Anda di halaman 1dari 8

Managemen Gereja Alkitabiah

Mr. Yosua Padama, S.Th., M.Pd.


[ULANGAN TENGAH SEMESTER]
Daniel Hosea Dicky - Prodi Teologi - Semester 2 - 2201003

PLANNING, ORGANIZING, ACTUACTING, CONTROLLING

● Planning
Bisa dibilang planning (perencanaan) adalah skema atau blueprint yang didalamnya
terdiri dari program-program yang akan dilaksanakan dengan berbagai penanggung
jawab beserta metode-metode yang akan digunakan untuk mengolah material dan yang
berkaitan demi mencapai tujuan besar. Perencanaan yang dibuat tidak boleh keluar dari
jalur tujuan, artinya setiap unsur yang dimasukkan ke dalam perencanaan harus bersifat
menata secara konstruktif atau beresensi untuk terwujudnya tujuan yang ditargetkan.

● Organizing
Menurut saya, yang paling menjadi inti mengapa terjadinya pengorganisasian adalah
demi keterjelasan positioning (posisi) dari masing-masing individu. Unsur penempatan
yang diberikan adalah tugas, tanggung-jawab, dan wewenang kepada masing-masing
individu. Dengan demikian, setiap individu memahami posisi dan perannya dalam proses
manajemen, mengingat dalam meraih tujuan besar diperlukan banyak hal kecil untuk
diwujudkan atau dinyatakan terlebih dahulu, dimana nantinya kinerja yang kecil tersebut
membantu daya sokong atau daya realisasi mengenai tujuan yang akan dicapai. Secara
sederhana organizing adalah suatu usaha mengatur segala sumber daya dalam lingkup
manajemen, dalam suatu organisasi.

● Actuating
Sesuai dengan arti dari kata tersebut (actuating) = “menggerakkan” maka kata tersebut
jika dipahami dalam lingkup manajemen adalah upaya untuk menyatukan visi dan misi
setiap individu yang terlibat dalam lingkup manajemen sesuai dengan nilai-nilai
kelompok tersebut agar terjadi saling penerimaan antar satu sama lain guna menjadi
bahan bakar agar gerakan kinerja yang dilakukan bersinergi. Sederhananya, sebuah usaha
untuk mewujudkan kerjasama pada setiap individu. Tanpa adanya “penekanan” ini, suatu
organisasi akan mengalami kemandekan dalam perkembangannya, hal ini dikarenakan
terjadinya sifat individualis dalam pekerjaan maka tujuan besar bersama dalam satu
organisasi diabaikan. Maka tindakan actuating sangat diperlukan dalam suatu proses
manajemen.

● Controlling
Dari segi fungsi, controlling (mengendalikan/mengawasi) merupakan sebuah usaha untuk
mengamati setiap perkembangan yang terjadi dalam proses manajemen. Tindakan
mengawasi yang dimaksudkan adalah memperhatikan setiap kemajuan dengan
memberikan feedback maupun evaluasi serta word-reward kepada para pemroses/pekerja
dan memberikan perbaikan dengan cara evaluasi-konstruktif serta wejangan secara
signifikan kepada penyimpangan atas proses manajemen yang telah ditetapkan. Seorang
Pengawas yang melakukan controlling harus memiliki respon yang cepat agar penangan
yang diberikan kepada suatu kondisi dapat terealisasi secara sigap pula.

MANAJEMEN SEKULER & MANAJEMEN GEREJA

Lewat setiap pertemuan perkuliahan, saya mendengarkan dan berusaha memahami setiap materi
yang diberikan oleh dosen. Dari usaha mengajar, diskusi, dan materi yang telah diberikan
membawa pemahaman saya kepada pengertian manajemen sekuler & manajemen gereja. Yang
dimana kedua hal tersebut tidak berbeda secara unsur praktis tetapi yang membedakan adalah
landasan dan motivasi mengapa manajemen dilakukan di dalamnya (organisasi dan gereja).

