Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SEMANTIK
“ Makna Leksikal”
Dosen Pengampu : Dr. Oky Fardian Gafari, M.Hum.

Oleh :

Kelompok 8

1. Citra Kirana Putri (2213510017)

2. Intan May Suri (2213510004)

3. Mega Lela Haloho (2213510001)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas khadirat Allah SWT. karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dalam mata kuliah Semantik. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi salah satu tugas.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin belumlah
sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat
dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Demikian tugas ini penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
penulis sendiri. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, 26 April 2023

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan...........................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................................3
A. Hakikat Makna................................................................................................................3
B. Jenis Makna.....................................................................................................................4
C. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Makna..............................................................4
D. Perubahan Makna dari Bahasa Daerah ke Bahasa Indonesia..........................................5
E. Perubahan makna akibat perubahan lingkungan.............................................................5
F. Perubahan makna akibat tanggapan indra.......................................................................5
G. Perubahan makna akibat gabungan leksem atau kata.....................................................6
H. Perubahan makna akibat tanggapan pemakai bahasa......................................................6
I. Perubahan makna akibat asosiasis..................................................................................6
J. Perubahan makna akibat perubahan bentuk....................................................................7
BAB III......................................................................................................................................8
PENUTUP.................................................................................................................................8
A. Simpulan.........................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Studi gramatika katagori kata adalah hal yang tidak pernah lepas dari pembicaraan.
Dapat dikatakan bahwa hampir tidak ada buku tata bahasa, baik yang tradisional
maupun yang bukan, yang tidak membicarakan masalah kategori. Begitu penting,
ruwet, dan kompleksnya persoalan kategori makna leksikal, sehingga tidak selesai-
selesai dibicarakan orang dan tidak pernah ada kesepakatan di antara para ahli.

Secara umum kategori gramatikal yang banyak diikuti, membagi kata menjadi
dua kelompok besar, yaitu (1) kelompok yang disebut kata penuh (full word) dan (2)
kelompok yang disebut partikel atau kata tugas (function word) ke dalam kelompok
pertama termasuk kata dari kelas verbal, nominal, ajektival, dan adverbial; dan juga
dalam kelompok kedua termasuk kata-kata yang disebut preposisi, konjungsi, dan
interjeksi. Dalam bahasa Indonesia ada sejumlah morfem dasar yang belum
berkategori baik gramatikal maupun semantikal, misalnya morfem acu, juang, henti,
kibar, kitar dan remang.
Secara gramatikal morfem-morfem tersebut tidak dapat muncul dalam satuan-satuan
sintaksis tanpa bergabung dulu dengan morfem-morfem tertentu, baik afiks maupun
morfem dasar lainnya. Secara semantik morfem-morfem itu pun dianggap tidak
bermakna. Sehingga dalam kamus Poerwadarminta (1982) maupun Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1988) morfemorfem tersebut memang didaftar sebagai lema (entri)
tetapi tidak bermakna yang diberi makna adalah bentuk derivasinya.
Pembahasan berikut akan dideskripsikan leksikal bahasa indonesia berdasarkan
kategori semantiknya dengan menyebutkan ciri-ciri makna (komponen makna) yang
menonjol dari setiap kelompok leksem, tetapi dengan tetap bertumpu pada kategori
gramatikalnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dapat


dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1
1. Apa sajakah bagian kategori leksikal?
2. Deskripsikan leksikal bahasa berdasarkan katagori leksikal dari setiap
kelompok leksem?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk lebih memahami tujuan utama makna leksikal.


2. Untuk mengetahui apa saja jenis makna leksikal
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan makna
leksikal.

D. Manfaat Penulisan

Makalah ini dibuat guna memberikan informasi kepada kita semua untuk
dapat memahami ilmu semantik tentang aspek perubahan makananya. Selain itu, juga
sebagai salah satu literatur untuk mampu terdepan dalam pengembangan bahasa
indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kategori Makna Leksikal


2.1.1 Kategori Nominal
Kata-kata atau leksem-leksem nominal dalam bahasa Indonesia secara semantik
mengandung ciri makna [+Benda ( B)]; dan oleh karena itu leksem-leksem nominal
secara struktural akan selalu dapat didahului oleh preposisi di atau pada. Berdasarkan
analisis semantik lebih lanjut leksem-leksem nominal ini dapat dikelompokkkan atas
tipe-tipe:
Ø Tipe I
Tipe I berciri makna utama [+Benda, + Orang (O)]. Tipe satu ini terbagi atas enam
subtipe I yang masing-masing berbeda pada ciri makna ketiga. Keenam suptipe I ini
adalah:

Tipe I
Tipe I berciri makna utama [+Benda, + Orang (O)]. Tipe satu ini terbagi atas enam
subtipe I yang masing-masing berbeda pada ciri makna ketiga. Keenam suptipe I ini
adalah:
1. Subtipe Ia
Berciri makna [+Benda, +Orang, + Nama Diri (ND)]. Contohnya, Anita, Sari, Vinda,
dan Marsya. Selain berciri makna +B, +O, dan +ND, leksem nominal dari subtipe ini
juga mengandung komponen makna [+bernyawa (NY), +konkret (K), dan tidak
terhitung (-H)]. Jadi, secara keseluruhan leksem nominal dari subtipe Ia ini
mengandung ciri makna [+B, +O, +ND, +NY, +K, -H].
2. Subtipe Ib
Berciri makna [+B, +O, + nama perkerabatan (NK)]. Contohnya ibu, bapak, kakak,
dan adik. Selain itu, leksem nominal dari subtipe Ib ini juga mengandung ciri makna
[+NY, +K, dan +H}. Jadi, secara keseluruhan leksem nominal dari subtipe Ib ini
mengandung cciri makna [+B, +O, +NK, +Ny, +K, +H].
3. Subtipe Ic
Berciri makna [+B, +O, +Nama Pengganti(NP). Contoh dia, saya, kamu, dan mereka.
Selain itu, leksem nominal dari subtipe Ic ini mengandung pula makna [+Ny, +K, dan

