Anda di halaman 1dari 26

MENGIMANI RUKUN IMAN

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Tafsir 1


Dosen Pengampu: Dr. Yudi Kuswandi, S.Pd.I. M.Ag

Disusun Oleh:
Kelompok 4

M Kemal Musthafa PAI/ 2 B2 022.011.0058


Nurul Syifa Urrohmah PAI/ 2 B2 022.011.0066
Siva Nur Azizah PAI/ 2 B2 022.011.0079
Suparman PAI/ 2 B2 022.011.0080
Syifa Nur Shaqinah PAI/ 2 B2 022.011.0081

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SILIWANGI BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Tafsir Al-Baqarah Ayat 177 Dan 285.................................................................3
B. Makna Iman.........................................................................................................7
C. Tingkatan Iman....................................................................................................8
D. Keutamaan Dan Pahala Iman..........................................................................11
E. Cabang-Cabang Iman.......................................................................................13
F. Hal-Hal Yang Merusak Iman..........................................................................17
G. Bertambah Dan Berkurangnya Iman..............................................................19
H. Sifat-Sifat Orang Mu’min.................................................................................21
BAB III...........................................................................................................................23
PENUTUP.......................................................................................................................23
A. Kesimpulan.........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Iman secara bahasa artinya percaya sedangkan secara istilah iman berarti
membenarkan atau meyakini dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan serta terdapat rukun iman dalam ajaran
agama Islam, yaitu: pertama beriman kepada Allah Swt. kedua beriman kepada
para Malaikat ketiga beriman kepada kitab-kitab-Nya keempat beriman kepada
Nabi dan Rasul-Nya kelima beriman kepada hari akhir keenam beriman
ketentuan-Nya atau qada dan qadar. Terdapat banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an
yang menjelaskan tentang keimanan, seperti dalam surah al-Ikhlas yang berbicara
tentang tauhid yang menjadi dasar utama keimanan dan sebagaimana juga
keterangan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu
Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad Saw bersabda seutama-utama iman di sisi
Allah Swt. adalah iman yang tidak ada keraguan, jihad yang tidak ada ghulul dan
haji yang mabrur. Namun pada kenyataanya kerap kali terjadi suatu peristiwa
yang tidak mencerminkan keimanan, di antara tidak mengimani firman Allah
SWT. (Teguh. 2022: 252-253)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Iman menurut tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 177 dan 285?
2. Apa makna iman dalam Al-Qur’an?
3. Apa saja tingkatan iman?
4. Apa keutamaan dan pahala iman?
5. Apa saja cabang-cabang dari iman?
6. Apa hal-hal yang merusak iman?
7. Bagaimana iman bisa bertambah dan berkurang?
8. Apa saja sifat-sifat orang mu’min?

1
2

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Iman menurut tafsir Q.S Al-Baqarah ayat 177 dan
285?
2. Mengetahui makna iman dalam Al-Qur’an?
3. Mengetahui tingkatan dari iman?
4. Mengetahui keutamaan dan pahala iman?
5. Mengetahui cabang-cabang dari iman?
6. Mengetahui hal-hal yang merusak iman?
7. Mengetahui tentang iman bisa bertambah dan berkurang?
8. Mengetahui tentang sifat-sifat orang mu’min?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tafsir Al-Baqarah Ayat 177 Dan 285


1. Tafsir Q.S Al-Baqarah Ayat 177
ۤ ‫هّٰلل‬
ِ ‫ ِة َو ْال ِك ٰت‬FF‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك‬
‫ب‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ َّراَ ْن تُ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬ َ ‫۞ لَي‬
ۤ َّ ‫ب ْي ۙ ِل َو‬F ‫الس‬
‫ا َم‬FFَ‫ب َواَق‬ ِ ۚ ‫ا‬FFَ‫فى الرِّ ق‬ ِ ‫ا ِٕىلِ ْينَ َو‬F ‫الس‬ ِ َّ َ‫ ِك ْينَ َوا ْبن‬F ‫رْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس‬FFُ‫ال ع َٰلى ُحب ِّٖه َذ ِوى ْالق‬F َ F‫َوالنَّبِ ٖيّنَ ۚ َو ٰاتَى ْال َم‬
ٰۤ ُ ‫ْ ْأ‬ ۤ َّ ‫ ۤا ِء َو‬F‫بر ْينَ فِى ْالبَْأ َس‬F‫الص‬ ٰ ٰ
َ‫ول ِٕىك‬ ‫سا‬ِ ۗ Fَ‫رَّا ِء َو ِح ْينَ الب‬F‫الض‬ ِ ِ ّ ٰ ‫ ُدوْ ا ۚ َو‬Fَ‫ ِد ِه ْم اِ َذا عَاه‬Fْ‫وْ نَ بِ َعه‬Fُ‫ وةَ ۚ َو ْال ُموْ ف‬F‫الصَّلوةَ َواتَى ال َّز ٰك‬
ٰۤ ُ
١٧٧ َ‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬ َ ‫ول ِٕى‬ َ َ‫الَّ ِذ ْين‬
‫ص َدقُوْ ا ۗ َوا‬

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, melainkan
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari Akhir, malaikat-
malaikat, kitab suci, dan nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,
anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya;
melaksanakan salat; menunaikan zakat; menepati janji apabila berjanji; sabar dalam
kemelaratan, penderitaan, dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” . (Q.S Al-Baqarah: 177)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir (tematik) Al-Mas'udi mengatakan, telah


menceritakan kepada kami Al-Qasim Abdur Rahman, bahwa ada seorang lelaki
datang kepada sahabat Abu Zar, lalu lelaki itu bertanya, "Apakah iman itu?"
Kemudian Abu Zar membacakan kepadanya ayat berikut: “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan”. (Al-
Baqarah: 177), hingga akhir ayat. Kemudian lelaki itu berkata, "Yang kutanyakan
kepadamu bukanlah masalah kebajikan." Maka Abu Zar r.a. menceritakan
kepadanya bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah Saw., lalu
menanyakan kepadanya seperti pertanyaan yang baru kamu ajukan kepadaku,
maka beliau Saw. membacakan ayat ini kepadanya. Akan tetapi, lelaki itu masih
kurang puas sebagaimana kamu kurang puas. Maka akhirnya Rasulullah Saw.
bersabda kepadanya dan mengisyaratkan dengan tangannya: “Orang mukmin itu

3
4

apabila melakukan suatu kebaikan, ia merasa gembira dan mengharapkan


pahalanya; dan apabila dia mengerjakan suatu keburukan (dosa), maka hatinya
sedih dan takut akan siksaannya”. Hadis riwayat Ibnu Murdawaih, dan hadis ini
berpredikat munqati' pula.