Manajemen sekuler atau manajemen pada umumnya memiliki aim atau target kepada hal-hal
yang lahiriah dan pride yang fana. Mungkin, terkesan berlebihan, tetapi memang itulah yang
akan terjadi kalau mau dibandingkan dengan aim atau target yang dimiliki oleh manajemen
sebuah gereja yang Alkitabiah.
Karena penekanannya adalah target maka pembahasan akan lebih dicondongkan ke hal ini
(target). Manajemen sekuler umumnya menargetkan tujuan dan pencapaian besarnya kepada
omzet yang besar atau sang pemegang saham terbesar di dunia ekonomi dan semacamnya
(karena inilah mimpi besar setiap usaha ada di dunia) sederhananya menjadi kaya. Selain materi,
tentu yang dikejar sebuah perusahaan adalah pengakuan, penghargaan, kehormatan dari
lembaga-lembaga yang mengatur perekonomian nasional maupun internasional. Jika lebih
dirapikan lagi apa yang saya maksudkan, manajemen sekuler menargetkan atau menghasilkan
hal-hal yang lahiriah atau sesuatu yang dunia ini dapat berikan lewat usaha dan kerja keras, tentu
hal atau “sesuatu” yang dimaksudkan adalah yang sudah dijelaskan sebelumnya. Apakah
semuanya itu salah jika terwujud? Tentu saja tidak, tetapi jika pun hal itu terwujud, apakah bisa
dipastikan semuanya itu membahagiakan secara sempurna? Apa yang ingin dimaksudkan akan
semakin jelas ketika kita melihat manajemen dalam sebuah gereja yang Alkitabiah.

Gereja adalah himpunan atau sekumpulan orang percaya yang dibina oleh sang gembala/pendeta.
Gereja menjadi tempat bagi orang percaya mendapatkan pedoman demi mengatur kehidupannya
yang sesuai dengan Tuhan kehendaki, pastinya. Berdasarkan keanggotaan, di dalam gereja ada
jemaat, majelis, diaken, seterusnya, dan pendeta yang menempati “hierarki” tertinggi.1 tidak
menjadi naif, Gereja ada di dalam dunia, dimana ilmu pengetahuan dikelola dan menjadi alat
bagi manusia di dunia ini pula. Maka kalau ada gereja yang menerapkan ilmu manajemen dalam
pengelolaannya harus dipastikan landasan melakukan hal tersebut harus untuk Tuhan
(Alkitabiah). Katakanlah demikian, maka dapat dipastikan, setiap tindak-tanduk mengatur
(dalam hal manajemen) isi gereja memiliki satu episentrum tujuan besar yaitu membawa jemaat
ke surga (diselamatkan). Setiap program dan aturan tata gereja yang dibuat oleh “sang gembala”
harus berusaha membawa sang “domba-domba” kepada “padang rumput yang hijau”. Tentu yang
menjadi indikator dari jemaat yang memiliki kualitas yang terbaik (dimata Tuhan) bukan hanya
terindikasi dari pencapaian lahiriah yang dimiliki, tetapi kepada kualitas yang menunjukkan
kelayakan untuk masuk ke dalam kerajaan surga, yaitu hidup dalam kesucian. (Lih.1 Ptr
1:15-16); (Yoh. 3:5); (Mat. 5:8)

1
Hierarki yang dimaksudkan tidak mengandung unsur tirani. Pendeta harus dihormati dimana gelarnya diakui sebagai “mereka”
yang menyambung lidah Tuhan agar para jemaat bisa didewasakan oleh setiap Firman yang keluar dari mulut pendeta.
Maka dari pemaparan diatas dapat dimengerti, bahwa kedua hal tersebut tidak saling
bertentangan tetapi yang satu melengkapi yang lain. Hanya bedanya kedua hal tersebut
ditunjukkan lewat perbedaan aim atau tujuan besarnya, bila diterapkan di wadah yang berbeda.
Memang yang ingin digapai adalah sama-sama keberhasilan, tetapi keberhasilan yang diincar
berbeda dimensi, Sekuler mengincar keberhasilan dalam hal lahiriah, gereja (melakukan ilmu
manajemen) mengincar keberhasilan dalam hal lahiriah dan yang paling terutama adalah batiniah
seseorang.