3
–H]. Jadi, secara keseluruhan mengandung makna antara dia misalnya dengan
mereka. Dia memiliki makna [+Tunggal (T)], sedangkan mereka memiliki makna [-
Tunggal ]. Perbedaan ciri makna antara dia dan mereka dapat dilihat sebagai berikut:

Dia mereka
+B +B
+O +O
+NP +NP
+Ny +Ny
+K +K
-H -H
+T -T

4. Subtipe Id

Berciri makna [+B, +O, +Nama Jabatan(NJ)]. Contohnya, guru, lurah, camat, dan gubernur.
Selain itu, leksem nominal dari subtipe Id ini mengandung pula makna [+Ny, +K, dan +H].
Jadi, leksem nominal ini secara keseluruhan mengandunng makna [+B, +O, +Ny, +K, dan
+H].

5. Subtipe Ie

Berciri makna [+B, +O, dan Nama Gelar (NG)]. Contohnya: insinyur, doktor, raden, dan
sarjana hukum (SH), selain itu, leksem-leksem nominal dari subtipe Ie ini jaga memiliki ciri
makna[+Ny, +K, dan +H]. Jadi, leksem nominal ini secara keseluruhan mengandung makna
[+B, +O, +NG, +Ny, +K, dan +H]

6. Subtipe If

Berciri makna [+B, +O, dan + Nama Pangkat (Npa)].

Contoh: sersan, obsir, letnan, dan kolonel. Selain itu leksem-leksem nominal dari suptipe If
ini memiliki pula ciri makna [+Ny, +K, dan +H]. Jadi leksem nominal ini secara keseluruhan
mengandung makna [+B, +O, +NPa, +Ny, +K, dan +H].

Ciri makna [+H] yang ada pada leksem subtipe Ib, Ie, dan If; dan tidak ada pada leksem
subtipe Id dan Ic menyebabkan leksem yang memiliki ciri itu dapat diberi keterangan
numeral seorang, sedangkan yang tidak memiliki ciri itu tidak dapat diberi keterangan
numeral seorang.

4
Bandingkan:

a. Seorang Fatimah - seorang adik

b. Seorang Hasan - seorang camat

c. Seorang kamu - seorang doktor

d. Seorang dia - seorang letnan

Tipe II

Berciri makna utama [+B dan institusi (I)]. Contoh : pemerintah, DPR, SMA, dan Pelni.
Selain itu leksem-leksem nominal tipe II ini juga memiliki ciri makna [+Orang metaforis
(Om), +K, +H]. Jadi secara keseluruhan leksem-leksem nominal ini berciri makna [+B, +I,
+Om, +K, dan +H].

Ciri makna [+Om menyebabkan leksem nominal tipe II ini dapat menduduki fungsi
gramatikal seperti leksem tipe I.

Tipe III

Berciri makna utama [+B, +Binatag (Bi)]. Contoh: tongkol, kucing, gelatik, harimau, dan
onta. Selain itu leksem-leksem nominal tipe III ini memiliki pula ciri makna [+Ny, +K, dan
+H]. Dengan demikian secara keseluruhan leksem-leksem nominal tipe III ini berciri makna
[+B, +Bi, +Ny, +K, dan +H].

Tipe IV

Berciri utama [+B dan +Tumbuhan (T)]. Leksem nominal tipe IV ini terdiri atas 3 subtipe,
yaitu:

1. Subtipe Iva

Berciri makna utama [+B, +T], misalnya rumput, perdu, ilalang, dan keladi. Selain itu
leksem-leksem nominal Iva memiliki pula ciri makna [+B, +Pohon (Po)]. Contoh: durian,
nangka, ketapang, mahoni,dan kelapa. Selain itu, leksem-leksem nominal

2. Subtipe IVb

5
Memiliki makna [+Hi, +H, dan K]. Jadi, secara keseluruhan leksem nominal subtipe IVb ini
memiliki ciri makna [+B, +Po, +Hi, +H, dan K].

3. Subtipe IVc

Berciri makna utama [+B, +Tanaman (Ta)]. Misalnya padi, bayam, ketela, ubi, dan kubis.
Selain itu leksem-leksem nominal subtipe IVc ini memiliki ciri makna [+Hi, +H, dan +K].
Jadi secara keseluruhan leksem-leksem ini mengandung makna [+B, +Ta, +Hi, +H, dan +K].
Perbedaan makna dalm ciri [+T], [Po], dan [+Ta] adalah bahwa [+T] mengandung segala
sesuatu yang tumbuh; sedangkan [+Po] habnya yang berbatang keras, dan [+Ta] adalah
sebagai usaha suatu yang ditanam.

Tipe V

Berciri makna utama [+B, Buah-buahan (Bb)]. Misalnya mangga, rambutan, pisang
dan nanas. Selain itu tipe ini juga memiliki makna [+H, +K, dan –Hi]. Jadi secara
keseluruhan tipe ini memiliki makna [+B, +Bb, +H, +K, dan –Hi]

Tipe VI

Berciri makna utama [+B, +Bunga-bungaan (Bbu)]. Misalnya mawar, melati,


kamboja, kembang sepatu, dan kenanga. Selain itu leksem ini juga berciri makna [+H, +K,
dan -Hi]. Jadi secara keseluruhan tipe ini memiliki ciri makna [+B, +Bbu, +H, +K, dan –Hi].