Pembahasan mengenai tafsir ayat ini ialah: Sesungguhnya Allah Swt.


setelah memerintahkan kepada orang-orang mukmin pada mulanya untuk
menghadap ke arah Baitul Maqdis, lalu Allah memalingkan mereka ke arah
Ka'bah, maka hal tersebut terasa berat oleh segolongan orang-orang dari kalangan
Ahli Kitab dan sebagian kaum muslim. Maka Allah Swt. menurunkan penjelasan
hikmah yang terkandung di dalam hal tersebut. Yang intinya berisikan bahwa
tujuan utama dari hal tersebut tiada lain adalah taat kepada Allah dan mengerjakan
perintah-perintah-Nya dengan patuh, serta menghadap ke arah mana yang
dikehendaki-Nya dan mengikuti apa yang telah disyariatkan-Nya.

Demikianlah makna kebajikan, takwa, dan iman yang sempurna; dan


kebajikan serta ketaatan itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan kepatuhan
menghadap ke arah timur atau barat, jika bukan karena perintah Allah dan
syariatnya. Karena itulah maka Allah Swt. berfirman:

ِ ‫ب َولَ ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن آ َمنَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم‬


{‫اآلخ ِر‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ َّر َأ ْن تُ َولُّوا ُوجُوهَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫}لَي‬

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu


kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah kebajikan orang yang beriman
kepada Allah, hari kemudian”. (Al-Baqarah: 177), hingga akhir ayat.

Seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam masalah kurban dan
menyembelih hadyu, yaitu firman-Nya:

{‫}لَ ْن يَنَا َل هَّللا َ لُحُو ُمهَا َوال ِد َماُؤ هَا َولَ ِك ْن يَنَالُهُ التَّ ْق َوى ِم ْن ُك ْم‬
5

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai


(keridaan) Allah, tetapi ketakwaan kalianlah yang dapat mencapainya”. (Al-Hajj:
37)

Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat


ini, bahwa kebajikan itu bukanlah kalian melakukan salat tetapi tidak beramal. Hal
ini diturunkan ketika Nabi Saw hijrah dari Mekah ke Madinah, dan diturunkan
hukum-hukum fardu dan hukum-hukum had, maka Allah memerintahkan mereka
untuk mengerjakan fardu-fardu dan mengamalkannya. Hal yang semisal telah
diriwayatkan pula dari Ad-Dahhak serta Muqatil.

Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi menghadap ke arah


barat, dan orang-orang Nasrani menghadap ke arah timur. Maka Allah Swt.
menurunkan firman-Nya: “Bukanlah menghadap wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatii kebajikan”. (Al-Baqarah: 177) Apa yang dibahas oleh ayat ini
adalah iman dan hakikatnya, yaitu pengalamannya. Hal yang semisal telah
diriwayatkan dari Al-Hasan serta Ar-Rabi' ibnu Anas.

Mujahid mengatakan, "Kebajikan yang sesungguhnya ialah ketaatan


kepada Allah Swt. yang telah meresap ke dalam hati."

Ad-Dahhak mengatakan bahwa kebajikan dan ketakwaan itu ialah bila


kalian menunaikan fardu-fardu sesuai dengan ketentuan-ketentuannya.

As-Sauri mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: “tetapi


sesungguhnya kebajikan itu ialah kebajikan orang-orang yang beriman kepada
Allah”. (Al-Baqarah: 177), hingga akhir ayat. Semua yang disebutkan oleh ayat
ini merupakan aneka ragam kebajikan.

Memang benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Sauri ini, karena
sesungguhnya orang yang memiliki sifat seperti yang disebutkan oleh ayat ini
berarti dia telah memasukkan dirinya ke dalam ikatan Islam secara keseluruhan
dan mengamalkan semua kebaikan secara menyeluruh; yaitu iman kepada Allah
6

dan tidak ada Tuhan yang wajib disembah selain Dia, juga beriman kepada para
malaikat yang merupakan duta-duta antara Allah dan rasul-rasul-Nya.

2. Tafsir Q.S Al-Baqarah Ayat 285


ۤ
ُ ِّ‫ٰا َمنَ ال َّرسُوْ ُل بِ َمٓا اُ ْن ِز َل اِلَ ْي ِه ِم ْن َّرب ِّٖه َو ْال ُمْؤ ِمنُوْ ۗنَ ُك ٌّل ٰا َمنَ بِاهّٰلل ِ َو َم ٰل ِٕى َكتِ ٖه َو ُكتُبِ ٖه َو ُر ُسلِ ٖ ۗه اَل نُفَر‬
ۗ ‫ق بَ ْينَ اَ َح ٍد ِّم ْن رُّ ُسلِ ٖه‬
٢٨٥ ‫ص ْي ُر‬ ِ ‫ك ْال َم‬ َ ‫ك َربَّنَا َواِلَ ْي‬ َ َ‫َوقَالُوْ ا َس ِم ْعنَا َواَطَ ْعنَا ُغ ْف َران‬

