Anda di halaman 1dari 24

PROTEIN

Berdasarkan warna otot dibagi menjadi :


• Daging merah
Tinggi myoglobin, capillaries dan mitokondria. Jenins ini melakukan
metabolism oksidatif.
• Daging putih
Mengandung lebih sedikit mioflobin dan melakukan metabolism glikolisis.

Otot rangka memiliki banyak fiber. Setiap fiber yg dikelilingi oleh jaringan
pengikat memiliki 1000 myofibril yang tersusun parallel bertanggung jawab
pada kontraksi dan relaksasi. Mereka tertanam dalam cairan yg disebut
sarcoplasma.
PROTEOLISIS
• Proteolisis memiliki dampak tinggi pada tekstur yaitu menjadikan tekstur lebih
lembek karena terjadi pemecahan protein myofibril pada jaringan otot.
Proteolisis juga menghasilkan peptide dan asam amino bebas yang memiliki
pengaruh langsung pada rasa dan juga merupakan substrat untuk reaksi lebih
lanjut yang berkontribusi terhadap aroma.
• Secara umum proteolysis memiliki tahapan berurutan sebagai berikut.
(1) Aksi calpain dan catepsin pada sebagian besar protein myofibril menghasilkan
fragmen protein dan polipeptida ukuran menengah/intermediet.
(2) Fragmen dan polipeptida yang dihasilkan ini selanjutnya dihidrolisis menjadi
peptide kecil oleh DPP (dipeptidilpoliptidase) dan TPP
(tripeptidilpolipeptidase).
(3) dipeptidases, aminopeptidases, and carboxypeptidases adalah enzim
proteolitik terakhir yang bekerja pada polipeptida dan peptide sebelumnya
untuk menghasilkan asam amino bebas.
Ouali 1991)