Tipe VII

Berciri makna utama [+B, +Peralatan (Al). Tipe ini terbagi atas sembilan subtipe,
yaitu:

1. Suptipe VII a, berciri makna utama [+B, +Al, dan +Masak (Ms). Contohnya panci,
kompor dan kuali. Selain itu subtipe ini juga memiliki makna [+K, +H, dan –Hi]. Dengan
demikian secara keseluruhan ciri makna subtipe ini adalah [+B, +Al, +Ma, +K, +H, dan –Hi].

2. Subtipe VII b, berciri makna utama [+B, +Al, dan +Makan ( Mk). Contohnya
piring, garpu, sendok dan gelas. Selain itu subtipe in juga memiliki ciri makna [+K, +H, dan
+Hi]. Secara keseluruhan subtipe ini memiliki ciri makna [+B, +Al, +Mk, +K, +H, dan +Hi].

3. Subtipe VII c, berciri makna utama [+B, +Al, dan +Pertukangan (Tk)].

Contohnya palu, gergaji dan pahat. Selain itu sub tipe ini juga berciri makna utama [+K, +H,
dan –Hi]. Secara keseluruhan subtipe ini memili ciri makna [+B, +Al, +Mk, +K, +H, dan –
Hi].

6
4. Subtipe VII d, mengandung ciri makna utama [+B, +Al, dan +Perbengkelan (Bkl)].
Contohnya kunci, bubut dan tang. Selain itu subtipe ini juga bermakna utama [+K, +H, dan –
Hi]. Secara keseluruhan subtipe ini berciri makna [+B, +Al, +Bkl, +K, +H, dan –Hi].

5. Subtipe VII e, berciri makna utama [+B, +Al, +Pertanian (Tn)]. Contohnya cangkul,
sabit, dan garu. Selain itu subtipe ini juga berciri makna [+K, +H, dan –Hi]. Secara
keseluruhan subtipe ini berciri makna [+B, +Al, +Tn, +K, +H, dan –Hi].

6. Subtipe VII f, berciri makna utama [+B, +Al, dan + Perikanan (Ik)].

Selain itu subtipe ini juga berciri makna [+K, +H, dan –Hi]. Secara keseluruhan subtipe ini
berciri makna [+B, +Al, +Ik, +K, +H dan –Hi].

7. Subtipe VII g, berciri makna utama [+B, +Al, dan +Rumah tangga (Rt) ].
Contohnya lemari, meja dan kursi. Selain itu subtipe ini juga berciri makna [+K, +H, -Hi].
Secara keseluruhan subtipe ini berciri makna [+B, +Al, +Rt, +K, +H, dan –Hi].

8. Subtipe VII h, berciri makna utama [+B, +Al, dan +Tulis menulis (Tm)]. Contohnya
buku, pensil, penggaris, dan pena. Selain itu subtipe ini juga berciri makna [+K, +H, dan –
Hi]. Secara keseluruhan subtipe ini berciri makna [+B, +Al, +Rt, +K, +H, dan –Hi].

9. Subtipe VII i, berciri makna utama [+B, +Al, dan +Olahraga (Or)]. Contohnya
raket, bola, net dan stik. Selain itu subtipe ini juga berciri makna [+K, +H, dan –Hi]. Secra
keseluruhan subtipe ini berciri makna [+B, +Al, +Or, +K, +H, dan –Hi].

Tipe VIII

Tipe ini mengandung ciri makna utama [+B, +Makanan-minuman (Mm)]. Contohnya
nasi, teh manis, susu, bakso, dan roti. Selain iti tipe ini juga berciri makna [+K, -H, dan –Hi].
Secara keseluruhan tipe ini berciri makna [+B, +Mm, +K, -H, dan –Hi].

Tipe IX

Tipe ini mengandung ciri makna utama [+B, +Geogrefi (Ge)]. Contohnya sungai, gunung
dan laut. Selain itu tipe ini juga berciri makna [+K, +H, -Hi]. Secara keseluruhan tipe ini
berciri makna [+B, +Ge, +K, +H, dan –Hi].

Tipe X

Tipe ini berciri makna utama [+B, +Bahan baku (Bb). Contoh pasir, semen, batu dan
kayu. Selain itu tipe ini juga berciri makna [+K, dan –H]. Secara keseluruhan tipe ini berciri
makna [+B, +Bb, +K, dan –Hi].

2.1.2 Kategori Verbal

7
Leksem-leksem verbal dalam bahasa Indonesia secara semantik ditandai dengan mengajukan
tiga macam pertanyaan terhadap subjek tempat “verba” menjadi predikat klausanya. Ketiga
pertanyaan itu adalah (1) apa yang dilakukan subjek dalam klausa tersebut, (2) apa yang
terjadi terhadap subjek dalam klausa tersebut, dan (3) bagaimana keadaan subjek dalam
klausa tersebut.

Berdasarkan analisis semantik, sejalan dengan Tampubolon (1979, 1988 a, 1988 b dalam
Chaer), kategori verbal dapat dibedakan menjadi dua belas tipe. Keduabelas tipe itu adalah
sebagai berikut:

Ø Tipe I

Tipe ini adalah verba yang secara semantik menyatakan tindakan, perbuatan, atau aksi.
Pelaku verba ini adalah sebuah maujud berupa sebuah nomina yang berciri makna
[+bernyawa]; dan tindakan sebagai penggerak tindakan yang disebutkan oleh verba tersebut.

