstruksi sebagaimana diuraikan di atas disebabkan oleh dua
faktor, yaitu:

a. Faktor internal, yakni :

1) Masih adanya kelemahan dalam manajemen, penguasaan teknologi,


dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil;
2) Belum tertatanya secara utuh dan kokoh struktur usaha jasa
konstruksi yang tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya
kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai
klasifikasi dan/atau kualifikasi.
b. Faktor eksternal, yakni :

1) Masih adanya kekurangsetaraan hubungan kerja antara pengguna


jasa dan penyedia jasa;
2) Belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung
maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan
jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada permodalan,
pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan,
ketersediaan bahan dan komponen bangunan yang standar;
3) Belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih
bersifat parsial dan sektoral.
2.2.8 Iklim Usaha yang Kondusif dalam Peningkatan Kemampuan Usaha
Jasa Konstruksi

Dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional


diperlukan iklim usaha yang kondusif, yakni :
a. Terbentuknya kepranataan usaha, meliputi :

1) Persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi


perusahaan jasa konstruksi;
2) Standar klasifikasi dan kualifikasi perusahaan keahlian dan
keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang
perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun
yang melakukan usaha orang perseorangan;
3) Tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab
terhadap hasil pekerjaannya;
4) Terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi :
kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial;
5) Terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang
dilandasi oleh persaingan yang sehat;
6) Pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip
kesetaraan kedudukan antarpihak dalam hak dan kewajiban dalam
suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan
sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri
pada fungsi masing-masing secara konsisten
b. Dukungan pengembangan usaha, meliputi :
1) Tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai
dengan karakteristik usaha jasa konstruksi;
2) Terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu;

3) Berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam


memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan
ketentuan imbal jasa yang adil;

c. Berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni : timbulnya kesadaran


masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa komstruksi serta
mampu umtuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya;
d. Terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang
dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi
para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu
memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-
kewajiban yang diperjanjikan;
e. Perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan
dan asosiasi profesi membentuk lembaga untuk pengembangan jasa
konstruksi.
2.2.9 Cakupan Pekerjaan Konstruksi

Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No. 18/1999 pekerjaan konstruksi yang


merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan
dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup :
a. Pekerjaan arsitektural yang mencakup antara lain : pengolahan bentuk
dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang
diperlukan setiap pekerjaan konstruksi;
b. Pekerjaan sipil yang mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan,
bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal,
bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa,
pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan
lahan;
c. Pekerjaan mekanikal dan elektrikal yang merupakan pekerjaan
pemasangan produk- produk rekayasa industri;
d. Pekerjaan mekanikal yang mencakup pekerjaan antara lain :
pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik,
kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air,
minyak, dan gas;
e. Pekerjaan elektrikal yang mencakup antara lain : pembangunan
jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi
kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya;
f. Pekerjaan tata lingkungan yang mencakup antara lain : pekerjaan
pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya;
2.2.10 Bentuk Usaha Jasa Konstruksi

Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No.18/1999 bentuk usaha jasa


konstruksi dapat berupa badan usaha atau orang perseorangan.

Bentuk usaha orang perorangan baik warga negara Indonesia maupun asing
hanya khusus untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi berskala terbatas/kecil
seperti :
a. Pelaksanaan konstruksi yang bercirikan : risiko kecil, teknologi
sederhana, dan biaya kecil.
b. Perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang sesuai dengan
bidang keahliannya.
2.2.11 Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi

Usaha jasa konstruksi dapat berupa badan usaha atau usaha orang
perorangan.
1. Badan Usaha

Badan usaha baik selaku perencana konstruksi, pelaksana konstruksi,


maupun pengawas konstruksi dipersyaratkan memenuhi perizinan usaha
di bidang konstruksi, dan memiliki sertifikat klasifikasi dan kualifikasi
perusahaan jasa konstruksi. Klasifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan
untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha orang perseorangan
untuk melaksanakan pekerjaan berdasarkan nilai pekerjaan, dan kualifikasi
usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha
dan usaha orang perseorangan untuk melaksanakan berbagai sub pekerjaan.
Penyelenggaraan jasa berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna
jasa dan penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil. Untuk tertib
penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan
misalnya sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap
tergantung kondisi setempat. Namun penerapan ketentuan perikatan dapat
disederhanakan dan permilihan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara
pemilihan langsung sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU No. 18/1999.

