Anda di halaman 1dari 24

Modul

Dasar Pengembangan
Wilayah
Materi 1
Definisi, karakteristik, perencanaan dan sejarah
perkembangan

Dosen:
Dr. Prima Jiwa Osly, ST, MSi
Nuryani Tinumbia, ST, MT
1 DEFINISI

Berbicara mengenai wilayah selalu dimulai dengan ruang. Ruang yang dimaksudkan di sini
adalah ruang dalam hal “space” bukan “room”. Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan,
dan ruang udara beserta sumber daya yang terkandung di dalamnya. Sehingga perencanaan
tata ruang mencakup struktur dan pola pemanfaatan ruang yang meliputi tata guna tanah,
tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya. Secara geofisik, ruang
merupakan tempat kehidupan, di mana meliputi biosphere yang terdiri atas sebagian dari
geosphere yaitu mencakup permukaan kulit bumi hingga kedalaman kira-kira 3 meter dalam
tanah dan 200 meter di bawah muka laut, dan sebagian dari atmosphere hingga kira-kira 30
meter di atas permukaan tanah).

Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah
ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan
sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional, sementara
kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. Kawasan lindung
merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan
hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan budi daya
merupakan wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
Istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan fungsional suatu unit
wilayah, yakni adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di
dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
fungsional. Sementara itu, pengertian “daerah” walaupun tidak disebutkan secara eksplisit
namun umumnya dipahami sebagai unit wilayah berdasarkan aspek administratif.

Secara teoritik tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan dan daerah.
Ketiganya dapat diistilahkan dengan istilah yang lebih umum, yaitu wilayah (region). Setiap
kawasan atau sub kawasan memiliki fungsi-fungsi khusus yang tentunya memerlukan
pendekatan program tertentu sesuai dengan fungsi yang dikembangkan tersebut.

Murty (2000) mendefinisikan wilayah sebagai suatu area geografis, teritorial atau tempat,
yang dapat berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten), dan
perdesaan. Sebelumnya Isard (1975) mendefinisikan bahwa wilayah pada dasarnya bukan
1
sekedar areal dengan batas-batas tertentu, namun suatu area yang memiliki arti (meaningful)
karena adanya masalah-masalah di dalamnya. Ahli regional memiliki interest di dalam
menangani permasalahan tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial.
Dengan demikian, wilayah dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas
spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain
saling berinteraksi secara fungsional.

2 KONSEP-KONSEP WILAYAH

Sebenarnya tidak ada konsep wilayah yang benar-benar diterima secara luas. Para ahli
cenderung melepaskan perbedaan-perbedaan konsep wilayah terjadi sesuai dengan fokus
masalah dan tujuan–tujuan pengembangan wilayah. Di bawah ini ditampilkan klasifikasi
konsep-konsep wilayah.

KONSEP ALAMIAH
HOMOGEN
Nodal
(Pusat – Hinterland)

SISTEM/ Sistem Sederhana Desa – Kota


FUNGSIONAL
Budi daya - Lindung

WILAYAH Sistem Ekonomi:


Agropolitan, Kawasan
Industri, Kawasan
Produksi

Sistem Ekologi:
Sistem Kompleks DAS, Kawasan pesisir,
Hutan.

Sistem Sosial Politik:


Cagar Budaya, etnik

KONSEP NON ALAMIAH

Umumnya disusun/dikembangkan berdasarkan:


PERENCANAAN/
- Konsep homogeny/fungsional : KSP, KATING, dsb.
PENGELOLAAN
- Administrasi-politik: provinsi, kabupaten, kota.

Gambar 1. Klasifikasi konsep wilayah

2
2.1 WILAYAH HOMOGEN
Wilayah Homogen merupakan wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa
faktor-faktor penciri dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-
faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Atau dengan kata lain wilayah
homogen adalah wilayah yang dipandang dari satu aspek/kriteria memiliki sifat-sifat atau ciri-
ciri yang relative sama. Sebagai contoh sifat dan dan ciri homogenitas dalam hal ekonomi
seperti wilayah dengan struktur produksi dan konsumsi yang homogen, tingkat pendapatan
rendah, dan lain sebagainya; geografi seperti wilayah yang mempunyai topografi dan iklim
yang

Gambar 2. Dominasi pertanian lahan kering di Kabupaten Seram bagian Timur, Indonesia (kiri), dan dominasi
infrastruktur laut di Kota Jayapura (kanan) (sumber: google)

Gambar 3. Dominasi ruang terbangun di Jakarta (kiri), dan dominasi ruang terbuka hijau di Narita – Jepang
(kanan) (sumber: google)

Gambar 4. Dominasi permukiman LD di Partizan City - Serbia (kiri), dan dominasi waterfront building di
Amsterdam – Belanda (kanan) (sumber: google)

3
sama; agama seperti wilayah dengan mayoritas agama tertentu; suku seperti wilayah yang
didiami oleh penduduk dengan suatu suku tertentu; dan sebagainya.

2.2 WILAYAH SISTEM


Sistem merupakan suatu entitas yang terdiri atas komponen-komponen yang memiliki
keterkaitan (hubungan fungsional) satu sama lain. Wilayah system ini diklasifikasikan menjadi
dua yaitu wilayah system sederhana (dikotomik) yang terdiri dari wilayah nodal, sistem desa-
kota, kawasan budidaya-lindung; dan wilayah system kompleks yang terdiri dari Sistem
ekologi, sistem ekonomi, sistem sosial.

