Penyusunan APBD dilakukan dalam dua tahap yaitu:
o Tahap penyusunan Rancangan APBD, langkah-langkah dalam proses
penyusunan rancangan APBD berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu: 1. Pemerintah Daerah menyusun rencana kerja pemerintah Daerah (RKPD), diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran yang direncanakan dan ditetapkan oleh kepala daerah. 2. Kepala daerah menyusun rancangan kebijakan umum ABPD (KUA) serta rancangan prioritas dan plafon anggaran sementara (PPAS), dalam penyusunannya kepala daerah dibantu oleh tim anggaran pemerintah daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah, Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah disusun kemudian disampaikan oleh sekretaris daerah selaku ketua TPAD kepada kepala daerah, paling lambat pada minggu pertama bulan Juni. 3. Rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RABPD tahun anggaran berikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA dan Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA dan PPAS paling lambat akhir bulan Juli tajun anggaran berjalan. KUA dan PPAS yang telah disepakati masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD dalam waktu bersamaan. 4. Berdasarkan nota kesepakatan, TPAD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan rencana kerja anggaran OPD (RKA-OPD) sebagai acuan kepala OPD dalam menyusun RKA-OPD. 5. Penyusunan rencana kerja anggaran OPD (RKA-OPD) dan Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran OPD (RKA-OPD) disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya 6. Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan dokumendokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya. 7. Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. o Tahap Penetapan APBD, yang secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penyampaian Raperda APBD yang dilakukan oleh kepala daerah
kepada DPRD dan Pembahasan menitikberatkan pada kesesuaian antara KUA dan PPAS dengan program dan kegiatan yang diusulkan agar mendapat persetujuan bersama. 2. Persetujuan Raperda APBD yaitu pengambilan keputusan Bersama DPRD dengan kepala daerah terhadap RAPERDA DRPD yang dilakukan paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran tersebut dilaksanakan. Kemudian kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. 3. Raperda APBD dan Peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD harus disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk di evaluasi dalam waktu paling lama 3 hari kerja yang bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasiona, kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti apakah APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum atau peraturan yang lebih tinggi atau perda yang lainnya 4. Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD paling lambat dilakukan pada tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya.
Proses penatausahaan keuangan daerah di Indonesia dan permasalahan
yang sering terjadi.
Kepala daerah sebelum melaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBD), terlebih dahulu harus menetapkan, yaitu :
1. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani Surat Penyediaan
Dana (SPD). 2. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangai Surat Perintah Membayar (SPM). 3. Pejabat yang diberi kewenangan untuk mengesahkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ). 4. Pejabat yang diberi kewenangan untuk menandatangani Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). 5. Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran. 6. Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja batuan social, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, belanja tak terduga, dan pengeluaran pembiayaan pada SKPKD. 7. Bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu OPD. 8. Pejabat lainnya yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan APBD.
Periode APBD dimulai dari 1 Januari dan berakhir pada 31 Desember, artinya penetapan yang tersebut di atas sudah dilakukan sebelum tanggal 1 Januari, guna melaksanakan APBD tahun yang dimaksud.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) untuk manajemen penerbitan SP2D
harus mempertimbangkan jadwal pembayaran pelaksanaan program dan kegiatan yang dimuat dalam DPA-SKPD, yang mana hal ini sudah disiapkan oleh kuasa BUD untuk ditandatangai PPKD.
Penatausahaan Keuangan Daerah terdiri dari:
o Penatausahaan Bendahara Penerimaan
Bendahara penerimaan dalam melaksanakan tugas-tugas keuangan
dapat dibantu oleh pembantu bendahara penerimaan sesuai dengan kebutuhan organisasi. Tugas dan tanggung jawab bendahara penerimaan, yaitu:
1. Menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh
penerimaan dan penyetoran. 2. Wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, dan selanjutnya dilakukan koreksi oleh PPKD.
Penyetoran yang dilakukan oleh bendahara penerimaan dalam rangka
penerimaan SKPD/OPD yang tidak dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran dilakukan secara tunai ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dalam jangka waktu satu hari kerja.
Berkenaan dengan penatausahaan keuangan daerah, bendahara
penerimaan dilarang untuk menyimpan uang atau cek atau surat berharga atas nama pribadi pada bank atau giro pos. Penatausahaan Bendahara Pengeluaran
dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya juga dapat dibantu oleh pembantu bendahara pengeluaran sesuai dengan kebutuhan organisasi.
