Profesi keperawatan terus berbenah dan berusaha menciptakan tata kelola klinis yang baik agar
mampu menghadapi berbagai macam perubahan serta tuntutan masyarakat. Salah satu upaya yang
dilakukan profesi keperawatan adalah dengan adanya kredensial keperawatan dirumah sakit. Kredensial
adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan
klinis. Tujuannya untuk menjamin akuntabilitas perawat dan memastikan bahwa setiap pelayanan asuhan
keperawatan bagi pasien diberikan oleh tenaga profesional yang kompeten agar mutu pelayanan
keperawatan yang berorientasi pada keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan terlindungi.
Kredensial merupakan elemen kunci dalam menurunkan risiko litigasi (gugatan hukum di
pengadilan) terhadap rumah sakit dan tenaga keperawatan yang bekerja didalamnya. Proses kredensial
yang efektif dapat menurunkan risiko adverse events pada pasien dengan meminimalkan kesalahan
tindakan yang diberikan oleh tenaga keperawatan tertentu yang memegang kewenangan klinis tertentu
dirumah sakit tersebut.
Unit/ wadah dirumah sakit yang bertugas mengurusi proses kredensial keperawatan adalah
komite keperawatan. Komite keperawatan melalui sub komite kredensial melakukan serangkaian kegiatan
proses kredensial perawat. Berdasarkan hasil proses kredensial, Komite Keperawatan
merekomendasikann kepada kepala/ direktur rumah sakit untuk menetapkan penugasan klinis yang akan
diberikan kepada tenaga keperawatan berupa Surat Penugasan Klinis (clinical privilege)yang berisi daftar
rincian kewenangan klinis (clinical appointment).
Dalam pelaksanaanya ternyata tidak mudah menerapkan kebijakan kredensial melalui komite
keperawatan. Banyak konsekuensi yang harus ditanggung mulai dari penyiapan sumber daya keperawatan
sebagai asesor internal keperawatan, anggaran yang harus dialokasikan, waktu pelaksanaan yang menyita,
mitra bestari yang belum siap, serta korelasi kredensial yang pada akhirnya akan menempatkan posisi
perawat pada jenjang perawat klinis/ karir tertentu dirumah sakit.
Saat ini, semangat rumah sakit melaksanakan kredensial keperawatan melalui komite
keperawatan dipengaruhi oleh penilaian standard akreditasi rumah sakit oleh KARS atau JCI. Hal ini
seharusnya bersinergi dan saling menguatkan, namun pada kenyataanya karena tuntutan rumah sakit yang
ingin segera dilakukan penilaian sehingga proses kredensial menjadi kurang bermakna dan cenderung
sebatas formalitas. Sebagai contoh seorang perawat yang ditetapkan pada jenjang Perawat Klinis (PK) III
dengan sederet rincian kewenangan klinis tertentu seharusnya didapatkan dari proses assesmen
kompetensi yang terinci, satu persatu kompetensi di assesmen,
Pada kenyataanya pelaksanaan assesmen kompetensi dilakukan beragam dan disesuaikan dengan
kebutuhan rumah sakit. Ada yang melalui mekanisme uji tulis saja, ada juga yang hanya satu kompetensi
di assemen dan dianggap telah mewakili rincian kompetensi lain. Ada juga yang dilakukan pemutihan
berdasarkan lama bekerja dan sayarat administrative lainnya. Hal ini menjadi dasar penerbitan surat
penugasan klinis yang direkomendasikan oleh komite keperawatan.
Permasalahan lain yang muncul adalah bahwa ketika seorang perawat telah lulus pendidikan
keperawatan. Perawat tersebut diharuskan mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat
kompetensi, sertifikat kompetensi ini menjadi salah satu syarat untuk pengajuan pembuatan Surat Tanda
Registrasi (STR), STR ini menjadi syarat wajib seorang perawat berhak mengikuti kredensial
keperawatan dirumah sakit tempat bekerja.
Hasil kredensial keperawatan di rumah sakit berupa surat penugasan klinis yang berisi rincian
kewenangan klinis yang merupakan daftar kompetensi seorang perawat boleh memberikan tindakan
asuhan keperawatan pada pasien. Namun, rincian kewenangan klinis ini hanya berlaku dirumah sakit
tersebut. Jika perawat tersebut pindah ke rumah sakit lain, maka rincian kewenangan tersebut tidak
berlaku dan perawat tersebut mengikuti proses kredensial ulang.
Ada banyak kebijakan yang mempunyai kaitan dengan kredensial keperawatan diantaranya
adalah Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI); Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 46
tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan; Kompetensi yang disusun oleh Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI); kebijakan sistem akreditasi rumah sakit versi Komisi Akreditasi Rumah Sakit
(KARS) 2012 dan Joint Commission Internasioal (JCI); dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 49 tahun
2013 tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit, yang mengisyaratkan setiap perawat dirumah sakit
harus memiliki kewenangan dan penugasan klinis yang jelas sesuai area paraktiknya.
Komite keperawatan saja tidak cukup kuat untuk melakukan kredensial yang berkesinambungan.