Proteolysis during meat aging


• Proteolisis protein miofibrilar penting seperti troponin T oleh
calpains, dengan karakteristik pelepasan fragment 30 kDa yang khas,
yang terkait dengan keempukan daging, nebulin, desmin, titin,
troponin I, myosin heavy chain, and proteins at the Z-line level (Yates
et al. 1983).
• Fragmen 95 kDa juga dihasilkan secara khas (Koohmaraie 1994).
• Proteolisis lebih cepat pada white fibers (yang berkontraksi cepat)
daripada red fiber (which contract slowly) (Ouali, 1991).
• Efek jenis otot diperkirakan 10 x lebih rendah daripada efek suhu
pada proteolysis (Dransfield 1980–1981).
Lanjutan..
• Ada juga beberapa kondisi fisik dan kimia pada otot postmortem
(table 16.1 dan 16.2) yang dapat mempengaruhi enzim.
• Dari hal ini yang paling signifikan adalah pH, yaitu menurun setelah
mati dan osmolalitas meningkat karena pelepasan ion ke sitosol. Pada
hewan ternak, hal ini terjadi lebih tinggi pada daging putih (Valin dan
Ouali 1992).
• Usia ternak juga menurunkan tingkat proteolysis, karena kandungan
kolagen serta ikatan silang yang membuat otot lebih stabil terhadap
panas dan mechanically resistant, meningkat seiring bertambahnya
usia.
Biochemistry of protein degradation in fish
• Approximately 11–27% of seafood (fish, crustaceans, and mollusks)
consists of crude proteins.
• Jenis protein seafood, mirip dengan daging yang lain yaitu diklasifikasikan
sebagai sarcoplasmic, myofibrillar, and stromal.
• Protein sarcoplasmic, terutama albumins, berkisar 30% dari total protein
otot daging. Sebagian besar protein sarkoplasma terdiri dari hemoprotein.
• Protein myofibrillar adalah myosin, actin, actomysin, and troponin; bagian
ini berkisar 40–60% dari total crude protein pada ikan.
• Sisa yang lain adalah disebut sebagai stroma, terutama terdiri dari bahan
kolagen (Shahidi 1994).
Sarcoplasmic protein
• Protein sarkoplasma adalah protein yang larut dalam sarkoplasma
otot yaitu myoglobin, enzymes, and other albumins.
• Enzim pada sarkoplasma bertanggung jawab pada penurunan kualitas
ikan setelah kematian dan sebelum pembusukan oleh bakteri.
Kelompok enzim yang signifikan adalah hydrolase, oksidoreduktase
dan transferase. Protein sarkoplasma yang lain adalah pigmen heme,
parvalbumin dan protein antibeku (Haard et al. 1994).
Myofibrillar protein deterioration
• Protein myofibrillar pada daging hewan air adalah myosin, actin, tropomyosin, and troponins C, I,
and T (Suzuki 1981).
• Protein myofibril mengalami perubahan selama rigor mortis, setelah rigor mortis dan selama
penyimpanan beku jangka Panjang. Integritas molekul protein myofibril dan tekstur produk ikan
dipengaruhi oleh perubahan ini.
• Degradasi protein myofibril menyebabkan protein kehilangan integritas dan kekuatan gelasinya,
yaitu :
❖Seafood yang dimasak tidak lagi memiliki tekstruk pata yang khas dari makanan laut yang sangat
segar, akan terasa lembek di mulut (kadang disalah artikan sebagai lembut).
❖Seafood beku, degradasi disertai denan hilangnya karakteristik fungsional protein otot, teutama
kelarutan, retensi air, kemampuan pembentuk gel dan sifat pengemulsi lipid. Hal ini menjagi lebih
buruk ketika protein saling berikatan silang (cross linked) karena adalah formaldehid yang
terbentuk dari degradasi TMA.
❖Produk yang dimasak menjadi keras, alot dan berserabut atau berserat.
❖Repeated freezing and thawing make the situation even worse.
Stromal protein deterioration
• The residue remaining after extraction of sarcoplasmic and myofibrillar proteins is
known as stromal protein. It is composed of collagen and elastin from connective
tissues (Sikorski and Borderias 1994).
• Degradasi menyebabkan perubahan tekstur (honeycombing in skipjack tuna and
mackerel and mushiness in freshwater prawn) (Frank et al. 1984, Nip et al. 1985,
Pan et al. 1986). Perubahan tekstur in disebabkan oleh degradasi kolagen.
• Bremmer (1992) reviewed the role of collagen in fish flesh structure, postmortem
aspects, and the implications for fish processing, using electron microscopic
illustrations.
• Jiang (2000) reviewed the proteinases involved in the textural changes of
postmortem muscle and surimi-based products. Microstructural changes in ice-
stored freshwater prawns have been revealed (Nip and Moy 1988).
Biochemical changes in nonprotein
nitrogenous compounds
• Komponen ini bervariasi pada species, habitat, life cycle; hal ini penting karena mereka memiliki
peran pada postmortem handling processes (Sikorski et al. 1990a, Sikorski 1994a).
• Bykowski and Kolodziejski (1983) melaporkan white meat umumnya mengandung lebih sedikit
NPN daripada dark meat.
• Kadar umumnya 9-15% dari total nitrogen, di clupeids 16-18%, di krustacea 20-50%, di beberapa
hiu hingg 55%.
• Ikeda (1979) menunjukkan sekitar 95% dari total NPN otot ikan laut dan kerrang terdiri dari asam
amino bebas, dipeptide imidazole, TMAO dan produk degradasinya, urea, senyawa guanidine,
nukleotida dan betaines.
• The content of free amino acids in the body of oyster tergolong tinggi dan kondisinya akan lebih
tinggi pada musim salju (Sakaguchi and Murata 1989).
Lanjutan
• The endogenous enzymatic breakdown of TMAO to DMA and then to formaldehyde and the
bacterial reduction of TMAO to TMA have been most extensively studied. It should be noted that
the production of DMA and formaldehyde takes place mainly in anaerobic conditions (Lundstrom
et al. 1982).
• Perombakan secara enzimatis endogenous pada TMAO menjadi DMA dan kmd mjd formaldehid
paling banyak terjadi pada kondisi anaerobic.
• TMAO direduksi oleh bakteri menjadi TMA.
• Hiu mengandung urea yang tinggi dan ammonia dapat terakumulasi karena aktivitas urease
endogenous sehingga dagingnya akan bau ammonia. Hal ini dapat diatasi dengan bleeding pada
