Anda di halaman 1dari 3

AKU MENYERAH MA

Diva Nadya Risandi

Malam itu aku menangis disepanjang jalan menuju kedalam asrama, lorong yang
biasanya ku telusuri ramai entah mengapa menjadi sepi sekali malam itu, mengapa aku merasa
kecewa sekali dengan apa yang aku perbuat sendiri ”bodoh,bodoh” ujarku sambil memukul
mukul kepala, aku bingung, bimbang. Entah apa jadinya aku setelah ini “aku harus gimana”
ujarku sambil menggigit jariku. Diperjalanan otakku dipenuhi oleh ketakutan yang mendalam
bingung mau cerita ke siapa, berfikir kalau mama pasti sangat kecewa terhadapku entah
mengapa aku bisa bisanya merokok dibelakang ruang kelas seusai belajar tadi padahal aku
sangat tau kalau disitu rawan ketahuan entah apa yang membuatku melakukan tindakan yang
begitu ceroboh padahal aku tahu itu adalah penggaran keras.

“HEI KAU TARUNA SEDANG APA KAU!!!”ujar pelatih sambil membawa tongkat keramat
yang biasa dipengang kalau sedang berpatroli. Jantungku berdebar “bangsattttttt, mati aku
setelah ini”ujarku dalam hati “APA YANG KAU TINJAK!!!” ujar pelatihku “sssIAP IZIN PELATIH
BUKAN APA APA” ujarku “KAU BERANI BERANINYA MEMBOHONGIKU KAU PIKIR AKU TIDAK
PERNAH KECIL HAH!!” Ujarnya sambil menepuk kepalaku dengan tongkat keramat, dia menari
baju dengan paksa dan sangat kasar sampai aku berpikir mungkin semua kancing seragam PDH
ku akan copot, dia berhenti menariku ketika kami sudah sampai ke lapang yang biasanya
tempat kami melakukan apel tiap pagi.

“SUDAH SEHEBAT APA KAU BERANI-BERANINYA MELAKUKAN PELANGGARAN KERAS,


SUDAH KEREN APA KAU DENGAN MEROKOK HAH!!” ujarnya sambil mengayunkan tongkat
keramatnya, dicopotnya sepatu PDHnya yang keras dan sangat tebal “INI MULUT YANG BERANI
BERANINYA MEROKOK DILINGKUNGAN KAMPUS” ujarnya sambil mengayunkan sepatu
tebalnya itu ke mulutku berkali kali sampai aku tidak bisa lagi untuk membela diri. “SIKAP
TOBAT KAU SAMPAI AKU KEMBALI LAGI KESINI” ujarnya sambil pergi “IZIN SIAP PELATIH” ujarku
dengan tegas, walau dalam hati berkata “mati aku mati aku, gak mungkin hanya sikap tobat”
beberapa saat setelah aku melakukan apa yang dia perintahkan, dia datang membawa hal yang
selama ini aku takutkan “ya tuhan, habislah aku setelah ini” ujarku lirih.

“BERDIRI KAU, PAKAI ROMPI DISIPLIN INI” ujarnya sambil melempar itu ke aku “IZIN
SIAP BAIK PELATIH” “PAKAI ITU DAN SIKAP TOBAT LAGI SAMPAI AZAN ASAR” ujarnya sambil
melangkah pergi “matilah aku ini baru jam 13.30 siang masih beberapa jam lagi belum lagi
kalau kating tau tentang ini pasti habis aku oleh mereka” ujarku dalam hati

Itulah kejadian yang sangat tidak mau aku ini ingat karena dari sana aku merasa sangat
marah dan kecewa pada diri sendiri “hei lo baik baik aja kan bro, gila ini udah jam 3 subuh bro
baru selesai hukuman lo” ujan teman sekamar yang membukakan pintu untuk ku, aku hanya
bisa mengangguk sambil tersenyum saya aku sudah tidak bisa lagi berkata kata, aku masih
mengingat kata pelatihku tapi bagai sebuah momentum besar yang harus ku terima selama 2
bulan aku harus memakai rompi itu.

Aku sangat kecewa pada diriku sendiri, aku takut mama akan kecewa bila tau anak yang
dia bangga banggakan mendapat sangsi pelanggaran keras, “ma maafkan abang ma udah buat
mama kecewa, abang takut ma gimana nasib abang setelah ini, abang ga berani ma buat cerita
ini kemama abang takut papa tau abang takut ma” ujarku dalam hati

Hampir setengah bulan aku memakai rompi ini dan selama itu pula badan ku tidak
pernah istirahat dari pukulan, tamparan, dan tendangan meraka yang berada tingkat atasku
yang pernah berada diposisiku pula, aku hanya bisa diam dan menerima semua itu, dalam hati
aku selalu berpikir mengapa mereka malakukan ini jika tahu rasanya di seperti itukan sangat
sakit aku bahkan sampai susah buat mengusap mukaku karena sudah lebam dimana-mana apa
lagi bibirku. “Aku sudah ga kuat tuhan betapa banyaknya cobaan mu ya allah, badanku sudah
sakit semua, makanan yang ku makan terkeluar terus ya allah perut hamba sakit rasanya habis
dipikul-pukuli hamba pengen nyerah ya allah”.ujarku dengan lirih sembil terduduk sesudah
kakak tingkatku menghukumku karna dia melihatku memakai rompi itu.

Entah apa yang kupikirkan aku video call sahabat perempuan dekatku, aku memang
sangat dekat dengan dia semua hal aku ceritakan “hhhalo”ujarku dengan terbata bata
“astaufirullah kak, muka kakak kenapa begitu bibir kakak bengkak banget kak” ujar sahabat
dekatku “avid kayaknya aku udah ga tahan lagi disini aku nyerah badan rasanya udah mati rasa
dipukulin sama meraka rasanya mau mati aja, ga tahan aku disini aku udah ngumpulin uang
buat kabur dari sini”ujarku dengan lirih, entah apa yang dipikiran aku saat itu yang aku pikirkan
hanyalah pergi dari sana agar aku tidak merasakan itu lagi “kak ga gitu cara menyelesain
masalah yang ada kakak nambah masalah kalo gitu kak” ujar avid “ga tau capek banget rasanya
vid” “kak kenapa ga cerita sama mama kakak sih kak biar masalah ini tu selesai kak” “kak takut
vid, takut banget bikin mama kecewa” “kalo kakak gamau bikin mama kakak kecewa sama
kakak jangan kabur kaburan gitu kak emang kakak tau setelah kabur mau kemana kak, kak
pikirin dong kak mama kakak disana udah berharap banget anaknya pulang dengan kabar baik
bukan dengan kabar anaknya ga ada lagi di kampus kak, kak ga mikir apa perasaan mama kakak
gimana” ujar avid “aku nyerah”ujarku sambil mematikan video call itu.

Kumatikan data lalu aku mengetikkan “ma abang mintak maaf ma, abang udah buat
mama kecewa, ma abang udah ga sanggup lagi ma disini badan abang sakit semua, abang capek
ma dipukulin terus perut abang sakit ma, maaf ma maaf pa abang nyerah” lalu kuhidupkan data
agar pesan itu terkirin di wa mama, setelah terkirim aku matikan data lagi.
Aku berlari kegedung utama dan langsung kerooftopnya, aku pernah berpikir untuk
melompat dari sini tapi itu kemarin sekarang aku hanya ingin menenagkan pikiran sambil
berpikir tentang apa yang harus kulakukan setelah keluar dari sini entah apa yang jalan yang ku
ambil ini benar atau tidak yang kupikirkan hanyalah pergi dari sini sejauh jauhnya, “abang
nyerah ma” ujarku sambil meneteskan air mata.

Anda mungkin juga menyukai