2.2.1 Wilayah nodal


Wilayah nodal adalah wilayah yang secara fungsional memiliki ketergantungan antara pusat
(inti) dan wilayah di belakangnya (hinterland). Tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari
arus penduduk, faktor produksi, barang dan jasa ataupun komunikasi dan transportasi
(Pontoh dan Kustiawan, 2009). Sebelumnya, Hoover (1977) menggambarkan struktur dari
wilayah nodal sebagai suatu sel hidup atau atom dengan adanya inti dan plasma (periphery)
yang saling melengkapi. Pada struktur tersebut integrasi fungsional cenderung menjadi dasar
hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat di dalam wilayah tersebut,
dibandingkan dengan homogenitas. Hubungan saling ketergantungan tersebut dengan
perantaraan pembelian dan penjualan barang dan jasa secara local, sehingga aktivitas-
aktivitas regional akan mempengaruhi pembangunan satu dengan lainnya. Contoh wilayah
nodal adalah DKI Jakarta dan Bodetabek (Kota Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi), Jakarta
merupakan inti dan Bodetabek sebagai wilayah belakangnya (hinterland).

Gambar 5. Wilayah nodal yang diumpamakan seperti sel hidup atau atom

4
Berikut ini dijabarkan fungsi-fungsi dari pusat wilayah dan hinterland.

Tabel 1. Fungsi pusat wilayah dan hinterland

Pusat wilayah Hinterland


• tempat konsentrasi penduduk • pemasok (produsen) bahan-bahan
(pemukiman); mentah dan atau bahan baku;
• pusat pelayanan terhadap daerah • pemasok tenaga kerja melalui proses
hinterland dan pasar bagi komoditas- urbanisasi dan commuting (menglaju)
komoditas pertanian maupun industri; dan migrasi.
• lokasi pemusatan industri manufaktur • sebagai daerah pemasaran barang dan
(manufactory) yang diartikan sebagai jasa industri manufaktur;
kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor • penjaga keseimbangan ekologis.
produksi untuk menghasilkan suatu
output tertentu.

Gambar 6. Hierarki wilayah dalam sistem wilayah nodal

2.2.2 Desa - Kota


a. Kota

Kota mempunyai definisi dan batasan yang bermacam-macam sesuai dengan sudut tinjauan
tiap ahli/disiplin ilmu. Berikut ini terdapat beberapa definisi kota secara klasik oleh para ahli
(Pontoh dan Kustiawan, 2009), antara lain:

Tabel 2. Definisi kota secara klasik oleh para ahli

Ahli Definisi kota


Dwight Sanderson (1942) Kota adalah tempat yang berpenduduk 10.000 orang atau
lebih
Wirth Kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan
5
Ahli Definisi kota
permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen
kedudukan sosialnya
Max Webber Suatu tempat dikatakan kota bila penghuni setempat dapat
memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar
lokal
Harris dan Ullman Kota-kota merupakan pusat untuk permukiman dan
pemanfaatan bumi oleh manusia
Prof. Bintarto (1983) Kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang
tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang
heterogen dan coraknya materialistis.
Hoekveld Pengertian kota berdasarkan komponen dasarnya yang
meliputi aspek morfologi, jumlah penduduk, social, ekonomi,
dan hukum.
a. Morfologi, terdapat perbandingan bentuk fisik kota dan
perdesaan, dimana kota terdapat gedung-gedung besar
dan tinggi serta lokasinya berdekatan, dan di desa terdapat
rumah-rumah yang tersebar dalam lingkungan alam.
b. Jumlah penduduk, pengertian kota dapat diukur
berdasarkan jumlah penduduk, yaitu kota kecil jika
penduduknya antara 20.000–50.000 jiwa, kota sedang jika
penduduknya antara 50.000-100.000 jiwa, kota besar jika
penduduknya antara 100.000-1.000.000 jiwa, kota
metropolitan jika penduduknya antara 1.000.000-
10.000.000 jiwa, dan megapolitan jika penduduknya lebih
dari 10.000.000 jiwa.
c. hukum, pengertian dikaitkan dengan adanya hak-hak
masyarakat yang memiliki hukum dan dilindungi hukum
(berlakunya hukum positif yang tertulis).
d. ekonomi, Karakteristik masyarakat di wilayah kota adalah
hidup secara nonagraris. Fungsi kota yang lebih dominan
di bidang kultural, industry, jasa dan perdagangan.
Interaksi dan interelasi yang paling menonjol ditandai
dengan kegiatan yang bersifat perniagaan.
e. sosial, kehidupan masyarakat kota ditandai oleh hubungan
antarpenduduk secara impersonal, kebebasan pergaulan
dan hubungan bersifat lugas. Tradisi kehidupan di kota
yang tampak seperti terkotak-kotak dan bebas memilih
hubungan dengan siapa saja, serta melakukan apa saja
yang diinginkan.

6
Pengertian lain mengenai kota yang sering dijadikan acuan di Indonesia adalah sebagai
berikut (Pontoh dan Kustiawan, 2009). Kota merupakan tempat dengan konsentrasi
penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional
yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya. Kota merupakan permukiman
yang berpenduduk relative besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris,
kepadatan penduduk relative tinggi, tempat sekelompok orang dalam jumlah tertentu dan
bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu, cenderung berpola hubungan
rasional, ekonomis, dan individualistis (Ditjen Cipta Karya, 1997).

Dalam Bahasa Inggris, dibedakan antara city, town dan urban. City mengandung arti kota
besar, town dengan kota kecil, dan urban dengan perkotaan. Lawan dari pengertian kota ini
adalah rural (desa) dimana dalam berbagai aspek sangat berbeda dari kota.

Branch (1995) menguraikan beberapa karakteristik kota yang ditinjau secara fisik, sosial, dan
ekonomi.

