Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL

(MERKANTILISME KLASIK)

“Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi Internasional”

Dosen Pengampu: Asti Aini, S.E., M.Ak

Disusun Oleh :

 Rossy Purnama Sari NIM. 201420033


 Egga Yulia NIM. 201420001

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN

BANTEN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat
serta Hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
”Teori perdagangan internasional (merkantilisme klasik)”. Shalawat serta salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW kepada
keluarganya, sahabatnya, serta kita selaku umatnya.

Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Ekonomi
Internasional. Dalam membuat makalah ini dengan keterbatasan ilmu yang kami
miliki kami berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga penyusunan makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi para pembaca. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.

Serang, 5 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB 1 ................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
BAB II................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 3
1. Pandangan dari Sisi Merkantilisme mengenai Perdagangan................................... 3
2. Perdagangan Berdasarkan Keunggulan Absolut: Adam Smith ............................... 4
a. Keunggulan Absolut ........................................................................................... 4
b. Ilustrasi Keunggulan Absolut.............................................................................. 6
3. Perdagangan Berdasarkan Keunggulan Komparatif: .............................................. 7
a. David Ricardo ..................................................................................................... 7
b. Jhon Stuart Mill................................................................................................... 9
4. Keunggulan Kompetetif Secara Umum (Model Daya Saing Internasional ME
Porter dan Model 9 Faktor Dong-Sung Cho) ................................................................ 10
BAB III ............................................................................................................................. 15
PENUTUP ........................................................................................................................ 15
D. Kesimpulan ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Untuk memenuhi kebutuhan manusia, pedagang mempunyai peranan
yang sangat penting. Barang hasil produksi dapat tersalurkan ke
konsumen melalui para pedagang tersebut. Sekarang, kegiatan
perdagangan sangat luas. Perdagangan sudah merambah wilayah
antarnegara (internasional). Secara universal perdagangan internasional
dapat diartikan sebagai perdagangan yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan
(individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu
negara atau pemerintah suatunegara dengan pemerintah negara lain.

Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor


utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional
telah terjadi selama ribuan tahun, dampaknya terhadap kepentingan
ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan.
Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi,
kemajuantransportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan
multinasional. Berdasarkan latar belakang diatas, dalam makalah ini
akan membahas mengenai “Teori Perdagangan Internasional
(merkantilisme klasik)”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pandangan aliran Merkantilisme tentang
perdagangan Internasional ?
2. Apa saja keunggulan mutlak Adam Smith (Absolute
Advantage/Absolute Cost ?
3. Apa saja keunggulan komparatif JS Mil (Kurniawan, 1817)l dan
David Ricardo (Comparative Cost ) ?
4. Apa saja keunggulan Kompetitif secara umum (Model daya saing
Internasional ME Porter dan Model 9 Faktor Dong Sung Cho) ?
C. Tujuan
1. Memahami pandangan Aliran Merkantilisme tentang perdagangan
Internasional
2. Memahami keunggulan Mutlak Adam Smith (Absolute
Advantage/Absolute Cost

1
2

3. Memahami keunggulan komparatif JS Mill dan David Ricardo


(Comparative Cost)
4. Memahami keunggulan Kompetitif secara umum (Model daya
saing Internasional ME Porter dan Model 9 Faktor Dong Sung
Cho)
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pandangan dari Sisi Merkantilisme mengenai Perdagangan


Ekonomi sebagai ilmu yang terorganisir dapat dikatakan berasal dari publikasi
The Wealth of Nations oleh Adam Smith pada 1776. Namun, tulisan-tulisan
tentang perdagangan internasional sudah ada lebih dahulu di negara-negara seperti
Inggris, Spanyol, Prancis, Portugal, dan Belanda seiring berkembangnya mereka
menjadi negara yang modern. Secara khusus, selama abad XVII dan XVIII,
sekelompok orang (pedagang, bankir, pejabat pemerintah, dan bahkan filsuf)
menulis esai dan selebaran mengenai perdagangan internasional yang
menganjurkan suatu filosofi ekonomi yang dikenal sebagai merkantilisme. Secara
singkat, para penganut merkantilisme menyatakan bahwa jalan bagi suatu negara
untuk menjadi kaya dan berkuasa adalah dengan mengekspor lebih dari jumlah
impor. Surplus ekspor yang dihasilkan kemudian akan dibayar menggunakan
aliran arus logam mulia yang masuk, terutama emas dan perak. Semakin banyak
emas dan perak yang dimiliki suatu negara maka semakin kaya dan kuat negara
itu. Dengan demikian, pemerintah harus melakukan semua yang ada dalam
kekuasaannya untuk merangsang ekspor suatu negara, dan mencegah serta
membatasi impor (khususnya impor barang mewah). Namun, karena semua
negara tidak bisa secara bersamaan memiliki surplus ekspor dan jumlah emas dan
perak itu secara terus-menerus pada setiap titik waktu tertentu, satu negara hanya
bisa mendapatkannya dengan mengorbankan negara-negara lain. Para penganut
merkantilisme, oleh karena itu, selalu mengajarkan nasionalisme ekonomi, mereka
percaya bahwa kepentingan nasional pada dasarnya berada dalam kondisi konflik .

