Anda di halaman 1dari 2

Geothermal adalah energi panas bumi yang dihasilkan oleh proses geologi dalam inti bumi.

Energi
geothermal dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan untuk menghasilkan listrik atau
panas. Di daerah-daerah dengan aktivitas vulkanik atau lempeng tektonik aktif, energi geothermal
dapat ditemukan di bawah permukaan bumi dalam bentuk air panas atau uap panas. Energi ini dapat
diekstrak melalui sumur-sumur geothermal dan kemudian digunakan untuk menghasilkan listrik
melalui turbin uap atau digunakan langsung untuk memanaskan bangunan dan air. Karena sumber
energinya terbarukan dan tidak menciptakan emisi karbon dioksida, energi geothermal dianggap
sebagai salah satu sumber energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan.

Energi terbaru dan terbarukan memiliki keuntungan dibandingkan dengan sumber energi fosil
seperti minyak, gas, dan batu bara, karena sumber dayanya dapat diperbaharui secara alami dan
tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Selain itu, energi
terbarukan dapat membantu mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil yang semakin
berkurang dan membantu mencapai target pengurangan emisi karbon untuk mengatasi perubahan
iklim global.

Bengkulu merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki potensi panas bumi yang cukup
besar. Menurut data dari Kementerian ESDM, potensi panas bumi di Bengkulu diperkirakan
mencapai sekitar 300 MW dengan 13 lokasi potensial tersebar di beberapa wilayah seperti Curup,
Kepahiang, Lebong, dan Rejang Lebong.

Selain itu, Bengkulu juga memiliki sumber daya alam yang beragam seperti gas alam, minyak bumi,
dan batubara, sehingga memungkinkan pengembangan energi panas bumi dapat dilakukan secara
terintegrasi dengan sumber daya energi lainnya.

Pengembangan energi panas bumi di Bengkulu dapat memberikan berbagai manfaat bagi daerah
tersebut, seperti meningkatkan perekonomian daerah, menciptakan lapangan kerja baru,
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang semakin langka, dan menjaga lingkungan
hidup dengan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Namun, seperti halnya dengan pengembangan energi panas bumi di daerah lain, terdapat juga
tantangan dalam pengembangan energi panas bumi di Bengkulu, seperti tingginya biaya investasi,
kurangnya infrastruktur yang memadai, dan masalah terkait dengan pengelolaan dan konservasi
sumber daya alam yang berkelanjutan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, pemerintah daerah Bengkulu telah melakukan berbagai upaya,
seperti menggandeng investor dan perusahaan energi untuk mengembangkan potensi energi panas
bumi di daerah tersebut, melakukan studi kelayakan dan penelitian terhadap potensi panas bumi,
serta meningkatkan koordinasi dengan pemerintah pusat dan instansi terkait untuk mempercepat
pengembangan energi panas bumi di Bengkulu.

Dengan potensi panas bumi yang besar dan berbagai upaya yang telah dilakukan, Bengkulu memiliki
peluang besar untuk menjadi salah satu daerah penghasil energi panas bumi yang signifikan di
Indonesia.

Perusahaan yang berfokus dalam mengelola sumber daya panas bumi yang ada di Provinsi Bengkulu
adalah PT Pertamina Geothermal Energy Hululais. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2010 di
Indonesia. Perusahaan ini memiliki tujuan untuk mengembangkan energi terbarukan yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan. Perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi pemimpin dalam industri
energi terbarukan di Indonesia dengan menyediakan solusi energi yang inovatif dan berkualitas
tinggi.

Pada bulan April 2016, terjadi longsor di Lokasi cluster A. Longsor, mengakibatkan tiga orang
masyarakat lokal yang merupakan karyawan PT Pertamina Geothermal Energy (PT. PGE) meningal
dunia, empat orang hilang dan beberapa orang luka-luka.
Selain kerugian jiwa dan luka-luka, masyarakat juga menderita kerugian berupa tertimbunnya kolam
ikan, gagalnya panen kopi, serta tertimbunnya sumber air bersih milik warga.

Secara umum aktivitas pegeboran yang dilakukan oleh PT Pertamina Geothermal


Energy (PT. PGE) menyebabkan pencemaran lingkungan. Bentuk-bentuk pencemaran
yang diakibatkan dari aktivitas tersebut adalah tercemarnya sumber air minum,
terjadi perubahan warna air kolam ikan warga, puluhan hektar kebun dan areal persawahan warga
menjadi tandus dań kering, tertimbunnya kebun-kebun warga akibat tanah longor dań banjir.
Pengerukan sungai yang bernama sungai Kotok berakibat pada rusaknya ekosistem sungai,
sebelumnya sungai ini berfungsi sebagai sumber utama pengairan untuk sawah dan
kebutuhan sehari-hari warga desa.

Pemerintah Kabupaten Lebong dan instansi terkait menyatakan dan mentapkan bahwa longsor yang
terjadi akibat bencana alam yang disebabkan oleh tingginya curah hujan.

Namun, pernyataan ini berbeda sebagaimana disampaikan oleh beberapa petani di


sekitar wilayah konses. Masyarakat menyebutkan bahwa longsor diakibatkan oleh aktivitas
pengeboran dan kebocoran pipa di cluster A. Klaim dan pernyataan kedua belah pihak tersebut
diperlukan penelitian yang lebih komprehensif, sehingga belumlah dapat disimpulkan apakah
kejadian tersebut akibat pengeboran atau hanya murni karena bencana alam.

Tetapi kejadian longsor tersebut jelas merubah tutupan lahan masyarakat di sekitar wilayah
pengeboran, lahan yang sebelumnya merupakan lahan perkebunan kopi dan palawija, lahan
persawahan, dan lahan peternakan tertimbun oleh tanah longsor dan bebatuan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Akar Foundation ada

Anda mungkin juga menyukai