Perlu adanya dukungan dari manajemen rumah sakit dan pemerintah dalam bentuk komitmen yang kuat.
Kebijakan lain mungkin perlu ditambahkan untuk memperkuat fungsi dan tugas komite keperawatan.
Implementasi kebijakan terkait proses kredensial oleh komite keperawatan ini jika dilaksanakan dengan
baik akan meningkatkan profesionalisme dan kemandirian perawat dalam melaksanakan pelayanan
keperawatan.
Implementasi ini pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan kerja dan mutu pelayanan
keperawatan. Mutu pelayanan keperawatan sangat menentukan keberhasilan kualitas pelayanan suatu
rumah sakit. Dengan demikian, rumah sakit perlu melakukan pengelolaan sumber daya manusia (SDM)
keperawatan, antara lain dengan memperhatikan sistem kredensial.
Proses kredensial keperawatan memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan kredensial
keperawatan adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan yang berorientasi pada
keselamatan pasien. Dengan kredensial maka kompetensi seorang perawat akan selalu terjaga dengan
mendapatkan pengakuan yang jelas atas kewenangan klinisnya. Kredensial juga bisa dijadikan
pertimbangan dalam penetapan jenjang karir perawat dan sebagai dasar remunerasi bagi perawat.
Kekurangan kredensial keperawatan adalah proses kredensial memerlukan waktu, biaya dan
sumber daya yang handal dirumah sakit, sedangkan rumah sakit tidak mengalokasikan dana yang cukup
sehingga pelaksanaan kredensial tidak berkesinambungan. Rincian kewenangan klinik yang didapat dari
proses kredensial tidak dijadikan standard yang berlaku nasional, padahal proses kredensial telah melalui
serangkaian kegiatan assesmen kompetensi.
Salah satu persyaratan kredensial adalah memiliki Surat Tanda Registrasi (STR), STR didapat
setelah perawat mendapatkan sertifikat kompetensi. Sertifikat kompetensi didapat dari uji kompetensi
Tujuan uji komptensi sangat baik selain sebagai peningkatan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas
bagi masyarakat, juga sebagai tolok ukur keberhasilan pembelajaran yang dilalui oleh mahasiswa. Dalam
uji kompetensi terdapat suatu proses untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap tenaga
kesehatan sesuai dengan standar profesi. Sehingga seseorang yang telah lulus proses kredensial dengan
berabagai persyaratan dan kriteria yang diajukan adalah perawat yang benar-benar memiliki standard
mutu yang terjamin.
Perlu dibuat lebih teknis aturan kredensial keperawatan dan standard kredensial yang beralaku
nasional sehingga sertifikat kredensial berlaku diseluruh wilayah Indonesia yang berupa kebijakan
pemerintah.
Perlu dibuat kebijakan tambahan tentang pengurus sub komite kredensial komite keperawatan
yang sebaiknya memiliki waktu yang penuh mengurusi poses kredensial.
Perlu adanya lembaga secara nasional yang mengurusi kredensial keperawatan. Mungkin dibawah Konsil
Keperawatan Indonesia.
Perawat, sebagai salah satu profesi yang mana banyak kalangan menganggap bahwa profesi
ini akan masuk kedalam daftar profesi paling menjanjikan di masa depan (Forbes), dewasa
kini telah semakin menunjukan eksistensinya sebagai garda terdepan dalam pelayanan
kesehatan.
Berbagai perbaikan dan kemajuan baik internal maupun eksternal telah ditorehkan. Dimulai
dari ;
Tentunya masih banyak kemajuan-kemajuan lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Namun yang pasti, semua itu menunjukan bahwa perawat harus dan akan terus berbenah
dalam memperbaiki dan meningkatkan citra serta kualitas pelayanan demi kesehatan
Indonesia lebih baik.
Oleh karenanya, demi mendukung dan ikut berkontribusi dalam kemajuan tersebut, setiap
individu perawat harus ikut serta berperan aktif dalam mendukung majunya profesi perawat
di negeri ini.
Salah satunya adalah dengan melakukan pengembangan jenjang karir yang lebih baik dan
profesional sesuai dengan Petunjuk Pelaksanaan Jenjang Karir Perawat di Rumah
Sakit yang tertuang dalam Permenkes No. 40 tahun 2017.
Perawat Klinis
Perawat klinis merupakan perawat yang memberikan asuhan keperawatan langsung kepada
klien sebagai individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Dalam arti lain, perawat klinis
merupakan perawat yang terjun langsung ke lapangan, semisal perawat pelaksana yang
bekerja di Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, dan lain sebagainya yang erat kaitannya dengan
pelayanan.
Perawat Manajer
Berbeda dengan perawat klinis, perawat manajer yaitu perawat yang mengelola pelayanan
keperawatan di sarana kesehatan, baik sebagai pengelola tingkat bawah (front line manager),
tingkat menengah (middle management), maupun tingkat atas (top manager). Dalam arti lain,
perawat manajer dapat berupa Kepala Ruangan, Kepala Bidang, Owner Homecare, Owner
Praktik Mandiri Keperawatan dan lain sebagainya.