LANDASAN FIRMAN ALLAH ATAS MANAJEMEN PENGELOLAAN GEREJA

1. MANAJEMEN PANGAN YUSUF (KEJ. 41-42)


Pengelolaan pangan yang dilakukan oleh Yusuf terjadi disaat fenomena kelaparan yang
melanda seluruh dunia terutama di daerah timur tengah dan sekitarnya. Yusuf yang
menjadi orang terbesar di Mesir, yang dimana posisi tersebut ia dapati dari hasil
menafsirkan apa yang menjadi mimpi kecemasan bagi sang Firaun. Dilihat dari keadaan,
fenomena kelaparan itu terjadi demi mengangkat Yusuf yang dimana bukan untuk
teraktualisasi dan menjadi kesempatan membalas kejahatan saudara-saudaranya tetapi
(Dalam Alkitab) Allah mengizinkan semuanya itu terjadi demi melancarkan apa yang
telah Allah janjikan kepada Abraham, yaitu terus menghidupkan dan mendukung garis
keturunan (Abraham) agar sampai kepada Tanah Kanaan (Lih. Kej. 45:8-11). Pengelolaan
yang dilakukan oleh Yusuf jika diistilahkan adalah saving and investment. Saving
(menyimpang; menabung) ditunjukkan disaat Yusuf menyimpan setiap hasil pangan
mesir selama tujuh tahun dan akan dijadikan sebagai alat investasi dana bagi kerajaan
Mesir. Dimana disaat kelaparan nantinya, mereka yang memiliki uang akan menyerahkan
sebesar apapun demi kebutuhan paling terdesak dan utama yaitu pangan. Disini Yusuf
melihat “kesempatan dalam kesempitan” secara adil dan cerdik. Tentu adil, disaat dunia
tidak menghasilkan sesuatu lagi (pangan) dimana hanya Mesir saja yang mempunyai
dalam lumbung mereka, maka sebuah keadilan, bila menukarkan sesuatu untuk yang lain,
singkatnya terjadi transaksi. Dengan demikian nilai yang bisa dipetik adalah perencanaan
dan controlling yang dilakukan oleh Yusuf semata mata bukan karena kehebatannya
tetapi pertolongan Allah lewat mimpi yang Yusuf interpretasikan dari Raja Firaun.
2. KEPEMIMPINAN MUSA ATAS BANGSA ISRAEL (KEL. 18:1-27)
Musa adalah orang terdidik, melihat dimana ia dibesarkan, di pangkuan Putri Firaun.
Dimana Mesir (dalam konteks waktu zaman tersebut) adalah kota termaju diprakarsai
oleh pendahulunya Kota Mesopotamia. Maka dari kualitas Man perlu diperhatikan dalam
manajemen guna memimpin didalamnya, sangat menentukan dan krusial. Setiap
pengaturan, program, perencanaan yang akan dibuat bernilai tinggi sesuai dengan man
yang ada didalamnya (dalam konteks ini pemimpin). Maka pemimpin adalah mereka
yang sudah melalui berbagai tahap pembelajaran hidup dan ilmu pengetahuan. Walaupun
tak sampai masuk kepada negeri Kanaan, dan mati dalam perjalanan, Musa dalam
kepemimpinannya atas bangsa Israel berhasil mendelegasikannya ke Yosua. Walaupun
ditengah prosesnya ada hambatan oleh bangsa itu sendiri, tetapi Musa tidak goyah dan
tetap melakukan usaha actuating kepada bangsa Israel supaya mencapai negeri Kanaan
dan tidak mendapat murka Allah.

3. NEHEMIA MEMBANGUN TEMBOK ISRAEL (NEH. 1-13)


Nehemia memiliki kemampuan manajemen sumber daya manusia yang terlihat dalam
seluruh kegiatan yang dilakukannya sejak awal. Hal ini dibuktikan dengan kemampuan
menggerakkan seluruh umat untuk bersama-sama membangun. Pernyataan umat yang
tersurat di dalam pasal 1 memberi sinyal kuat tentang kemampuan Nehemia
memanajemeni sumber daya yang ada dan tersedia. Ketika Nehemia telah berada di
Yerusalem seperti dilaporkan pada pasal 2, ia bangun pada malam hari bersama-sama
dengan beberapa orang saja. Tidak banyak. Namun, pada pasal 2 ayat 17
menyemangatkan orang Yahudi, para imam, pemuka agama, penguasa, dan para petugas
lainnya agar membangun tembok Yerusalem karena ada kemalangan yang sedang terjadi
dan sedang dialami. Dalam pasal 3 memperlihatkan para peserta dalam pembangunan
dengan melibatkan imam besar dan para imam lainnya. Tidak hanya itu, pelibatan raja
Artahsasta2 pun dalam mega proyek tersebut terlihat dengan jelas. Kemampuan
kepemimpinan Nehemia telah teruji dan dicatat dalam sejarah. Ia tidak hanya cakap
memimpin dalam skala kecil tetapi juga ia cakap memimpin dalam skala besar.

