BAB I
PENDAHULUAN
Acute kidney injury (AKI) telah menjadi masalah kesehatan global di seluruh
dunia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kejadian AKI baik yang terjadi di
Morbiditas dan mortalitas akibat AKI semakin meningkat begitu juga biaya yang
(Lattanzio dan Kopyt, 2009). Pada pasien yang dirawat di intensive care unit
(ICU), kejadian AKI mencapai 36-67% dan 5-6% dari penderita tersebut
memerlukan hemodialisis (Osterman dan Chang, 2007). Hal yang sama juga
didapatkan di RSUP Sanglah, prevalensi AKI pada pasien yang dirawat di ICU
sebesar 20,7% (Nugraha, 2012) hingga 34,65% (Emria, 2014). Hal ini
tingkat mortalitas yang tinggi (Levy dkk.,1996). Penderita AKI yang menjalani
hemodialisis di ICU, tingkat mortalitasnya lebih dari 50% dan sebagian penderita
yang berhasil selamat berkembang menjadi gagal ginjal terminal dalam 3 tahun
(Hoste dkk., 2006). Konsep yang dianut sekarang ialah AKI telah menjadi
penyakit dengan sekuele jangka panjang serta berpotensi menjadi penyakit ginjal
Terdapat berbagai definisi AKI, namun terdapat dua definisi yang banyak
(ADQI) yaitu: Risk, Injury, Failure, Loss dan End stage renal disease (RIFLE)
serta kriteria dari Acute Kidney Injury Network (AKIN). Penelitian oleh Joannidis
dkk. (2009) yang membandingkan kriteria RIFLE dan AKIN, melaporkan bahwa
Outcome (KDIGO) pada tahun 2012, mengajukan definisi dan klasifikasi AKI
menurut KDIGO yaitu: peningkatan kreatinin serum ≥ 0,3 mg/dl dalam 48 jam;
atau peningkatan kreatinin serum ≥ 1,5 kali nilai dasar, baik yang diketahui
maupun diasumsikan terjadi dalam 7 hari; atau volume urin ˂ 0,5 ml/kgbb/jam
dan Kellum, 2004; Gibney dkk., 2008). Gangguan metabolisme mineral tersebut
kerjanya pada tubulus proksimal ginjal untuk meningkatkan ekskresi fosfat urin
bila terjadi retensi maupun peningkatan kadar fosfat serum (Wolf, 2010).
3
mineral pada AKI identik dengan penyakit ginjal kronik (PGK). Peningkatan
kadar fosfat dan FGF-23 serum pada PGK, seiring dengan perburukan stadium
PGK. Peningkatan kadar FGF-23 serum telah terjadi pada PGK stadium 2 dan
mencapai 1000 kali lipat pada PGK stadium 5, namun hiperfosfatemia baru terjadi
pada PGK stadium 3 (Wolf, 2010). Filler dkk. (2011) melaporkan hubungan yang
signifikan antara FGF-23 dengan estimasi laju filtrasi glomerolus (LFG) dengan
oleh Dominguez dkk. (2013), yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara
Publikasi pertama peningkatan kadar fosfat dan FGF-23 serum pada pasien
AKI dilaporkan oleh Leaf dkk. (2010). Publikasi tersebut berupa laporan kasus
AKI akibat rhabdomyolysis, yang diikuti peningkatan kadar fosfat serum sebesar
10,5 mg/dl (nilai normal 2,8-4,5 mg/dl) serta peningkatan kadar FGF-23 serum
critically ill dengan AKI (dua pasien AKI stadium 1; lima pasien AKI stadium 2;
serta lima pasien AKI stadium 3) dibandingkan dengan 8 pasien critically ill tanpa
AKI. Pada penelitian ini didapatkan peningkatan kadar FGF-23 serum lebih tinggi
pada pasien critically ill dengan AKI dibandingkan dengan pasien critically ill
533] RU/ml, p=0,01). Hiperfosfatemia juga ditemukan lebih tinggi pada pasien
critically ill dengan AKI jika dibandingkan dengan pasien tanpa AKI (4,5 ±1
4
mmol/L versus 3,3 ± 1,1 mmol/L, p=0,02). Peningkatan kadar fosfat serum
= 0,74). Kadar FGF-23 serum pada AKI stadium 1 mencapai 437 RU/ml dan pada
Peningkatan kadar FGF-23 serum tersebut tidak berkorelasi dengan stadium AKI
Penelitian oleh Leaf dkk. (2012) mendapatkan hasil yang berbeda. Penelitian
tanpa AKI sebagai kontrol. Pada AKI stadium 1 kadar fosfat mencapai 3,8 mg/dl
dan pada AKI stadium 3 kadarnya mencapai 5,3 mg/dl. Kadar FGF-23 serum pada
stadium 1 mencapai 224 RU/ml dan pada AKI stadium 3 kadarnya mencapai 2534
Penelitian terbaru oleh Christov dkk. (2013) pada model binatang percobaan
mencit dengan AKI dibandingkan dengan mencit tanpa AKI. Peningkatan kadar
FGF-23 serum secara signifikan 1 jam setelah onset AKI dan mencapai 18 kali
lipat nilai dasar setelah 24 jam (4500 ± 562 pada AKI versus 307 ± 19 pada non
AKI; p < 0,01). Peningkatan kadar fosfat secara signifikan terjadi dalam 24 jam
pada mencit dengan AKI dibandingkan dengan tanpa AKI (11,2 ± 1,4 vs 6,4 ±
merupakan penanda spesifik untuk deteksi dini AKI, baru terjadi 6 jam setelah
onset AKI. Peningkatan FGF-23 serum pada percobaan binatang dengan AKI,
dimana terdapat 4 orang yang mengalami AKI. Kadar FGF-23 serum pada pasien
operasi jantung yang mengalami AKI, meningkat 15,9 kali lipat 24 jam setelah
Peningkatan kadar FGF-23 dan fosfat serum pada pasien AKI memiliki
implikasi klinis yang besar. Leaf dkk. (2012) melaporkan peningkatan kadar FGF-
renal replacement therapy (RRT) pada pasien AKI (OR=13,73 per 1SD log FGF-
dan fosfat serum telah menjadi kajian untuk dijadikan target terapi pada pasien
dapat menurunkan kadar FGF-23 dan fosfat serum (Wetmore dkk., 2010).
fosfat dan FGF-23 serum pada pasien AKI. Penelitian ini dilakukan untuk
1. Apakah terdapat hubungan antara kadar fosfat serum dan stadium AKI?
2. Apakah terdapat hubungan antara kadar FGF-23 serum dan stadium AKI?
6
1.3.1 Tujuan umum: mengetahui kadar fosfat dan FGF-23 serum pada penderita
FGF-23 serum dan stadium AKI, maka kedua parameter tersebut dapat
pada AKI.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Terdapat berbagai definisi AKI yang telah diajukan para ahli, dengan berbagai
2. Peningkatan kreatinin serum ≥ 1,5 kali nilai dasar, baik yang diketahui
Stadium AKI dibagi berdasarkan dua parameter yaitu kadar kreatinin serum
dan produksi urin. Kedua parameter tersebut dipakai dengan pertimbangan bahwa
bila laju filtrasi glomerolus (LFG) tiba-tiba menjadi nol, maka peningkatan
kreatinin serum tidak akan terdeteksi dalam beberapa jam, sedangkan produksi
urin akan langsung terpengaruh. Berdasarkan hal tersebut, diagnosis AKI dibuat
2012). Stadium AKI ditetapkan berdasarkan stadium yang paling berat dari
1. Kadar kreatinin serum terendah dalam 3 bulan terakhir yang tercatat dalam
2. Bila kreatinin serum awal tidak diketahui, maka nilai dasar kreatinin serum
kadar kreatinin serum normal berdasarkan umur, jenis kelamin dan ras
utama yaitu: (1) penyakit yang mengakibatkan penurunan perfusi ke ginjal tanpa
menyebabkan gangguan pada parenkim ginjal (AKI prerenal); (2) penyakit yang
renal/intrinsik) serta (3) penyakit yang terkait dengan obstruksi saluran kemih
9
(AKI pascarenal). Sebagian besar penyebab AKI ialah prerenal (55%) diikuti oleh
Tabel 2.2 Nilai Dasar Kreatinin Serum Normal Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin dan Ras (Bellomo dkk., 2004)
prerenal biasanya memiliki reversibilitas yang baik bila dikoreksi dengan cepat.