ekor, gutting, filleting dan pencucian seksama setelah penangkapan.
• Perlu dicatat bahwa produksi ammonia dan degradasi TMAO dapat bersifat endogen atau
dilakukan oleh bakteri.
• Ammonia, TMA, small amounts of DMA, and methylamine constitute
the “total volatile base (TVB),” an indicator of spoilage commonly
used for seafood.
• Postmortem enzymatic breakdown of nucleotides in fish may have a
positive or negative impact on the flavor of seafood. The production
of inosine monophosphate (IMP) at a certain concentrations in dried
fish product can enhance the flavor (Murata and Sakaguchi 1989).
• Hypoxanthine contributes to bitterness and may add undesirable
notes to the product (Lindsay 1991).
Protein denaturation
• Selama pembekuan atau penyimpanan beku, perubahan kondisi fisik air dan keberadaan lipid
menyebabkan lingkungan yang menginduksi terjadinya denaturasi protein.
• Denaturasi disebabkan oleh factor-factor berikut :
(1) ice crystal formation, (2) dehydration effect, (3) increase in solute concentration, (4) interaction
of protein with intact lipids and FFAs, and (5) interaction of protein with oxidized lipids (Shenouda
1980).
• Denaturasi protein mengubah tekstur dan sifat fungsional protein. Tekstur menjadi keras dan
berserat akibat hilangnya kelarutan protein dan kapasitas menahan air. Perubahan tekstur yang
disebabkan oleh perubahan protein menyebabkan perubahan sensory yang tdk diinginkan yang
sering dideskripsikan sebagai spongines, kering, tekstur spt karet dan hilangnya juiciness (Haard
1992a).
• Tseng et al. (2003) menyarankan untuk mempertahankan kualitas makanan yaitu menjadi
kelembutan, mengurangi oksidasi lipid pada lobster sebaiknya tdk boleh mengalami lebih dari 3
siklus freeze-thaw.
Reaction of protein with oxidized lipids
• Selama penyimpanan beku, produk oksidasi lipid dapat menyebabkan protein menjadi insoluble dan keras
(Takama 1974).
• Ketika protein terkena lipid yang teroksidasi, akan terbentuk kompleks protein-lipid teroksidasi melalui
interaksi hidrofobik atau ikatan hydrogen sehingga menyebabkan perubahan konformasi protein.
• Free radical intermediates peroksida lipid akan menghilangkan hydrogen dari protein, membentuk radikal
protein yang dapat memulai berbagai reaksi seperti ikatan silang dengan protein atau lipid lain dan
pembentukan agregat protein-protein dan protein-lipid.
• Peroxidized protein cross-links menjadi berbagai oligomers berasosiasi dengan protein insolubility (Roubal
and Tappel, 1966)
• Careche and Tejada (1994) found that oleic and myristic acid memiliki efek merugikan pada ATP-ase,
kelarutan protein dan viskositas daging ikan selama penyimpanan beku.
• Produk oksidasi sekunder dari lipid seperti aldehid bereaksi kimia dengan gugus amino protein melalui
pembentukan basa shiff yang bersifat fluorescent.
• Ang and Hultin (1989) melaporkan bahwa formaldehid dapat berinteraksi dengan rantai samping dan
membentuk agregat tanpa menyebabkan ikatan silang.
Degradation of TMA
• TMAO ada secara alami pada berbagai hewan laut dan berfungsi sebagai osmoregulator dan sebagai saraja untuk mengeluarkan nitrogen
(Hebard et al. 1982).
• Setelah mati, TMAO didegradasi menjadi DMA dan formaldehid dengan adanya endogenous enzyme (TMAOase) pada jaringan ikan
(Bremmer 1977, Hebard et al. 1982, Nielsen and Jorgensen 2004).
• It has been postulated that formaldehyde binds covalently to various functional groups in proteins and hence results in a deconformation of
the protein, followed by cross-linking between the protein peptide chains via methylene bridges (Sikorski et al. 1976).
• The interaction of formaldehyde with muscle protein accelerates muscle protein denaturation (Crawford et al. 1979, Ciarlo et al. 1985,
Sotelo et al. 1995).
• Research using both mechanical and sensory tests has shown that formaldehyde formed from the degradation of TMAO increases the
firmness and decreases juiciness of mince prepared from white muscle or fillets of gadoid and nongadoid fish species (Rehbein 1988).
• The presence of formaldehyde also causes a noticeable decrease in the extractability of total proteins, particularly the myofibrillar group
(Lim and Haard 1984, Benjakul and Bauer 2000).
• Ishikawa et al. (1978) suggested that depletion of TMAO accelerates the autoxidation reaction of lipids.
• Therefore, it is clear that the degradation of TMAO increases the toughness of muscle protein and accelerates the oxidation and hydrolysis
of lipids.
Reaction of protein with intact lipids
• There are different views in the literature on the effect of intact lipids (i.e., lipids that have not
been subjected to partial or total hydrolysis or oxidation) on fish proteins. On one hand, they
seem to protect proteins; on the other, they form lipoprotein complexes, which affect protein
properties (Shenouda 1980, Mackie 1993).
• Dyer and Dingle (1961) found that lean fish (fat content less than 1%) showed a rapid decrease in
protein (actomyosin) extractability when compared with fatty fish species (3–10% lipids).
Therefore, they hypothesized that moderate levels of lipids may reduce protein denaturation
during frozen storage.
• In contrast, Shenouda and Piggot (1974) observed a detrimental effect of intact lipids on protein
denaturation in their study of a model system, which involved incubating lipid and protein
extracted from the same fish at 4◦C overnight. They showed that when fish actin (G-form) was
incubated with fish polar or neutral lipids, high molecular weight protein aggregates formed. They
suggested that during freezing, lipid and protein components form lipoprotein complexes, which
change the textural quality of muscle tissue.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai