Anda di halaman 1dari 1

NAMA : PUTU ALDI WIRANATA

NPM : 202162121076
KLS : A2
MATA KULIAH : AGAMA HINDU
TIRTA YATRA SEBAGAI BENTUK PENGAMALAN TRI HITA KARANA
Sebagai wujud implementasi konsep Tri Hita Karana, Tirta yatra sendiri memiliki makna
perjalanan suci untuk mendapatkan atau memperoleh air suci. Tirta yatra dalam bahasa
sehari-hari di Bali dipahami dengan tangkil atau sembahyang ke pura-pura. Tirta yatra
tertulis dalam Kitab Sarasamuscaya 279 yaitu keutamaan tirta yatra itu amat suci, lebih
utama dari pensucian dengan yadnya, Tirta yatra tidak memandang orang dalam status
apapun baik kaya atau miskin asal didasarkan pelaksanaan bhakti yang tulus ikhlas,
tekun, dan sungguh-sungguh. Selain untuk tujuan bersembahyang, tirta yatra juga
dapat meningkatkan pengendalian diri, serta interaksi yang positif diantara para pelaku
tirtayatra. Tirta yatra akan mendekatkan antara umat satu dengan yang umat lainnya
karena dalam perjalanan akan terjadi suatu komunikasi sosial. Sehingga dengan
dilaksanakannya tirtayatra ini diharapkan dapat meningkatkan keyakinan terhadap
kebenaran dan kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, serta menumbuhkan
kepekaan sosial, meningkatkan gairah seni dan keselarasan jiwa.
Tirta yatra sebenarnya sudah banyak dilakukan umat Hindu sejak dulu dan sejalan
dengan kemajuan serta meningkatnya kesejahteraan maka tempat suci yang
dikunjunginya semakin meluas serta umat mulai menyadari, bahwa tirta yatra sebagai
salah satu cara melakukan yajna (korban suci) yang paling mudah karena dapat
dilaksanakan oleh setiap umat Hindu termasuk orang miskin sekalipun. Dalam petuah
Bhagawan Waisampayana kepada Maha Raja Janamejaya yang disarikan oleh
Bhagawan Wararuci memang jelas disebutkan melakukan tirta yatra dianggap lebih
utama dari pada melakukan yajna sebagaimana dimuat dalam Sarasamuscaya.
Selama melaksanakan tirta yatra (perjalan suci) para yatri (peserta) akan
mendengarkan cerita-cerita mengenai tokoh sejarah atau tempat yang dikunjungi
(Sravanam), pada saat tertentu juga turut menyanyikan kidung suci keagamaan atau
menyebut-nyebut nama Tuhan berulang-ulang (kirtanam), dalam perjalanan selalu
mengingat Tuhan dengan segala manifestasinya (Smaranam), melakukan pemujaan di
beberapa, Pura atau Mandir (Arcanam), juga ada kesempatan membaca cerita-cerita
suci keagamaan atau sloka-sloka kitab suci (Wandanam), selalu berusaha mengabdi
kepada Tuhan dengan jalan mengekang rasa ego atau ahamkara (Dasyam), ada juga
yang melakukan pemujaan dengan merebahkan diri tertelungkup di hadapan yang
dipuja, Tuhan dilambangkan amat agung, cara ini dikenal dengan istilah "memuja kaki
padma Tuhan" (Padesevanam). oleh karena kegiatan itulah melakukan tirtayatra
dianggap sungguh-sungguh utama.

Anda mungkin juga menyukai