Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Tempat Kerja

Menurut OHSAS 18001 : 2007 mendefinisikan tempat kerja

adalah lokasi manapun yang berkaitan dengan aktivitas kerja dibawah

kendali organisasi (Perusahaan).

Undang-Undang N0. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan

Kerja Pasal 1 ayat 1 mendefinisikan tempat kerja sebagai tiap ruang

atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana

karyawan bekerja, atau yang sering dimasuki karyawan untuk

keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya.

Tempat Kerja melingkupi semua ruangan, lapangan, halaman

dan sekelilingnya, merupakan bagian yang berhubungan dengan

tempat kerja tersebut.

2. Manajemen Sumber Daya Manusia

Pengelolaan Sumber Daya Manusia merupakan hal penting dalam

pencapaian tujuan perusahaan. Umumnya pimpinan perusahaan

mengharapkan kinerja yang baik dari masing-masing karyawan dalam

mengerjakan tugas-tugas yang diberikan perusahaan. Perusahan menyadari

bahwa sumber daya manusia merupakan modal besar dalam proses

membangun perusahaan, oleh karena itu kualitas sumber daya manusia


senantiasa harus dikembangkan dan diarahkan agar tercapainya tujuan

yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Setiap organisasi tentunya

mempunyai berbagai tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut diraih

dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada, agar tujuan

organisasi tercapai secara optimal. Maka dari itu diperlukan sumber daya

yang potensial dan berkualitas sesuai dengan kondisi organisasi dan

lingkungan yang selalu berubah.

Untuk itu perusahaan harus dapat memperhatikan kepuasan pada

karyawan George Terry dalam Malayu Hasibuan (2014:2),

mengemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses yang khas terdiri

dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-

sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia

dan sumber-sumber lainnya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang

terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,

pengendalian dan pemanfaatan sumber-sumber lainnya secara efektif dan

efisien untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

2.1 Fungsi Manajerial yang terdiri atas:

a. Perencanaan (planning), yang merupakan tindakan menentukan

tujuan, strategi serta kebijakan yang perlu ditempuh untuk

melakukan prosedur-prosedur yang perlu dalam setiap

pengambilan keputusan diantara berbagai macam alternatif yang


ada. Contohnya, merencanakan jumlah tenaga kerja yang

dibutuhkan perusahaan.

b. Pengorganisasian (organizing), yang merupakan suatu tindakan

mengharmoniskan atau mengusahakan hubungan tingkah laku

yang baik antara karyawan yang berbeda-beda kedudukannya

sehingga tercipta suatu kerjasama yang efektif dan efisien untuk

mencapai tujuan.

c. Pengarahan (directing), yang merupakan pelaksanaan pekerjaan

dan merupakan realisasi dari perencanaan. Disini terdapat

kegiatan memilih tenaga kerja untuk ditempatkan sesuai dengan

kemampuan dan mengarahkan tenaga kerja kepada suatu tujuan

yang hendak dicapai. Contoh, mengevaluasi kinerja serta melatih

dan mengembangkan karyawan.

d. Pengendalian (controlling), yang meruapakan kegiatan melakukan

pengukuran dan penilaian terhadap potensi yang hendak dicapai

dan dilakukan perbaikan terhadap penyimpangan yang mungkin

terjadi. Hal ini penting karena apabila tujuan perusahaan tidak

tercapai berarti terdapat kesalahan dalam proses pelaksanaan.

Contohnya, penetapan standar mutu serta perbaikan sesuai dengan

kebutuhan.

2.2 Fungsi Operasional, yang terdiri atas:

a. Pengadaan tenaga kerja (procurement), yang merupakan proses

penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk


mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan

perusahaan.

b. Pengembangan (development), yang merupakan proses

peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral

karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.

c. Kompensasi (compensation), yang merupakan pemberian balas

jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang kepada

karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada

perusahaan.

3. Teori Motivasi Dan Hygiene Factor Menurut Frederich Herzberg

A. Teori Motivasi Menurut Herzberg

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan teori

motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan motivator. Dia

membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian yaitu kebutuhan tingkat

rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan kebutuhan tingkat tinggi (prestise

dan aktualisasi diri) serta mengemukakan bahwa cara terbaik untuk

memotivasi individu adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat

tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi

perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan

menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka

orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170). Menurut hasil


penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam

memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 : 176) yaitu :

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang menantang

yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan,

dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas

semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama pada faktor

yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan, peraturan pekerjaan,

penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi terbatas.

Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai

mencari-cari kesalahan.

B. Teori Dua Faktor Herzberg

Menurut Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi

kerja seseorang dalam organisasi, yaitu :

1. Faktor Yang Menyebabkan Ketidakpuasan (Hygiene/Maintenance)

Faktor Hygiene tidak berhubungan langsung dengan kepuasan

suatu pekerjaan, tetapi berhubungan langsung dengan timbulnya suatu

ketidakpuasan kerja ( Dissatiesfier). Sehingga faktor hygiene tidak

dapat digunakan sebagai alat motivasi tapi lebih kepada menciptakan

kondisi yang mencegah tibulnya ketidakpuasan.

Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari

ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia,


imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik).

Faktor-faktor dalam hygiene ialah :

a. gaji, upah dan tunjangan lainnya

b. kebijakan perusahaan dan administrasi

c. Hubungan baik antar-pribadi

d. Kualitas pengawasan

e. Keamanan pekerjaan

f. Kondisi kerja

g. keseimbangan kerja dan hidup

2. Faktor-Faktor Penyebab Kepuasan Kerja (Motivator)

Faktor motivator adalah faktor-faktor yang langsung berhubungan

dengan isi pekerjaan (Job Content) atau faktor-faktor intrinsik. Faktor

motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang

termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat

kehidupan, dsb.

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong para

karyawan untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor – faktor ini

dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai,

kondisi kerja tidak menyenangkan, hal tersebut dapat menjadi sumber

ketidakpuasan potensial. Jadi Herzberg berpendapat bahwa apabila

pimpinan ingin memberi motivasi pada para bawahannya yang perlu

ditekankan adalah faktor – faktor yang menimbulkan rasa puas yaitu


dengan mengutamakan faktor – faktor motivasional yang sifatnya intrinsik

yaitu :

1. Keberhasilan

Agar seorang bawahan dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya,

maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk

mencapai hasil. Pimpinan juga harus memberi semangat kepada bawahan

agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggapnya tidak

dikuasainya. Apabila dia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan

harus menyatakan keberhasilannya. Hal ini akan menimbulkan sikap

positif dan keinginan selalu ingin melakukan pekerjaan yang penuh

tantangan.

2. Pengakuan

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan.

Pengakuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya dengan

menyatakan keberhasilannya langsung di tempat kerja, memberikan surat

penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau

promosi.

3. Pekerjaan itu sendiri

Pimpinan membuat usaha – usaha yang nyata dan meyakinkan

sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang

dilakukannya, harus menciptakan kondisi untuk menghindari kebosanan

yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta menempatkan karyawan

sesuai dengan bidangnya.


4. Tanggung Jawab

Untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap

bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat,

dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri

sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi.

Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan

dan pelaksanaan pekerjaan.

5. Pengembangan

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan.

Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan

yang lebih menantang, tidak hanya jenis pekerjaan yang berbeda tetapi

juga posisi yang lebih baik. Apabila sudah berhasil dilakukan, pimpinan

dapat memberikan UniversitasSumatera Utara rekomendasi tentang

bawahan yang akan mendapat promosi / kenaikkan pangkatnya atau yang

memperoleh kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih

lanjut.

Menurut Herzberg (1959), perbaikan terhadap faktor-faktor ini

akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan

menimbulkan kepuasan kerja karena ini bukan sumber kepuasan kerja.