Perhatikan bahwa merkantilisme mengukur kekayaan suatu negara dengan stok


logam mulia yang dimilikinya. Sebaliknya, saat ini kita mengukur kekayaan suatu
negara dengan populasi manusia, produktivitas manusia, dan sumber daya alam
yang tersedia untuk memproduksi barang dan jasa. Semakin besar stok sumber
daya yang berguna, semakin besar arus barang dan jasa untuk memenuhi
keinginan manusia, dan semakin tinggi standar hidup di negara tersebut.

Pada tingkat analisis yang lebih rumit, ada alasan yang lebih rasional dalam
menjelaskan keinginan para penganut merkantilisme untuk mengakumulasi logam
mulia. Hal ini dapat dipahami jika melihat bahwa merkantilisme bekerja terutama
untuk para penguasa dan bertujuan meningkatkan kekuatan nasional. Dengan

3
4

lebih banyak emas, penguasa bisa membangun kekuatan militer yang lebih besar
dan lebih baik serta mengonsolidasikan kekuasaan mereka di dalam negeri, tentara
dan angkatan laut yang diperkuat juga memungkinkan mereka untuk memperoleh
koloni lagi. Selain itu, emas berlebih berarti lebih banyak uang (contohnya, lebih
banyak koin emas) dalam sirkulasi dan aktivitas bisnis yang lebih besar. Selain
itu, dengan mendorong ekspor dan membatasi impor, pemerintah akan mendorong
output nasional dan kesempatan kerja.

Dalam hal apa pun, merkantilisme menganjurkan kontrol pemerintah yang ketat di
semua aktivitas ekonomi dan menekankan nasionalisme ekonomi karena mereka
percaya bahwa suatu negara bisa mendapatkan keuntungan dalam perdagangan
hanya dengan mengorbankan negara lain (misalnya, perdagangan adalah zero-sum
game). Pandangan ini penting karena dua alasan. Pertama, ide-ide Adam Smith,
David Ricardo, dan ekonom klasik lainnya akan lebih dapat dipahami jika mereka
dianggap sebagai reaksi terhadap pandangan merkantilisme mengenai
perdagangan dan peran pemerintah. Kedua, saat ini tampaknya ada kebangkitan
neo-merkantilisme, seiring negara negara yang merasa terancam oleh tingkat
pengangguran yang tinggi berusaha untuk membatasi impor dalam upaya untuk
merangsang produksi dalam negeri dan tenaga kerja Bahkan, selain Inggris,
selama periode 1815-1914, tidak ada negara Barat yang benar-benar bebas dari
gagasan merkantilisme.

2. Perdagangan Berdasarkan Keunggulan Absolut: Adam Smith


Adam Smith memulai dengan prinsip yang sederhana bahwa dua negara hanya
akan berdagang dengan satu sama lain secara sukarela apabila kedua negara
mendapatkan manfaat. Jika satu negara tidak mendapatkan apa-apa atau
kehilangan, dia akan menolak untuk berdagang. Namun, bagaimana suatu
perdagangan yang saling menguntungkan dapat berlangsung dan dari mana
keuntungan dari perdagangan tersebut datang?

a. Keunggulan Absolut
Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada
keunggulan absolut. Ketika satu negara lebih efisien daripada (atau memiliki
keunggulan absolut atas) yang lain dalam produksi satu komoditas tetapi kurang
efisien daripada (atau memiliki kelemahan absolut terhadap) negara lain dalam
memproduksi komoditas yang kedua, kedua negara dapat mendapatkan manfaat
dengan masing-masing mengkhususkan diri dalam produksi komoditas yang
memiliki keunggulan absolut dan bertukar hasil dengan negara lain untuk
komoditas yang memiliki kelemahan absolut. Dengan proses ini, sumber daya
digunakan dengan cara yang paling efisien dan hasil dari kedua komoditas akan
naik. Peningkatan dalam hasil komoditas keduanya merupakan ukuran
5

keuntungan dari spesialisasi dalam produksi yang tersedia untuk dibagi antara
kedua negara melalui perdagangan.

Misalnya, karena kondisi iklim, Kanada lebih efisien dalam menumbuhkan


gandum tapi tidak efisien dalam menumbuhkan pisang (harus menggunakan
rumah kaca). Di sisi lain, Nikaragua efisien dalam menumbuhkan pisang tapi
tidak efisien dalam menumbuhkan gandum. Dengan demikian, Kanada memiliki
keunggulan absolut atas Nikaragua dalam budi daya gandum, tetapi memiliki
kelemahan absolut dalam budi daya pisang. Kondisi sebaliknya berlaku untuk
Nikaragua.

Dalam keadaan ini, kedua negara akan mendapat manfaat jika masing-masing
mengkhususkan diri dalam produksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut
dan kemudian diperdagangkan dengan negara lain. Kanada akan mengkhususkan
diri dalam produksi gandum (yaitu menghasilkan lebih dari yang dibutuhkan oleh
dalam negeri) dan menjual sebagian (surplus) untuk pisang yang tumbuh di
Nikaragua. Akibatnya, akan lebih banyak gandum dan lebih banyak pisang yang
akan ditanam dan dikonsumsi, dan keduanya, Kanada dan Nikaragua, akan
mendapatkan manfaat. Dalam hal ini, negara berperilaku tidak berbeda dari
seorang individu yang tidak akan berusaha untuk menghasilkan semua komoditas
yang dia butuhkan. Sebaliknya, ia hanya akan menghasilkan komoditas itu apabila
ia dapat menghasilkannya dengan cara yang paling efisien dan kemudian
menukarkan output-nya untuk komoditas lain yang dia butuhkan atau inginkan.
Dengan cara ini, total hasil dan kesejahteraan semua individu dapat
dimaksimalkan.

Dengan demikian, sementara para penganut merkantilisme percaya bahwa satu


negara bisa mendapatkan keuntungan hanya dengan mengorbankan negara lain
dan menganjurkan kontrol pemerintah yang ketat dari semua kegiatan ekonomi
dan perdagangan, Adam Smith (dan ekonom klasik lainnya yang mengikutinya)
percaya bahwa semua negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan
bebas dan sangat menganjurkan kebijakan laissez-faire (yakni membatasi campur
tangan pemerintah sekecil mungkin dalam sistem ekonomi). Perdagangan bebas
akan menyebabkan sumber daya dunia akan digunakan cara yang paling efisien
dan akan memaksimalkan kesejahteraan dunia. Ada beberapa pengecualian untuk
kebijakan laissez-faire dan perdagangan bebas ini. Salah satunya adalah
perlindungan industri penting bagi pertahanan nasional.

Dalam pandangan keyakinan ini, tampaknya terjadi paradoks bahwa saat ini
sebagian besar negara memberlakukan banyak pembatasan pada arus perdagangan
bebas internasional. Pembatasan perdagangan yang selalu dirasionalisasi dengan
kesejahteraan nasional. Pada kenyataannya, pembatasan perdagangan hanya
6

dianjurkan oleh beberapa industri dan serikat pekerja yang merasa terancam oleh
produk impor saja. Dengan demikian, pembatasan perdagangan hanya
menguntungkan beberapa pihak dengan mengorbankan orang banyak (yang akan
harus membayar harga yang lebih tinggi untuk barang-barang domestik). Isu-isu
ini akan dibahas secara rinci di Bagian Dua.

Juga yang perlu dicatat adalah bahwa teori Adam Smith melayani kepentingan
pemilik pabrik (yang dapat membayar upah lebih rendah karena impor pangan
murah) dan merugikan pemilik tanah di Inggris (karena makanan menjadi
berlimpah akibat impor maka harga menjadi lebih murah), dan itu menunjukkan
hubungan antara tekanan sosial dan pengembangan teori-teori ekonomi baru untuk
mendukung mereka.

b. Ilustrasi Keunggulan Absolut


Kita sekarang akan melihat contoh dari keunggulan absolut yang akan berguna
untuk membentuk kerangka acuan dalam menyajikan teori keunggulan komparatif
yang lebih rumit dalam bagian berikutnya.

TABEL 2.1 Keunggulan Absolut

Amerika Serikat Inggris

Gandum (gantang/jam) 6 1

Kain (meter/jam) 4 5

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa satu jam dari waktu kerja dapat menghasilkan
enam gantang gandum di Amerika Serikat, tetapi hanya satu di Inggris. Di sisi
lain, satu jam dari waktu kerja menghasilkan lima meter kain di Inggris tapi hanya
empat di Amerika Serikat. Dengan demikian, Amerika Serikat lebih efisien
daripada, atau memiliki keunggulan absolut atas, Inggris dalam produksi gandum,
sedangkan Inggris lebih efisien daripada, atau memiliki keunggulan absolut atas,
Amerika Serikat dalam produksi kain. Dengan perdagangan, Amerika Serikat
akan mengkhususkan diri dalam produksi gandum dan sebagian diperdagangkan
untuk mendapatkan kain dari Inggris. Kondisi sebaliknya juga berlaku untuk
Inggris.

Jika Amerika Serikat melakukan pertukaran enam gantang gandum (6G) dengan
enam meter kain Inggris (6K), Amerika Serikat mendapat keuntungan 2K atau
menyelamatkan ½ jam atau 30 menit dari waktu kerja (karena Amerika Serikat
hanya bisa menukar 6G untuk 4K di dalam negeri). Demikian pula, 6G yang
7

diterima Inggris dari Amerika Serikat adalah setara dengan atau akan memerlukan
enam jam waktu kerja untuk memproduksi di Inggris. Keenam jam yang sama
dapat menghasilkan 30K di Inggris (6 jam kali 5 meter kain per jam). Dengan
pertukaran 6K (memerlukan sedikit lebih dari satu jam untuk memproduksi di
Inggris) untuk 6G dengan Amerika Serikat, Inggris mendapat keuntungan 24K,
atau menghemat hampir lima jam kerja.