Secara semantik, verba tipe I ini sebenarnya dapat dibedakan lagi menjadi verba tindakan
yang (1) pelakunya adalah manusia, (2) pelakunya adalah manusia dan bukan manusia, dan
(3) pelakunya bukan manusia. Contohnya adalah leksem baca dan tulis adalah tindakan yang
termasuk kelompok manusia; makan dan minum adalah verba tindakan yang termasuk
kelompok pelakunya manusia dan bukan manusia; sedangkan pagut dan patuk adalah verba
tindakan yang pelakunya bukan manusia.

Ø Tipe II

Adalah verba yang menyatakan tindakan dan pengalaman. Pada verba ini pelakuya adalah
sebuah maujud berupa nomina berciri makna [+bernyawa] dan bertindak sebagai penggerak
tindakan yang disebut oleh verba tersebut sekaligus dapat pula sebagai maujud yang
mengalami (secara kognitif, emosional, atau sensasional) tindakan yang dinyatakan oleh
verba tersebut. Contoh:

- Dia menaksir harga mobil bekas itu

- Beliau menjawab pertanyaan para wartawan.

Dia pada kalimat pertama adalah maujud yang melakukan tindakan itu dan sekaligus
mengalaminya. Begitu juga denga pada kalimat kedua.

Yang melakukan tindakan dan yang mengalaminya tidak harus selalu berupa maujud yang
sama. Namun bisa juga atau lazimnya adalah berupa dua maujud yang berbeda. Contoh:

- Pak lurah tanya persoalan itu kepada kami.

Dalam kalimat tersebut pak lurah adalah pelaku utama; sedangkan yang mengalami adalah
kami.

Tipe III

8
Tipe ini adalah verba yang menyatakan tidakan dan pemilikan (benafaktif). Pelaku verba ini
adalah maujud berup nomina berciri makna [+bernyawa] dan bertindak sebagai penggerak
tindakan yag disebutkan oleh verba tersebut; sedangkan pemilik (bisa juga ketidakpemilikian)
juga berupa nomina berciri makna [+bernyawa].

Contoh:

- Dika beli mobil dari Pak Fuad.

- Pemerintah bantu para petani.

Dari kedua kalimat tersebut Dika dan Pemerintah adalah pelaku; sedangkan Pak Fuad dan
para petani adalah pemiliknya. Kadang pemilik tidak direalisasikan dalam suatu kalimat.
Contoh:

- Dika beli mobil baru.

Ø Tipe IV

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan tindakan dan lokasi (tempat). Pelaku tindakan
berupa nomina berciri makna [+bernyawa] yang dapat mengalami tindakan itu sendiri
maupun tidak. Lokasinya berupa frase preposisional.

Contoh:

- Nita pergi ke pasar.

- Beliau baru tiba dari dari Yogyakarta.

Ø Tipe V

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan proses. Subjek dalam kalimat ini berupa nomina
umum yang mengalami proses perubahan keadaan atau kondisi. Contoh:

- Daun tembakau itu layu.

- Kaca jendela itu pecah.

Ada tiga persoalan mengenai verba tipe V ini (dan juga verba proses lainnya, tipe VI, tipe
VIII). Ketiga persoalan itu adalah:

(1) Proses perubahan yang terjadi pada suatu maujud dapat berlangsung dalam waktu
singkat dapat juga dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, ada verba proses yang
dapat diberi keterangan “sedang” seperti “sedang pecah”.

9
(2) Sebenarnya suatu proses atau perubahan bukan hanya terjadi pada verba proses saa
tetapi juga pada verba tindakan, sebab sesungguhnya suatu tindakan akan menyababkan
terjadinya proses.

(3) Sering kita sukar untuk membedakan verba proses dengan verba keadaan (verba tipe IX,
X, XI, dan XII). Misalnya pada verba layu. Diuji daengan pertanyaan “apa yang terjadi pada
subjek?” maka jawabannya subjek itu layu. Jadi, jelas layu di situ adalah proses. Tetapi kalau
diuji denga pertanyaan “bagaimana keadaan subjek?” maka jawabannya adalah subjek itu
layu dan menjadi verba keadaan.

Tipe VI

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan proses-pengalaman.

Contoh:

- Rupanya kau sudah bosan padaku.

- Ibu cemas akan keselamata anank-anak itu.

Pada kedua kalimat itu bosan dan cemas adalah proses pengalaman sedangkan kau dan ibu
adalah maujud yang mengalami prose situ.

Ø Tipe VII

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan proses benefaktif subjek dalam kalimat yang
menggunaan verba tipe VII ini berupa nomina yang mengalami suatu proses atau kejadian
memperoleh atau kehilangan (kerugian).

Contoh:

- PSSI menang 2-0 atas Singapura.

- Dia kalah 2 juta rupiah.

Menang dan kalah adalah verba proses benefaktif; sedangkan PSSI dan dia adalah maujud
yang mengalami peristiwa yang dinyatakan oleh verba tersebut.

Ø Tipe VIII

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan proses-lokatif. Subjek dalam tipe ini berupa
nomina yang mengalami suatu proses perubahan tempat (lokasi).

Contoh:

10
- Pesawat itu baru tiba dari Surabaya

- Matahari terbit di ufuk timur

Leksem tiba dan terbit pada kalimat adalah verba proses-lokatif; sedangkan leksem pesawat
dan matahari adalah maujud yang mengalami proses perubahan lokasi itu.

Ø Tipe IX

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan keadaan. Subjek kalimat dalam tipe ini berupa
nomina umum yang berada dalam keadaan atau kondisi yang dinyatakan oleh verba tersebut.

Contoh:

- Wajah mereka selalu cerah.

- Sawah-sawah di situ mulai kering.