- Kota ditinjau dari aspek fisik


Topografi Tapak: Umumnya jaringan jalan primer menyebar keluar ke empat arah mata
angin melalui kemiringan yang akan memberikan keamanan dan kenyamanan
berkendara. Di beberapa bagian dunia, alur gempa, daratan aluvial yang rentan terhadap
getaran seismologi atau kondisi geologi yang tidak stabil seringkali tidak dapat terlihat
secara fisik. Bagi pembangunan perkotaan, hal tersebut memberikan pilihan antara lain
melarang pembangunan di daerah tersebut, konsekuensi biaya yang besar untuk
pembangunan yang dirancang secara khusus untuk mencegah timbulnya kerusakan atau
tanpa menyediakan unsur-unsur yang diperlukan dengan segala risiko yang mungkin akan
ditimbulkan.

Gambar 7. Gempa Kobe 1995 (kiri) dan Gempak Yogyakarta 2006 (kanan) (sumber: google)

7
Bangunan: Merupakan unsur perkotaan yang sangat jelas. Bangunan didirikan dengan
menghindari kondisi-kondisi fisik yang akan memperbesar biaya konstruksi, misalnya
kondisi geologi yang tidak stabil, rawa-rawa atau daerah-daerah yang sering dilanda
banjir. Awalnya penempatan bangunan-bangunan menunjukkan pola sirkulasi setempat.
Cepat atau lambat bangunan-bangunan tersebut akan berhubungan dengan jaringan
utilitas umum yang sudah ada atau setelah jaringan tersebut dibangun. Penggunaan
bangunan beragam sesuai dengan beragamnya kegiatan manusia. Kategori utama pola
penggunaan bangunan yaitu permukiman, komersial, industri, pemerintahan dan
transportasi.

Gambar 8. Pertambahan bangunan di sekitar Bundaran Hotel Indonesia dalam kurun waktu 50 tahun (sumber:
google)

Struktur (bukan bangunan gedung): Secara fisik, kota berisikan juga struktur atau
bangunan lain yang bukan berupa bangunan gedung dan memiliki fungsi yang penting
bagi sebuah kota, seperti jembatan, gorong-gorong, saluran pengendali banjir, gardu
listrik, fasilitas pengolahan limbah dan lain sebagainya. Selain itu, jalur-jalur transportasi
membentuk pola penggunaan lahan komersial, dimana pembangunan diawali dari pinggir
jalan primer. Jaringan utilitas juga mempengaruhi atau menentukan penggunaan lahan
sebab dapat mengendalikan pertumbuhan, menentukan arah pembangunan, mengatur
konsentrasi orang, bangunan, dan kegiatan pada tempat-tempat tertentu sehingga tidak
melebihi kapasitas utilitas yang ada.

Ruang terbuka: Ruang terbuka ditentukan oleh pola pengembangan bangunan dan sistem
jaringan di atas permukaan. Ruang terbuka dapat berupa taman dan area rekreasi dan
juga penggunaan tanah tertentu yang terbuka ke langit seperti makam, hutan kota, dan
lain sebagainya. Biasanya persentase ruang terbuka tersebut semakin ke tepi kota
semakin besar.

8
Kepadatan perkotaan: kepadatan perkotaan tergantung pada tiga kondisi yaitu
persentase luas tanah yang tertutup oleh bangunan tanpa adanya ruang terbuka
(persentase Koefisien Dasar Bangunan/KDB), ketinggian bangunan (Koefisien Lantai
Bangunan/KLB), dan kuantitas ruang terbuka yang permanen di seluruh wilayah kota
(Ruang Terbuka Hijau maupun non Hijau).

Iklim: Pengaruh iklim setempat tercermin dari fisik kota. Rata-rata curah hujan
berhubungan dengan penyediaan saluran drainase, rancangan jalan dan bangunan, jenis
vegetasi perkotaan, dengan keseimbangan antara kegiatan dalam dan luar ruang. Selain
itu temperatur berhubungan dengan kebutuhan akan pendinginan dan penghangatan
udara.

Vegetasi: vegetasi merupakan unsur yang penting bagi kota sebab dapat meningkatkan
daya tarik kota, menjaga kebersihan udara, mengurangi terjadinya erosi tanah, bahaya
tanah longsor, mengurangi kebisingan, juga dapat berperan sebagai pematah angin.
Vegetasi ditempatkan di sepanjang jalan kota, jalan bebas hambatan, kanal-kanal
pengendali banjir, jalur kereta api, taman, dan lain sebagainya.

Kualitas estetika: Terdapat unsur-unsur tertentu fisik kota yang mendukung kualitas
estetika. Indikator kualitas estetika antara lain kebersihan, tidak terlihatnya papan-papan
reklame yang terlalu besar, vegetasi, estetika bangunan, ruang terbuka hijau, dan lain-
lain.

Gambar 9. Ruang terbuka hijau yang berada di dalam suatu kota di Jepang (kiri) dan estetika bangunan yang
sengaja ditonjolkan di salah satu sisi kota di Amsterdam (kanan) (sumber: google)

- Kota ditinjau dari aspek sosial

Besaran dan komposisi penduduk: Kemampuan suatu kota untuk menyediakan tenaga
kerja menentukan jenis pekerjaan produktif yang layak dikembangkan di kota tersebut
tanpa harus mendatangkan tenaga kerja dari tempat lain. Jumlah dan besaran fasilitas

9
yang harus disediakan seperti petugas keamanan, pemadam kebakaran dan bentuk
pelayanan penduduk lainnya dikaitkan dengan jumlah dan jenis penduduk. Dalam
menentukan besaran dan distribusi jaringan utilitas perlu dibandingkan dengan proyeksi
penduduk hingga jangka waktu tertentu. Selanjutnya komposisi penduduk dikaitkan
dengan perhitungan kebutuhan akan kegiatan dan pelayanan kota tertentu. Perhitungan
yang dilakukan antara lain angka kelahiran, angka kematian, urbanisasi, re-urbanisasi,
kelompok (minoritas/mayoritas) yang kesemuanya dapat menentukan kebutuhan
perumahan, lapangan pekerjaan, pelayanan umum, dan masalah sosial ekonomi lainnya
di setiap sudut kota. Misalnya, banyaknya sekolah dasar dan menengah ditentukan oleh
besaran kelompok usia yang akan menggunakan fasilitas tersebut.