Fakta bahwa Inggris mendapat keuntungan jauh lebih banyak daripada Amerika
Serikat tidak penting untuk saat ini. Yang penting adalah bahwa kedua negara
dapat memperoleh keuntungan dari spesialisasi dalam produksi dan perdagangan.
(Kita akan melihat di Bagian 2.6B mengenai bagaimana tingkat di mana
komoditas yang ditukar dengan satu sama lain menentukan, dan juga meneliti
pertanyaan terkait dengan bagaimana keuntungan dari perdagangan dibagi di
antara negara negara yang terlibat dalam perdagangan).

Keunggulan absolut, bagaimanapun, hanya dapat menjelaskan bagian yang sangat


kecil dari perdagangan dunia saat ini, seperti beberapa perdagangan antara negara
maju dan berkembang. Sebagian besar perdagangan dunia, khususnya
perdagangan di antara negara-negara maju, tidak dapat dijelaskan oleh
keunggulan absolut. Baru kemudian muncul David Ricardo, dengan hukum
keunggulan komparatif, yang dapat benar-benar menjelaskan landasan dan
manfaat dari perdagangan. Memang pada kenyataannya, keunggulan absolut
hanya akan dianggap sebagai kasus khusus yang lebih umum dari teori
keunggulan komparatif.

3. Perdagangan Berdasarkan Keunggulan Komparatif:


a. David Ricardo
Pada 1817, David Ricardo menerbitkan tulisannya mengenai Principles of
Political Economy and Taxation, yang mana ia menyajikan hukum keunggulan
komparatif. Ini adalah salah satu hukum yang paling penting dan masih tak
tertandingi dalam bidang ekonomi, dan bisa diaplikasikan. Pada bagian ini,
pertama-tama kita akan mendefinisikan hukum keunggulan komparatif, kemudian
kita akan menggambarkan dengan contoh numerik sederhana, akhirnya, kita akan
membuktikannya dengan menunjukkan bahwa kedua negara memang dapat
memperoleh manfaat dengan masing-masing mengkhususkan diri dalam produksi
dan ekspor komoditas yang memiliki keunggulan komparatif bagi negara tersebut.
Dalam Bagian 2.6A, kita akan membuktikan hukum ini menggunakan ilustrasi
grafis.
8

 Hukum Keunggulan Komparatif


Menurut hukum keunggulan komparatif, bahkan jika satu negara kurang efisien
daripada (memiliki kelemahan absolut terhadap) negara lain dalam produksi
kedua komoditas, masih ada landasan untuk perdagangan yang saling
menguntungkan. Negara pertama harus mengkhususkan diri dalam produksi dan
ekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil (ini yang
akan menjadi komoditas yang merupakan keunggulan komparatif) dan
mengimpor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih besar (ini
yang akan menjadi komoditas dengan kerugian komparatif).

TABEL 1. Keunggulan Komparatif

Amerika Serikat Inggris

Gandum (gantang/jam) 6 1

Kain (meter/jam) 4 2

Pernyataan hukum tersebut dapat dijelaskan dengan melihat Tabel 2.2. Satu-
satunya perbedaan antara Tabel 1 dan 2.1 adalah bahwa Inggris kini memproduksi
hanya dua meter per jam bukan lagi lima. Dengan demikian, Inggris sekarang
memiliki kelemahan absolut baik dalam produksi gandum dan kain dibandingkan
dengan Amerika Serikat.

Namun, karena tenaga kerja Inggris adalah setengah produktif dalam kain, tetapi
enam kali kurang produktif dalam gandum dibandingkan dengan Amerika Serikat,
Inggris memiliki keunggulan komparatif dalam kain. Di sisi lain, Amerika Serikat
memiliki keunggulan absolut di kedua barang, gandum dan kain, dibandingkan
dengan Inggris, tapi karena keunggulan absolut lebih besar dalam gandum (6:1)
dibandingkan dengan kain (4:2), Amerika Serikat memiliki keunggulan
komparatif dalam gandum. Untuk meringkas, keunggulan absolut Amerika
Serikat lebih besar dalam gandum, sedangkan kelemahan absolut Inggris lebih
kecil di kain sehingga keunggulan komparatifnya terletak pada kain. Menurut
hukum keunggulan komparatif, kedua negara dapat memperoleh manfaat
perdagangan jika Amerika Serikat mengkhususkan diri dalam produksi gandum
dan mengekspor sebagian dalam perdagangan untuk mendapatkan kain dari
Inggris (Pada saat yang sama, Inggris mengkhususkan diri dalam produksi dan
ekspor kain).

Perhatikan bahwa di dalam hubungan perdagangan internasional dua negara, dua


komoditas, setelah ditentukan bahwa satu negara memiliki keunggulan komparatif
9

dalam satu komoditas, negara lain tentu harus memiliki keunggulan komparatif
dalam komoditas lainnya.