Cerah dan kering pada kalimat di atas adalah verba keadaan; sedangkan leksem wajah
mereka dan sawah-sawah adalah maujud yang berada dalam keadaan itu.

Ø Tipe X

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan keadaan pengalaman. Subjek dalam kalimat yang
menggunakan tipe ini adalah sebuah nomina yang berada dalam keadaan kognisi, emosi, atau
sensasi.

Contoh:

- Dia memang takut kepada orang itu.

- Kami tahu hidup di kota memang sukar.

Takut dan tahu pada kalimat di atas adalah verba keadaan pengalaman. Pada kallimat
pertama, subjek Dia yang mengalami keadaan yang disebutkan oleh predikat takut, pada
kalimat kedua kami adalah subjek yangmengalami keadaan tahu itu.

Ø Tipe XI

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan keadaan benafaktif subjek dalam kalimat yang
menggunakan tipe XI ini adalah sebuah nomina yang menyatakan memiliki, memperoleh,
atau kehilangan sesuatu.

Contoh:

- Ia sudah punya istri.

- Dia ada uang lima juta.

Punya dan ada pada kalimat di atas adalah verba keadaan benefaktif. Sedangkan ia dan dia
adalah subjek yang berada dalam keadaan memiliki. Menurut Tampubolon (1979) verba

11
dasar yang menyatakan keadaan keadaan benefaktif hanya kedua kata itu saja. Tetapi yang
bukan verba dasar cukup banyak seperti berhasil, kehilangan, beruntung, berwarna, memiliki,
dan bertubuh.

Ø Tipe XII

Tipe ini merupakan verba yang menyatakan keadaan-lokatif. Subjek pada kalimat yang
mengunakan verba ini adalah nomina yang berada dalam satu tempat atau lokasi.

Contoh:

- Petani itu diam di gubuk itu.

- Pak Menteri hadir di sana.

Diam dan hadir adalah verba yang menyatakan keadaan lokatif. Sedangkan petani itu dan Pak
Menteri adalah subjek yang berada di tempat yang disebutkan pada unsure keterangan.

Verba dasar Tipe XII ini memang jarang, tetapi verba yang bukan dasar cukup banyak seperti
mengalir, berganti, berserakan, bermimpi, dan menanjak.

2.1.3 Kategori Adjektival

Leksem-leksem adjektival dalam bahasa Indonesia secara semantik adalah leksem yang
menerangkan keadaan suatu nomina atau menyifati nomina itu. Secara semantik akjetival
dapat dibagi menjadi delapan tipe.

1. Tipe I adalah leksem ajektif yang menyatakan sikap, tabiat, atau perilaku batin
manusia yang termasuk di dalamnya yang dipersonifikasikannya.

Misalnya: marah, galak, baik, sopan, berani, takut dan jahat.

2. Tipe II adalah leksem ajektif yang menyatakan keadaan bentuk.

Misalnya: bundar, bulat, lengkung, bengkok, lurus, dan miring

3. Tipe III adalah leksem ajektif yang menyatakan ukuran.

Misalnya: panjang, pendek, tinggi, gemuk, kurus, lebar, luas, ringan,dan berat.

4. Tipe IV adalah leksem yang menyatakan waktu dan usia.

Misalnya: lama, baru, muda, tua.

5. Tipe V adalah leksem ajektif yang menyatakan warna.

Misalnya: merah, kuning, biru, hijau, ungun, cokelat dan lembayung.

6. Tipe VI adalah leksem ajektif yang menyatakan jarak

12
Misalnya: jauh, dekat, sedang.

7. Tipe VII adalah leksem ajektif yang menyatakan kuasa tenaga.

Misalnya: kuat, lemah, segar, lesu dan tegar.

8. Tipe VIII adalah leksem ajektif yang menyatakan kesan atau penilaian indra.

Misalnya: sedap, lezat, manis, pahit, cantik, tampan, cemerlang, harum, bau, wangi, kasar,
halus dan licin.

Perbedaan yang hakiki antara verba-keadaan dengan ajektifal adalah terletak pada fungsinya
dalam suatu kontruksi. Pada kontruksi predikat leksem-leksem tersebut cenderung berciri
verba sedangkan pada kontruksi atributif berciri ajektiva. Misalnya kontruksi meja batu dan
meja itu baru. Pada kontruksi meja baru, leksem baru adalah ajektiva sedangkan pada meja
itu baru adalah verba, sebab meja baru adalah kontruksi atributif sedangkan meja itu baru
adalah kontruksi predikatif.

2.1.4 Kategori Pendamping

Kategori pendamping adalah leksem-leksem tetentu yang mendampingi nomina, verba,


ajektif, dan juga klausa untuk memberikan keterangan tertentu yang bukan menyatakan
keadaan atau sifat.

Ø Pendamping Nomina
Leksem-leksem pendamping nomina, antara lain, menyatakan:
1) Pengingkaran
Leksem ini hanya satu yaitu kata bukan yang ditempatkan di muka nomina tersebut.
Misalnya bukan buku, bukan ayam, bukan guru, dan bukan agama.
2) Kuantitas atau jumlah
Jumlah leksem untuk menyatakan kuantitas banyak antara lain:
- Beberapa
- Semua
- Seluruh
- Sejumlah
- Banyak