2. Orang Perorangan

Mengenai persyaratan bagi orang perseorangan yang bekerja di bidang jasa


konstruksi diatur dalam Pasal 9 UU No. 18/1999 sebagai berikut :
a. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi.

Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus


memiliki sertifikat keahlian.
b. Pelaksana konstruksi.

Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat


keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja.
c. Perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau pelaksana konstruksi
yang bekerja di badan usaha.
Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai
perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam
badan usaha pelaksana harus memiliki sertifikat keahlian.
d. Tenaga kerja keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi.

Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada


pelaksana konstruksi harus memiliki keterampilan kerja dan keahlian kerja.

3. Tanggung Jawab Profesional

Tanggung jawab profesional tersebut dilandasi prinsip-prinsip keahlian


sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual
dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum.
Bentuk sanksi yang dikenakan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab
tersebut dapat berupa : sanksi profesi, sanksi administratif, sanksi pidana,
atau ganti rugi. Sanksi profesi tersebut berupa : peringatan tertulis,
pencabutan keanggotaan asosiasi, dan pencabutan sertifikat keterampilan
atau keahlian kerja. Sanksi administratif tersebut berupa : peringatan
tertulis, memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan kegiatan,
atau pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja.

2.2.12 Hak Masyarakat Umum

Masyarakat berhak untuk :

a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa


konstruksi baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan
pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya;
b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagai
akibat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pekerjaan
konstruksi.
2.2.13 Masyarakat Jasa Konstruksi

Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang


mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha
dan pekerjaan jasa konstruksi.
2.2.14 Forum Jasa Konstruksi

Forum jasa konstruksi tersebut terdiri atas unsur-unsur :

a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;

b. asosiasi profesi jasa konstruksi;

c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi;

d. masyarakat intelektual;

e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa


konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi
f. instansi Pemerintah; dan

g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu.

Dalam rangka upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional,


forum jasa konstruksi berfungsi untuk :
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat;

b. membahas dan merumuskan pemikiran arah penegembangan jasa konstruksi


nasional;

c. tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat;

d. memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan,


pemberdayaan, dan pengawasan.
2.2.15 LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI

Lembaga jasa konstruksi yang melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dan


bersifat independen dan mandiri tersebut beranggotakan wakil-wakil dari :
a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi;

b. asosiasi profesi jasa konstruksi;

c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan jasa konstruksi; dan

d. instansi Pemerinta yang terkait

Lembaga jasa konstruksi tersebut bertugas :


a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;

b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi;

c. melakukan registrasi tenaga kerja, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi


dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja;
d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi;

e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di


bidang jasa konstruksi.

2.2.16 Pengikatan Pekerjaan Konstruksi


Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan
penyedia jasa pada kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan
untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam setiap tahapan proses
ditetapkan hak dan kewajiban masing- masing pihak yang adil dan serasi
dengan sanksi.
1. Para Pihak
Dalam pekerjaan konstruksi dikenal adanya para pihak yang mengadakan
ikatan kerja berdasarkan hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas
atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.
Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya
menyediakan layanan jasa konstruksi. Pengertian orang perseorangan adalah
warga negara Indonesia atau warga negara asing, dan pengertian badan
adalah badan usaha atau bukan badan usaha, baik Indonesia maupun asing.
2. Ketentuan Pengikatan
Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan
prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan
cara pelelangan umum atau pelelangan terbatas. Namun dalam keadaan
tertentu, penetapan penyedia jasa tersebut dapat dilakukan dengan cara
pemilihan langsung atau penunjukan langsung.

3. Kewajiban Dan Hak Para Pihak


Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup :

a. mengumumkan secara luas melalui media massa dan papan


pengumuman setiap pekerjaan yang ditawarkan dengan cara pelelangan
umum atau pelelangan terbatas;
b. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat
ketentuan- ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta mudah
dipahami, yang memuat :
1) petunjuk bagi penawar;

2) tata cara pelelangan dan atau pemilihan mencakup prosedur,


persyaratan, dan kewenangan;
3) persyaratan kontrak mencakup syarat umum dan syarat khusus; dan