Pengeluaran APBD didasarkan pada permintaan pembayaran dengan
menerbitkan :
1. Surat Permintaan Pembayaran Langsung (SPP-LS) Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) mengajukan SPP-LS melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD/OPD paling lambat tiga hari kerja setelah diterimanya tagihan dari pihak ketiga dengan melampirkan kelengkapan persyaratan yang sudah ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 2. Surat Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (SPP UP). Bendahara pengeluaran melalui pejabat penatausahaan keuangan pada SKPD mengajukan SPP-UP kepada pengguna anggaran paling banyak untuk keperluan satu bulan, dengan melampirkan daftar rincian penggunaan dana. 3. Surat Permintaan Pembayaran Ganti Uang Persediaan (SPP¬GU) dan Surat Permintaan Pembayaran Tambahan Uang Persediaan (SPP TU), untuk penggantian dan penambahan uang persedian, bendahara pengeluaran mengajukan SPP-GU dan/atau SPP-TU dengan batas jumlah pengajuan harus mendapat persetujuan dari PPKD
Tata Cara Permintaan Pembayaran
1. Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran
mengajukan permintaan uang persediaan kepada kuasa BUD dengan menerbitkan SPM-UP. 2. Pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran mengajukan penggantian uang persediaan yang telah digunakan kepada kuasa BUD, dengan menerbitkan SPM-GU yang dilampiri bukti asli pertanggungjawaban atas penggunaan uang persediaan sebelumnya. 3. Apabila uang persediaan tidak mencukupi kebutuhan, maka pengguna anggaran dapat mengajukan tambahan uang persediaan kepada kuasa BUD dengan menerbitkan SPM-TU. 4. Kuasa BUD menerbitkan SP2D atas SPM yang diterima dari pengguna anggaran atau kuasa pengguna anggaran yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya. Penerbitan SP2D dilakukan paling lama dua hari kerja setelah SPM diterima.
Tata cara penatausahaan bendahara ini diatur lebih lanjut dalam
peraturan kepala daerah. Laporan-laporan pendapatan, belanja serta kekayaan dan kewajiban daerah disusun berdasarkan sistem akuntansi pemerintah daerah. Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi inilah yang nantinya menghasilkan laporan keuangan daerah.
Permasalahan yang terjadi dalam pentatasusahaan kuangan
daerah lantaran banyak penyelenggara pemerintahan tidak mengerti bagaimana mengelola keuangan yang sesuai dengan aturan. Kesalahan itu terjadi mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan yang mengakibatkan terjadinya salah penggunaan anggara. Untuk mengatasinya perlu adanya kerjasama antara pemerintahan daerah dengan kejaksaan dalam rangka penyuluhan, pembinaan dan pendampingan hukum kepada pemerintah lewat kerjasama yang dituangkan lewat nota kesepahaman bersama atau memorandum of understanding (MoU).
Pembinaan pengelolaan keuangan daerah bersifat umum dan teknis yang
dilakukan di daerah kabupaten/kota serta bentuk-bentuk pengawasan keuangan daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Pemerintahan Daerah, pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: a. provinsi, dilaksanakan oleh: 1. Menteri, untuk pembinaan umum; dan 2. menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pembinaan teknis; b. kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk pembinaan umum dan teknis. Pembinaan umum sebagaimasa dimaksud meliputi: a. pembagian urusan pemerintahan; b. kelembagaan daerah; c. kepegawaian pada Perangkat Daerah; d. keuangandaerah; e. pembangunan daerah; f. pelayanan publik di daerah; g. kerja sama daerah; h. kebljakan daerah; i. kepala daerah dan DPRD; dan j. bentuk pembinaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pembinaan teknis dilakukan terhadap teknis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah provinsi. Pembinaan teknis sebataimana dimaksud dilakukan terhadap tenis penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah kabupaten/kota.
Adapun pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 ini untuk: a. provinsi, dilaksanakan oleh: 1. Menteri, untuk pengawasan umum; dan 2. menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pengawasan teknis; b. kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk pengawasan umum dan teknis.
Pengawasan umum sebagaimana dimaksud meliputi: a.
pembagian urusan pemerintahan; b. kelembagaan daerah; c. kepegawaian pada Perangkat Daerah; d. keuangan daerah; e. pembangunan daerah; f. pelayanan publik di daerah; g. kerja sama daerah; h. kebijakan daerah; i. kepala daerah dan DPRD; dan j. bentuk pengawasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah provinsi, dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah kabupaten/ kota.
Permasalahan yang sering terjadi dalam mekanisme pengawasan
1. Permasalahan yang disebabkan banyaknya peraturan dan ketentuan yang
sulit diimplementasikan atau bermulti tafsir. Hal tersebut tercermin dari : 1) RPJP Nasional yang merupakan dokumen abstrak yang tidak bersifat operasional dan sulit ditarik benang merahnya ke RPJPD, RPJMD dan RKPD, 2) Sistem dan Prosedur Akuntansi diatur oleh Depdagri dengan mendasarkan pada PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, yang menjadikan Pemda tidak mempunyai keleluasaan dalam membuatnya, 3) Banyaknya daerah yang tidak tepat waktu dalam penetapan APBD, sebagai akibat dari terlambat disusunnya pedoman penyusunan APBD dan terlambat diterimanya informasi dana dari Pemerintah yang lebih tinggi, 4) Pada penatausahaan keuangan daerah terdapat kekurang tegasan peraturan tentang pengelolaan asset daerah, khususnya dalam penghitungan nilai asset. 2. Pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh pihak intern dan ekstern memiliki mekanisme pemeriksaan yang terlalu panjang sehingga memerlukan waktu pemeriksaan yang lama. Hal ini berakibat pada konsistensi hasil pemeriksaan sehingga memerlukan koreksi ulang oleh pihak atau badan yang telah melakukan pemeriksaan sebelumnya. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya merumuskan mekanisme pengawasan yang lebih efektif dan efisien sehingga hasil yang diperoleh lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya.