Daniel Hosea Dicky - UTS MANAGEMEN GEREJA ALKITABIAH
Daniel Hosea Dicky - UTS MANAGEMEN GEREJA ALKITABIAH
● Planning
Bisa dibilang planning (perencanaan) adalah skema atau blueprint yang didalamnya
terdiri dari program-program yang akan dilaksanakan dengan berbagai penanggung
jawab beserta metode-metode yang akan digunakan untuk mengolah material dan yang
berkaitan demi mencapai tujuan besar. Perencanaan yang dibuat tidak boleh keluar dari
jalur tujuan, artinya setiap unsur yang dimasukkan ke dalam perencanaan harus bersifat
menata secara konstruktif atau beresensi untuk terwujudnya tujuan yang ditargetkan.
● Organizing
Menurut saya, yang paling menjadi inti mengapa terjadinya pengorganisasian adalah
demi keterjelasan positioning (posisi) dari masing-masing individu. Unsur penempatan
yang diberikan adalah tugas, tanggung-jawab, dan wewenang kepada masing-masing
individu. Dengan demikian, setiap individu memahami posisi dan perannya dalam proses
manajemen, mengingat dalam meraih tujuan besar diperlukan banyak hal kecil untuk
diwujudkan atau dinyatakan terlebih dahulu, dimana nantinya kinerja yang kecil tersebut
membantu daya sokong atau daya realisasi mengenai tujuan yang akan dicapai. Secara
sederhana organizing adalah suatu usaha mengatur segala sumber daya dalam lingkup
manajemen, dalam suatu organisasi.
● Actuating
Sesuai dengan arti dari kata tersebut (actuating) = “menggerakkan” maka kata tersebut
jika dipahami dalam lingkup manajemen adalah upaya untuk menyatukan visi dan misi
setiap individu yang terlibat dalam lingkup manajemen sesuai dengan nilai-nilai
kelompok tersebut agar terjadi saling penerimaan antar satu sama lain guna menjadi
bahan bakar agar gerakan kinerja yang dilakukan bersinergi. Sederhananya, sebuah usaha
untuk mewujudkan kerjasama pada setiap individu. Tanpa adanya “penekanan” ini, suatu
organisasi akan mengalami kemandekan dalam perkembangannya, hal ini dikarenakan
terjadinya sifat individualis dalam pekerjaan maka tujuan besar bersama dalam satu
organisasi diabaikan. Maka tindakan actuating sangat diperlukan dalam suatu proses
manajemen.
● Controlling
Dari segi fungsi, controlling (mengendalikan/mengawasi) merupakan sebuah usaha untuk
mengamati setiap perkembangan yang terjadi dalam proses manajemen. Tindakan
mengawasi yang dimaksudkan adalah memperhatikan setiap kemajuan dengan
memberikan feedback maupun evaluasi serta word-reward kepada para pemroses/pekerja
dan memberikan perbaikan dengan cara evaluasi-konstruktif serta wejangan secara
signifikan kepada penyimpangan atas proses manajemen yang telah ditetapkan. Seorang
Pengawas yang melakukan controlling harus memiliki respon yang cepat agar penangan
yang diberikan kepada suatu kondisi dapat terealisasi secara sigap pula.
Lewat setiap pertemuan perkuliahan, saya mendengarkan dan berusaha memahami setiap materi
yang diberikan oleh dosen. Dari usaha mengajar, diskusi, dan materi yang telah diberikan
membawa pemahaman saya kepada pengertian manajemen sekuler & manajemen gereja. Yang
dimana kedua hal tersebut tidak berbeda secara unsur praktis tetapi yang membedakan adalah
landasan dan motivasi mengapa manajemen dilakukan di dalamnya (organisasi dan gereja).
Manajemen sekuler atau manajemen pada umumnya memiliki aim atau target kepada hal-hal
yang lahiriah dan pride yang fana. Mungkin, terkesan berlebihan, tetapi memang itulah yang
akan terjadi kalau mau dibandingkan dengan aim atau target yang dimiliki oleh manajemen
sebuah gereja yang Alkitabiah.