demam tinggi dengan asupan cairan yang kurang. Penyebab AKI prerenal yang
terjadi di rumah sakit paling sering oleh gagal jantung dan syok sepsis (Roesli,
2011, Emria 2014). Berbagai penyebab AKI prerenal dapat dilihat dalam tabel
2.3.
cetakan sel darah putih. Analisis mikroskopis dari proses glomerular dan
proses prerenal (misalnya iskemik) atau oleh kerusakan langsung oleh toksin yang
bersifat nefrotoksik (Lattanzio dan Kopyt, 2009). Berbagai penyebab renal dari
Mekanisme Contoh
saluran kencing bisa terjadi dimulai dari ureter, kandung kemih hingga urethra.
kemih, prolap uteri, neurogenic bladder, bekuan darah serta obstruksi ureter
(Roesli, 2011).
Tabel 2.4 Penyebab AKI Renal (dimodifikasi dari Thadani dkk., 1996).
Mekanisme Penyebab
mencakup penilaian faktor risiko individu untuk mengalami AKI, etiologi hingga
bahan-bahan yang dapat menyebabkan AKI (misalnya: sepsis, luka bakar, trauma,
operasi jantung, obat nefrotoksik dll.) atau adanya berbagai faktor yang
serta radiologis untuk membedakan etiologi AKI disampaikan dalam tabel 2.5.
Diagnosis banding AKI ialah kondisi akut pada PGK (acute on chronic
kidney disease/ACKD). Cara membedakan AKI dengan kondisi akut pada PGK
Tabel 2.6 Perbedaan AKI dengan Kondisi Akut pada PGK (KDIGO, 2012)
Kelainan patologi - +
Penanda urinalisis
RBC/casts + +
WBC/casts + +
RTE/casts + +
Granuler cast kasar dan halus + +
Proteinuria + +
Penanda darah (sindroma tubuler) + +
Radiologis
Ginjal mengecil - +
Hidronefrosis + +
Kista - +
Batu - +
Riwayat transplantasi ginjal - +
2.4 Fosfat
Fosfat sangat penting untuk berbagai fungsi sel. Fosfat berperanan dalam
komponen DNA, membran lipid sel, sintesis energi, second messenger (inositol
Fosfat total tubuh adalah 500-700 g, dan 85% terdiri dari kristal
Fosfat dalam darah bebas dari pengikat protein dan ada dalam bentuk
H2PO4, HPO4-2 dan PO4, sehingga fosfat yang beredar sering dinotasikan sebagai
fosfat anorganik. Konsentrasi fosfat serum normal 2,8-4,5 mg/dl (0,9-1,5 mmol/l)
dan dipertahankan melalui interaksi yang kompleks antara usus, ginjal, tulang dan
harian fosfat sekitar 800 mg-1500 mg, dan 65% dari fosfat tersebut diabsorbsi di
duodenum dan jejunum dan bervariasi sesuai dengan konsumsi fosfat melalui
mediasi melalui type IIb natrium fosfat cotransporters (NPT2b) yang terdapat
transport pasif (gambar 2.2). Mekanisme kerja dari Npt2b pada usus halus
hormon utama yang mengatur absorpsi fosfat di usus. Kation, seperti kalsium,
menyebabkan eksresi cepat fosfat di urin, tanpa peningkatan kadar fosfat serum
Sekitar 85% reabsorpsi fosfat terjadi di tubulus proximal ginjal melalui proses
intraselular (Raina dkk., 2012; Blaine dkk., 2014). Proses ini dimediasi oleh tiga
membran apikal dari sel tubulus proximal ginjal. Pada manusia NPT2a dan
energi yang berasal dari perpindahan sodium melalui perbedaan gradien untuk
16
memindahkan fosfat dari filtrate glomerolus kedalam sel tubulus (gambar 2.3).
keadaan normal, jumlah fosfat yang difiltrasi sama dengan jumlah fosfat yang
diabsorpsi (Kestenbaum dan Drueke, 2010). Pada kondisi ginjal normal, diet
rendah fosfat maka akan meningkatkan aktivitas NPT2a dan NPT2c sehingga
utama yang bekerja pada ginjal dengan cara menekan aktivitas NPT2a, NPT2c
serta PiT-2 (Kestenbaum dan Drueke, 2010; Blaine dkk., 2014). Mekanisme kerja
kedua hormon tersebut pada ginjal dijelaskan sebagai berikut. Pada kondisi
penurunan LFG baik pada AKI maupun PGK maka akan terjadi peningkatan
kadar fosfat, yang akan menstimulasi pelepasan hormon PTH dari kelenjar
17
jumlah NPT2a dan NPT2c pada membran basal tubulus proximal, yang akan
Gambar 2.4 Peranan PTH dalam Homeostasis Fosfat Bila Terjadi Penurunan
LFG (Blaine dkk., 2014)
Pada kondisi penurunan LFG seperti pada AKI dan PGK, peningkatan kadar
fosfat yang terjadi juga akan merangsang sel osteosit tulang untuk meningkatkan
fosfat urin dan menurunkan absorpsi fosfat di usus halus, maka peningkatan kadar
Gambar 2.5 Peranan FGF-23 dalam Homoestasis Fosfat Bila Terjadi Penurunan
LFG (Blaine dkk., 2014)
amino yang disekresi terutama oleh osteosit dan osteoblas tulang kedalam
sirkulasi (Dominguez dkk., 2013). Protein ini juga diekspresikan dalam jumlah
yang kecil oleh glandula salivatorius, lambung, dan dalam konsentrasi rendah juga
terdapat di otot rangka, otak, glandula mamaria, liver dan jantung (Martin dkk.,
2012). Strukturnya terdiri dari 24 sequens asam amino hydrofilik dan terminal
NH2 yang terdiri dari 154 asam amino mengandung inti FGF dengan regio yang
homolog dan domain terminal COOH yang mengandung 73 asam amino (gambar
19
mature disekresikan kedalam sirkulasi. Pada aliran darah protein FGF-23 beredar
dalam dua bentuk yaitu: bentuk yang mature/ a full length mature form (25
FGF23251) dan dalam bentuk yang lebih pendek yaitu (25FGF23179) yang tidak
aktif, karena domain terminal COOH sangat penting untuk berinteraksi dengan
dengan kofaktor α-kloto dan aktivasi dari signal FGF-23 (Martin dkk., 2012;
anggota baru keluarga FGF dan diidentifikasi sebagai faktor humoral penyebab
Lanske, 2007).
factor reseptor (FGFR) serta membutuhkan kofaktor klotho pada ginjal dan
kelenjar paratiroid. Terdapat beberapa reseptor FGF yaitu FGFR1, FGFR3 serta
growth factor reseptor 1 merupakan reseptor utama FGF23 yang memediasi efek
metabolisme vitamin D.
20
dalam tubuh. Peranan tersebut melibatkan ginjal, tulang serta kelenjar paratiroid.
Gambar 2.7 Peranan FGF23 dalam Meregulasi Metabolisme Fosfat pada Keadaan
Fisiologis (Lafage-Proust, 2010)
21
Pada kondisi fisiologis, bila terjadi peningkatan kadar fosfat dalam darah
ginjal, FGF23 akan terikat dengan reseptornya (FGFR) serta kofaktor α-kloto.
Pada sel tubulus proksimal ginjal, FGF-23 akan menekan ekspresi NPT2a serta
pada tubulus proximalis (Shimada dkk., 2004; Liu dkk., 2006). Kedua enzim
tersebut yaitu: Cyp27b1 dan Cyp24a1 merupakan enzim pada ginjal yang masing-
masing bertanggung jawab untuk sintesis bentuk bioaktif dari vitamin D dan
inisiasi dari degradasi dari bentuk bioaktif vitamin D menjadi bentuk tidak aktif
asam calsitriol. Bila kita amati efek FGF-23 pada peningkatan ekskresi fosfat
(gambar 2.8). Sesunguhnya reseptor FGF-23 (FGFR) serta α-kloto sebagian besar
terletak di tubulus distal, sehingga hal ini dikenal dengan hipotesis distal to
(Krasjisnik dkk., 2007) maupun in vivo (Ben-Dov dkk., 2007). Hormon paratiroid
resorbsi tulang sehingga terjadi peningkatan kadar fosfat dan calsium. Sementara
kalsium pada tubulus distal. Kadar kalsium dalam darah sendiri memiliki efek
katagori yaitu: faktor sistemik, faktor lokal serta faktor posttranslational (Martin
23
dkk., 2012). Faktor sistemik meliputi: 1) vitamin D (1.25 (OH) 2D; 2) kadar
metabolisme vitamin D menurunkan kadar FGF-23 serum (Salto dkk., 2005 dan
absorpsi kalsium dan fosfat pada saluran cerna. Kedua hal ini akan menyebabkan
penekanan produksi PTH oleh kelenjar paratiroid, dan kemudian pada ginjal
karena efek vitamin D untuk meningkatan absorbsi fosfat di saluran cerna, tidak
Kerja dari FGF-23 juga diatur oleh aktivitas reseptor vitamin D (VDR) baik
secara dependent maupun independent. Stimulasi pada 1,25 (OH)2 D-VDR akan
23 setelah diberikan 1,25 (OH) 2D. Penelitian pada mencit yang telah dihilangkan
aktivitas VDR, ternyata pemberian diet untuk menormalkan kadar kalsium dan
fosfat dapat meningkatkan kadar FGF23. Hal tersebut menujukkan bahwa, ekpresi
FGF-23 juga dikendalikan oleh vitamin D yang tidak tergantung pada VDR
manusia ternyata memberikan hasil yang tidak konsisten. Efek pemberian diet
dengan fosfat yang tinggi maupun rendah, akan memberikan efek terhadap kadar
FGF-23 bila diberikan dalam jangka panjang (Larson dkk., 2003; Burnett dkk.,
2006; Parwad dkk., 2005). Pada penderita dengan PGK, terjadi juga peningkatan
kadar FGF-23 yang sebanding dengan peningkatan kadar fosfat serum. Pemberian
diet fosfat digabung dengan fosfat binder dilaporkan cukup untuk menurunkan
ekskresi fosfat urin akan tetapi sangat sedikit efeknya dalam menurunkan kadar
Faktor sistemik penting yang lain ialah kadar PTH serum. Penelitian secara
FGF-23 serum. Faktor tersebut ialah leptin, terapi dengan glukokortikoid, hormon
estrogen serta inflamasi sistemik (Tsuji dkk., 2010; Carrilo-lopez dkk., 2009;
Faktor lokal khususnya pada tulang juga berperanan dalam meregulasi kadar
FGF-23 serum. Faktor tersebut ialah regulasi oleh phosphate regulating gene with
protein 1 (DMP1). Bila terjadi mutasi atau inaktivasi dari PHEX, maka akan
25
meningkatkan ekpresi gen FGF-23 pada sel osteoblas dan osteosit tulang (Liu
dkk., 2006; Yuan dkk., 2008). Mutasi maupun inaktivasi dari DMP1 juga
(Feng dkk., 2006; Liu dkk., 2006). Ekpresi FGF-23 pada tulang juga dipengaruhi
oleh reseptor FGF-23 (FGFR). Mutasi pada FGFR-1 seperti pada penyakit
Kadar FGF-23 dalam plasma khususnya dalam bentuk yang aktif, juga diatur
inisiasi dari O-glycosylation dari FGF-23. Mutasi pada GALNT3 seperti pada
kemampuan filtrasi glomerolus terhadap fosfat, sehingga terjadi retensi fosfat. Hal
ini diikuti oleh peningkatan kadar fibroblast growth factor 23 (FGF-23) serum
oleh sel osteosit tulang. Fibroblast growth factor 23 bekerja pada tubulus ginjal
untuk meningkatkan ekskresi fosfat urin, sehingga kadar fosfat serum kembali
Russo, 2011).
serta kegagalan awal cangkok ginjal (Isakova dkk., 2011; Juppner, 2011).
diketahui secara baik pada pasien PGK. Penelitian oleh Bachchetta dkk. (2010)
menemukan hubungan yang terbalik antara LFG dengan kadar C terminal FGF-
23 serta intact FGF23 plasma (r = - 0,214 dan r = - 0,30; p = 0,001). Filler dkk.
(2011) juga melaporkan hubungan yang signifikan antara FGF-23 dengan estimasi
signifikan antara estimasi LFG dengan ln{C terminal FGF23} (r = - 0,35, p <
0,05). Pada penelitian tersebut juga didapatkan hubungan yang signifikan antara
kadar fosfat dan FGF-23 serum berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit
kardiovaskuler baik pada pasien dengan atau tanpa PGK ( Kendrik dkk., 2011;
Scialla dan Wolf, 2014). Peningkatan kadar fosfat serum menginduksi kalsifikasi
vaskuler dan disfungsi endotelial secara in vitro pada model percobaan binatang,
27
begitu juga penelitian observasional pada manusia menunjukan hasil yang serupa
(Scialla dan Wolf, 2014). Peningkatan kadar FGF-23 serum berhubungan dengan
hipertrovi ventrikel kiri dan gagal jantung kongestif. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh efek hipertropik langsung FGF-23 terhadap sel miosit kardiak
(Faul dkk., 2011). Terapi untuk mengontrol kadar FGF-23 dan fosfat serum
2.8 Fibroblast Growth Factor 23 pada Pasien Sakit Berat (Critically Ill)
tingginya proses inflamasi pada pasien tersebut (Martin dkk., 2012; Leaf dkk.,
2012). Peningkatan kadar FGF-23 serum pada pasien critically ill kemungkinan
pada pasien critically ill dapat diukur dengan menggunakan skor dari Acute
1991). Penelitian oleh Zhang dkk. (2011) melaporkan terdapat perbedaan skor
APACHE II yang bermakna antara pasien critically ill dengan AKI dibandingkan
2.9 Fibroblast Growth Factor 23 dan Fosfat pada Berbagai Etiologi AKI
Etiologi AKI dapat disebabkan oleh faktor prerenal, renal dan pascarenal
seperti pada uraian sebelumnya. Pengaruh berbagai etiologi AKI terhadap kadar
fosfat FGF-23 dan fosfat serum belum diketahui secara jelas. Leaf dkk. (2012)
ini menggunakan waktu dialisis yang panjang (6-10 jam) dengan mengurangi
blood flow dan dialisate flow rate. Pada umumnya kecepatan aliran darah sebesar
200 ml per menit dan kecepatan dialisat sebesar 100-300 ml per menit (Daugirdas
dkk., 2007).