“Rasul (Muhammad) beriman pada apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadanya dari
Tuhannya, demikian pula orang-orang mukmin. Masing-masing beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya. (Mereka berkata,) “Kami tidak
membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya.” Mereka juga berkata, “Kami dengar
dan kami taat. Ampunilah kami, wahai Tuhan kami. Hanya kepada-Mu tempat (kami)
kembali.” (Q.S Al-Baqarah: 285)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir (tematik) malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan


rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan), "Kami tidak membeda-bedakan antara
seorang pun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya," dan mereka mengatakan,
"Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa), "Ampunilah kami, ya Tuhan
kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (Al-Baqarah: 285), Lalu Malaikat
Jibril berkata: “Sesungguhnya Allah telah memujimu dengan baik dan juga
kepada umatmu, maka mintalah, niscaya kamu akan diberi apa yang kamu
minta”. Maka Nabi ‫ ﷺ‬meminta, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
(Al-Baqarah: 286), hingga akhir ayat. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. (Al-
Baqarah: 286) Dengan kata lain, seseorang tidak dibebani melainkan sebatas
kesanggupannya. Hal ini merupakan salah satu dari lemah-lembut Allah SWT
kepada makhluk-Nya dan kasih sayang-Nya kepada mereka, serta kebaikan-Nya
kepada mereka. Ayat inilah yang me-nasakh dan merevisi apa yang sangat
dikhawatirkan oleh para sahabat dalam firman-Nya: “Dan jika kalian melahirkan
apa yang ada di dalam hati kalian atau kalian menyembunyikannya, niscaya
Allah akan membuat perhitungan dengan kalian tentang perbuatan itu”. (Al-
7

Baqarah: 284) Yakni sesungguhnya Allah SWT sekalipun melakukan perhitungan


hisab dan menanyai, tetapi Dia tidak menyiksa kecuali terhadap hal-hal yang
orang yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk menolaknya.

Adapun terhadap hal-hal orang yang bersangkutan tidak mempunyai


kemampuan untuk menolaknya, seperti bisikan hati, maka manusia tidak
dibebaninya, dan benci terhadap bisikan yang jahat termasuk iman. Firman Allah
SWT: “Ia mendapat pahala dari apa yang diusahakannya”. (Al-Baqarah: 286)
Yakni dari kebaikan yang diusahakannya. “Dan ia mendapat siksa dari apa yang
dikerjakannya”. (Al-Baqarah: 286) Yaitu dari kejahatan yang dikerjakannya.
Yang demikian itu berlaku atas semua amal perbuatan yang termasuk ke dalam
taklif.

B. Makna Iman
Dalam memaknai iman Farid Esack menggunakan surat Al Anfal ayat 2-4
yang berbunyi:

٢ َ‫وْ ۙن‬FFُ‫ا َّوع َٰلى َربِّ ِه ْم يَت ََو َّكل‬FFً‫هٗ َزا َد ْتهُ ْم اِ ْي َمان‬FFُ‫ت َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيت‬ ْ َ‫ َر هّٰللا ُ َو ِجل‬F‫وْ نَ الَّ ِذ ْينَ اِ َذا ُذ ِك‬FFُ‫ا ْال ُمْؤ ِمن‬FF‫اِنَّ َم‬
ْ َ‫وْ بُهُ ْم َواِ َذا تُلِي‬FFُ‫ت قُل‬
ٰۤ ُ ۗ ُ ْ
ٌ ‫َّر ْز‬
‫ق‬ ِ ‫ َرةٌ و‬Fِ‫ َد َربِّ ِه ْم َو َم ْغف‬F‫ت ِع ْن‬ ٌ ‫ا لَهُ ْم َد َر ٰج‬Fۗ Fًّ‫وْ نَ َحق‬FFُ‫ك هُ ُم ْال ُمْؤ ِمن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ ا‬٣ َ‫الَّ ِذ ْينَ يُقِ ْي ُموْ نَ الص َّٰلوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰنهُ ْم يُنفِقوْ ن‬
٤ ‫َك ِر ْي ۚ ٌم‬

“(2) Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut


nama Allah,304) gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka
bertawakal, (3) (yaitu) orang-orang yang melaksanakan salat dan menginfakkan
sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (4) Mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Bagi mereka derajat (tinggi) di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki yang mulia” (Q.S Al-Anfal: 2-4)

Menurutnya ayat di atas adalah yang paling eksplisit dalam


mendefinisikan kata iman dalam kata bendanya, mu’min. Mu’min dimaknai
sebagai “mu’min yang utuh”, yang menunjukan dinamisme konsep iman. Ayat
8

tersebut juga merefleksikan hubungan antara iman dengan amal saleh. Suatu
kualitas yang aktif, yang membuat seseorang berada dalam hubungan yang
dinamis dengan pencipta dan sesamanya. Artinya keimanan tersebut haruslah
mencangkup kemampuan melihat yang transenden kemudian memberi respon
kepadanya dan mendengar bisikan tuhan kemudian bertindak seperti yang
diperintahkan Nya. (Farid Esack. 2000: 158)

C. Tingkatan Iman
1. Menurut Imam Al-Ghozali

Tingkatan Iman menurut Imam Al-Ghozali adalah:

a. Imanul Abidin.

Imanul Abidin adalah imannya ahli ibadah, orang yang beribadah kepada
Allah karena mengharap surga dan takut neraka. Ibarat seorang pekerja
yang mau bekerja karena menginginkan upahnya dan tidak mau tahu
tentang keadaan majikan, ia cinta kepada majikan atau tidak cinta terhadap
majikan yang penting upah. Atau seperti seseorang yang mencintai
kekasih karena kekayaannya, ia tidak cinta kepada kekasihnya, yang ia
cintai hanyalah kekayaanya. Tingkatan iman seperti ini adalah tingkat
iman yang masih rendah.

b. Imanul Muhibbin

Imanul Muhibbin adalah imannya seorang yang beribadah karena rasa


cinta kepada Allah. Ia rela melakukan apapun demi sang kekasihnya.
Ibaratnya seorang Pemuda rela melakukan apa saja demi sang kekasihnya,
tapi jika cintanya di tolak/mendapat cobaan maka sudah tidak cinta lagi.

c. Imanul Mukhlisin
9

Imanul Mukhlisin adalah imannya seorang yang ikhlas, tapi keiklasanya


masih di aku, aku sudah beramal sekian banyak, sudah shodaqoh sekian
banyak, dzikir sekian banyak, aku bisa sholat rajin. Aku-aku inilah yang
menyebabkan sumber kesombongan.

d. Imanul Arifin

Imanul Arifin adalah imannya seorang yang ikhlas/seorang yang arif dan
bijaksana, dalam beribadah tidak mengharapkan apa-apa, hanya
mengharapkan Ridho dari Allah dan di dalam ikhlas itu tidak merasa
ikhlas, karena ikhlasnya billah (yang menggerakkan Allah) “wamaa
romaita idz romaita wa lakinnaallaha roma” dan “laa haula wala kuata ila
billah”. Ini adalah tingkatan Iman yang sempurna istilahnya imanun
Ma’rifat.

2. Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam Kitab Kasyifatus Saja menyebutkan


tingkat keimanan manusia terbagi lima tingkatan, ‫ان خمسة‬FF‫راتب اإليم‬FF‫" م‬Derajat
keimanan ada lima". Lima tingkatan keimanan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Iman Taklid, yaitu keimanan didasarkan pada ucapan orang lain


(ulama biasanya) tanpa memahami dalilnya. Keimanan orang ini sah-
sah saja meski ia terbilang bermaksiat karena meninggalkan upaya
pencarian dalil sendiri bila ia termasuk orang yang dalam kategori
mampu melakukan pencarian dalil.
b. Iman Ilmu atau Ilmul Yaqin, yaitu keimanan yang didasarkan pada
pemahaman aqidah berikut dalil-dalilnya.
c. Iman ‘Iyan atau Ainul Yaqin, yaitu keimanan yang membuat seseorang
mengetahui Allah (Ma'rifatullah). Dengan keimanan ini, Allah tidak
ghaib sekejap pun dari mata batinnya. Bahkan “gerak-gerik” Allah
selalu hadir di dalam batinnya seakan ia memandang-Nya. Ini adalah
Maqom Muraqabah.
10

d. Iman Haq atau Haqqul Yaqin, yaitu keimanan yang membuat


seseorang memandang Allah melalui batinnya. Ini yang dibilang oleh
para ulama bahwa "Arif (orang dengan derajat makrifat) memandang
Tuhannya pada segala sesuatu". Ini adalah Maqam Musyahadah.
e. Iman Hakikat, yaitu keimanan membuat orang menjadi lenyap karena
Allah dan dimabuk oleh cinta kepada-Nya. Ia tidak menyaksikan
apapun selain Allah. Bahkan ia sendiri tidak menyaksikan dirinya. Ini
adalah Maqam Fana.
3. Menurut Para Ulama

Para Ulama membagi hakikat iman dalam 5 tingkatan, yaitu :

a. Iman Al Wasithu, yaitu iman yang dimiliki oleh para malaikat, dimana
tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan tidak pula bertambah.
b. Iman Al Ma’sum, yaitu iman yang dimiliki oleh para Nabi dan Rosul
Allah SWT. Dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan
akan selalu bertambah ketika wahyu datang kepadanya.
c. Iman Al Makbul, yaitu iman yang dimiliki oleh muslim dimana iman
tingkatan ini selalu bertambah jika mengerjakan amal kebaikan dan
akan berkurang jika melakukan maksiat.
d. Iman Al Maukuf, yaitu iman yang dimiliki oleh ahli bid’ah, yaitu iman
yang ditangguhkan dimana jika berhenti melakukan bid’ah maka iman
akan diterima, diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan yang
sejenisnya.
e. Iman Al Mardud, yaitu iman yang ditolak, dimana iman ini yang
dimiliki oleh orang-orang musrik, murtad , munafik dan kafir dan
sejenisnya.

D. Keutamaan Dan Pahala Iman


11

Kewajiban kita yang pertama kali sebagai manusia adalah beriman kepada
Allah. Setelah itu beriman kepada yang lain yang jelas telah diperintahkan dalam
Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Imam Ibnu Tuslan dalam Azzubad mengatakan: “Kewajiban pertama kali


bagi manusia, adalah mengetahui (ma’rifat) kepada Allah (beriman)dengan yakin
(tentang adanya Allah)”.

Dengan iman inilah manusia akan memperoleh martabat yang tinggi dan
tingkatan yang mulia disisi Allah. Sehingga siapa saja yang beriman kepada Allah
dan para Rasul-Nya maka akanmemperoleh pahala yang besar.

Allah Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an di dalam Q.S AliImran ayat


179: “Karena itu berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar”.

Berdasarkan ayat tersebut, maka jelaslah bahwa dengan keimanan


seseorang akan memperoleh pahala yang besar. Di dalam Al-Qur’an Allah telah
menjanjikan dengan tegas kepada orang-orang yang benar-benar beriman baik
laki-laki maupun perempuan akan diberi pahala berupa surga, yaitu suatu tempat
di alam akhirat kelak yang penuh dengan segala macam kesenangan, ketenangan,
kesejahteraan, dan kenikmatan yang kekal abadi selama-lamanya.

Dan itulah merupakan pahala terbesar dan kenikmatan yang hakiki. Sebab
kalau kita jumpa manusia manusia di dunia yang sudah tercukupi segala-galanya
punya rumah yang megah, punya perusahaan yang berkembang pesat, punya
segala macam model mobil mewah, punya istri cantik dan seterusnya, sehingga ia
merasa tenang dan tentram, merasa bahagia dan mersa nikmat. Tapi itu semuanya
merupakan kepuasan, ketenangan, kebahagiaan, dan kenikmatan yang hanya
sementara. Jadi kepuasan, ketenangan, ketentraman, kebahagiaan dan kenikmatan
yang hakiki hanyalah di surga. Iniah sebagai pahala orang yang benar-benar
beriman, yang telah dijanjikan oleh Allah.
12

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an Q.S At–Taubah:72 “Allah


menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan
mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di
dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. dan
keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar”

Dan firman Allah Ta’ala: QS. At-Taubah 111 “Sesungguhnya Allah telah
membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan
surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh
atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat,
Injil dan AlQuran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada
Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan
Itulah kemenangan yang besar”.