Perawat Pendidik
Yaitu perawat yang memberikan pendidikan kepada peserta didik di institusi pendidikan
keperawatan (Dosen Keperawatan).
Perawat Peneliti/Riset
Yaitu perawat yang bekerja di bidang penelitian keperawatan atau kesehatan.
Masing masing pengembangan karir tersebut memiliki 5 level atau tingkatan, baik yang di
Rumah Sakit maupun di Pelayanan Primer. Ke 5 level tersebut dimulai dari level I sampai
dengan level 5, seperti yang ditunjukan gambar bagan dibawah ini ;
Seperti yang ditunjukan tanda panah, bahwa ketika seorang perawat ingin menjadi seorang
Perawat Manajer level I, maka ia harus sudah memiliki kompetensi sebagai Perawat Klinis
level II.
Pun ketika ingin menjadi seorang Perawat Pendidik level I, maka harus terlebih dahulu
memiliki kompetensi sebagai Perawat Klinis level III.
Atau mungkin ingin menjadi Perawat Riset level I, maka disyaratkan harus memiliki
kompetensi sebagai Perawat Klinis IV terlebih dahulu.
Intinya, setiap perawat yang ingin beralih peran (meningkatkan peran ke jenjang yang lebih
tinggi), harus dimulai dari peran sebagai Perawat Klinis terlebih dahulu. Untuk menjadi PM
I, syaratnya harus PK II terlebih dahulu. Untuk PP I, maka harus PK III terlebih dahulu. Dan
untuk menjadi PR I, maka harus menjadi PK IV terlebih dahulu.
Untuk perawat baru – perawat yang baru lulus pendidikan atau baru pertama kali bekerja
dengan masa kerja 0 – 1 tahun – tahapan untuk masuk dan diakui sebagai Perawat Klinis,
harus melalui beberapa tahapan proses yang dimulai dari ;
Proses Kredensialing Perawat Baru
1. Proses Rekrutmen dan Seleksi: Proses ini dimulai dari penerimaan perawat baru
(lowongan kerja) yang meliputi seleksi administrasi, kesehatan, dan kredensial
edukasi yang meliputi keaslian ijazah, transkrip nilai, dan juga STR.
2. Orientasi: Orientasi biasanya dilakukan oleh setiap pegawai baru untuk memberikan
informasi, pengenalan dan indoktrinisasi pegawai baru.
3. Internship/Magang: Yaitu proses melaksanakan asuhan di unit kerja bersama
preceptor atau perawat yang ditunjuk untuk menjadi role model bagi perawat baru
yang akan mengarahkan dan mengevaluasi pencapaian kompetensi serta
melaksanakan asuhan bersama dengan perawat baru.
4. Kredensial: Yaitu proses penetapan jenjang karir yang mempunyai 2 tahapan yaitu
Assesmen Kompetensi dan Penetapan Kewenangan Klinik sesuai dengan hasil dari
Assesmen Kompetensi yang telah dilakukan sebelumnya.
Kegiatan asesmen dilakukan kepada petugas pemberi layanan yang sudah bekerja dengan menggunakan
sistem Workplace Assessment (WPA) aspek Knowledge, skill, ability dan sikap. WPA adalah uji
kompetensi yang dilaksanakan bagi yang sudah bekerja atau yang ingin melakukan uji ulang sesuai
bidang keahlian keperawatan yang dimiliki dan tingkat jenjang karirnya. Kompeten didefinisikan
seseorang dalam menunjukkan tugasnya dilakukan dengan benar dan terampil meliputi aspek knowledge,
skill, ability dan sikap.
Asesmen ini dilaksanakan oleh Bidang Keperawatan untuk mengukur dan memastikan kompetensi
individu yang bekerja di seluruh area rumah sakit. Ini merupakan hal yang penting dilaksanakan untuk
menggambarkan kemampuan organisasi untuk memenuhi kebutuhan keselamatan pasien serta mutu
pelayanan secara umum. Untuk menjamin hal tersebut diperlukan standar kompetensi bagi petugas yang
memberikan pelayanan kepada pasien. Dengan adanya asesmen kompetensi sebuah profesi dapat
mengidentifikasi area-area pengembangan profesional dan kebutuhan-kebutuhan pendidikan
berkelanjutan serta meyakinkan kompetensi perawat merupakan yang terbaik dalam asuhan pasien
tentang sikap dan praktiknya.
Hasil proses asesmen tersebut, kemudian dibuatkan surat pengusulan beserta dokumen asesmen
kompetensi oleh Bidang Keperawatan ke Komite Keperawatan untuk dilakukan kredensial, setelah proses
kredensial perawat mendapatkan Rekomendasi Kewenangan Klinik (RKK) dan Surat Penugasan Klinik
(SPK) kemudian Bidang Keperawatan menempatkan perawat sesuai dengan levelnya. Selanjutnya Bidang
Keperawatan melakukan monitoring tentang asuhan keperawatan, penerapan etik dan disiplin profesi dan
supervisi klinis.