Keruangan: Adanya disparitas golongan masyarakat (kaya, menengah, dan miskin) yang
mendiami suatu ruang kota tertentu, sebagai contoh adanya apartemen yang tidak
terawat atau permukiman liar yang dihuni oleh penduduk yang tidak mampu,
berpenghasilan rendah, atau kelompok minoritas lainnya sehingga memunculkan
masalah social yang baru seperti meningkatnya kriminalitas. Misalnya kawasan Bronx
(New York), kawasan Dolly (Surabaya), kawasan bantaran sungai Ciliwung (Jakarta).

Gambar 10. Kawasan Bronx di New York (kiri) dan kawasan bantaran sungai Ciliwung di Jakarta (kanan) (sumber:
google)

- Kota ditinjau dari aspek ekonomi


Kota memiliki fungsi penyedia barang dan jasa untuk mendukung kehidupan
penduduknya dan untuk keberlangsungan kota itu sendiri. Ekonomi perkotaan dapat
ditinjau dari tiga bagian yaitu, ekonomi publik, ekonomi swasta dan ekonomi khusus.
Ekonomi publik meliputi pelaksanaan pemerintah kota seperti yang terlihat pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja departemen, distrik sekolah dan distrik khusus yang
ditetapkan untuk tujuan-tujuan tertentu. Ekonomi swasta meliputi berbagai kegiatan

10
yang diselenggarakan oleh swasta. Ekonomi khusus terdiri atas berbagai organisasi
nirlaba, sukarela, organisasi yang dibebaskan dari pajak yang kesemuanya
diselenggarakan bukan untuk mencari keuntungan.

b. Kawasan Perkotaan
Jika dibandingkan dengan kota, perkotaan (urban) mengandung arti yang lebih luas sebab
merupakan suatu wilayah geografis yang meliputi kota dan wilayah sekitarnya, tidak dilihat
berdasarkan batas administrasi melainkan berdasarkan sifat kekotaannya. Berdasarkan
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan perkotaan adalah
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. Lain halnya dengan kawasan
perdesaan, dimana merupakan kawasan yang memiliki kegiatan utama pertanian termasuk
pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Definisi kawasan perkotaan secara fungsional di atas yang mendasari perhitungan jumlah
penduduk perkotaan dengan basis data desa sebagai unit terkecil dalam penetapan desa
urban atau desa rural. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 1980, kriteria desa
urban antara lain:
1. Kepadatan Penduduk, suatu desa dengan kepadatan penduduk lebih besar dari 5.000
jiwa per-km2 didefinisikan sebagai kota.
2. Persentase rumah tangga pertanian, suatu desa dengan persentasi rumah tangga yang
berkecimpung di bidang pertanian kurang dari 25% didefinisikan sebagai kota.
3. Jumlah fasilitas, suatu desa yang memiliki 8 atau lebih jenis fasilitas yang ditetapkan
maka didefinisikan sebagai kota. Fasilitas tersebut terdiri 14 jenis yaitu kendaraan
umum bermotor, bioskop, SD, SMP, SMA, klinik, klinik bersalin, puskesmas, kantor pos,
bank, pasar tertutup, daerah pertokoan, asrama atau hotel, dan tempat penyewaan
alat Pesta.
Kriteria perangkingan didasarkan dari kombinasi ketiga kriteria di atas yang diberi skor 1-10
untuk setiap kriteria. Hasil penjumlahan ketiganya menentukan apakah wilayah tersebut
merupakan desa urban (>23), desa marginal (17-23) dan desa rural (<17).

Berdasarkan status, kawasan perkotaan di Indonesia dibedakan atas:


11
1. Kawasan perkotaan berstatus administratif Daerah Kota;
2. Kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari Daerah Kabupaten;
3. Kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan yang mengubah
kawasan perdesaan menjadi kawasan perkotaan;
4. Kawasan perkotaan yang terdiri dari dua atau lebih daerah yang berbatasan;

Berdasarkan PP No. 129 tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria
Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, diberikan kriteria untuk tiap jenis
kawasan perkotaan secara umum, yaitu:
1. Memiliki fungsi kegiatan utama budidaya bukan pertanian atau lebih dari 75 % mata
pencaharian penduduknya di luar sektor pertanian.
2. Memiliki jumlah penduduk sekurang-kurangnya 10K jiwa.
3. Memiliki kepadatan penduduk sekurang-kurangnya 50 jiwa/ha.
4. Memiliki fungsi sebagai pusat koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa dalam
bentuk penggantian sarana dan prasaranan pergantian moda transportasi.
Selanjutnya kriteria untuk kawasan perkotaan metropolitan, antara lain:
1. Kawasan-kawasan perkotaan yang terdapat di dua atau lebih daerah otonom yang
berbatasan.
2. Kawasan perkotaan yang terdiri atas satu kota inti berstatus otonom dan kawasan
perkotaan sekitarnya yang membentuk suatu sistem fungsional.
3. Kawasan perkotaan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan melebihi 1.000.0000
jiwa.
Berdasarkan jumlah penduduk, kota atau kawasan perkotaan diklasifikasikan ke dalam empat
katogori sebagai berikut:
1. Kawasan Perkotaan Kecil, dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 10.000 –
100.000 jiwa.
2. Kawasan Perkotaan Sedang, dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 100.000 –
500.000 jiwa.
3. Kawasan Perkotaan Besar, dengan jumlah penduduk yang dilayani sebesar 500.000 –
1.000.000 jiwa.
4. Kawasan Perkotaan Metropolitan, dengan penduduk yang dilayani lebih besar dari
1.000.000 jiwa.