 Keunggulan Komparatif dan Biaya Oportunitas


David Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatif pada sejumlah asumsi
sederhana: (1) hanya dua negara dan dua komoditas, (2) perdagangan bebas, (3)
mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam setiap negara tapi tidak di antara
kedua negara, (4) biaya produksi konstan, (5) biaya transportasi tidak ada, (6)
tidak ada perubahan teknis, dan (7) teori nilai tenaga kerja. Sementara asumsi satu
sampai enam dengan mudah dicapai, asumsi ketujuh (yaitu bahwa teori nilai
tenaga kerja berlaku) tidak valid dan tidak boleh digunakan untuk menjelaskan
keunggulan komparatif.

b. Jhon Stuart Mill


Teori ini menyatakan bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga
kerja yang dicurahkan untuk memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga
kerja yang digunakan untuk memproduksi suatu barang, makin mahal harga
barang tersebut. Suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang yang
memiliki keunggulan komparatif terbesar dan mengimpor barang yang memiliki
relatif kerugian komparatif. Atau dengan kata lain suatu negara akan
memproduksi dan mengekspor barang yang dapat dihasilkan dengan harga relatif
murah dan mengimpor barang yang apabila diproduksi sendiri menggunakan
ongkos produksi yang relatif lebih besar.

TABEL 2. Keunggulan Komparatif berdasarkan Jam Kerja per satuan Output

Negara Sutra Permadani Dasar Tukar


Domestik (DTD
Iran 2 4 1 meter permadani
Jam/meter Jam/meter = 2 meter sutra
Indonesia 1 5 1 meter permadani
Jam/meter Jam/meter = 5 sutra

Berdasarkan tabel 2 apabila DTI 1 : 1, maka perdagangan antara Iran dan


Indonesia tidak akan terjadi, karena kedua negara hanya bersedia menukarkan
sutra untuk memperoleh permadani. Jika Iran berspesialisasi pada permadani,
maka dengan DTI 1 meter permadani = 1 meter sutra berarti dalam perdagangan
internasional Iran akan mengalami kerugian sebesar 1 meter sutra (yaitu dari 2
meter sutra yang dapat ditukarkan dengan 1 meter permadani di dalam negeri,
sedangkan di luar negeri Iran hanya akan memperoleh 1 meter sutra).
Sebaliknya, Indonesia jika berspesialisasi pada sutra, maka akan mengalami
10

keuntungan sebanyak 4 meter sutra (yaitu dari 5 meter sutra yang dapat
ditukarkan dengan 1 meter permadani di dalam negeri, maka di luar negeri hanya
ditukarkan sebanyak 1 meter sutra untuk memperoleh 1 meter permadani, yang
berarti Indonesia akan memperoleh efisiensi sebanyak 4 meter sutra).

Selanjutnya, jika diandaikan Iran berspesialisasi pada sutra, maka dengan DTI 1
meter permadani : 1 meter sutra, Iran akan memperoleh keuntungan sebesar 1
meter sutra, karena di dalam negeri untuk memperoleh 1 meter permadani harus
ditukarkan dengan sutra sebanyak 2 meter. Sebaliknya, jika Indonesia
berspesialisasi pada permadani, maka dengan DTI 1 meter permadani = 1 meter
sutra, Indonesia akan mengalami kerugian sebanyak 4 meter sutra, karena di
dalam negeri jika 1 meter permadani ditukar dengan sutra, maka akan diperoleh
sebanyak 5 meter sutra. Berdasarkan dua kondisi yang digambarkan di atas, maka
hubungan perdagangan antara dua Iran dan Indonesia tidak akan terjadi. Hal
tersebut disebabkan karena, ada negara yang mengalami keuntungan, tetapi negara
lainnya mengalami kerugian.

Menurut J.S. Mill, berdasarkan data pada tabel 2, perdagangan antara Iran dan
Indonesia dapat terjadi dan memberikan keuntungan kedua belah pihak apabila
DTI berada di antara DTD masing-masing negara, misalnya DTI 1 meter
permadani = 3 meter sutra. Tabel 2 menunjukkan bahwa Iran memiliki
keunggulan komparatif atas permadani, karena waktu yang dibutuhkan untuk
memproduksi permadani lebih sedikit dibanding waktu yang digunakan untuk
memproduksi sutra. Sebaliknya Indonesia memiliki keunggulan komparatif atas
sutra. Apabila kedua negara melakukan perdagangan, maka Iran akan
berspesialisasi pada produksi permadani dan mengekspornya ke Indonesia
kemudian akan mengimpor sutra dari Indonesia. Sebaliknya dengan Indonesia
akan mengekspor sutra dan mengimpor permadani. Melalui perdagangan
internasional Iran akan memperoleh 3 meter sutra yang ditukar dengan 1 meter
permadani, sehingga memperoleh keuntungan sebanyak 1 meter sutra. Di pihak
lain, Indonesia akan memperleh keuntungan dengan hanya menukarkan 3 meter
sutra untuk memperoleh 1 meter permadani, yang berarti Indonesia akan
memperoleh efisiensi yang setara dengan 2 meter sutra.