2
Artahsasta II (/ˌɑːrtəˈzɜːrksiːz/ (bahasa Persia Kuno: 𐎠𐎼𐎫𐎧𐏁𐏂𐎠, artinya "yang pemerintahannya melalui kebenaran")
adalah Raja Diraja (Kaisar) Iran dari Dinasti Akhemeniyah, berkuasa pada tahun 404–358 SM.
Pengangkatannya sebagai Bupati Yehuda, mengindikasikan bahwa ia memiliki karunia
kepemimpinan yang mumpuni. Jabatannya terus naik karena telah setia dan cakap
melakukan tugasnya dengan baik pada saat ia mengurus minuman raja. Ia tetap naik dan
bukan turun. Terkait dengan strategi, Nehemia membangun hubungan yang baik dengan
raja. Ia mempertahankan integritas sehingga ia tidak memanfaatkan dan memanipulasi
hubungan. Mengalir apa adanya. Tatkala ia melakukan perjalanan menuju Yerusalem, ia
memperlengkapi dirinya dengan surat-surat legal sebagai jembatan untuk berkomunikasi
dengan pemimpin lain; sebagai jembatan untuk mendapatkan dukungan/perlindungan;
dan sebagai jembatan untuk mendapatkan bahan baku pembangunan, dan sebagainya.
Selain membangun hubungan yang baik dengan raja juga Nehemia membangun
hubungan harmonis dengan seluruh umat–masyarakat. Ia sangat sadar bahwa tanpa
dukungan masyarakat/bawahan, proyek besar tidak akan berjalan baik. Ia membangun
semangat optimisme yang tinggi sehingga masyarakat memberi dukungan penuh. Hal ini
terlihat ketika Nehemia berbagi visi kepada seluruh umat di Yerusalem (Pasal 2:17) lalu
seluruh umat berkomitmen dengan menyatakan, “Kami siap untuk membangun” (ayat
18). Semangat juang dan optimisme yang tinggi yang dikobarkan oleh pemimpin yang
diurapi akan memberikan dampak yang luar biasa bagi pencapaian visi.

4. YESUS MEMILIH PARA MURID (LUKAS 6:13)


Ilmu manajemen yang didapati oleh Pribadi Yesus Kristus dapat kita lihat bagaimana
Yesus memilih, membina, dan mengutus murid-murid-Nya untuk terjun dalam
aktivitas pelayanan. Dia melakukan seleksi, asosiasi dan konsentrasi, dan sampai
kepada delegasi, supervisi, dan reproduksi.

Yesus memilih murid-murid-Nya (Matius 10 ayat 2-4) “Inilah nama kedua belas rasul itu:
Pertama Simon yang disebut Petrus dan Andreas saudaranya, dan Yakobus anak
Zebedeus, dan Yohanes saudaranya, Filipus dan Bartolomeus, Tomas dan Matius
pemungut cukai, Yakobus anak Alfeus, dan Tadeus, Simon orang Zelot dan Yudas
Iskariot yang mengkhianati Dia.” selain seleksi, Yesus melakukan dan membentuk
asosiasi, hal ini konkret pada setiap perjalanan pelayanan dimana Yesus selalu
memberikan nasehat dan wejangan Firman Tuhan kepada murid-murid-Nya.
(Matius 22:37-39, Matius 28:19, Lukas 6:38, Matius 6:19-21) jika dipahami ternyata cara
Yesus mengasosiasikan dirinya dengan murid-murid-Nya dimulai dari setiap pengajaran
dan percakapan yang Ia perkatakan dan pastinya dilakukan. Hal ini selain guna
mempersatukan visi dan misi serta pemikiran tetapi memberikan arah atau tujuan, bahwa
hal seperti apakah yang Yesus inginkan dalam asosiasi tersebut, kita sebut sebagai
konsentrasi serta supervisinya dalam konteks memperbaiki maksud dari sebuah
keselamatan.