13
Semua pendamping yang menyatakan kuantitas di atas ditempatkan di muka
nominanya dan yang lain adalah sebagian, separuh, dan sementara.
3) Pembatasan
Leksemnya adalah hanya dan saja. Leksem hanya ditempatkan di muka nomina,
sedangkan leksem saja di belakang nomina. Misalnya hanya air putih, hanya dia,
hanya sopir, kopi saja, siapa saja, dan mereka saja.
4) Tempat berada.
Leksem yang digunakan adalah di dan pada. Misalnya di kelas, di pasar, di Bogor,
pada dinding, pada ayah, dan pada tahun. Pendamping di dan pada seringkali secara
bebas dapat dipertukarkan seperti di tahun atau pada tahun, di ayah atau pada ayah,
tetapi di Bogor tidak dapat menjadi pada Bogor. Perbedaanya adalah menyatakan
lokasi yang sebenarnya, sedangkan pada untuk lokasi yang tidak sebenarnya. Bogor
adalah lokasi yang sebenarnya. Jadi, dapat dengan pembanding di tetapi tidak dapat
dengan pendamping pada. Sebaliknya agama tidak dapat di agama tetapi dapat pada
agama.
5) Tempat Asal
Leksem yang digunakan adalah dari. Misalnya dari Jepang, dari rumah, dan dari
pasar. Selain menyatakan asal tempat, pendamping dari dapat juga menyatakan asal
bahan seperti dari gula, dari semen, dan dari tanah liat; juga dapat menyatakan asal
waktu seperti dari pagi, dari kemarin, dan dari hari senin.
6) Tempat tujuan atau arah sasaran.
Leksem yang digunakan adalah ke dan kepada. Misalnya ke pasar, ke Bogor, ke
sekolah; kepada ayah, kepada polisi, kepada agama.
Pendamping ke lazim untuk menyatakan tempat yang sebenarnya sedangkan kepada
untuk menyatakan tempat yang tidak sebenarnya.
7) Hal atau perkara
Leksem yang digunakan adalah tentang, mengenai, perihal, dan masalah. Pendamping
ini lazim digunakan di depan nomina yag berada dalam suatu klausa intransitif.
Misalnya:
- Berdiskusi mengenai nilai-nilai sastra.
- Berbicara tentang kenakalan remaja.
- Berdebat mengenai pancasila.
8) Alat

14
Leksem yang digunakan adalah kata dengan, misalnya (menulis) dengan pensil,
(memotong) dengan pisau, dan (mengikat) dengan tali. Tapi perlu dicatat,
pendamping dengan selain menyatakan “alat” dapat juga digunakan untuk
menyatakan kebersamaan seperti (pergi) dengan kakak, (berjalan) dengan adik dan
(bermain) dengan teman-temannya.
8) Pelaku
Leksem yang digunakan adalah kata oleh yang ditempatkan di muka nomina.
Misalnya oleh anak buahnya, dan oleh ayahnya.
9) Batas tempat dan batas waktu
Leksem yang digunakan adalah kata, sampai dan hingga yang ditempatkan di muka
nomina atau nomina waktu. Misalnya, sampai Jakarta, sampai pasar, sampai pagi,
sampai pukul dua,; hingga sore, hingga larut malam, dan hingga tengah hari.

Pendamping Verba
Leksem-leksem pendamping verba, antara lain, menyatakan:
1) Pengingkaran. Leksem yang digunakan adalah kata tidak dan bukan yang
ditempatkan di muka verba itu. Misalnya tidak mandi, tidak datang, tidak pulang,
tidak menangis, dan tidak berhasil.
Leksem bukan hanya digunakan di muka verba dalam suatu klausa yang dikontraskan
dengan klausa lainnya. Misalnya :
- Dia bukan menangis karena sedih melainkan karena gembira.
- Kami bukan membantah perintah Bapak, hanya meminta waktu untuk
mengerjakannya.
2) Berbagai aspek. Antara lain aspek selesai (perpektif) dengan leksem sudah,
telah,dan pernah, aspek belum selesai (imperfek) dengan leksem masih dan lagi;
aspek baru mulai (inkoatif) dengan leksem mulai. Contoh pemakaian.
- Mereka sudah makan.
- Ibu pernah makan daging rusa.
- Dia masih duduk di SD.
3) Berbagai modalitas. Antara lain leksem belum,sedang, akan, boleh, dapat, harus,
wajib, mesti, dan jangan.
- Susi sedang makan
- Dia akan datang
- Kita mesti mendengar kata guru

15
4) Kuantitas. Leksem yang diguakan, antara lain; sering, seringkali, acapkali,
jarang, banyak, kurang selalu, dan sebagainya. Contoh pemakaian:
- Kami sering duduk di depan kelas.
- Dia seringkali lewat dari jalan ini.
5) Kualitas. Leksem yang digunakan antara lain: sangat, agak, cukup, paling, dan
sekali. Leksem-leksem ini lazimnya mendampingi verba keadaan. Contoh pemakaian:
- Lili sangat cantik.
- Kami paling suka menulis puisi ketika senja menjelma.
6) Pembatasan. Leksem yang digunakan adalah kata saja dan hanya. Leksem saja
diletakkan di belakang verba, sedangkan hanya di muka verba. Misalnya menangis
saja, tidur saja.
Ø Pendamping Ajektiva
Leksem-leksem pendamping ajektiva, antara lain menyatakan:
1) Pengingkaran. Leksem yang digunakan adalah kata tidak dan bukan. Misalnya
tidak baik, tidak lurus, tidak gemuk, tidak bandel, dan tidak merah.
Leksem bukan dapat digunakan dimuka nama warna seperti bukan merah, bukan
hijau, dan bukan kuning; dan di muka ajektiva yang mirip dengan verba keadaan
seperti bukan bandel, bukan kosong, bukan nakal, dan bukan buruk.

2) Kualitas. Leksem yang digunakan adalah kata-kata sangat, agak, cukup, paling,
sekali, maha, dan serba. Misalnya sangat baik, agak datar, cukup licin, paling
miskin, pandai sekali, maha mulia, dan serba modern.