4. Keunggulan Kompetetif Secara Umum (Model Daya Saing


Internasional ME Porter dan Model 9 Faktor Dong-Sung Cho)
Teori ekonomi perdagangan internasional khususnya tentang konsep
competitiveness terus mengalami revisi dan penyempurnaan. Michael E. Porter
dalam bukunya Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior
11

Performance tahun 1985 mengenalkan teori keunggulan kompetitif (competitive


advantage) pertama kali sebagai konsep dalam mengantisipasi fenomena bisnis
perdagangan internasional saat ini. Porter (1990:3-68) mengemukakan, bahwa
fenomena perdagangan yang diamatinya tidak menunjukkan peran factor cost dan
factor endowment yang cukup berarti. Hal ini disebabkan oleh technological
change, comparable factor endowment, dan globalization. Pola perdagangan yang
diamati di negara-negara yang menjadi subyek studinya menunjukkan upaya
negara- negara tersebut meraih keunggulan kompetitifnya daripada
mempertahankan keunggulan komparatifnya. Porter melihat paradigma baru
dalam konstelasi perdagangan internasional, yaitu competitive advantage
paradigm. Meier (1995: 455-458) menyebutnya sebagai dynamic comparative
advantage untuk meratifikasi teori keunggulan kompetitif Porter, yaitu jika lebih
dari satu negara telah berhasil menciptakan (meraih) keunggulan komparatif,
untuk selanjutnya persoalannya bukan lagi keunggulan komparatif melainkan
keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif tumbuh dari nilai atau manfaat
yang dapat diciptakan perusahaan bagi para pembelinya yang lebih dari biaya
yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menciptakannya. Nilai atau manfaat
inilah yang bersedia dibayar pembeli, dan nilai unggul berasal dari penawaran
harga yang lebih rendah dibanding harga pesaing untuk nilai atau manfaat yang
sama, atau dengan kata lain penawaran nilai atau manfaat unik yang melebihi
harga yang ditawarkan. Ada dua tipe dasar keunggulan kompetitif, yaitu biaya
rendah dan diferensiasi.

Keunggulan biaya dan diferensiasi ini pada dasarnya berasal dari struktur industri.
Kedua tipe dasar keunggulan kompetitif tersebut dikombinasikan dengan ruang
lingkup kegiatan perusahaan akan menghasilkan tiga pilihan strategi generik
untuk mencapai kinerja di atas rata-rata dalam suatu industri, yaitu keunggulan
biaya, diferensiasi, dan fokus (Porter, 1985:11) Strategi keunggulan biaya dan
diferensiasi mencari keunggulan kompetitif dalam beragam segmen industri yang
luas, sedangkan strategi fokus mengejar keunggulan biaya (fokus biaya) atau
diferensiasi (fokus diferensiasi) dalam segmen industri yang sempit. Pemikiran
yang melandasi konsep strategi generik ini adalah bahwa keunggulan kompetitif
merupakan inti dari strategi, dan untuk mencapai keunggulan kompetitif
mengharuskan perusahaan menentukan pilihan - jika perusahaan ingin memiliki
keunggulan kompetitif tertentu, perusahaan tersebut harus memilih jenis
keunggulan kompetitif yang akan dicapainya serta cakupan pasar tempat
perusahaan akan mencapainya. Alat analisis utama untuk mendiagnosis
keunggulan kompetitif dan mencari cara (strategi) menciptakan dan
melestarikannya adalah analisis Rantai Nilai (Value Chain) (Porter, 1985:25).
Analisis terhadap rantai nilai merupakan cara yang tepat untuk menelaah
keunggulan kompetitif. Rantai nilai memberikan cara yang sistematik untuk
12

membagi suatu perusahaan ke dalam berbagai kegiatan yang secara strategis


relevan guna memahami perilaku biaya serta sumber diferensiasi yang potensial.
Setiap perusahaan adalah sekumpulan kegiatan yang dilakukan untuk mendesain,
memproduksi, memasarkan, dan mendukung produknya. Semua kegiatan
perusahaan ini dapat digambarkan dengan rantai nilai (Porter, 1985:33) [8].

Persoalannya sekarang adalah bagaimana negara dapat melestarikan keunggulan


komparatif yang dimilikinya sehingga menjadi keunggulan kompetitif yang
berkelanjutan (sustainable competitive advantage). Untuk maksud tersebut, Porter
menawarkan kerangka kerja untuk analisis industri dan pengembangan strategi
bisnis untuk memperkuat keunggulan komparatif dan menciptakan keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan, yang diformulasikan dalam model Porter’s Five
Forces Analysis dalam artikelnya How Competitive Forces Shape Strategy tahun
1979 dan Porter's Diamond atau Porter’s Diamond Theory of National Advantage
dalam artikelnya The Competitive Advantage of Nations tahun 1990 .

Porter’s Five Forces Analysis adalah suatu kerangka kerja untuk analisis industri
dan pengembangan strategi bisnis. Analisis ini juga dapat menentukan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh tingkat pengembalian investasi yang
melebihi biaya modal. Porter’s Five Forces Analysis ini biasanya diterapkan
dengan kombinasi analisis TOWS. Menurut Porter (1979), ada lima kekuatan
yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu industri, yaitu: (1) ancaman
pendatang baru (threat of new entrants); (2) ancaman produk substitusi (threat of
substitutes); (3) daya tawar-menawar pemasok (bargaining power of suppliers);
(4) daya tawar-menawar pembeli (bargaining power of buyers); dan (5)
persaingan diantara perusahaan yang ada (rivalry among existing competitors).
Keunggulan kompetitif merupakan hasil dari kemampuan perusahaan
mengantisipasi kelima faktor persaingan tersebut secara lebih baik dibanding para
pesaingnya. Porter's Diamond merupakan suatu model terkait keunggulan
kompetitif perusahaan domestik dalam kancah persaingan internasional yang
kemudian memberi nilai terhadap suatu negara. Model Porter's Diamond
menjelaskan empat faktor pokok yang membentuk model diamond dan saling
menguatkan antara satu dengan lainnya. Empat faktor tersebut adalah: (1) demand
conditions, mengacu pada kondisi pasar domestik di suatu negara. Faktor ini
menjadi bagian penting dalam peningkatan keunggulan kompetitif karena
mendorong terciptanya produk-produk yang berkualitas; (2) related and
supporting industries, dapat dipahami sebagai industri-industri yang berhubungan
dengan perusahaan yang mampu berpengaruh pada peningkatan keunggulan
kompetitif; (3) firm strategy, structure and rivalry, terkait dengan strategi
perusahaan, struktur pasar, dan pola persaingan pada industri tertentu; dan (4)
factor conditions, yaitu input dan inovasi (sumber daya) yang digunakan dalam
13

operasional produksi dan infrastruktur yang diperlukan untuk bersaing dalam


industri tertentu. Porter (1990) menambahkan dua faktor lain sebagai penunjang,
yaitu government (peranan pemerintah) dan chance (faktor kesempatan).

Dong-Sung Cho, presiden dari The Institute of Industrial Policy Studies, Korea
Selatan, dalam artikelnya Determinant of International Competitiveness: How Can
a Developing Country Transform Itself to an Advanced Economy? tahun 1997
[11] melengkapi model Porter's Diamond. Dong-Sung Cho menjelaskan, bahwa
bukannya seberapa banyak tingkat sumber daya yang sekarang dimiliki oleh
sebuah negara, tetapi siapa yang bisa menciptakan sumber daya tersebut dan
kapan seharusnya sumber daya itu diciptakan. Dong-Sung Cho kemudian
mengembangkan model yang dikenal sebagai model Cho’s Nine-Factors.
Perbedaan antara model Porter's Diamond dan Cho’s Nine Factors terletak pada
keberadaan empat faktor yang meliputi: (1) workers (tenaga kerja); (2) politicians
and bureaucrats (politisi dan birokrasi); (3) enterpreneurs (pengusaha); dan (4)
professional managers, designers, and engineers (manajer profesional, perancang,
dan teknisi) ditambah chance events (akses dan kesempatan) yang juga
merupakan faktor penting dalam meningkatkan daya saing internasional.

 Kontribusi Awal dan Pengembangan Konsep Keunggulan Kompetitif


(Keunggulan Bersaing) Berkelanjutan Literatur tentang competition
bertindak sebagai pendahuluan dalam perumusan dan pengembangan
konsep keunggulan kompetitif berkelanjutan (sustainable competitive
advantage).

Perumusan konsep keunggulan kompetitif berkelanjutan telah dirintis oleh


Alderson dalam artikelnya A Marketing View of Competition tahun 1937 yang
menekankan pentingnya perusahaan mencari sejumlah cara untuk
membedakannya dengan pesaing. Alderson (1937) mengisyaratkan, bahwa dalam
rangka menciptakan (meraih) keunggulan kompetitif berkelanjutan, perusahaan
harus senantiasa memberikan penawaran produk yang bervariasi kepada pembeli,
dan pembeli merasakan manfaat atas penawaran produk perusahaan dibanding
pesaingnya. Alderson dalam bukunya Dynamic Marketing Behavior: A
Functionalist Theory of Marketing tahun 1965 memberikan pembenaran yang
pertama kali, bahwa perusahaan harus memiliki karakteristik unik dan unggul
untuk membedakan dari pesaingnya. Konsep ini meletakkan pondasi inti bagi
perusahaan dalam bergerak menuju keunggulan kompetitif berkelanjutan.
Perusahaan harus lebih inovatif dalam perencanaan strateginya daripada sekedar
menurunkan harga atau meningkatkan kualitas produk yang ada. Alderson telah
dianggap sebagai a head of this time berkenaan dengan usul, bahwa perusahaan
14