Pengaruh hemodialisis terhadap kadar fosfat dan FGF-23 pada penderita AKI
regular, kadar FGF-23 serum tetap tinggi, hingga mencapai 1000 kali lipat nilai
normal (Wolf dkk., 2010). Hal ini diduga, karena peningkatan produksi FGF-23
sebanyak dua kali lipat oleh sel tulang juga telah dibuktikan pada model
berlebihan akibat rhabdomiolysis (Shresta dkk., 2004; Shied dkk., 1995; Sperling
rhabdomiolysis (Pietrek dkk., 1978; Mallete dan Silvermean, 1980; Massry dkk.,
1974).
Penelitian mengenai kadar FGF-23 serum pada AKI, pertama kali dilaporkan
oleh Leaf dkk. (2010) pada seorang pasien AKI akibat rhabdomiolysis. Laporan
kasus tersebut menemukan peningkatan kadar FGF-23 serum sebesar 619 RU/ml
(nilai normal 7-71 RU/ml). Hal ini diduga karena stimulasi langsung oleh
kadar FGF-23 pada pasien AKI dengan etiologi selain rhabdomiolysis. Pada
yang mengalami AKI dibandingkan dengan 8 pasien critically ill tanpa AKI
sebagai kontrol. Kadar FGF-23 serum secara signifikan lebih tinggi pada pasien
critically ill dengan AKI jika dibandingkan dengan kontrol (median FGF-23
serum 1948 RU/ml; IQR,347-4969 versus 252 RU/ml; IQR,65-533, p=0,01). Pada
penelitian ini juga didapatkan hiperfosfatemia lebih tinggi pada pasien dengan
AKI jika dibandingkan dengan pasien tanpa AKI (4,5 ±1 mmol/L versus 3,3 ± 1,1
mmol/L, p=0,02). Hiperpatiroid berat (PTH > 250 mg/dl) ditemukan pada pasien
Penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dilaporkan oleh Leaf dkk.
pasien tanpa AKI sebagai kontrol. Hiperfosfatemia secara signifikan lebih tinggi
pada pasien yang mengalami AKI dibandingkan kontrol (4.5 ± 1 vs 3,3 ± 1,1,
p=0,02). Kadar FGF-23 serum juga lebih tinggi pada pasien dengan AKI jika
versus 263 [96-574] RU/ml, p=0,003). Peningkatan kadar FGF-23 serum secara
signifikan telah terjadi 24 jam setelah onset AKI dan menurun pada hari ke-5.
FGF-23 dan fosfat serum pada AKI. Pada percobaan ini digunakan injeksi asam
secara signifikan terjadi dalam 24 jam pengamatan pada tikus dengan AKI
dibandingkan dengan tanpa AKI (11,2 ± 1,4 vs 6,4 ± 0,3; p<0,05). Ditemukan
juga peningkatan hormon PTH secara signikan lebih tinggi pada tikus yang
mengalami AKI jika dibandingkan tikus tanpa AKI (1359 ± 320 versus 85 ± 38, p
< 0,05). Peningkatan kadar FGF-23 serum secara signifikan 1 jam setelah onset
AKI dan mencapai 18 kali lipat nilai dasar setelah 24 jam (4500 ± 562 pada AKI
versus 307 ± 19 pada non AKI; p < 0,01). Pada percobaan tersebut (gambar 2.7)
didapatkan peningkatan blood urea nitrogen (BUN) dan FGF-23 serum terjadi
secara signifikan 1 jam setelah onset AKI, sedangkan peningkatan kadar fosfat
serum baru terjadi setelah 2 jam munculnya AKI. Kadar neutrofil gelatinase-
associated lipocalin (NGAL) yang merupakan penanda dini terjadinya AKI, baru
terjadi 6 jam setelah onset AKI. Hal tersebut menyatakan bahwa peningkatan
peningkatan kadar fosfat dan NGAL serum. Pada penelitian ini juga dilaporkan
bahwa terdapat peningkatan produksi FGF-23 oleh tulang, sebesar 2 kali lipat
Gambar 2.9 Peningkatan Kadar FGF-23 Sejak Awal Onset AKI (Chritov dkk.,
2013). Pengambilan Sampel Darah Diambil pada Jam ke 0, 1,2,4,6 dan 8 setelah
Injeksi Vehicle (garis putus-putus) serta Injeksi Asam folat ( garis lurus). (a)
Kadar BUN plasma (mg/dl). (b) Kadar Fosfat Plasma (mg/dl). (c) Kadar iFGF-23
plasma (pg/ml). (d) Kadar NGAL Plasma (ng/ml). (e) Kadar cFGF-23 Plasma
(pg/ml)
Hasil penelitian diatas juga diperkuat oleh hasil penelitian pada manusia.
Christov dkk. (2013) melakukan penelitian pada penderita AKI yang terjadi
setelah operasi jantung (gambar 2.10). Pada penelitian ini melibatkan 14 pasien
yang menjalani operasi jantung, dimana terdapat 4 orang yang mengalami AKI.
Dilaporkan peningkatan kreatinin serum 1,4 kali lipat dan peningkatan kadar
FGF-23 serum sebesar 15,9 kali lipat 24 jam setelah operasi. Hasil penelitian
peningkatan kadar FGF-23 serum secara signifikan sejak awal terjadinya AKI,
Gambar 2.10 Kadar FGF-23 Serum Meningkat pada Pasien Pascaoperasi Jantung
yang Mengalami AKI ( Christov dkk., 2013)
2.12 Hubungan antara Kadar Fosfat Serum, FGF-23 Serum dan Stadium
AKI
Hingga kini belum ada penelitian untuk mencari hubungan antara peningkatan
kadar fosfat serum, FGF-23 serum dan stadium AKI. Zhang dkk. (2011)
melakukan penelitian pendahuluan pada 12 pasien critically ill dengan AKI, yang
terdiri dari dua pasien AKI stadium 1, lima pasien AKI stadium 2 serta lima
pasien AKI stadium 3. Pada pasien AKI stadium 1 kadar fosfat serum mencapai
3,5 mg/dl (nilai normal 2,8 - 4,5 mg/dl) sedangkan pada AKI stadium 3 kadarnya
mencapai 5,5 mg/dl. Kadar FGF-23 serum pada AKI stadium 1 mencapai 437
RU/ml (nilai normal 7-71 RU/ml) dan pada AKI stadium 3 kadarnya mencapai
4369 RU/ml. Peningkatan kadar fofat serum tersebut tidak berkorelasi terhadap
tidak berkorelasi dengan stadium AKI berdasarkan kriteria AKIN (Zhang dkk.,
2011).
34
Penelitian oleh Leaf dkk. (2012) mendapatkan hasil yang berbeda. Pada
penelitian ini melibatkan 30 pasien AKI baik yang dirawat di ruang perawatan
biasa maupun di ICU. Pada AKI stadium 1 kadar fosfat serum mencapai 3,8 mg/dl
dan pada AKI stadium 3 kadarnya mencapai 5,3 mg/dl. Kadar FGF-23 serum pada
AKI stadium 1 mencapai 224 RU/ml dan pada AKI stadium 3 kadarnya mencapai
2534 RU/ml. Peningkatan kadar fosfat serum berkorelasi dengan kadar FGF-23
Gambar 2.11 Hubungan antara Peningkatan Kadar Fosfat Serum dan FGF-23
Serum pada Pasien AKI (Leaf dkk., 2012)
Pada penelitian tersebut tidak dicari korelasi antara peningkatan kadar fosfat
serum maupun FGF-23 serum dengan stadium AKI. Peningkatan 1SD dari
RRT/Renal Replacement Therapy dan kematian pada pasien AKI (Adjusted odds
tidak langsung pada penelitian ini menyatakan bahwa peningkatan kadar FGF-23
serum berhubungan dengan stadium AKI, seperti tampak pada gambar 2.12.