Ø Pendamping Klausa
Leksem-leksem pendamping klausa mempunyai posisi yang agak bebas. Leksem-
leksem itu dapat ditempatkan pada awal klausa di tengah klausa, atau pada akhir
klausa. Distribusinya ini tentu saja memberi nuansa makna yang berbeda.
Leksem-leksem pendamping klausa ini, antara lain, memberi makna:
1) Kepastian. Leksem yang digunakan adalah pasti, tentu, dan memang
misalnya:
- Pasti dia hadir
- Dia hadir pasti
- Memang, dia belum makan dari pagi
- Dia memang belum makan dari pagi

16
2) Keraguan. Leksem yang digunakan adalah kata barangkali, mungkin, dan
boleh jadi. Misalnya:
- Barangkali dia lupa.
- Kami mungkin tidak hadir di pesta pernikahanmu.
3) Harapan. Leksem yang digunakan adalah kata-kata moga-moga, semoga,
mudah-mudahan, hendaknya, sebaiknya, dan seharusnya. Misalnya:
- Kamu hendaknya menemani ayah ke ladang.
- Kamu seharusnya tidak berkata begitu
2.1.5 Kategori Penghubung
Kategori penghubung adalah leksem-leksem tertentu yang bertugas
menghubungkan, baik kata dengan kata, frase dengan frase, klausa dengan klausa,
maupun kalimat dengan kalimat secara koordinatif maupun secara subordinatif.
1. Penghubung koordinatif
Leksem-leksem penghubung koordinatif, antara lain menyatakan makna:
Ø Penghubungan
Leksem yang digunakan adalah untuk menyatakan penggabungan antara dua buah
kata, dua buah frase, atau dua buah klausa; serta untuk menyatakan penggabungan
bisa sama seperti dan, dengan untuk menyatakan gabungan biasa antara dua buah
kata. Perhatikan contoh berikut:
· Loli dan Rina sedang belajar
· Kakek serta Nenek pergi ke Lampung.
· Kami menangkap ayam itu serta memasukkannya ke dalam kandang.
Penghubung dan dan serta dapat dipakai untuk menghubungkan dua buah adjektiva
yang maknanya sejalan seperti
· Gadis itu ramah dan rajin
· Guru kami tinggi dan besar
Tetapi tidak dapat dipakai untuk menghubungkan dua adjektiva yang maknanya
berlawanan, kecuali pada posisi subjek. Perhatikan!
· Pemuda itu rajin dan malas
· Rajin dan malas bagi kami tidak ada bedanya
Ø Pemilihan
Leksem yang digunakan adalah kata atau. Leksem ini dapat menghubungkan kata
dengan kata dan juga klausa dengan klausa. Misalnya:

17
· Dia atau Ahmad yang kau cari?
· Saya akan datang sendiri mengatarkan buku ini atau kau yang akan datang
mengambilnya ke rumahku?
Ø Mempertentangkan dan mengontraskan
Leksem yang digunakan adalah tetapi yang dapat digunakan antara kata dan kata atau
klausa dan klausa, sedangkan yang digunakan antara klausa dengan klausa; namun
yang digunakan antara kalimat dan kalimat; dan sebaliknya yang digunakan antara
kalimat dan kalimat. Contoh pemakaian.
Anak itu cerdas tetapi malas
· Anak itu memang cerdas tetapi malas.
· Dua orang pencuri masuk ke rumah itu, sedangkan seorang temannya
menunggu di luar.
Ø Mengoreksi atau membetulkan
Leksem yang digunakan adalah melainkan dan hanya yang digunakan di anatara dua
klausa. Misalnya:
· Bukan dia yang datang, melainkan temannya.
· Kami tidak meminta ganti rugi yang banyak, hanya meminta yang wajar-wajar
saja.
Ø Menegaskan
Leksem yang digunakan adalah bahkan, itupun, malah, lagipula, apalagi, padahal, dan
jangankan. Perhatikan contoh berikut ini.
· Ditambah garam sayur ini bukan menjadi sedap. Malah menjadi tidak enak.
· Masakan di restauran ini enak dan harganya murah. Lagipula pelayanannya
baik.
· Jangankan seribu rupiah, seratus pun saya tak punya.
Ø Pembatasan
Leksem yang digunakan adalah kecuali dan hanya. Kedua leksem ini dipakai di antara
dua klausa. Contoh:
· Semua pertanyaannya dapat kujawab, kecuali pertanyaan mengenai jumlah
penduduk miskin itu.
· Soal-soal itu dapat kuselesaikan dengan baik, hanya soal nomor lima yang aku
ragukan jawabannya.
Ø Mengurutkan

18
Leksem yang digunakan adalah lalu, kemudian, selanjutnya, dan setelah itu.
Perhatikan contoh berikut:
· Dia mengambil sebuah buku, lalu duduk membacanya.
· Beliau menyilakan kami masuk, kemudian menyuruh kami duduk.
Dalam suatu paragraf yang klausa-klausa atau kalimat-kalimat merupakan kejadian
yang kronologis, semua leksem penghubung itu dapat digunakan, misalnya:
· Mula-mula diambilnya kertas dan pena, lalu ditulisnya sebuah surat, kemudian
dipanggilnya anaknya, selanjutnya disuruhnya anaknya itu mengantarkan surat itu.
Ø Menyamakan
Leksem-leksem yang digunakan adalah yaitu dan yakni untuk menyamakan dan
menjelaskan; dan leksem adalah dan ialah untuk menyamakan-menjelaskan dua
konsituen yang sama maknanya. Perhatikan contoh berikut:
· Presiden pertama Republik Indonesia, yaitu Soekarno, dimakamkan di Blitar.
· Soekarno adalah Presiden pertama Republik Indonesia.
Ø Kesimpulan dari yang sudah dibicarakan sebelumnya
Leksem yang digunakan adalah jadi, karena itu, oleh sebab itu, dan dengan demikian.
Perhatikan contoh berikut!
· Mereka adalah orang-orang yang sering berlaku curang. Oleh karena itu kita
harus berhati-hati menghadapinya.
· Sejak kecil anak-anak itu harus kita biasakan bangun pagi-pagi, mandi, dan
berangkat ke sekolah pada waktunya. Dengan demikian, kelak mereka akan menjadi
manusia yang berdisiplin.