12
Berkaitan dengan ukuran kawasan perkotaan yang berbeda-beda tersebut, perlu
dipahami juga mengenai kawasan perkotaan metropolitan. Metropolitan atau metropolis
berasal dari Bahasa Yunani Kuno yang berarti ibukota suatu negara; kota yang menjadi
pusat kegiatan tertentu baik pemerintahan maupun perekonomian, suatu kota besar yang
penting (Ditjen Cipta Karya, 1997). Larry S. Bourne dalam Pontoh dan Kustiawan (2009)
mendefinisikan istilah metropolitan yang dikategorikan dalam dua pertimbangan utama
yaitu “First, a city or cities of specified population to constitute the central city and to
define the county in which it is located as the central county; and second, economic and
social relationship with contigious counties whic are metropolitan in character, so that
periphery of the specific metropolitan are may be determined“

Istilah metropolitan berasal dari kata “metro” yang mengambil dari sistem light rail system
di wilayah perkotaan. Kebutuhan layanan transportasi tersebut merupakan akibat dari
pertumbuhan kota dengan sistem commuter penduduk perkotaan (dari kota dormitory ke
kota induknya).

Gambar 11. Tokyo metropolis (sumber: google)

Selain istilah metropolitan, ada pula istilah megapolitan yang sering digunakan dewasa ini.
Megapolitan adalah nama yang diberikan pada sistem kota yang bersifat kompleks,
merupakan kota besar dengan penduduk berjuta-juta yang terdiri dari banyak metropolis
(Ditjen Cipta Karya, 1997). Istilah lain dari megapolitan adalah megacity, yang dicirikan
dengan ukuran dan kepadatan yang tinggi, tekanan pelayanan lingkungan yang besar,
tingginya aliran lalu lintas dan kemacetan, luasnya kawasan kumuh, nilai tanah yang tinggi,
13
beragamnya instansi yang terlibat dalam proses pembangunan dan kapasitas
pengembangannya tinggi dan mempunyai besaran lebih dari 10.000.000 jiwa (The World
Bank, 2006).
Lang dan Dhavale dalam artikelnya yang berjudul Exploring America’s New Megapolitan
Geography pada tahun 2005 (Reksomarnoto, 2006) menerangkan bahwa suatu wilayah
dapat dikatakan megapolitan jika memenuhi syarat-syarat di bawah ini:
1. Wilayah yang merupakan gabungan dua atau lebih metropolitan atau mikropolitan
dengan total jumlah penduduk melebihi 10.000.000 jiwa;
2. Wilayah yang digabung tersebut bersebelahan;
3. Memiliki kesatuan budaya;
4. Berada di lingkungan fisik alam yang sama;
5. Infrastruktur terintegrasi antar wilayah yang ditandai dengan adanya lalu lintas barang
ekonomi dan jasa.

2.3 WILAYAH PERENCANAAN


Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan sifat-sifat tertentu
pada wilayah baik sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan secara
integral. Di dalam prakteknya, wilayah perencanaan umumnya didasarkan atas asumsi-asumsi
wilayah alamiah. Contohnya antara lain Kawasan Otoritas pengelolaan Daerah Aliran
Sungai/DAS (sistem ekologi), Cagar Alam (sistem ekologi), Cagar Budaya (sistem sosial),
Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu/KAPET (sistem ekonomi), Kawasan Sentra
Pertanian/KSP (sistem ekonomi), Kawasan Andalan (sistem ekonomi), dan lain sebagainya.
Konsep ini didasarkan pada suatu kenyataan bahwa wilayah berada dalam satu kesatuan
politis yang umumnya dipimpin dan dikelola oleh suatu sistem birokrasi atau sistem
kelembagaan dengan otonomi tertentu. Berkaitan dengan ini terdapat istilah wilayah
Administratif dimana merupakan wilayah yang dibatasi atas dasar kenyataan bahwa wilayah
tersebut berada dalam batas-batas pengelolaan Administrasi/Tatanan Politis tertentu.
Sebagai contoh: Negara, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Kelurahan (Desa).

Tabel 3. Hubungan antara berbagai konsep ruang/wilayah dengan tujuan/manfaat penggunaannya

Ruang/
No Tujuan dan manfaat penggunaan Contoh
wilayah

14
Ruang/
No Tujuan dan manfaat penggunaan Contoh
wilayah
1 Wilayah 1. Penyederhanaan dan 1. Deskripsi pola
Homogen pendeskripsian ruang/wilayah penggunaan/penutupan
2. Pewilayahan pengelolaan (zonasi lahan
kawsan fungsional) 2. Pewilayahan komotas
3. Identifikasi tipologi wilayah
2 Wilayah 1. Deskripsi hubungan nodalitas 1. Keterkaitan CBD dan
Nodal 2. Identifikasi daerah pelayanan/ daerah pelayanannya.
pengaruh 2. ”Growth Pole” area
3. Penyusunan hirarki pelayanan/ 3. Central place and
fasilitas periphery
4. Sistem/ordo kota/pusat
pelayanan
3 Wilayah 1. Pengelolaan sumberdaya wilayah 1. Pengelolaan DAS
Sistem berkelanjutan 2. Cagar alam
Ekologi 2. Identifikasi carrying capacity 3. Ekosistem Mangrove
kawasan
3. Siklus aliran sumberdaya, energi,
limbah, dan lain-lain
4. Wilayah 1. Pertumbuhan 1. Wilayah Pembangunan
Sistem 2. Produktifitas dan mobilisasi 2. Kawasan Andalan
Ekonomi sumberdaya 3. KAPET
3. Efisiensi 4. Kawasan Agropolitan
5. Kawasan cepat tumbuh
(pertumbuhan)
5 Wilayah 1. pewilayahan menurut sistem 1. Kawasan adat
Sistem Sosial budaya, etnik, bangsa, dan lain- 2. Perlindungan/ pelestarian
lain. (cagar) budaya
2. Identifikasi komunitas dan society 3. Pengelolaan kawasan
3. Optimalisasi Interaksi sosial publik kota (menghindari
4. Community Development tawuran)
5. Keberimbangan, pemerataan dan
keadilan
6. Distribusi penguasaan
sumberdaya
7. Pengelolaan konflik
7 Wilayah 1. Menjaga keutuhan/integrasi 1. Negara
Politik wilayah teritorial 2. Propinsi
2. Menjaga pengaruh / kekuasaan 3. Kabupaten
teritorial
8 Wilayah Optimasi fungsi-fungsi administrasi 1. Negara
Administratif dan pelayanan publik pemerintahan 2. Propinsi
3. Kabupaten