35
Peningkatan kadar FGF-23 serum pada penderita AKI juga menekan sintesis
hydroxylase (Cyp24a1) pada tubulus proximalis (Shimada dkk., 2004; Liu dkk.,
2006). Semakin tinggi kadar FGF-23 serum maka akan semakin rendah kadar
1,25 dihydroxyvitamin D. Leaf dkk. (2012) melaporkan pada AKI stadium I kadar
1,25 dihydroxyvitamin D berkisar 20-22 pg/ml (nilai normal 18-72 pg/ml) dan
pada AKI stadium 3 kadarnya turun mencapai 10 pg/ml. Peningkatan kadar FGF-
Peningkatan kadar FGF-23 dan fosfat serum pada AKI juga akan
menyebabkan penurunan jumlah NPT2a dan NPT 2c pada membran basal tubulus
proximal, yang akan menyebabkan peningkatan ekskresi fosfat lewat urin (Blaine
dkk.,2014). Penelitian oleh Zhang dkk. (2011) pada 12 pasien critically ill dengan
AKI, melaporkan terjadi hiperparatiroid berat (kadar intac PTH serum >250
mg/dl) pada AKI stadium III. Penelitian oleh Leaf dkk. (2012), pada 30 pasien
peningkatan kadar PTH serum ( r= 0,37, p = 0,005) seperti tampak pada gambar
2.14.
37
BAB III
kadar fosfat serum ke arah normal. Pada AKI mekanisme tersebut terganggu
akibat disfungsi nefron global yang menyebabkan peningkatan kadar fosfat dan
FGF-23 serum. Pada penelitian ini kami ingin meneliti hubungan antara
kongestif atau pembesaran ventrikel kiri. Terapi dengan obat pengikat fosfat,
Derajat keparahan penyakit dasar yang mendasari AKI juga berpengaruh terhadap
3.2 Konsep
1. Genetik
2. Diet Fosfat
Keterangan:
FGF-23 : Fibroblast Growth Factor 23
variabel yang diteliti
variabel perancu yang dikontrol dengan restriksi (eksklusi)
variabel perancu yang dikontrol secara analisis
variabel rambang
korelasi
Konsep penelitian diatas adalah: Variabel penderita AKI yang telah menjalani
hemodilalisis, PGK, DM, terapi pengikat fosfat dan terapi vitamin D merupakan
variabel yang akan diesklusi, sedangkan usia, derajat keparahan penyakit dasar,
pembesaran ventrikel kiri atau penyakit jantung kongestif akan dikontrol dengan
analisis. Variabel genetik dan diet fosfat tidak diukur pada penelitian ini.
40
3.3 Hipotesis
AKI.
AKI
41
BAB IV
METODE PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di Rumah Sakit Sanglah, Denpasar pada bulan
Penelitian ini berada dalam ruang lingkup Ilmu Penyakit Dalam, khususnya
Populasi terjangkau ialah semua pasien AKI dewasa yang berobat jalan di
1. Fosfat
[ ]+3
2
( zα+ zβ )
n=
0,5∈ [ (1+ r ) / (1−r ) ]
[ ]+3
2
( 1,96+0,84 )
n=
0,5∈ [ (1+ 0,32 ) / ( 1−0,32 ) ]
2. FGF-23
[ ]+3
2
( zα+ zβ )
n=
0,5∈ [ (1+ r ) / (1−r ) ]
[ ]+3
2
( 1,96+0,84 )
n=
0,5∈ [ (1+ 0,35 ) / (1−0,35 ) ]
1. Penderita AKI berusia berusia 17-60 tahun baik pria maupun wanita
2. Pasien PGK
Human FGF-23 (C-term) ELISA, Immunotopics. Satu kit FGF-23 terdiri dari 96
44
tes kit, dimana 75 kit digunakan untuk pemeriksaan spesimen, bahan yang
30 menit lalu centrifuge spesimen 3000 round per minute (rpm) selama 15 menit,
Fosfat serum diperiksa dengan alat Cobas 501 dari Roche 2010, dengan
Denpasar. Sedangkan kreatinin serum diperiksa dengan alat Cobas 501 dari
Instrumen yang digunakan adalah kuisioner dan rekam medis yang dipakai
untuk mendapatkan data-data tentang faktor demografi (nama, umur, alamat, jenis
pemeriksaan radiologis, dan terapi pasien. Alat mengukur berat badan berupa
timbangan badan digital merek Seca Digital Scale. Alat ukur tekanan darah yaitu
juga akan bekerjasama dengan para kepala ruangan dan poliklinik bagian/SMF
tersebut. Peneliti kemudian memohon agar penelitian ini dinyatakan laik etik dari
pasien AKI yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi
penjelasan tentang manfaat dan tujuan penelitian. Bila penderita secara sukarela
menandatangani informed consent. Pada pasien critically ill dengan AKI yang
ditandatangani oleh pihak keluarga pasien, bila bersedia ikut dalam penelitian.
fisik, dan dari rekam medis pasien. Diagnosis dan stadium AKI dilakukan dengan
stadium AKI, berdasarkan kreatinin serum dan produksi urin, maka stadium AKI
serum dan fosfat serum paling lambat 24 jam setelah diagnosis dan stadium AKI
ditegakkan. Data yang diperoleh dianalisis, seperti tampak pada gambar 4.1.
46
Populasi target
Populasi terjangkau
Informed concent
Analisis data
Hasil penelitian
Variabel bebas (independent variabel) pada penelitian ini adalah kadar fosfat
AKI.
47
Variabel perancu pada penelitian ini adalah penderita AKI yang telah
menjalani hemodialisis, pasien dengan PGK, DM, terapi pengikat fosfat, terapi
vitamin D, usia, penyakit jantung kongestif atau pembesaran ventrikel kiri serta
Variabel rambang pada penelitian ini adalah genetik dan diet fosfat.
molekul 32-kDa berperan pada regulasi fosfat dan calcitriol diperiksa dengan
mesin Reader 680 dari spesimen darah vena 10 cc oleh Laboratorium Prodia
(www.immutopicsint.com).
2. Fosfat serum adalah kadar fosfat dalam darah yang diukur dengan metode
tahun lahir hingga saat masuk rumah sakit berdasarkan kartu tanda penduduk
4. Kreatinin serum adalah kadar kreatinin darah yang diukur dengan mesin
cobas 501 yang menggunakan metode enzimatik 2 point End dari spesimen
5. Acute Kidney Injury (AKI) ialah: peningkatan kreatinin serum ≥ 0,3 mg/dl
dalam 48 jam atau peningkatan kreatinin serum ≥1,5 kali dari nilai dasar
yang diketahui atau diasumsikan yang terjadi dalam 7 hari, dengan nilai dasar
keratinin serum tidak melebihi batas atas nilai kreatinin serum berdasarkan
umur (lampiran 1; table 4.1), atau volume urine ˂0,5 ml/kgbb/jam selama 6
produksi urin seperti kriteria dari KDIGO 2012 (lampiran 1; tabel 4.2). Bila
7. Penderita AKI yang telah menjalani hemodialisis ialah penderita AKI stadium
8. Penyakit ginjal kronis (PGK) adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama 3
bulan atau lebih. Kerusakan ginjal ditandai dengan gangguan struktural atau
fungsional dari ginjal yang disertai atau tanpa disertai penurunan LFG,
9. Pasien dengan diabetes melitus (DM) ialah, pasien yang telah didiagnosis
diabetes melitus baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2 sesuai dengan data yang
10. Obat pengikat fosfat adalah obat oral yang digunakan untuk menghambat
dipakai adalah garam kalsium seperti kalsium karbonat (CaCO 3) dan kalsium
12. Derajat keparahan penyakit ialah derajat keparahan penyakit pada pasien
critically ill yang dihitung dengan metode dari Acute Physiology And
natrium serum, kadar kalium serum, serum creatinin, hematokrit, sel darah
putih, skor Glasgow Coma Scale, serta umur (Wong dan Knaus, 1991).
pemeriksaan penunjang serta data yang tercatat dalam rekam medis pasien.
nokturnal dispnea, distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru
akut, gallop S3, peninggian tekanan vena jugular dan refluks hepatojugular.