Dari kedua ayat tersebut, memberikan pengertian dengan tegas dan pasti
bahwa orang-orang yang benar-benar beriman atau orang-orang yang sempurna
imannya (beramal shalih dan bertaqwa kepada Allah) akan memperoleh pahala
berupa surga, yang gambarannya di bawah surga itu mengalir sungai-sungai,
mereka senantiasa dalam keridhaan Allah dan mereka kekal selama-lamanya di
dalam surga itu, yakni tak akan mengalami kematian lagi dan tidak akan
kehabisan waktu. Mereka di surga tidak menginginkan pindah tempat maupun ke
luar dari padanya. Jadi keimanan inilah yang akan menentukan nasib bagi
seseorang berabad-abad di alam akhiratkelak. Maka siapa saja yang menginginkan
pahala surga, hendaklah menjadi orang yang berimandan konsekuensi terhadap
keimanannya.

Orang yang beriman akan memperoleh pahala surga itu, tidak berarti asal
beriman atau mempercayai keenam rukun iman itu saja, tapi disamping itu harus
juga disertai dengan melakukan amaliah-amaliah (perbuatan-perbuatan) yang
telah disebutkan dalam cabang-cabangnya iman. Sebab dalam hadits Nabi
disebutkan, bahwa iman itu mempunyai 77 cabang. Tetapi cabang paling tinggi
yaitu ucapan Laa ilaaha illallah Oleh karenanya di dalam hadits Nabi ditegaskan
13

bahwa ucapan Laa ilaaha illallah adalah merupakan kunci surga. Siapa yang pada
akhir kalimat yang keluar dari lidahnya, kalimat Laa illaha illallah pasti masuk
surga.

Dengan demikian maka jika kamu menginginkan pahala surga, maka


rebutlah kebaikan, kejarlah amal shaleh sebanyak-banyaknya yang siapapun tak
dapat menandinginya, bersegeralah mohon ampunan dan keridhaan Allah serta
berimanlah (taatlah) kepada segala perintah Allah dan Rasul-Nya.

E. Cabang-Cabang Iman
Sabda Rosulullah SAW yang artinya “Iman itu bisa bertambah dan bisa
berkurang “ (H.R Turmudzi).

Maksud dari Hadits tersebut bukan Iman yang berhubungan dengan


Tauhid/Rukun Iman tapi iman yang berhubungan dengan cabang iman, jumlahnya
ada 77 cabang. Yang 6 merupakan modal pokok dari pada Iman yaitu yang
disebut Rukun Iman. tidak bisa bertambah dan berkurang, tapi
pemahaman/keimanan lebih dari yang pokok/wajib merupakan cabang, jadi yang
6 (Rukun Iman) merupakan pokok tapi sekaligus juga sebagai cabang iman.
(Herman. 2011: 2-22)

Cabang-cabang Iman tersebut diantaranya, adalah:

1. Iman kepada Allah


2. Iman kepada Malaikat Allah
3. Beriman terhadap Kitab-kitab Allah yang disebut Kitab Samawi
4. Wajib percaya dan yakin terhadap Para Utusan Allah atau Para Rosul dan Para
Nabi.
5. Wajib percaya dan yakin dengan adanya Hari Qiyamat dan wajib percaya dan
yakin dengan isi yang terkandung di Hari Qiyamat.
6. Wajib percaya dan yakin bahwa di alam akhirat khususnya bangsa manusia
dihidupkan kembali yang dikenal dengan sebutan bangkit dari alam kubur.
14

7. Wajib percaya dan yakin terhadap Qodarnya Allah.


8. Wajib percaya dan yakin setelah bangkit dari alam kubur sejumlah manusia
khususnya digiring untuk berkumpul di padang makhsyar.
9. Percaya Syurga dan Neraka.
10. Wajib mencintai Allah.
11. Wajib memiliki perasaan takut terhadap ancaman Allah.
12. Wajib merasa optimis terhadap Rahmat Allah.
13. Wajib bertawakal kepada Allah.
14. Wajib mencintai Nabi Muhammad SAW.
15. Wajib meyakinkan bahwa derajat Nabi Muhammad SAW paling Agung
diantara semua makhluk dan wajib mengagungkan Nabi Muhammad SAW.
16. Wajib berfanatik/merasa fanatik terhadap agama Islam.
17. Wajib meyakinkan dan wajib mencari ilmu. Ilmu yang dimaksud yaitu ilmu
yang berguna untuk didunia dan akhirat.
18. Wajib yakin bahwa ilmu agama wajib disebarluaskan dan bagi setiap yang
berilmu wajib menyebarluaskan tentang ilmu agama.
19. Meng-Agungkan Al Qur’an dan menghormatinya.
20. Melaksanakan bersuci.
21. Melaksanakan shalat yang lima waktu sehari semalam dengan baik dan benar.
22. Membayar zakat sesuai dengan ketentuannya.
23. Puasa Ramadhan yang sesuai dengan peraturan yang sebenarnya.
24. Melakukan ‘itikaf.
25. Beribadah haji atau ibadah umroh.
26. Berjuang dijalan Allah demi tegaknya agama Islam.
27. Menetap di satu tempat yang dipakai/ dijadikan perbatasan antara Kaum
Muslimin dan daerah kaum kafirin untuk menjaga atau demi keamanan Kaum
Muslimin.
28. Tetap tabah dan sabar tidak mundur untuk menghindar pada waktu bertemu
dimedan perang antara tentara Kafir dan Tentara Islam.
29. Menyerahkan ghonimah sepenuhnya kepada pimpinan atau wakilnya supaya
ghonimah tersebut dibagikan secara adil.
15

30. Memerdekakan Hamba Sahaya yang beriman.


31. Wajib membayar kafaroh/kifaroh.
32. Memenuhi janji.
33. Mensyukuri nikmat dari Allah.
34. Wajib memelihara lidah dari ucapan/bahasa yang haram atau yang tidak ada
gunannya.
35. Menjaga dan memelihara kelamin dari penggunaan yang dilarang oleh Allah.
36. Menyalurkan/menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya.
37. Tidak membunuh sesama manusia terkecuali membunuh yang hukumnya
wajib.
38. Wajib memelihara/menjaga dari harta hasil dari usaha haram.
39. Meninggalkan usaha yang hukumnya haram dan sekaligus mencegah
masuknya harta kekayaan yang haram.
40. Menjaga diri dan keluarga dari jenis pakaian yang diharamkan, perhiasan yang
diharamkan dan wadah yang diharamkan.
41. Wajib menjaga diri dan keluarga dari permainan yang dilarang yakni Berjudi
dan bermain musik.
42. Hidup sederhana, artinya dalam menggunakan harta kekayaan baik untuk
pribadi, keluarga atau orang lain tidak berlebih-lebihan juga tidak terlalu pelit.
43. Tidak pernah dendam dan tidak pernah hasud.
44. Wajib mencegah, menahan diri jangan sampai menyepelekan sesama orang
Islam, baik didepan mereka atau dibelakangnya.
45. Beramal (beribadah) dengan niatnya karena Allah
46. Wajib merasa gembira kalau mampu melaksanakan ibadah atau taat dan wajib
menyesal lantaran berbuat dosa.
47. Bertaubat kepada Allah dari segala dosa dan kesalahan.
48. Memotong hewan kurban,
49. Wajib mentaati aturan pemerintah dengan catatan aturan tersebut sesuai dengan
aturan Allah dan Rasulnya akan tetapi kalau aturan tersebut tidak sesuai
dengan aturan Allah kalau ada kemampuan wajib ditolak kalau dalam keadaan
terpaksa boleh diikuti asal hati tidak mendukung.
16

50. Berpegang teguh kepada ajaran Islam yang sebenarnya.


51. Menegakkan hukum secara adil.
52. Amar ma’rup dan nahyi munkar.
53. Saling tolong menolong demi kebaikan dan menuju kearah taqwa kepada
Allah.
54. Merasa malu dengan Allah/oleh Allah.
55. Berbuat baik kepada kedua orang tua, baik selama beliau masih hidup atau
setelah meninggal dunia.
56. Bersirahturahmi.
57. Berakhlak baik, berbudi luhur ada perbedaan dengan akhlakul karimah.
58. Memberlakukan secara baik kepada hamba sahaya.Sampai saat ini sudah tidak
ada hamba sahaya, maka diqiyaskan dengan pembantu rumah tangga.
59. Selaku bawahan, wajib mentaati atasannya.
60. Memelihara dan memenuhi hak istri dan anak-anak.
61. Mencintai ahli ibadah (tidak menyepelekannya) dengan cara menghormatinya.
62. Menjawab salam dari sesama Islam.
63. Melayad orang sakit (memiliki rasa peduli).
64. Melaksnakan shalat jenazah.
65. Mendo’akan orang yang bersin.
66. Wajib menjauhi sesuatu yang membawa akibat rusaknya aqidah.
67. Menghormati, menghargai dan berbuat baik kepada tetangga.
68. Wajib menghormati tamu.
69. Wajib menutupi kejelekan sesama Umat Islam.
70. Memiliki perasaan sabar.
71. Sikap dzuhud kepada urusan dunia.
72. Memiliki rasa curiga, maksudnya, mencurigai sesuatu yang diragukan (tidak
acuh tak acuh).
73. Berpaling menjauhi pembicaraan atau obrolan yang tidak ada manfaatnya.
74. Bersikap dermawan / Al Juduk.
75. Menghormati orang yang lebih tua, dan menyayangi orang yang lebih muda.
17

76. Mendamaikan sesama muslimin, maksudnya, seandainya orang Islam dengan


Islam dalam keadaan sengketa.
77. Mencintai menyenangi, menyayangi orang lain sama seperti kepadaa diri
sendiri.

F. Hal-Hal Yang Merusak Iman


Pada dasarnya hal yang dapat merusak iman adalah segala hal yang
menjadi larangan Allah SWT. Karena iman merupakan wujud keyakinan kita
kepada Allah, sehingga ketika kita melakukan sesuatu yang menjadi larangan
Allah maka keyakinan kita akan Allah itu dapat berkurang atau diragukan.

Namun, pada Makalah kami ini kami akan menjabarkan beberapa larangan
Allah yang umum dilakukan manusia dan hal tersebut dapat merusak iman kita
terhadap Allah.

1. Syirik

Syirik secara etimologi berarti menyekutukan atau menyamakan, dan


secara terminologi berarti menyamakan selain Allah dengan Allah dalam halhal
yang merupakan kekhususan Allah, misalnya berdoa kepada selain Allah di
samping berdoa kepada Allah, mempersembahkan ibadah kepada selain Allah.

Selain itu syirik merupakan induk dari segala dosa besar, sebagaimana
yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya, Q.S An-Nisa: 48:

٤٨ ‫ك لِ َم ْن يَّش َۤا ُء ۚ َو َم ْن يُّ ْش ِر ْك بِاهّٰلل ِ فَقَ ِد ا ْفت ٰ َٓرى اِ ْث ًما َع ِظ ْي ًما‬


َ ِ‫اِ َّن هّٰللا َ اَل يَ ْغفِ ُر اَ ْن يُّ ْشرَكَ بِ ٖه َويَ ْغفِ ُر َما ُدوْ نَ ٰذل‬

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-


Nya (syirik), tetapi Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa
yang Dia kehendaki. Siapa pun yang mempersekutukan Allah sungguh telah
berbuat dosa yang sangat besar”.

2. Takabbur atau Sombong

Lawan dari sikap tawadhu‟ adalah takbur atau sombong, yaitu sikap yang
menganggap diri lebih dan meremehkan orang lain. Karena sikapnya itu orang
18

sombong akan menolak kebenaran, kalau kebenaran itu datang dari orang yang
dianggap statusnya lebih rendah darinya.