Perencanaan adalah proses berkelanjutan yang menyangkut pengambilan keputusan atau


pilihan mengenai cara memanfaatkan sumberdaya yang ada semaksimal mungkin guna
15
mencapai tujuan-tujuan tertentu di masa depan (Coyner & Hill, 1984). Produk atau keluaran
dari perencanaan sebagai suatu proses adalah rencana yang merupakan rumusan kegiatan
yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang. Rencana ini dapat berupa cetak biru yang
merepresentasikan tujuan yang ingin dicapai dan regulasi. Aktivitas perencanaan dilakukan
dalam berbagai lingkup, sector, skala spasial dan tingkat operasional. Menurut Conyer dan Hill
(1984) dalam Pontoh dan Kustiawan (2009) Jenis aktivitas perencanaan dibedakan
berdasarkan kriteria: (1) Sifat/tujuan perencanaan, (2) Lingkup aktivitas perencanaan yang
tercakup, (3) Hierarki/tingkat spasial dan (4) Hierarki operasional.

Berdasarkan pemahaman di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan kota dan daerah
merupakan penyiapan dan antisipasi kondisi kota pada masa yang akan datang, dengan titik
berat pada aspek spasial dan tata guna lahan, yang dimaksudkan untuk mewujudkan
peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dan daerah
dalam mencapai kesejahteraan.

3 SEJARAH PERKEMBANGAN WILAYAH & KOTA-KOTA DI DUNIA

3.1 ASPEK HISTORIS


Permukiman yang menjadi cikal bakal kota telah ada sejak ribuan tahun lalu. Menurut Lewis
Mumford (Pontoh dan Kustiawan, 2009), perkembangan permukiman yang kemudian disebut
kota merupakan perubahan dari gua menjadi perkampungan. Kebiasaan untuk berkumpul ke
gua-gua untuk penyelenggaraan upacara magis bersama-sama telah dimulai sebelum adanya
perkampungan permanen baru di jaman Neolitik. Seluruh masyarakat yang tinggal di gua-gua
dan dinding batu (yang dilubangi) telah bertahan hidup dalam daerah-daerah yang sangat
terpencar. Pola garis besar kota dapat ditemui di tempat-tempat berkumpul semacam itu.
Tempat-tempat tinggal bersama tersebut kemudian menjadi perkampungan. Perkampungan
ini merupakan hasil sampingan dari perkembangan pertanian di daerah-daerah yang
persediaan airnya cukup dan tanahnya yang subur. Banyak dari perkampungan awal ini
tumbuh di sekitar Laut Tengah dan sungai-sungai Nil, Eufrat dan Tigris.

Selanjutnya seiring dengan perkembangan, juga atas dasar sifat manusia (makhluk yang
berkelompok), mereka mencari teman dan menciptakan berbagai kegiatan serta hiburan
kelompok. Sehingga perkampungan menjadi sebuah tempat pemujaan bersama terhadap

16
Sang Pencipta, tempat pertemuan untuk berkumpul, dan tempat kegiatan perdagangan.
Dengan semakin padatnya lingkungan oleh penduduk, terjadilah proses pengkotaan.

3.2 PERIODE SEJARAH PERKEMBANGAN KOTA


Menurut Catenes (1988) dalam Pontoh dan Kustiawan (2009), pengetahuan dasar dan praktik
perencanaan kota di dunia barat telah menjadi evolusi yang panjang, mulai dari kota-kota
terencana paling tua di Mesir dan lembah Tigris-Eufrat, sampai ke kota-kota baru di Inggris
pada permulaan abad ke-12. Gambaran perkembangan dan perencanaan kota yang
menyertainya secara periodik adalah sebagai berikut.

1. Peradaban Mesir Kuno (Kota Babilonia)


Dimulai dari perkembangan kota di tepi sungai Eufrat dan Tigris. Kota berfungsi sebagai
Benteng Pertahanan dan Pusat Perdagangan (4000 - 3000 SM) karena pada jaman
tersebut telah memiliki alat-alat industri dan manufaktur (pertanian, pertambangan dan
kesenian) dengan jumlah penduduk 3000-5000 jiwa. Dikatakan terencana karena kota-
kota tersebut mempunyai ciri-ciri (1) pola jalan teratur, (2) Kuil/istana/taman gantung (di
tengah kota) menjadi pusat kota, (3) Berbentuk segi empat.