Prinsip dasar dari dinamika faktor ini adalah sebagai berikut:

a. Hygiene factor dapat mencegah atau membatasi ketidakpuasan kerja,

tetapi tidak dapat memperbaiki kepuasan kerja.


b. Perbaikan dalam motivator factor dapat mencegah kepuasan kerja,

tetapi tidak dapat mencapai ketidakpuasan kerja

C. Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg dalam organisasi

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi bagi setiap

pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga dirasakan sebagai sesuatu

yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai

berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject) karena peran

pemimpin itu sendiri kaitannya dengan bawahan. Setiap pemimpin tidak

boleh tidak harus bekerja bersama-sama dan melalui orang lain atau

bawahan, untuk itu diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada

bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena motivasi sendiri

tidak bisa diamati dan diukur secara pasti. Dan untuk mengamati dan

mengukur motivasi berarti harus mengkaji lebih jauh perilaku bawahan.

Disamping itu juga disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu

sama lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua arah

yang dikemukakan oleh Herzberg:

Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku mikro yaitu

untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di tempat ia bekerja saja. Sementara

teori motivasi Maslow misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada

umumnya.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan

Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan dengan performa


pekerjaan. Teori ini dikemukakan oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang

merupakan pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi pimpinan

organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini lebih eksplisit dari

teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara kebutuhan

dalam performa pekerjaan. Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi,

pemerkayaan pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik Amerika

Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan teori motivasi dua

faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut teori ini ada dua faktor yang

mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation

factor) yang disebut juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor

kesehatan (hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan

termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri

masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari

luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan menyenangi

pekerjaan yang memungkinnya menggunakan kreaktivitas dan inovasinya,

bekerja dengan tingkat otonomi yang tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat.

Kepuasan disini tidak terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat

materi. Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor ekstrinsik

cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh organisasi kepada mereka dan

kinerjanya diarahkan kepada perolehan hal-hal yang diinginkannya dari

organisasi (dalam Sondang, 2002 : 107).


Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg adalah:

pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih (achievement),

peluang untuk maju (advancement), pengakuan orang lain (ricognition), tanggung

jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak akan mendorong

minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini

dianggap tidak dapat memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai,

kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber

ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan faktor yang

mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan

terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor motivasi) lebih memungkinkan

seseorang untuk berforma tinggi daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah

(hygienis) (Leidecker & Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor

motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli. Pekerjaan kerah biru sering

kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh

dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar

mereka.

D. Kelebihan Teori Herzberg

Kelebihan teori dua faktor yang dikemukakan Frederick Herzberg :

a. Teori Herzberg telah dibaca secara luas dan hanya sedikit manajer yang tidak

familiar dengan rekomendasi – rekomendasinya..

b. Banyak penerapan dari teori Herzberg yang berhasil.

c. Penelitian yang dilakukan Herzberg banyak dikembangkan dan berhasil.


d. Dalam teori Herzberg sangat benar – benar memperhatikan karyawan sehingga

dapat diketahui dengan benar kondisi karyawan.

4. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya

supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan karyawan

meningkat. Saat orang-orang berbicara mengenai sikap bekerja, mereka

biasanya merujuk pada kepuasan kerja, yang menjelaskan suatu perasaan

positif tentang pekerjaan yang dihasilkan dari suatu evaluasi pada

karakteristik-karakteristiknya. Husain (2008:213), mengemukakan bahwa

kepuasan kerja merupakan perasaan dan penilaian seseorang atas

pekerjaannya, khususnya mengenai kondisi kerjanya dalam hubungannya

dengan apakah pekerjaannya mampu memenuhi harapan, kebutuhan, dan

keinginannya. Pendapat lain juga yang dikemukakan oleh Sutrisno

(2010:74), kepuasan kerja adalah suatu sikap sikap karyawan terhadap

pekerjaan yang berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar

karyawan, imbalan yang diterima dalam kerja, dan hal-hal yang

menyangkut faktor fisik dan psikologis. Sedangkan Mangkunegara

(2013:117) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang

menyokong atau tidak menyokong diri karyawan yang berhubungan

dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Berdasarkan

beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

adalah hal yang bersifat individual karena setiap individu memiliki tingkat

kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam


diri setiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai

dengan keinginan individu, maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang

dirasakan.