harus mencari cara (strategi) untuk membedakan diri dari pesaingnya. Mengikuti
dekade, Hall (1980), Henderson (1983) , Hamel and Prahalad (1989), dan Dickson
(1992) telah membahas kebutuhan suatu perusahaan untuk senantiasa mempelajari
bagaimana cara menciptakan keunggulan baru satu langkah di depan pesaing.
Gagasan teori keunggulan kompetitif berkelanjutan muncul pada tahun 1984,
ketika Day (1984:32) mengusulkan jenis strategi yang dapat membantu ke arah
keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Istilah nyata keunggulan kompetitif
berkelanjutan muncul pada tahun 1985, ketika Porter (1985:11) membahas dua
tipe dasar keunggulan kompetitif (biaya rendah dan diferensiasi) yang akan
menghasilkan tiga pilihan strategi generik, yaitu keunggulan biaya, diferensiasi,
dan fokus (Porter, 1985:11). Perusahaan dikatakan mempunyai keunggulan
kompetitif berkelanjutan pada saat perusahaan tersebut menerapkan strategi
pencipta nilai dan pesaing tidak dapat menerapkannya (Coyne, 1986). Menurut
Hoffman (2000), keunggulan atau superioritas kompetitif perusahaan akan
berkelanjutan sepanjang strategi yang unik dan unggul dapat memberikan nilai
tambah bagi pelanggan, dan pesaing tidak dapat menemukan cara untuk
menirunya. Kontribusi terbesar Day and Wensley (1988) terhadap konsepsi
keunggulan kompetitif berkelanjutan adalah kerangka kerjanya untuk
memprediksi situasi kompetitif perusahaan sebagai langkah pertama dalam meraih
keunggulan kompetitif berkelanjutan. Tidak seperti penelitian terdahulu,
khususnya dalam mengukur prestasi perusahaan (seperti profitabilitas dan
penguasaan pasar), Day and Wensley (1988) lebih menyarankan penggunaan
perspektif pelanggan dan pesaing untuk menilai prestasi perusahaan. Day and
Nedungadi (1994) mengemukakan, bahwa perusahaan yang berorientasi pesaing
akan menekankan sumber daya relatif atau posisi biaya, sedangkan perusahaan
yang berorientasi pelanggan menekankan perbedaan segmen pasar dan
keunggulan diferensiasi. Bharadwaj et al., (1993) juga menekankan pentingnya
pelanggan dalam menentukan sumber keunggulan bersaing berkelanjutan, dan
menyatakan bahwa sumber daya dan keterampilan perusahaan dapat
dipertimbangkan sebagai sumber keunggulan bersaing berkelanjutan jika
menawarkan nilai atau manfaat yang diinginkan pelanggan.
BAB III

PENUTUP

D. Kesimpulan
Perdagangan internasional yang menganjurkan suatu filosofi ekonomi yang
dikenal sebagai merkantilisme. Secara singkat, para penganut merkantilisme
menyatakan bahwa jalan bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan berkuasa
adalah dengan mengekspor lebih dari jumlah impor. Keunggulan Absolut
Menurut Adam Smith, perdagangan antara dua negara didasarkan pada
keunggulan absolut. Ketika satu negara lebih efisien daripada (atau memiliki
keunggulan absolut atas) yang lain dalam produksi satu komoditas tetapi
kurang efisien daripada (atau memiliki kelemahan absolut terhadap) negara
lain dalam memproduksi komoditas yang kedua, kedua negara dapat
mendapatkan manfaat dengan masing-masing mengkhususkan diri dalam
produksi komoditas yang memiliki keunggulan absolut dan bertukar hasil
dengan negara lain untuk komoditas yang memiliki kelemahan absolut.

Pada 1817, David Ricardo menerbitkan tulisannya mengenai Principles of


Political Economy and Taxation, yang mana ia menyajikan hukum
keunggulan komparatif. Ini adalah salah satu hukum yang paling penting dan
masih tak tertandingi dalam bidang ekonomi, dan bisa diaplikasikan.

Menurut hukum keunggulan komparatif, bahkan jika satu negara kurang


efisien daripada (memiliki kelemahan absolut terhadap) negara lain dalam
produksi kedua komoditas, masih ada landasan untuk perdagangan yang
saling menguntungkan. Sedangkan menurut Teori ini menyatakan bahwa nilai
suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barang tersebut. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang, makin mahal harga barang tersebut.

Keunggulan kompetitif merupakan hasil dari kemampuan perusahaan


mengantisipasi kelima faktor persaingan tersebut secara lebih baik dibanding
para pesaingnya. Porter's Diamond merupakan suatu model terkait
keunggulan kompetitif perusahaan domestik dalam kancah persaingan
internasional yang kemudian memberi nilai terhadap suatu negara.

15
DAFTAR PUSTAKA

Teori Keunggulan Komparatif : Jhon Stuart Mill. (2013).

Kurniawan, B. P. (1817). Evolusi Pemikiran Keunggulan Komparatif Menuju


Keuangan Kompetitif: Sejarah Pemikiran, Kontroversi, dan
Peluang Riset. 6-7.

Salvatore, D. (2014). Ekonomi Intenasional. Jakarta: Salemba Empat.

16

Anda mungkin juga menyukai