Karena penekanannya adalah target maka pembahasan akan lebih dicondongkan ke hal ini
(target). Manajemen sekuler umumnya menargetkan tujuan dan pencapaian besarnya kepada
omzet yang besar atau sang pemegang saham terbesar di dunia ekonomi dan semacamnya
(karena inilah mimpi besar setiap usaha ada di dunia) sederhananya menjadi kaya. Selain materi,
tentu yang dikejar sebuah perusahaan adalah pengakuan, penghargaan, kehormatan dari
lembaga-lembaga yang mengatur perekonomian nasional maupun internasional. Jika lebih
dirapikan lagi apa yang saya maksudkan, manajemen sekuler menargetkan atau menghasilkan
hal-hal yang lahiriah atau sesuatu yang dunia ini dapat berikan lewat usaha dan kerja keras, tentu
hal atau “sesuatu” yang dimaksudkan adalah yang sudah dijelaskan sebelumnya. Apakah
semuanya itu salah jika terwujud? Tentu saja tidak, tetapi jika pun hal itu terwujud, apakah bisa
dipastikan semuanya itu membahagiakan secara sempurna? Apa yang ingin dimaksudkan akan
semakin jelas ketika kita melihat manajemen dalam sebuah gereja yang Alkitabiah.
Gereja adalah himpunan atau sekumpulan orang percaya yang dibina oleh sang gembala/pendeta.
Gereja menjadi tempat bagi orang percaya mendapatkan pedoman demi mengatur kehidupannya
yang sesuai dengan Tuhan kehendaki, pastinya. Berdasarkan keanggotaan, di dalam gereja ada
jemaat, majelis, diaken, seterusnya, dan pendeta yang menempati “hierarki” tertinggi.1 tidak
menjadi naif, Gereja ada di dalam dunia, dimana ilmu pengetahuan dikelola dan menjadi alat
bagi manusia di dunia ini pula. Maka kalau ada gereja yang menerapkan ilmu manajemen dalam
pengelolaannya harus dipastikan landasan melakukan hal tersebut harus untuk Tuhan
(Alkitabiah). Katakanlah demikian, maka dapat dipastikan, setiap tindak-tanduk mengatur
(dalam hal manajemen) isi gereja memiliki satu episentrum tujuan besar yaitu membawa jemaat
ke surga (diselamatkan). Setiap program dan aturan tata gereja yang dibuat oleh “sang gembala”
harus berusaha membawa sang “domba-domba” kepada “padang rumput yang hijau”. Tentu yang
menjadi indikator dari jemaat yang memiliki kualitas yang terbaik (dimata Tuhan) bukan hanya
terindikasi dari pencapaian lahiriah yang dimiliki, tetapi kepada kualitas yang menunjukkan
kelayakan untuk masuk ke dalam kerajaan surga, yaitu hidup dalam kesucian. (Lih.1 Ptr
1:15-16); (Yoh. 3:5); (Mat. 5:8)
1
Hierarki yang dimaksudkan tidak mengandung unsur tirani. Pendeta harus dihormati dimana gelarnya diakui sebagai “mereka”
yang menyambung lidah Tuhan agar para jemaat bisa didewasakan oleh setiap Firman yang keluar dari mulut pendeta.
Maka dari pemaparan diatas dapat dimengerti, bahwa kedua hal tersebut tidak saling
bertentangan tetapi yang satu melengkapi yang lain. Hanya bedanya kedua hal tersebut
ditunjukkan lewat perbedaan aim atau tujuan besarnya, bila diterapkan di wadah yang berbeda.
Memang yang ingin digapai adalah sama-sama keberhasilan, tetapi keberhasilan yang diincar
berbeda dimensi, Sekuler mengincar keberhasilan dalam hal lahiriah, gereja (melakukan ilmu
manajemen) mengincar keberhasilan dalam hal lahiriah dan yang paling terutama adalah batiniah
seseorang.
2
Artahsasta II (/ˌɑːrtəˈzɜːrksiːz/ (bahasa Persia Kuno: 𐎠𐎼𐎫𐎧𐏁𐏂𐎠, artinya "yang pemerintahannya melalui kebenaran")
adalah Raja Diraja (Kaisar) Iran dari Dinasti Akhemeniyah, berkuasa pada tahun 404–358 SM.
Pengangkatannya sebagai Bupati Yehuda, mengindikasikan bahwa ia memiliki karunia
kepemimpinan yang mumpuni. Jabatannya terus naik karena telah setia dan cakap
melakukan tugasnya dengan baik pada saat ia mengurus minuman raja. Ia tetap naik dan
bukan turun. Terkait dengan strategi, Nehemia membangun hubungan yang baik dengan
raja. Ia mempertahankan integritas sehingga ia tidak memanfaatkan dan memanipulasi
hubungan. Mengalir apa adanya. Tatkala ia melakukan perjalanan menuju Yerusalem, ia
memperlengkapi dirinya dengan surat-surat legal sebagai jembatan untuk berkomunikasi
dengan pemimpin lain; sebagai jembatan untuk mendapatkan dukungan/perlindungan;
dan sebagai jembatan untuk mendapatkan bahan baku pembangunan, dan sebagainya.