Kepuasaan kerja karyawan dipengaruhi faktor-faktor berikut

(Hasibuan,2001:199-200):

1. Balas jasa yang adil dan layak

2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian

3. Berat ringannya pekerjaan

4. Suasana dan lingkungan pekerjaan

5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan

6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinanya

7. Sikap pekerjaan monoton atau tidak

Tolak ukur tingkat kepuasaan yang mutlak tidak ada karena setiap individu

karyawan berbeda standar kepuasaannya. Indikator kepuasaan kerja hanya diukur

dengan kedisiplinan, moral kerja, dan turnover kecil maka secara relatif

kepuasaan kerja karyawan baik. Sebaiknya jika kedisiplinan, moral kerja, dan

turnover karyawan besar maka kepuasaan karyawan diperusahaan kurang.

5. Variabel-variabel Kepuasan Kerja

Keith Devis dalam buku Mangkunegara (2013:117),

mengemukakan bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-


variabel atau unsur-unsur seperti turnover, tingkat absensi, umur,

tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi perusahaan sebagai berikut :

1) Turnover

Kepuasan kerja lebih tinggi di hubungkan dengan turnover

karyawan yang rendah. Sedangkan karyawan-karyawan

yang kurang puas biasanya turnovernya tinggi.

2) Tingkat ketidakpuasan (absensi) karyawan

Karyawan-karyawan yang kurang puas cenderung tingkat

ketidakhadirannya tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja

dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.

3) Umur

Ada kecenderungan karyawan yang lebih merasa tua

merasa puas dari pada karyawan yang berumur relatif

muda. Hal ini di asumsikan bahwa karyawan yang tua

lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan

lingkungan pekerjaan. Sedangkan karyawan usia muda

biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia

kerjanya, sehingga apabila harapannya dengan realita

kerja terdapat kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat

menyebabkan mereka

menjadi tidak puas.

4) Tingkat pekerjaan
Karyawan-karyawan yang menduduki tingkat pekerjaan

yang lebih tinggi cenderung lebih puas dari pada karyawan

yang menduduki tingkat pekerjaan yang lebih rendah.

Karyawan-karyawan yang tingkat pekerjaannya lebih

tinggi menunjukan kemampuan kerja yang baik dan aktif

dalam mengemukakan ide ide serta kreatif dalam bekerja.

5) Ukuran Organisasi

Ukuran organisasi perusahaan dapat mempengaruhi

kepuasan karyawan. Hal ini karena besar kecilnya suatu

perusahaan berhubungan pula dengan koordinasi,

komunikasi, dan partisipasi karyawan. Dari beberapa

variabel-variabel kepuasan kerja diatas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa tingkat ketidakpuasan kerja

karyawan pada suatu perusahaan atau organisasi dapat di

lihat dari tingkat keluar masuk karyawan pada suatu

perusahaan, tingkat absensi yang tinggi, umur, tingkat

kesulitan pekerjaan dan juga ukuran organisasi di dalam

perusahaan itu sendiri.

Faktor-faktor Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja karyawan dapat di sebabkan oleh beberapa faktor, baik

pada diri karyawan itu sendiri maupun dari perusahaan tempat ia bekerja.

Brown
dkk (1950) dalam Sutrisno (2010:79) mengemukakan bahwa ada empat

faktor

yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut :

1. Kedudukan

Secara umum, manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada

pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas dari pada orang yang

bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian

menunjukan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan

dalam tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Anda mungkin juga menyukai