14. Pembesaran ventrikel kiri ialah bila pada gambaran elektrokardiografi (EKG)
tidak. Sampel dalam penelitian ini berjumlah >30 orang, sehingga digunakan
4. Uji inferensial, dalam penelitian ini dilakukan uji korelasi spearman untuk
mengetahui korelasi antara fosfat serum, FGF-23 serum dengan stadium AKI.
5. Uji regresi logistik untuk menilai besarnya pengaruh variabel usia, riwayat
serum.
version 17.0. Nilai p dianggap bermakna apabila p < 0,05 dengan interval
kepercayaan 95%.
Dalam penelitian ini, diperkirakan biaya yang akan digunakan adalah sebagai
berikut:
DAFTAR PUSTAKA
Agraharkar, M. 2007. Acute Renal Failure.[cited 2014 August 1). Available from
http:www.emedicine.com/me/topic1595.htm.
Bacccheta, J., Dubourg, L., Harambat, J., Ranchin, B., Abau-Joude, P., Arnaud,
S., Carlier, M., Richard, M., Cochat, P. 2010. The Influence of Glomerular
Filtration Rate and Age on Fibroblast Growth Factor 23 Serum Level in Pediatric
Chronic Kidney Disease. J Clin Endocrinol Metab, 95(4): 1741-1748.
Balbieri, A.M., Filopati, M., Bua, G., Beck-Pecozz, P. 2007. Two Novel
Nonsence Mutation in GALNT3 Gene are Responsible for Familial Tumoral
Calcinosis. J Huan Genet, 52: 464-468.
Bellomo, R., Kellum, J.A., Ronco, C. 2004. Defining Acute Renal Failure:
Physiological Principles [review] [published online ahead of print November 15,
2003]. Intensive Care Med, 30: 33-37.
Ben-Dov, I.Z., Galitzer, H., Lavi-Moshayoff, V., Goetz, R., Kuro-o, M.,
Mohammadi, M., Sirkis, R., Naveh-Many, T., Silver, J. 2007. The parathyroid is a
Target Organ for FGF-23 in Rats. J Clin Invest, 117(2): 4003-8.
Blaine, J., Chonchol, M., Levi, M. 2014. Renal Control of Calcium, Phosphate,
and Homeostasis. Clin J Am Nephrol, doi;10.22215/CJN.09750913:1-16.
Burnett, S.M., Gunawardane, S.C, Bringhurts, F.R., Juppner, H., Lee, H.,
Finkelstein, J.S. 2006. Regulation of C-teriminal and Intact FGF-23 by Dietery
Phosfate in Men and Women. Bone Marrow Rev, 21:1187-1196.
Christov, M., Waikar, S.S., Pereira, R.C., Havasi, A., Leaf, D.E., Goltzman, D.,
Pajevic, P.D., Wolf, M., Jüppner, H. 2013. Plasma FGF23 Levels Increase
Rapidly after Acute Kidney Injury. Kidney Int, 84(4): 776-785.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Slow Continuous Therapies. In:
Handbook of Dialysis. Lippinncoot Williams& Wilkins. pp 19-249.
Diniz, H., Frazao, J.M. 2013. The Role of Fibroblast Growth Factor 23 in Chronic
Kidney Disease Mineral and Bone Disorder. Nefrologia, 33(6): 835-44.
Dominguez, J.R., Shlipak, M.G., Whooley, M.A., Ix, J.H. 2013. Fractional
Excretion of Phosphorus Modifeis the Association between Fibrobalst Growth
Factor-23 and Outcomes. J Am Soc Nephrol, 24(4): 647-654.
Faul, C., Amaral, A.P., Oskouei, B., Hu, M.C., Sloan, A., Isakova, T., Gutie´ rrez,
O.M., Aguillon-Prada, R., Lincoln, J., Hare, J.M,, Mundel, P., Morales, A.,
Scialla, J., Fischer, M., Soliman, E.Z., Chen, J., Go, A.S., Rosas, SE.,Nessel, L.,
Townsend, R.R., Feldman, H.I., St John Sutton, M., Ojo, A., Gadegbeku, C., Di
Marco, G.S., Reuter, S., Kentrup, D., Tiemann, K., Brand, M., Hill, J.A., Moe,
O.W., Kuro-O, M, Kusek, J.W., Keane, M.G., Wolf, M.2011. FGF23 Induces Left
Ventricular Hypertrophy. J Clin Invest,121: 4393–4408.
Feng, J.Q., Ward, L.M., Liu, S., Lu, Y., Xie, Y., Yuan, B., Yu, X., Rauch, F.,
Davis, S.I., Zhang, Z., Rios, H., Drezner, M.K., Quarles, L.D., Bonewald, L.F.,
White, K.E. 2006. Loss of DMP1 causes Rickets and Osteomalacea and
Iddentifies a Role of Osteocytes in Mineral Metabolism. Nat Genet, 38; 1310-
1315.
Filler, G., Lui, D., Huang, S.S., Casier, S., Chau, A.L., Madernas, J. 2011.
Impaired GFR is the Most Important Determinant for FGF-23 Increased in
Chronic Kidney Disease. Clinical Biochemistry, 44: 435-437.
Gibney, N., Hoste, E., Emmanuel, A. 2008. Timing Initiation and discontinuation
of renal replacement therapy in AKI: Unsaved key question. Clin J Am Soc
Nephrol, 3:876-880.
Hoste, E.H., Kellum, J.A. 2004. Acute renal failure in critical ill:Impact on
morbidity and mortality. Contrib Nephrol,144:1-11.
Hoste, E., Clermont, G., Kersten, A. 2006. RIFLE Criteria for Acute Kidney
Injury are Associated with Hospital Mortality in Critically Ill Patients: A cohort
analysis. Critical Care, 10:R73.
54
Immutopics. Human FGF-23 (C-Term) ELISA Kit. [cited August 1]. Available et
www.immutopicsintl.com.
Isakova, T., Gutierrez, O.M., Smith, K., Epstein, M., Keating, L.K, Juppner, H.,
Wolf, M. 2011. Pilot Study of Dietery Phosforus Restriction and Fosforus Binder
to Target Fibroblast Growth Factor 23 in Patient with Chronik Kidney Disease.
Nephrol Dial Transplant, 26: 584-591.
Ishani, A., Xue, J.L., Himmelfarb, J., Egger, P.W., Kimmel, P.L., Molitoris, B.A.,
Collins, A.J. 2009. Acute Kidney Injury Increases Risk of ESRD Among Elderly.
Am Soc Nephrol, 20; 223-228.
Joannidis, M., Metnitz, B., Bauer, P.2009. Acute Kidney Injury in Critically Ill
Patients Classified by AKIN versus RIFLE Using the SAPS 3 Database. Intensive
Care Med, 35: 1692–1702.