Selain membangun hubungan yang baik dengan raja juga Nehemia membangun
hubungan harmonis dengan seluruh umat–masyarakat. Ia sangat sadar bahwa tanpa
dukungan masyarakat/bawahan, proyek besar tidak akan berjalan baik. Ia membangun
semangat optimisme yang tinggi sehingga masyarakat memberi dukungan penuh. Hal ini
terlihat ketika Nehemia berbagi visi kepada seluruh umat di Yerusalem (Pasal 2:17) lalu
seluruh umat berkomitmen dengan menyatakan, “Kami siap untuk membangun” (ayat
18). Semangat juang dan optimisme yang tinggi yang dikobarkan oleh pemimpin yang
diurapi akan memberikan dampak yang luar biasa bagi pencapaian visi.
Yesus memilih murid-murid-Nya (Matius 10 ayat 2-4) “Inilah nama kedua belas rasul itu:
Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak
Zebedeus, dan Yohanes saudaranya, Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius
pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas
Iskariot yang mengkhianati Dia.” selain seleksi, Yesus melakukan dan membentuk
asosiasi, hal ini konkret pada setiap perjalanan pelayanan dimana Yesus selalu
memberikan nasehat dan wejangan Firman Tuhan kepada murid-murid-Nya.
(Matius 22:37-39, Matius 28:19, Lukas 6:38, Matius 6:19-21) jika dipahami ternyata cara
Yesus mengasosiasikan dirinya dengan murid-murid-Nya dimulai dari setiap pengajaran
dan percakapan yang Ia perkatakan dan pastinya dilakukan. Hal ini selain guna
mempersatukan visi dan misi serta pemikiran tetapi memberikan arah atau tujuan, bahwa
hal seperti apakah yang Yesus inginkan dalam asosiasi tersebut, kita sebut sebagai
konsentrasi serta supervisinya dalam konteks memperbaiki maksud dari sebuah
keselamatan.
Asosiasi dan konsentrasi yang dimaksudkan dapat semakin jelas ketika Yesus melakukan
perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya. Matius 26:26-28: "Dan ketika mereka
sedang, makan,Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya lalu
memberikan kepada murid-muridNya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah
tubuhKu." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya
kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini, sebab inilah
darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan
dosa." Tindakan pemberian roti dan anggur kepada murid-muridnya merupakan langkah
Yesus yang disimbolisasikan memuat sifat asosiasi serta dalam pemaknaannya memuat
akhir dari maksud dan tujuan kedatangan Yesus di dunia ini, hal yang paling
dikonsentrasikan dalam Injil. hal delegasi dapat dilihat dari bagaimana Yesus
memberikan perintah, Amanat Agung yang harus dikerjakan selanjutnya oleh para
murid-murid-Nya (Matius 28:19) yang tujuan sifatnya adalah global dan universal. Tentu
disaat berbicara mengenai sesuatu yang sifatnya luas, banyak atau menyeluruh, sesuatu
yang sifatnya tidak akan pernah habis atau terus diperlukan sebuah makna kebutuhan
maka solusi yang harus dilakukan adalah reproduksi. Reproduksi Kekristenan lahir dari
supervisi, Visi dan Misi yang Yesus berikan kepada kita. Semua terkemas dalam amanat
agung Tuhan Yesus Kristus. Secara mendetail pelayanan yang harus dilakukan oleh para
orang percaya bersifat continous dan mencoba untuk melahirkan insan yang siap
menyelenggarakan continuous tersebut lagi. Hal ini dapat kita lihat oleh Bapa-Bapa
Gereja, atau kedua belas rasul, yang melahirkan banyak wadah untuk Kekristenan bisa
terus eksis dan melanjutkan tujuan adanya Kekristenan itu sampai kepada zaman
postmodern hari ini. Jadi manajemen yang Yesus lakukan berguna mengatur,
mempersiapkan, dan memproduksi orang percaya guna memperlancarkan proyek besar
Allah yang diwakili oleh Yesus atas dunia.