Asosiasi dan konsentrasi yang dimaksudkan dapat semakin jelas ketika Yesus melakukan
perjamuan terakhir dengan murid-murid-Nya. Matius 26:26-28: "Dan ketika mereka
sedang, makan,Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkannya lalu
memberikan kepada murid-muridNya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah
tubuhKu." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya
kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini, sebab inilah
darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan
dosa." Tindakan pemberian roti dan anggur kepada murid-muridnya merupakan langkah
Yesus yang disimbolisasikan memuat sifat asosiasi serta dalam pemaknaannya memuat
akhir dari maksud dan tujuan kedatangan Yesus di dunia ini, hal yang paling
dikonsentrasikan dalam Injil. hal delegasi dapat dilihat dari bagaimana Yesus
memberikan perintah, Amanat Agung yang harus dikerjakan selanjutnya oleh para
murid-murid-Nya (Matius 28:19) yang tujuan sifatnya adalah global dan universal. Tentu
disaat berbicara mengenai sesuatu yang sifatnya luas, banyak atau menyeluruh, sesuatu
yang sifatnya tidak akan pernah habis atau terus diperlukan sebuah makna kebutuhan
maka solusi yang harus dilakukan adalah reproduksi. Reproduksi Kekristenan lahir dari
supervisi, Visi dan Misi yang Yesus berikan kepada kita. Semua terkemas dalam amanat
agung Tuhan Yesus Kristus. Secara mendetail pelayanan yang harus dilakukan oleh para
orang percaya bersifat continous dan mencoba untuk melahirkan insan yang siap
menyelenggarakan continuous tersebut lagi. Hal ini dapat kita lihat oleh Bapa-Bapa
Gereja, atau kedua belas rasul, yang melahirkan banyak wadah untuk Kekristenan bisa
terus eksis dan melanjutkan tujuan adanya Kekristenan itu sampai kepada zaman
postmodern hari ini. Jadi manajemen yang Yesus lakukan berguna mengatur,
mempersiapkan, dan memproduksi orang percaya guna memperlancarkan proyek besar
Allah yang diwakili oleh Yesus atas dunia.

5. ORGANISASI PELAYANAN OLEH PARA RASUL (KIS. 6:1-7)


Kita tahu bahwa Para Rasul adalah cikal bakal lahirnya gereja-gereja masa kini.
Kepemimpinan para Rasul mencerminkan kepemimpinan hamba yang rendah hati, penuh
kewibawaan karena otoritas Allah melalui kuasa Roh Kudus yang menyertai para Rasul.
Karakter para Rasul yang menyerupai gambaran Kristus yang serupa dengan sikap, dan
tindakan-Nya. Dilihat dari pengorganisasian pelayanan yang dilakukan oleh Para Rasul
sangat luar biasa. Jika kita memahami dari kacamata perjalanan Rasul Paulus, kita akan
mendapati bahwa interaksi antar sesama pelayanan Hamba Tuhan dijembatani dengan
surat-menyurat yang dimana hal ini dipandang sudah tidak lagi relevan sebagai alat
komunikasi di masa kini. Dalam keterbatasan surat-menyurat, yang mengherankan (bagi
saya) kemajuan Injil tidak terhambat, malah bertumbuh secara signifikan. Bahkan tidak
jarang, para rasul yang sudah terpisah baik karena konflik maupun pendelegasian tugas
dimana setiap jemaat berada akan bertemu kembali lewat setiap peristiwa hidup, dimana
peristiwa hidup yang dimaksudkan adalah peristiwa yang didalamnya termuat untuk
melakukan pelayanan penginjilan. Maka saya menyimpulkan pengorganisasian yang Para
Rasul lakukan adalah Hikmat dari Tuhan serta usaha mereka mengatur segala sesuatu
demi menyebarnya kebenaran Injil di seluruh daratan.

Anda mungkin juga menyukai