2. Penghubung Subordinatif
Penghubung subordinatif menghubungkan dua konstituen yang kedudukannya tidak
setingkat. Konstituen yang satu merupakan konstituen bebas, sedangkan konsituen
yang lain, yang di mukanya diberi leksem penghubung subordinatif ini merupakan
konsituen bawahan yang terikat pada konsituen pertama. Posisi kedua konsituen itu
dapat dipertukarkan sehingga penghubung subordinatif itu dapat berada pada awal
kalimat maupun ditengah kalimat.
Leksem-leksem subordinatif ini antara lain, menyatakan makna:
Ø Penyebab
Leksem yang digunakan adalah sebab, karena, lantaran dan berhubung, misalnya:
· Mereka terlambat karena jalan macat.

19
· Anak itu sakit perut lantaran terlalu banyak makan mangga muda.
Ø Akibat
Leksem yang digunakan adalah hingga, atau sehingga, sampai dan sampai-sampai.
Misalnya:
· Dia terlalu banyak makan mangga muda hingga perunya sakit.
· Tukang copet itu dipukuli orang banyak sampai mukanya babak belur.
Ø Syarat atau kondisi yang harus dipenuhi
Leksem yang digunakan adalah jika, jikalau, kalau, bila, bilamana, dan asal.
Misalnya:
· Bila dia datang kita segera berangkat.
· Bilamana cuaca buruk, jendela itu harus kalian tutup.

Ø Pengandaian
Leksem yang digunakan adalah andaikata, seandainya, dan andaikata. Misalnya:
· Andaikata saya punya uang satu miliar, kamu akan saya bagi separuhnya.
· Andaikan puteri itu menjadi pacarku saya akan senang sekali.
Ø Penegasan
Leksem yang digunakan adalah walau (walaupun), biar (biarpun), meski (meskipun),
kendati (kendatipun), sungguhpun, sekalipun dan walaupun. Misalnya:
· Meskipun tidak lulus ujian, dia tertawa-tawa saja.
· Sayur ini masih terasa hambar walaupun sudah ditambah garam.
Ø Perbandingan
Leksem yang digunakan adalah seperti, sebagai, laksana, seolah-olah, dan seakan-
akan. Misalnya:
· Dimakannya nasi itu dengan lahap seperti orang tiga hari belum makan.
· Sorot matanya begitu tajam seolah-olah kami ini betul-betul bersalah.

Ø Tujuan
Leksem yang digunakan adalah agar, supaya, untuk, buat, bagi, dan guna. Misalnya:
· Buat orang-orang kaya harga karcis masuk itu sangat murah.
· Jalan layang dibangun guna melancarkan arus lalu lintas.

Ø Waktu

20
Leksem yang digunakan bermacam-macam, tergantung pada waktu yang diterangkan,
diantaranya adalah ketika, sewaktu, dan tatkala untuk menyatakan waktu yang
bersamaan; sementara, selama, sambil dan seraya untuk menyatakan jangka waktu
tertentu yang bersamaan; sejak, atau semenjak nntuk menyatakan awal waktu; sampai.
Untuk menyatakan batas waktu; sebelum Untuk menyatakan waktu lebih dahulu
sesudah, setelah, dan sehabis Untuk menyatakan waktu lebih kemudian. Contohnya:
· Mereka datang ketika nenek tidak ada dirumah.
· Sewaktu kami tiba beliau sedang tidur.
· Tatkala melihat kami, dia cepat-cepat bersembunyi.

Ø Penjelasan
Leksem yang digunakan adalah kata bahwa: misalnya
· Kabar bahwa mereka akan menikah bulan depan saya sudah tahu.
· Kami belum mendengar bahwa harga sembako sudah normal lagi.

Ø Keadaan atau cara


Leksem yang digunakan adalah dengan dan tanpa. Misalnya:
· Dengan berbisik-bisik ditawarkannya majalah porno itu kepada setiap
penumpang.
· Dia berjalan terus tanpa menoleh ke kiri dan ke kanan.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Kategori makna leksikal mengkaji tentang (1) kategori nominal yang terbagi atas sepuluh
tipe, yaitu: orang, institusi, binatang, tumbuhan, buah-buahan, bunga-bungaan, peralatan,
makanan-minuman, geografi, bahan baku; (2) kategori verbal terdiri dari duabelas tipe, yaitu:
tindakan, pengalaman, pemilikan, lokasi, proses, proses-pengalaman, memperoleh atau
merugi, lokatif, keadaan, keadaan pengalaman, keadaan benefaktif, dan keadaan lokatif; (3)

21
kategori adjektival; (4) kategori pendamping, meliputi: pendamping nomina, pendamping
verba, pendamping ajektiva, dan pendamping klausa; (5) kategori penghubung, meliputi:
penghubung koordinatif dan penghubung subordinatif.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Reneka Cipta.

Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: Reneka Cipta.

Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa.

Tarigan, HG. 1983. Prinsip-prinsip dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa

22

Anda mungkin juga menyukai