4) ketentuan evaluasi;

c. mengundang semua penyedia jasa yang lulus prakualifikasi untuk


memasukkan penawaran;
d. memberikan penjelasan tentang pekerjaan termasuk mengadakan
peninjauan lapangan apabila diperlukan;
e. memberikan tanggapan terhadap sanggahan dari penyedia jasa;

f. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan


pemilihan dalam batas waktu yang ditentukan dalam dokumen lelang;
g. mengembalikan jaminan penawaran bagi penyedia jasa yang kalah
sedangkan bagi penyedia jasa yang menang mengikuti ketentuan yang
diatur dalam dokumen pelelangan;
h. menunjukkan bukti kemampuan membayar;
i. menindaklanjuti penetapan tertulis tersebut dengan suatu kontrak kerja
konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak
yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
j. menindaklanjuti penetapan tertulis tersebut dengan suatu kontrak kerja
konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak
yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
k. menindaklanjuti penetapan tertulis tersebut dengan suatu kontrak kerja
konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak
yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi;
l. mengganti biaya yang dikeluarkan oleh penyedia jasa untuk penyiapan
pelelangan jika pengguna jasa membatalkan pemilihan penyedia jasa; dan
m. memberikan penjelasan tentang risiko pekerjaan termasuk kondisi dan
bahaya yang dapat timbul dalam pekerjaan konstruksi dan mengadakan
peninjauan lapangan apabila diperlukan.
4. Kontrak Kerja Konstruksi
Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.18/1999, kontrak kerja konstruksi (K3)
adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
2.2.17 Penyelesaian Sengketa

Sengketa (disputes) atau beda pendapat sering terjadi selama


pelaksanaan kontrak kerja konstruksi yang disebabkan adanya beda penafsiran
atas pelaksanaan ketentuan kontrak kerja konstruksi. Sekalipun upaya-upaya
keras untuk mengurangi kemungkinan sengketa tersebut telah dilakukan dengan
menyiapkan dan membahas bersama para pihak atas isi ketentuan dokumen
kontrak kerja konstruksi dalam rangka penyamaan penafsiran dan
pemahaman, namun tetap saja kemungkinan terjadi beda pendapat selama
pelaksanaan kontrak kerja. Oleh karenanya, sengketa atau beda pendapat selalu
diperkirakan d an tatacara penyelesaiannya harus diatur dalam ketentuan
kontrak kerja konstruksi. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa telah menyediakan beberapa
pranata hukum sebagai pilihan penyelesaian sengketa secara damai yang dapat
ditempuh para pihak untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat mereka
yakni dengan melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
para ahli sesuai kesepakatan mereka.

2.2.18 Sanksi

Atas pelanggaran Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut, kepada


para penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi berupa dan atau
denda dan atau pidana.
Sanksi administratif dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;

c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;

d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi;


e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi.

Sanksi administratif dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa :

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi;

c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi;

d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi;

e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi;

f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi.

Sanksi pidana atau denda dapat dikenakan kepada barang siapa yang :

a. melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi


ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan
konstruksi atau kegagalan bangunan;
b. melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi
ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan
kegagalan pekerjaann konstruksi atau kegagalan bangunan;
c. melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan
sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan
pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan
keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan
konstruksi atau kegagalan bangunan.

2.3 Undang-Undang Jalan

2.3.1 Latar Belakang


Setelah kurang lebih dua dasa warsa UU No. 13/1980 digunakan sebagai
landasan hukum dalam melaksanakan tugas menangani jalan, sehubungan
dengan adanya perubahan kondisi lingkungan strategis kehidupan
bermasyarakat dan bernegara kita seperti tuntutan desentralisasi atas tugas-
tugas pemerintahan dan pembangunan, pelaksanaan otonomi daerah secara
nyata, penghapusan hal-hal yang bersifat monopolistik, pemberian peran
masyarakat yang lebih luas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan, dan cara berpemerintahan yang terbuka, transparan dan
akuntabel, maka UU No. 13/1980 tersebut dirasakan kurang memadai lagi
sebagai landasan hukum pelaksanaan tugas pemerintahan maupun
pembangunan di bidang prasarana jalan dan oleh karenanya perlu disesuaikan.
Dibandingkan dengan UU No. 13/1980, maka dalam UU No. 38/2004 disusun
dalam rangka memenuhi perubahan-perubahan paradigma yang terjadi dalam
masyarakat seperti desentralisasi kewenangan, terwujudnya otonomi daerah,
non monopolistik, peningkatan peran masyarakat serta cara penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan yang terbuka, transparan dan akuntabel dengan
memuat beberapa perubahan penting yang diatur dalam Undang-Undang No.
38/2004 antara lain adalah pengertian penyelenggaraan jalan, wewenang
penyelenggaraan jalan, penyelenggaraan jalan tol, pengusahaan jalan tol,
pengadaan tanah, dan peran masyarakat