Juppner, H. 2011. Phosphate and FGF-23. Kidney Int; 79(Suppl 121): S24-S27.
Kendrik, J., Cheung, A.K, kaufman, J.S., Greene, T., Robert, W.L., Smiths, G.,
Chonchol, M. 2011.FGF-23 Associates with Death, Cardiovasculer Events, and
Initiatiuon of Chronic dialysis. J Am Soc Nephrol, 22:1913-1922.
Krajisnik, T., Bjorklund, P., Marsell, R.., Ljunggren, O., Akerstorm, G., Jonsson,
K.B., Westin, G., Larsson, T.E. 2007. Fibroblast Growth Factor-23 Regulates
Parathyroid Hormone and 1 alpha-hydroxylase Expression in Cultured Bovine
Parathyroid Cells. J Endocrinol, 195(1): 125-31.
Lafrance, J.P. and Miller, D.R. 2010. Acute Kidney Injury Associates with
Increased Long-term Mortality. J Am Soc Nephrol, 21: 345-352.
55
Larson, T., Niebetg, U., Ljunggren, O., Juppner, H., Jonson, K.B. 2003.
Circulating Concentration of FGF23 Increases as Renal Fungtion Declines in
Patient with Chronic Kidney Disease, but Doesnt not Change in Response to
Variation in Phosfate Intake in Healty Volunteers. Kidney Int, 64: 2272-2279.
Lattanzio, M.R., Kopyt, N.P. 2009. Acute Kidney Injury: New Concepts in
Definition, Diagnosis, Pathophysiology, and Treatment. JAQA, 109(1): 13-19.
Leaf, D.E., Wolf, M., Stem, L. 2010. Elevated FGF-23 in Patient with
Rhabdomyolysis-induced Acute Kidney Injury. Neprol Dial Transplant, 25; 1335-
1337.
Leaf, D.E., Wolf, M., Waikar, S.S., Chase, H., Christov, M., Cremers, S., Stern,
L. 2012. FGF-23 in Patients with AKI and Risk of Adverse Outcomes. Clin J Am
Soc Nephrol, 7: 1217-1233.
Levy, E.M., Viscoli, C.M., Horwitz, R.I. 1996. The Effect of Acute Renal Failure
on Mortality: a Cohort Analysis. JAMA, 275: 1489-1494.
Liu, S., Zhou, J., Tang, W., Jiang, X., Rowe, D.W., Quarles, L.D. 2006.
Pathogenic Role of FGF23 in Hyp Mice. Am J Physiol Endocrinol Metab, 291:
E38-E49.
Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H.
2011. Perkiraan Besar Sampel. Dalam : Sudigdo, S., Ismael, S. (eds). Dasar-
dasar Metodologi Penelitian Klinis edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto. 348-81.
Mallette, L.E., Silverman,V. 1980. Hypercalcemia after Acute Renal Failure.
South Med J, 73: 1453-1456.
Marsell, R., Krajisnikk, T., Gorranson, T., Ohhinsson, C., Ljunggren, O., Larson,
T.E, Jhonsonn, K.B. 2008. Gene Expresssion Analysis of Kidneys from
Transgenic Mice Expressing Fibroblast Growht Factor-2. Nephrol Dial
Transplant, 23: 827-833.
Martin, A., David, V., Querles, L.D. 2012. Regulation and Fungtion of the
FGF23/Kloto Endocrine Pathways. Physiol Rev, 92(131): 131-155.
Massry, S., Arieff, A., Coburn, J., Palmieri, G., Kleeman, C. 1974. Divalent Ion
Metabolism in Patients with Acute Renal Failure: Studies on the Mechanism of
Hypocalcemia. Kidney Int, 5: 437-445.
Mirza, M.A.I. 2010. “The Role of Fibroblast Growth Factor-23 in Chronic Kidney
Disease Mineral and Bone Disorder” (tesis). Sweden: Uppsala University.
Nugraha, A. 2012. “Peranan NGAL Urine Sebagai Biomarker Dini Acute Kidney
Injury” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
56
Oliveira, R.B., Cancella, A.L., Graciolli, G.G., Dos Reis, R.M., Drabie, S.A.,
Cuparpari, L., Carvalho, A.B., Jorgetti, V., Canziani, M.E., Moyes, R.M. 2010.
Early Control of PTH and FGF23 in Normophosfatemic CKD Patients: A New
Target in CKD-MBD Therapy? Clin J Am Soc Nephrol, 5: 286-291.
Osterman, M., Chang, R. 2007. Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit
According to RIFLE. Critical Care Medicine, 35: 1837-1843.
Panggabean, M.M. 2012. Gagal Jantung. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., editor. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi V.
Jakarta: InternaPublishing. p. 1583-1585.
Parward, F., Azam, N., Zhang, M.Y, Yamasita, T., Tenenhouse, H.S., Portale,
A.A. 2005. Dietary and Serum Phosphate Regulate Fibroblast Growth Factor 23
Expression and 1,25(OH)2D Metabolisme in Mice. Endocrinology, 146: 5358-
5364.
Raina, R., Garg, G., Sethi, S.K. 2012. Phosphorus Metabolism. J Nephrol
Theurapeutic, S3:1-7.
Razzaque, M.S, Lanske, B. 2007. The Emerging Role of the Fibroblast Gwowth
Factor 23-kloto Axis in Renal Regulation of Phosfate Homeostasis. Journal of
Endocrimology, 194: 1-10.
Roesli, R.M.A. 2011. Diagnosis dan Pengelolaan Gangguan Ginjal Akut (”Acute
Kidney injury”). Edisi kedua. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Penyakit
dalam Fakultas Kedokteran UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin. p. 9-118.
Salto, H., Maeda, A. Ohtomo, S., Hirata, M., Kusano, K., Kato, S., Ogata, E.,
Segawa, H., Miyamoto, K., Fukushima, N. 2005. Circulating FGF-23 is Regulated
by Alpha,25-dihydroxyvitamin D3 and Phosforus in Vivo; J Biol Chem, 280:
2543-2549.
Sato, T., Tominaga, Y., Ueki, T., Goto, N., Matsuoka, S., Katayama, A., Haba, T.,
Uchida, K., Nakanishi, S., Kazama, J.J., Gejyo, F., Yamashiyta, T., Fgawa, M.
2004. Total Parathyroidectpmy Reduces Elevated Circulating Fibroblast Growth
Factor 23 in Advanced Secondary Hyperparatyhroidism. Am J Kidney Dis, 44: 81-
487.
57
Scialla, J.J., Wolf, M. 2014. Roles od Phosphate and Fibroblast Growth Factor in
Cardiovasculer Disease. Nat Rev Nephrol, 10:268-2278.
Shied, S.D., Lin, Y.F., Lin, S.H., Lu, K.C. 1995. A Prospective Study of Calcium
Metabolism in Exertional Heat Stroke with Rhabdomyolysis and Acute Renal
Failure. Nephron, 71: 428-432.
Shimada, T., Hasegawa, H., Yamazaki, Y., Muto, T., Hino, R., Tacheuchi, Y.,
Fujita, T., Nakahara, K.,Fukumoto, S., Yashaamita, T. 2004. FGF-23 is the Potent
Regulator of Vitamin D Metabolism and Phospate Homeostasis. J Bone Miner
Res, 19: 429-435.
Shrestha, S.M., Berry, J.L., Davies, M., Ballardie, F.W. 2004. Biphasic
Hypercalcemia in Severe Rhabdomyolysis: Serial Analysis of PTH and Vitamin D
Metabolites. A Case Report and Literature Review. Am J Kidney Dis, 43: e31-e35.