Sifat sombong adalah warisan dari Iblis yag menolak Allah SWT. Untuk
bersujud kepada Adam As. Karena Iblis mengklaim karena dirinya lebih mulia
dari Adam, karena Adam diciptakan dari tanah sedangkan Iblis diciptakan api.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Baqarah: 34:
ۤ
َ ۗ ‫َواِ ْذ قُ ْلنَا لِ ْل َم ٰل ِٕى َك ِة ا ْس ُج ُدوْ ا اِل ٰ َد َم فَ َس َجد ُْٓوا ِآاَّل اِ ْبلِي‬
٣٤ َ‫ْس اَ ٰبى َوا ْستَ ْكبَ َۖر َو َكانَ ِمنَ ْال ٰكفِ ِر ْين‬

“(Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu


kepada Adam!” Maka, mereka pun sujud, kecuali Iblis Ia menolaknya dan
menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan kafir”.

Karena kesombongannya itu Iblis dikutuk oleh Allah SWT, dan karena
kesombongannya itu pula dia tidak berniat untuk meminta ampun kepada Allah
SWT. Oleh sebab itu para ulama menyebut sifat sombong adalah induk dosa-dosa.

3. Khianat

Lawan dari amanah adalah khianat, yang merupakan sebuah sifat yang
sangat tercela. Sifat khianat adalah sifat kaum munafik yang sangat dibenci oleh
Allah SWT, apalagi kalau yang dikhiantinya adalah Allah dan Rasul-Nya. Oleh
sebab itu Allah melarang orang-orang beriman untuk mengkhianati Allah, Rasul
dan amanh mereka sendiri, sebagaimana Firman-Nya dalam Q.S. Al-Anfal: 27:

٢٧ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ُخوْ نُوا هّٰللا َ َوال َّرسُوْ َل َوتَ ُخوْ نُ ْٓوا اَمٰ ٰنتِ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن‬

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan


Rasul serta janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedangkan kamu mengetahui”.

4. Berbohong

Sifat bohong adalah sifat yang tercela yang merupakan kebalikan dari
shidiq. Rasulullah SAW. menyatakan, (mestinya) mukmin tidak mungkin jadi
pembohong. Rasulullah ditanya oleh para sahabat “apakah ada orag mukmin
19

yang penakut? Nabi bersabda: “Ada”. Beliau ditanya lagi: “apakah ada orang
mukmin yang kikir? Nabi menjawab “Ada”. Kemudian ditanya lagi: “Apakah
ada orang mukmin yang pembohong? Nabi menjawab: “Tidak Ada”. (HR. Malik)

Seorang mukmin harus menjauhi segala menjauhi segala bentuk


kebohongan, baik dalam bentuk pengkhianatan, mungkir janji, kesaksian palsu,
fitnah, gunjing atau bentuk-bentuk lainnya.

5. Jaza’

Lawan dari sifat sabar adalah jaza‟ yang berarti gelisah, sedih, keluh
kesah, cemas, dan putus asa. Sebagaimana dalam firman Allah, dalam Q.S. Al-
Ma’arijat: 19-22:

َ ‫ اِاَّل ْال ُم‬٢١ ‫ َّواِ َذا َم َّسهُ ْالخَ ْي ُر َمنُوْ ع ًۙا‬٢٠ ‫ اِ َذا َم َّسهُ ال َّشرُّ َج ُزوْ ع ًۙا‬١٩ ‫ق هَلُوْ ع ًۙا‬
٢٢ َ‫صلِّ ْي ۙن‬ َ ِ‫۞ اِ َّن ااْل ِ ْن َسانَ ُخل‬

(19) Sesungguhnya manusia diciptakan dengan sifat keluh kesah lagi kikir. (20)
Apabila ditimpa keburukan (kesusahan), ia berkeluh kesah. (21) Apabila
mendapat kebaikan (harta), ia amat kikir, (22) kecuali orang-orang yang
mengerjakan salat”.

Ketidaksabaran dengan segala bentuknya adalah sifat yang tercela. Orang


yang dihinggapi sifat ini, bila menghadapi hambatan dan mengalami kegagalan
akan mudah goyah, berputus asa dan mundur dari medan perjuangan. (Andi dkk.
2011: 11-14)

G. Bertambah Dan Berkurangnya Iman


Para ulama salaf telah sepakat, bahwa Iman itu dapat bertambah dan
berkurang. Bertambahnya Iman dengan banyak melakukan amal shalih.
Sedangkan berkurangnya Iman dengan banyak melakukan amal yang buruk. Ada
sesuatu yang bisa menambah dan mengurangi Iman, disebabkan Iman tidak
bertambah atau berkurang dengan sendirinya. Dengan demikian, Iman bertambah
karena adanya sesuatu yang menambahkannya, yaitu amal shalih. Adapun
berkurangnya Iman pun disebabkan adanya sesuatu yang mengurangi, yaitu amal
20

buruk. Oleh karena itu, sangat keliru jika dikatakan bahwa manusia bertambah
ukuran pada kepalanya. Akan tetapi, kita dapat mengatakan bahwa manusia
bertambah ukuran jenggotnya, atau ukuran pada tubuhnya. berkaitan dengan
perkara ini, Allah Swt. telah berfirman:

َ‫رُوْ ن‬F‫ا َّوهُ ْم يَ ْستَب ِْش‬FFً‫زَ ا َد ْتهُ ْم اِ ْي َمان‬FFَ‫وْ ا ف‬FFُ‫ا فَا َ َّما الَّ ِذ ْينَ ٰا َمن‬Fۚ Fً‫ ِذ ٖ ٓه اِ ْي َمان‬F‫هُ ٰه‬F‫ت سُوْ َرةٌ فَ ِم ْنهُ ْم َّم ْن يَّقُوْ ُل اَيُّ ُك ْم زَ ا َد ْت‬
ْ َ‫َواِ َذا َمٓا اُ ْن ِزل‬
١٢٤

“Apabila diturunkan suatu surah, di antara mereka (orang-orang munafik) ada


yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan
(turunnya) surah ini?” Adapun (bagi) orang-orang yang beriman, (surah yang
turun) ini pasti menambah imannya dan mereka merasa gembira”. (Q.S At-
Taubah: 124)

Juga firman Allah Swt:

ُ ‫انَ هّٰللا‬FF‫ض َو َك‬


ِ ۗ ْ‫ت َوااْل َر‬ َّ ‫وْ ُد‬FFُ‫انِ ِه ْم َۗوهّٰلِل ِ ُجن‬FF‫ب ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ لِيَ ْزدَاد ُْٓوا اِ ْي َمانًا َّم َع اِ ْي َم‬
ِ ‫مٰ ٰو‬F‫الس‬ ِ ْ‫ي اَ ْن َز َل ال َّس ِك ْينَةَ فِ ْي قُلُو‬ْٓ ‫هُ َو الَّ ِذ‬
٤ ‫َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًم ۙا‬

“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin


untuk menambah keimanan atas keimanan mereka (yang telah ada). Milik
Allahlah bala tentara langit dan bumi dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”. (Q. S Al-Fath: 4)

Nabi Saw. juga pernah bersabda, “Iman itu bertambah atau berkurang.”
Bertambah atau berkurangnya keimanan seseorang merupakan ciri pada jiwa
manusia. Sebab, jiwa manusia termasuk dalam alam al-malakut yang tersembunyi
(rahasia), dan anggota tubuh serta segala perbuatannya termasuk dalam alam al-
mulk yang kasat mata. Kehalusan dan kemurnian ikatan antara kedua alam
dimaksud membuat sebagian orang menganggap keduanya sama dan identik.
Sebagian pendapat lainnya menganggap, bahwa tidak ada alam lain selain alam
yang dapat disaksikan (alam al-syahadah). (Ihya. 2002: 263)
21

H. Sifat-Sifat Orang Mu’min


Orang yang beriman kepada Allah swt memiliki ciri ciri tersendiri. Sama
halnya dengan rusa yang diburu tanduknya, gajah yang diincar gadingnya serta
badak yang diambil culanya. Tanpa tanda tersebut, maka hilanglah keindahan
yang dimiliki oleh binatang tersebut. (Andi. 2014: 8)

Begitu pula dengan manusia yang beriman. Dalam Al-Qur an Surah Al-
Anfal ayat 2, dijelaskan tanda-tanda orang yang beriman.

٢ َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم ٰا ٰيتُهٗ زَ ا َد ْتهُ ْم اِ ْي َمانًا َّوع َٰلى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُوْ ۙن‬ ْ َ‫اِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ الَّ ِذ ْينَ اِ َذا ُذ ِك َر هّٰللا ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوْ بُهُ ْم َواِ َذا تُلِي‬

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah mereka yang jika disebut nama


Allah, gemetar hatinya dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhannya mereka bertawakal”,

Dalam ayat di atas dikatakan bahwa ciri orang yang beriman ialah,

1. Bergetar hatinya, apabila disebut nama Allah. Bagaimana hati manusia bisa
bergetar saat disebut nama Allah? Dalam hidup Allah hanya memberikan satu
hati kepada manusia. Di hati itu terkumpul sejuta rasa. Apa yang mengambil
tempat terbesar di hati, maka itulah yang membuat hati kita bergetar kepada hal
tersebut.
2. Ciri orang yang beriman ialah, apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah,
maka bertambah keimanannya. Ayat seperti apa yang dimaksud? Ada dua ayat
yang dimaksud, yaitu ayat yang diucapkan oleh Allah dan ayat yang diciptakan
Allah melalui alam. Jika ayat ini dibacakan kepadanya, maka bertambahlah
keimanannya.
3. Dia berserah diri hanya kepada Allah, berserah diri artinya ialah menyerahkan
hasil usahanya kepada Allah, bukan menyerahkan diri, pasrah terhadap apa saja
hasil usahanya kepada Allah. Tawakkal ialah berserah diri setelah semua yang
kita lakukan sudah maksimal. Kita sudah berusaha sebaik mungkin, mengenai
hasil berdoalah kepada Allah.
4. Mendirikan shalat. Mendirikan shalat maksudnya melakukan shalat dengan
syarat dan rukunnya kemudian mengimplementasikannya ke dalam kehidupan
22

sehari-hari. Implementasi dari shalat yang dimaksudkan ialah dengan sikap dan
perbuatan. Manusia akan dipertanyakan shalatnya jika dalam hidup hanya bisa
mencuri harta orang lain. Seusai shalat sifat tamaknya jalan lagi. Bukan shalat
seperti ini yang dimaksud. Shalat tidak semata-mata menyembah Allah tanpa
ada maksud lain dari hal tersebut. Dirikanlah shalat sehingga shalat itu dapat
membekas dalam kehidupan sehari-hari.
5. Orang yang menginfakkan sebagian hartanya di jalan Allah. Harta dan
segalanya yang kita miliki sesungghunya bukan milik kita sebenarnya. Namun,
bagi manusia yang beriman harta bisa menjadi milik manusia seutuhnya yaitu
dengan menginfakkan hartanya di jalan Allah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah,Herman. 2011. Pelajaran Cabang-Cabang Iman. Sukapura: Ponpes


Nurul Hidayah

Akbar, Andi. Dkk. (2014) Iman Dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan. Malang:
Universitas Muhammadiyah.

Asnani, Mahdi. (2018) Makna Iman Islam Dan Kufr Menurut Farid Esack Dan
Kontekstualisasinya Pada Civil Society. An-Nas : Jurnal Humaniora.
Volume 2, No 2.

Disarikan dari Kitab Kasyifatus Saja karya Syekh Nawawi Al-Bantani dan
berbagai sumber lain

https://www.laduni.id/post/read/73967/iman-dan-tingkatannya-menurut-para-
ulama

https://id.scribd.com/document/535375492/Keutamaan-Dan-Pahala-Iman

Ihya Ulumiddin, Ilmu dan Keyakinan, (Jakarta: Republika, 2002),

Saputra, Teguh. (2022) Faktor Meningkat dan Menurunnya Keimanan: Studi


Kitab Tafsir Al-Azhar Karya Buya Hamka. Jurnal Riset Agama. Volume
2, No 2.

24

Anda mungkin juga menyukai