2.3.2 Penyelenggaraan Jalan

Dalam UU No. 13/1980 kegiatan penanganan jaringan jalan disebut


sebagai pembinaan jalan yang sesuai Pasal 1 meliputi penentuan sasaran dan
pewujudan sasaran. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan penentuan sasaran meliputi penyusunan rencana umum jangka panjang,
penyusunan rencana jangka menengah, dan program pewujudan sasaran.
Sesuai dengan kondisi pelaksanaan tugas penanganan jaringan jalan yang
diperlukan maka terminologi pembinaan jalan dalam arti kegiatan menangani
jaringan jalan dalam UU No. 38/2004 diperluas dan diubah menjadi
penyelenggaraan jalan yang mencakup semua aspek penanganan jaringan
jalan yakni pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan
dengan pengertian sebagai berikut:

 Pengaturan jalan adalah kegiatan yang meliputi perumusan kebijakan


perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan
perundang-undangan jalan.
 Pembinaan jalan diartikan sebagai kegiatan penyusunan pedoman dan
standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta
penelitian dan pengembangan jalan.
 Pembangunan jalan meliputi kegiatan pemrograman dan
penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta
pengoperasian dan pemeliharaan jalan.
 Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan
tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.

2.3.3 Asas Penyelenggaraan Jalan

UU No. 38/2004 tersebut juga mengamanatkan tentang penyelenggaraan


jalan yang harus didasarkan pada asas kemanfaatan, keamananan dan
keselamatan, keserasian, keselarasan dan keseimbangan, keadilan, transparansi
dan akuntabilitas, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, serta kebersamaan
dan kemitraan.

Dengan asas tersebut dimaksudkan agar penyelenggaraan jalan:

 dapat memberikan nilai tambah sebesar-besarnya bagi pemangku


kepentingan dan nasional dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat;
 harus memenuhi persyaratan keteknikan jalan termasuk kondisi
permukaan jalan dan kondisi geometrik jalan;
 dilaksanakan dengan memperhatikan terwujudnya keharmonisan dengan
lingkungan sekitarnya, keterpaduan sektor lain, keseimbangan
antarwilayah dan pengurangan kesenjangan sosial;
 memberikan perlakuan yang sama terhadap semua pihak;

 yang prosesnya dapat diketahui masyarakat dan hasilnya dapat


dipertanggungjawabkan kepada masyarakat;
 berdasarkan pemanfaatan sumberdaya dan ruang yang optimal dengan
pencapaian hasilnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan;
 melibatkan peran serta pemangku kepentingan melalui suatu
hubungan kerja yang
2.3.4 Bagian-bagian Jalan

Jika dalam UU NO. 13/1980 bagian-bagian jalan meliputi Daerah


Manfaat Jalan, Daerah Milik Jalan dan Daerah Pengawasan Jalan, maka istilah
tersebut dalam UU No. 38/2004 diubah masing-masing menjadi Ruang Manfaat
Jalan, Ruang Milik Jalan dan Ruang Pengawasan Jalan dengan pengertian yang
tidak berubah untuk masing-masing istilah. Sehingga yang selama ini disingkat
sebagai Damaja, Damija dan Dawasja untuk selanjutnya masing-masing disebut
Rumaja, Rumija, dan Ruwasja.
2.3.5 Pengelompokkan Jalan

Dalam UU No. 38/2004 sesuai peruntukannya, jalan terdiri dari Jalan


Umum yakni jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, dan Jalan Khusus
yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan diperuntukkan bagi lalu lintas
umum. Pengelompokan jalan umum dilakukan menurut Sistem, Fungsi, Status
dan Kelas.
2.3.6 Kewenangan Penyelenggaraan Jalan

Berbeda dengan UU No. 13/1980 yang wewenang pembinaan jalan


diberikan kepada Pemerintah (Pusat) dan kemudian sebagian wewenang tersebut
kepada pemerintah daerah melalui proses penyerahan wewenang, UU No.
38/2004 telah memberikan wewenang penyelenggaraan jalan secara tegas kepada
Pemerintah (Pusat) dan pemerintah daerah tanpa melalui proses penyerahan
wewenang, sekalipun UU ini juga mengatur penyerahan sebagian wewenang
Pemerintah kepada pemerintah daerah seperti sebagian wewenang pembangunan
Jalan Nasional yang dapat dilaksanakan kepada pemerintah daerah. Hal ini
merupakan upaya secara nyata desentralisasi penyelenggaraan jalan serta
terwujudnya otonomi daerah sesuai amanat peraturan perundang-undangan bidang
pemerintahan daerah.