Gambar 12. Peta Kota Babilonia (sumber: google)

17
2. Peradaban Yunani (Kota Athena)
Peradaban Yunani dimulai pada abad 5 SM. Pada masa itu terjadi perubahan sistem
ketatanegaraan sehingga penduduk sering mengadakan pertemuan di kuil-kuil atau ruang
terbuka. Struktur jaringan jalan kota diarahkan sehingga berbentuk pola kota yang
geometris (gridiron). Pusat kota terdiri dari pusat perdagangan (Agorra) dan tempat
pertemuan, dengan jumlah penduduk 10.000 jiwa. Penduduk sudah mengenal budaya
yakni penduduk berekonomi tinggi tinggal di pinggiran kota dan mulai merencanakan
dasar-dasr fisik yang nantinya akan mempengaruhi kegiatan sosial ekonomi.

Gambar 13. Peta Kota Athena (sumber: google)

3. Peradaban Romawi (Kota Militer)

18
Pada awalnya peradaban ini bermula di Athena, kemudian pindah ke Roma yang
selanjutnya meluas sehingga kerajaan Romawi mulai beragresi. Dasar perencanaan kota
berupa fisikyang ditandai gridiron dan berbentuk persegi panjang. Pusat kota didominasi
pusat keagamaan dan pemerintahan. Sarana rekreasi dan kesehatan diutamakan dengan
adanya taman-taman umum dan pemandian umum (pemandian air panas hamper di
setiap permukiman atau rumah orang kaya). Terdapat tempat pertemuan yang
dinamakan atas setiap penguasa sehingga terkonsentrasi di pusat kota. Terjadi
kecemburuan social antara kelompok kaya dan miskin sebagai dampak social. Sehingga
penguasa membuat pertunjukkan gladiator secara gratis. Pada kota ini terdapat pula pola
aksis, dimana jaringan jalan dari atas ke bawah.

Gambar 14. Peta Kota Athena (sumber: google)

4. Abad Pertengahan (Renaisance)


Pada abad 15 ditemukan bahan peledak untuk perang. Hal ini mengakibatkan kota-kota
membuat benteng-benteng sebagai pelindung dari perang, yang terdiri dari benteng
dalam dan luar serta daerah yang berada di antaranya. Terjadi dukungan dari gereja dan
elit untuk mengembangkan seni dan kemanusiaan sehingga kota-kota mengikutinya.
Banyak pembangunan urban design yang didahulukan seperti pembangunan gereja,
monument dan lain sebagainya. Selain bangunan utama, dibangun pula taman-taman
umum sebagai citra kota, misalnya ruang terbuka atau taman di sekeliling gereja. Pada
masa ini mulai dipikirkan keindahan kota dengan bentuk fisik yang teratur. Oleh karena
19
lebih mementingkan kemegahan dan seni, banyak rakyat miskin yang tersingkir sehingga
terjadi kecemburuan sosial dan sering terjadi keributan.
Pada zaman Baraque, ditandai dengan ciri kota yang megah dengan tiga pola kota yaitu:
1. Kota-kota menjadi pusat pembangunan
2. Desain mengutamakan ruang terbuka (boulevard) dan jalan raya yang lebar
3. Terdapat rumah-rumah besar untuk kaum elite dan sebagai tempat ekspresi artis.

5. Revolusi Industri
Pada abad 18 ditemukan teknologi mesin uap yang berarti ada teknologi substitusi
manusia sehingga industri berkembang pesat di kota-kota dan terjadi urbanisasi dari
perdesaan karena ada tarikan lapangan pekerjaan. Tetapi hal ini tidak bisa diimbangi
dengan penyediaan fasilitas seperti rumah, transportasi, sekolah dan lain sebagainya.
Masalah transportasi menjadi prioritas dengan dibuat kanal, kereta api, dan lain-lain.
Terjadi konsentrasi industri di pusat kota, kepadatan di pusat kota menimbulkan banyak
masalah sehingga keluarga elite pindah ke pinggiran kota (suburbanisasi).

6. Gerakan Reformasi (Abad 20)


Di awal abad 20 terjadi geralan reformasi sebagai reaksi tumbuhnya kota-kota industri.
Inggris sebagai pelopor diberlakukannya Undang-undang kesehatan, peraturan
penggunaan tanah (zoning), tinggi bangunan dan lain-lain. Pemerintah membuat sarana
dan prasarana untuk mensejahterakan rakyat. Munculnya Garden City of Tommorow dari
Ebenizer Howard sebagai kota ideal untuk memerangi kepadatan kota industri dan
konsep back to nature. Kota ini subsisten dengan pusat kota dikelilingi taman (Garden
City) yang kemudian berkembang menjadi Neighbourhood Unit (Inggris). Komponen
Garden City antara lain:
1. Seluruh lahan dikuasai penguasa swasta tunggal (400 Ha)
2. Jumlah populasi bertambah bertahap (maksimal 3.000 jiwa)
3. Lahan pertanian yang mengitari kota minimal 5x lahan yang dikuasai pemilik dan
harus bervariasi

3.3 KOTA TRADISIONAL DAN KOTA MODERN


Kota tradisional adalah kota yang ditemukan dan tumbuh sebelum masa industrialisasi pada
abad ke-18. Kota ini memiliki karakteristik yang khas dan berbeda dari kota industri modern
saat ini, yakni konteks perkembangannya sesuai dengan budaya lokal dan terutama
20
dipengaruhi oleh faktor keamanan dan persatuan. Kedua faktor tersebut sangat menentukan
penataan kota lama. Walaupun kota-kota lama tradisional mengalami perubahan dalam
perkembangannya, namun perubahan tersebut biasanya dapat menyesuaikan dengan
susunan yang lama walaupun perbedaan antara susunan kota lama dan baru cukup jauh,
sehingga terkesan perkembangannya masing-masing. Terdapat tiga teori pokok mengenai
asal-usul kota tradisional serta proses perkembangannya (Zahnd, 1999):