Sperling, L.S., Tumlin, J.A. 1996. Case Report: Delayed Hypercalcemia after
Rhabdomyolysis-induced Acute Renal Failure. Am J Med Sci, 311: 186-188.
Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo, A.W., Setyohadi, B.,
Idrus, A., Simadibrata, M., Setiati, S.editor. Buku Ajar Penyakit Dalam. Edisi 7.
Jakarta: Internal publising. p. 1035-1040.
Thadani, R., Pascual, M., Bonvetre, J.V. 1996. Acute Renal Failure. New Engl J
Med, 56: 1448-1460.
Tsuji, K., Maeda, T., Kawane, T., Matsunuma, A., Horiuchi, N. 2010. Leptin
Stimulates Fibroblast Growth Factor-23 Expression in Bone and Suprreasess
Renal Alfa,25-dyhidroxyvitamin D(3) Synthesis in Leptin-deficient 0b/ob Mice. J
Bone Miner Rfes, 25: 1711-1723.
Wetmore, J.B., Lui, S., Krebil, R., Menard, R., Quarles, D.L. 2010. Effects of
Cinacalcet and Concurent Low-dose Vitamin D on FGF23 Levels in ESRD. Clin
J Am Soc Nephrol, 5: 110-116.
White, K.E., Cabral, J.M., Davis, S.J., Fishburn, T., Evans, W.E., Ichikawa, S.,
Fields, J., Yu, X., Shaw, N.J., McLellan, N.J., McKeown, C., Fitzpatrick, D., YU,
K., Ornitz, D.M., Econs, M.J. 2005. Mutations that Cause Osteoglonophonic
Dysplasia Define Novel Roles for FGFR1 in Bone Elongation. Am J Hu Genet,
76; 361-367.
Wong, D.T., Knaus, W.A. 1991. Predicting Outcome in Critical Care: The
Current Status of the APACHE Prognostic Pcoring System. Can J Anaest; 38(2):
374-83.
Yuan, B., Takaiwa, M., Clemens, T.L., Feng, J.Q., Kumar, R.., Roew, P.S., Xie,
Y., Dreszner, M.K. 2008. Aberant Phex Fungtion in Osteoblasts and Osteocytes
Alone Underlies Murine X Linked Hyperphosfatemia. J Clin Invest, 118: 772-
734.
Zhang, M., Hsu, R.., Hsu, C.Y., Kordesch, K., Nicasio, E., Cortez, A., McAlpine,
I., Brady, S., Zhuo, H., Kangelaris, K.N., Stein, J., Calfee, C.S, Liu, K.D. 2011.
FGF-23 and PTH Levels in Patients with Acute Kidney Injury: A Cross-sectional
Case Series Study. Annals of Intensive Care, 1: 211-7.
59
Tabel 4.1 Nilai Dasar Kreatinin Serum Normal Berdasarkan Umur, Jenis
Kelamin, Ras (Bellomo dkk., 2004)
Lampiran 2
2.Ambil dengan pipet sejumlah 100 μ dari standar, kontrol atau sampel,
masukkan kedalam sumur yang dirancang khusus. Segera bekukan standar dan
3. Ambil denga pipet sejumlah 50 μL larutan antibody yang terdiri dari 1 bagian
sumur.
cawan microtiter otomatis aspirasi isi dari masing-masing sumur. Cuci masing-
7. Ambil dengan pipet 150 μL dari substrat ELISA HRP kedalam masing-masing
sumur.
61
10. Segera ambil dengan pipet sebanyak 50 μL dari larutan ELISA Stop kedalam
ELISA Stop.
62
Lampiran 3
Skor APACHE II
Variabel Skor
fisiologik +4 +3 +2 +1 0 +1 +2 +3 +4
Temperatur ≥41 39-40,9 32- 38,5- 36-38,4 34- 32-33,9 30- ≤29,9
(°C) 33,9 38,9 35,9 31,9
MABP ≥16 130- 110- 70-109 55-69 40-54 ≤49
(mmhg) 0 150 129
Denyut ≥18 140- 110- 70-109 55-69 40-54 ≤39
jantung 0 179 139
Laju ≥50 35-49 25-34 12-24 10-11 6-9 35-49 ≤5
pernapasan
Pa O2 >70 61-70 5-60 ˂55
PH arteri ≥ 7,6- 7,25- 7,5- 7,33- 7,5- 7,25- 7,15- ˂7,15
7,7 7,69 7,32 7,59 7,49 7,59 7,32 7,24
Natrium ≥ 160- 155- 150- 130- 120- 111- ˂110
serum 180 179 159 154 149 129 119
(mmol/L)
Kalium serum ≥7 6-6,9 5,5- 3,5-5,4 3-3,4 2,5-2,9 ˂2,5
(mMol/L) 5,9
Kreatinin ≥3, 2-3,4 1,5- 0,6-1,4 ˂0,6
serum 5 1,9
(mg/100 ml)
Hematokrit ≥60 ˂20
(%)
WBC (total ≥40 20- 15- 3-14,9 1-2,9 ˂1
/mm3) 39,9 19,9
GCS (3-15)
kronis (0 poin); Non bedah (5 poin); Operasi emergensi (5 point); operasi elektif
(2 poin).
63
dilaksanakan oleh dr. I Ketut Suardana. Sebelum memutuskan untuk setuju ikut
dalam penelitian ini, maka diharapkan anda membaca informasi berikut, dan
penelitian ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar fosfat
serum, FGF-23 serum dan stadium acute kidney injury. Apabila anda setuju ikut
sebanyak 10 ml yang akan dipakai bahan untuk pemeriksaan fosfat serum dan
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dan disimpan dengan sistem
komputerisasi, tanpa disertai identitas pasien. Hasil penelitian ini mungkin akan
berpartisipasi dalam penelitian ini dirasakan terdapat hal-hal yang merugikan dan
terbukti, maka peneliti akan bertanggung jawab berdasarkan hukum dan kode etik
3. Telepon : 081338387665
permohonan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan selama penelitian
berlangsung.
Hormat saya,
Peneliti
…………………… …….………………….
Tanggal Nama dan tanda tangan
………………….. ……..…………………
Tanggal Nama dan tanda tangan
Lampiran 6
FORMULIR PENGUMPULAN DATA
I. Identitas Pasien
Nomor CM : …………………………………………………….
Nama : …………………………………………………….
Umur : …………………………………………………….
Suku : …………………………………………………….
Pekerjaan : …………………………………………………….
Alamat : …………………………………………………….
III. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
b. Tidak
b. Tidak
b. Tidak
( Ya/Tidak) ( lama:...........bln)
( Ya / Tidak ) ( lama:..........bln )
1. Kesadaran : ( E V M )
4. Respirasi : kali/menit
5. temperatur axila: ºC
6. Mata : anemia:
7. THT :
8. Thoraks:
Jantung:
Paru-paru:
9. Abdomen:
10. Ekstremitas:
V. Pemeriksaan EKG:
VI: Echocardiografi:
68
a. Thorak Foto :
b. BOF :
c. USG :
stadium AKI
Hari perawatan 1 2 3 4 5 6 7
BUN (mg/dl)
SC (mg/dl)
Produksi urine (ml)/24 jam
Fosfat serum (mg/dl)
FGF-23 serum (RU/ml)
Stadium AKI : 1 2 3
Parameter Skor
Temperatur (C)
MAP (mmHg)
Denyut jantung (x/menit)
Laju pernafasan (x/menit)
Pa02
PH arteri/HCO3
Natrium serum (meq/l)
Kalium serum (meq/l)
Kreatinin serum (mg/dl)
Hematokrit
WBC
GCS
Umur
kronis (poin 0): Non bedah (poin 5); Operasi emergency (poin 5); Operasi