2.3.7 Kewajiban Memprioritaskan Pemeliharaan Jalan


Pasal 30 ayat (1) angka b. UU No. 38/2004 menyatakan bahwa
penyelenggara jalan wajib memprioritaskan pemeliharaan, perawatan dan
pemeriksaan jalan secara berkala untuk memepertahankan tingkat pelayanan
jalan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan. Dari segi
pengguna jalan kondisi jalan yang buruk menyebabkan tingginya kerusakan
kendaraan, kecepatan tempuh kendaran yang rendah, penggunaan bahan bakar
(termasuk minyak pelumas) dan ban yang boros yang berarti semakin tingginya
biaya transportasi. Sedangkan dari segi penyedia prasarana jalan, semakin
buruknya kondisi jalan sebagai akibat pemeliharaan yang tidak memadai, akan
mengakibatkan lebih mahalnya biaya rehabilitasi dan rekonstruksi terlebih lagi
apabila kondisi tersebut diperburuk dengan rendahnya mutu pekerjaan
pembangunan, rehabilitasi, rekonstruksi dan pemeliharaan jalan yang kemudian
mengakibatkan kenaikan biaya pemeliharaan yang berlipat ganda dibandingkan
dengan apabila pemeliharaan dilakukan dengan baik dan benar.
2.3.8 Standar Pelayanan Minimal

UU ini mewajibkan penyelenggara jalan untuk memenuhi tingkat


pelayanan jalan sesuai standar pelayanan yang ditetapkan. Standar pelayanan
minimal tersebut yang menunjukkan keandalan pelayanan jalan meliputi
standar pelayanan jaringan jalan dan standar pelayanan minimal ruas jalan.
Standar pelayanan jaringan jalan meliputi aspek aksesibilitas (kemudahan
pencapaian), mobilitas, kondisi jalan, keselamatan, sedangkan standar
pelayanan ruas jalan meliputi aspek kondisi jalan, dan kecepatan tempuh rata-
rata.

2.3.9 Laik Fungsi

Dalam rangka memenuhi ketentuan tingkat pelayanan jalan kepada


masyarakat, maka setiap ruas jalan yang selesai dibangun dapat dioperasikan
setelah dinyatakan memenuhi persyaratan laik fungsi secara teknis dan
administrasi. Ketentuan laik fungsi tersebut juga berlaku untuk ruas jalan yang
sudah beroperasi dengan melakukan uji laik fungsi secara berkala dan atau
sesuai kebutuhan selama pengoperasiannya.
Laik fungsi secara teknis meliputi antara lain kelaikan perwujudan bagian-
bagian jalan, jalan terowongan, jalan lintas atas, jalan lintas bawah, jalan
layang, termasuk bangunan pelengkap, dan perlengkapanan jalan.
Laik fungsi adminstrasi meliputi antara lain kelengkapan dan kelaikan dokumen
penetapan aturan perintah dan larangan (APIL), dokumen penetapana titik lokasi
perlengkapana jalan, status jalan, kelas jalabn, kepemilikan tanah ruang milik
jalan, dan dokumen AMDAL. Prosedur pelaksanaan uji kelaikan funsgsi
dilakukan oleh tim uji laik fungsi yang dibentuk oleh penyelenggara jalan yang
bersangkutan dan terdiri dari unsur penyelenggara jalan dan instansi yang bertugas
dan bertanggungjawab di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Penetapan laik
fungsi oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan rekomendasi yang
diberikan oleh tim uji laik fungsi.
2.3.10 Pemberian Izin, Rekomendasi, Dispensasi dan Pertimbangan
Pemanfaatan Ruang-ruang Jalan
Dalam rangka pelayanan kepada masyarakat umum, maka ruang milik
jalan dan ruang manfaat jalan selain digunakan untuk kepentingan pengguna jalan,
dapat juga dimanfaatkan untuk kepentingan lain sepanjang tidak mengganggu
fungsi jalan seperti: pemasangan papan iklan, hiasan gapura, dan benda-
benda sejenis yang bersifat sementara; pembuatan bangunan-bangunan
sementara untuk kepentingan umum yang mudah dibongkar setelah fungsinya
selesai; penanaman pohon-pohon dalam rangka penghijuan; penempatan
bangunan dan instalasi utilitas seperti telpon, listrik, air minum, gas, pipa
limbah dan lainnya yang bersifat melayani kepentingan umum.
2.3.11 Penyelenggaraan Jalan Tol

Dalam rangka mewujudkan keseimbangan dan keserasian perkembangan


antardaerah sebagai salah satu tujuan pembangunan prasarana, maka bagian-
bagian wilayah yang telah mengalami tingkat perkembangan yang tinggi agar
perkembangan wilayah itu maupun wilayah pengaruhnya tidak terhambat perlu
dilakukan pengembangan prasarana transportasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan wilayah yang harus dilayaninya. . Melihat kenyataan terbatasnya
kemampuan Pemerintah dalam penyediaan dana pembangunan jalan bebas
hambatan sementara itu terdapat masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk
membiayai pengadaan jalan bebas hambatan, maka guna memenuhi kebutuhan
prasarana transportasi tersebut ditempuh melalui penyelenggaraan jalan tol.
2.3.12 Pengaturan Pengadaan Tanah
Dalam peraturan perunfdang-undangan mengenai pertanahan, jalan umum
termasuk jalan tol merupakan parsarana untuk kepentingan umum. Dengan
pengertian tersebut, dalam UU No. 38/2004 pengadaan tanah baik untuk jalan
umum bukan tol maupun jalan tol dilakukan sebagai berikut:
 berdasarkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota;

 harus disosialisakan kepada masyarakat terutama yang tanahnya diperlukan


untuk pembangunan jalan;
 pemegang hak atas tanah, pemakai tanah, atau masyarakat ulayat adat yang
tanahnya diperlukan untuk pembangunan jalan berhak mendapat ganti
kerugian;
 pemberian ganti kerugian dilaksanakan berdasarkan kesepakatan sesuai
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan;
 apabila kesepakatan tidak tercapai dan lokasi pembangunan tidak dapat
dipindahkan, dilakukan pencabutan hak atas tanah sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang pertanahan;

 pelaksanaan pembangunan jalan dapat dimulai pada bidang tanah yang


telah diberi ganti kerugian atau telah dicabut hak atas tanahnya;
 untuk menjamin kepastian hukum, tanah yang sudah dikuasai oleh
Pemerintah didaftarkan untuk diterbitkan sertifikat hak atas tanahnya sesuai
peraturan perundang- undangan di bidang pertanahan; dan
 pengadaan tanah untuk jalan tol dapat menggunakan dana yang berasal dari
Pemerintah dan atau badan usaha

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Etika profesi merujuk pada seperangkat nilai dan prinsip moral yang
diadopsi oleh suatu profesi untuk memastikan bahwa praktik profesional
dilakukan dengan integritas, kejujuran, dan tanggung jawab. Etika profesi
membantu memastikan bahwa para profesional memenuhi standar moral yang
diharapkan oleh masyarakat. Etos kerja adalah seperangkat nilai dan sikap yang
menentukan cara seseorang bekerja. Etos kerja yang positif melibatkan
kedisiplinan, kerja keras, tanggung jawab, ketekunan, inovasi, dan kreativitas.
Kesimpulannya, etika profesi dan etos kerja saling terkait dan sama-sama penting
dalam dunia kerja. Etika profesi membantu memastikan bahwa praktik profesional
dilakukan dengan integritas dan tanggung jawab, sedangkan etos kerja membantu
memastikan bahwa seseorang bekerja dengan kedisiplinan dan kerja keras untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Kedua hal ini harus diterapkan oleh setiap
individu dalam profesi mereka untuk memastikan bahwa mereka memenuhi
standar moral dan profesionalisme yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Sinamo, Jansen H.,8 Etos Kerja Profesional, Insitut Darma Mahardika,
Jakarta, 2005
Bertens, K., Etika, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993
, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga Himpunan Pengembangan jalan Indonesia (HPJI), Jakarta,
Oktober 2003
, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa

Konstruksi, 1999.

, Undang-Undang nomor 38 Tahun 2004 tentang


Jalan.

Anda mungkin juga menyukai