 Pendekatan teknologi dalam kota (thesis on the developmental sequence that led to the
urban revolution oleh Gordon V. Childe). Teori ini berdasarkan suatu transisi dan
evolusi kehidupan perdesaan ke perkotaan karena revolusi pertanian dengan empat
factor yang mempengaruhi yaitu populasi yang makin bertambah, organisasi
masyarakat makin kompleks, lingkungan sebagai sumber produksi pertanian dan
teknologi yang meluas.
 Pendekatan ekonomi dalam kota (trade thesis oleh Jan Jacob). Dalam teori ini, faktor
perdagangan menjadi pemicu perubahan desa menjadi kota dengan lokasi dan
hubungan lingkungan menjadi faktor paling strategis dalam perubahan.
 Pendekatan ideologi dalam kota (religious-symbolic thesis oleh Lewis Mumford) 
Budaya yang diekspresikan secara religius simbolik menjadi factor utama yang
menyebabkan permukiman perdesaan menjadi perkotaan.

Sedangkan kota modern adalah kota-kota yang tidak dipengaruhi lagi oleh batasan tertentu
seperti pada kota tradisional, tetapi mempunyai ciri ketidakterbatasan komunikasi dan
pengaruh pada masyarakat secara individual, serta ketidakterbatasan mobilitas yang
mengarah pada perluasan dan kepadatan kawasan kota yang berkembang cepat. Dinamika
yang berlangsung dalam kota modern lebih rumit daripada yang ada pada kota tradisional
yang sudah kompleks, namun parameter yang diperhatikan dalam dinamika kota modern
lebih sedikit, akibatnya kota-kota modern mengalami dua kecenderungan yaitu reduksisme
dan individualism. Reduksisme sebagai strategi yang dengan sengaja menekankan
minimalisme dan fungsionalisme, artinya parameter untuk merancang dikurangi, karena
kompleksitas dianggap kurang sehat.

Berikut adalah perbedaan kota tradisional dan kota modern.

Tabel 4. perbedaan kota tradisional dan kota modern

Kota tradisional (praindustri) > rural Kota modern (industri) > urban

21
Ruang/Morfologi
Kota disusun dengan memusatkan Kota disusun dengan memusatkan institusi
bangunan-bangunan simbolis dan publik (misalnya: institusi perdagangan). Simbol:
serta tempat tertentu. Simbol: Istana, CBD, Skyscrapper, gedung pemerintahan dll.
gedung religi, benteng dll. Hubungan yang Hubungan dengan lingkungan yang jauh
erat dengan lingkungan yang dekat. lewat teknologi komunikasi dan lalu lintas.
Wilayah-wilayah dibatasi dengan kelompok
etnis tertentu
Ekonomi

Sistem tukar menukar atau sistem keuangan Sistem perdagangan luas dan kompleks.
yang sederhana. Kekayaan berdasarkan Kekayaan dihitung dengan kapital. Landasan
kepemilikan tanah atau barang. Landasan pada teknologi industri. Keterkaitan secara
pada teknologi pertanian lokal. Masyarakat regional, nasional dan internasional.
cenderung berfokus pada penyediaan Pembagian kerja berlangsung secara rumit
kebutuhan sendiri. Sistem pertukangan. dan spesifik.
Politik
Otoritas tradisonal. Tradisi-tradisi rohaniah. Otoritas legal/rasional. Tradisi-tradisi
Ahli-ahli tertentu (tokoh religi) memiliki sekuler. Jarak pengetahuan jauh antara para
monopoli pengetahuan walaupun ada ahli dengan orang biasa. Kekuasaan dikelola
landasan pengetahuan yang disebarkan oleh para kapitalis, teknokrat dan birokrat.
secara luas. Ancaman hukuman secara Ancaman hukuman secara institusional.
informal. Hukum bersifat represif. Kontrak Hukum bersifat restitusi. Kontrak secara
secara informal. Kekuasan pada elit formal. Penghargaan lebih berdasarkan pada
religi/politik. Pentingnya hubungang dengan hasil usaha dibandingkan hubungan dengan
penguasa. Latar belakang keluarga penting penguasa. Latar belakang keluarga
dipandang sekunder
Sosio-budaya
Penekanaqn pada hubungan dalam keluarga Penekanan pada indivdu sebagai unit.
besar (saudara, tetangga, teman) Rasa Peranan terpisah-pisah. Mobilitas sosial
kebersamaan. Komunikasi tatap muka. (hubungan secara funsional). Komunikasi
Kohesi etnis. Budaya homogen. Kepercayaan massal. Budaya heterogen. Keterasingan.
ritual. Status diberikan Status dicapai oleh diri sendiri.

REFERENSI

Branch, M. C. 1995. Perencanaan Kota Komprehensif, Pengantar dan Penjelasan. Terjemahan


Wibisana. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Ditjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum. 1997. Kamus Tata Ruang.
Isard, W. 1975. Introduction to Regional Science. Prentice Hall, Inc. Englewood cliffs, New
Jersey.
Murty, S. 2000. Regional Disparities: Need and Measure for Balanced Development. In Sukha,
Al.Ed., Regional Planning and Suistainable Development.
22
Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan Pembentukan Dan
Kriteria Pemekaran, Penghapusan Dan Penggabungan Daerah.
Pontoh, N. K dan Kustiawan I. 2009. Pengantar Perencanaan Perkotaan. Penerbit ITB
Bandung.
Reksomarnoto, Moerdiman. 2006. Megapolitan Jabodetabekjur. Jakarta: Pustaka Cerdasindo.

The World Bank. 2006. East Asia’s Changing Urban Landscape: Measuring a Decade of Spatial
Growth. International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank.
Washington DC.
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Zahnd, Markus. 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu: Teori Perancangan Kota dan
Penerapannya. Penerbit Kanisius & Soegijapranata Press, Yogyakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai