Anda di halaman 1dari 64

ISSN: 2303-288X Vol. 1, No.

2, Oktober 2012

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN


BERBASIS LOCAL CONTENT
GURU DAN CALON GURU SEKOLAH DASAR
DI KOTA SINGARAJA

I Nengah Martha1, I Made Tegeh2


1
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni,
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
2
Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mendapatkan informasi tentang guru-guru SD di


kota Singaraja memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks,
lingkungan, setting siswa, atau materi pelajaran yang berbasis local content; 2)
mendapatkan informasi pada bidang studi apa saja guru-guru SD di kota Singaraja telah
memilih atau menggunakan materi pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting
siswa, atau materi pelajaran yang berbasis local content; 3) mengetahui bagaimana tingkat
kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja dalam memilih, atau menggunakan materi
pelajaran sesuai dengan konteks, lingkungan, setting siswa atau materi pelajaran yang
berbasis local content. Penelitian ini dirancang dalam bentuk penelitian ex post facto, yang
bersifat kualitatif. Data dikumpulkan dengan teknik koleksi dokumen dan dengan cara
multistage stratified random sampling. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif dan
kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan: 1) RPP guru-guru SD di Kota Singaraja yang
mengandung materi pelajaran berbasis local content berjumlah 302 buah (76,46%). RPP
guru-guru SD di Kota Singaraja yang tidak mengandung materi yang berbasis local content
adalah 93 buah (23,54%); 2) bidang studi Bahasa Bali secara keseluruhan menggunakan
materi pelajaran yang berbasis local content. Bidang studi Bahasa Indonesia hanya
menggunakan:77,57%, Pendidikan Kewarganegaraan: 72,55%, Ilmu Pengetahuan Alam:
65,79%, Matematika: 84,09%, Ilmu Pengetahuan Sosial: 77,27%, Seni Budaya dan
Keterampilan: 90%, dan Agama Hindu: 83,33%.; 3) Jumlah RPP yang berada pada kategri
sangat cocok adalah 163 buah (53,44%). Jumlah RPP yang berada pada kategori cukup
cocok adalah 142 buah (46,56%). Tak satu pun RPP ada pada tingkat kategori tidak cocok.
Disarankan agar, para guru SD di kota Singaraja memilih dan menggunakan materi
pelajaran berbasis local content untuk mendukung pembelajaran bermakna.

Kata kunci: rencana pembelajaran, local content, sekolah dasar

Jurnal Pendidikan Indonesia | 65


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Abstract

This research aims at: 1) finding out of information about teacher’s elementary school
in Singaraja to chose and use material in accordance with context, environment, setting of
students, or material based local content; 2) finding out of information on the subject matter
are the teacher’s elementary school in Singaraja were chosed and used material based local
content in accordance with context, environment, setting of students, or material based
local content; 3) to know the degree of ability of the teacher’s elementary school in
Singaraja are chosing and using material in accordance with context, environment, setting
of students, or material based local content. This research is designed in ex post facto
research and qualitatively. The data were gathered by means collecting documents and with
multistage stratified random sampling techniques. And then, the data were analyzed
descriptively and qualitatively. The results of this research shows: 1) The unit lessons of
teacher’s elementary school in Singaraja that is contains material based local content are
302 units (76,46%). The unit lessons of teacher’s elementary school in Singaraja that have’t
contains material based local content are 93 units (23,54%); 2) Balinese subject matter
useful material based local content. Indonesian subject matter only use: 77,57%; Education
of Citizenship: 72,55%; Sciences: 65,79%; Matematics: 84,09%; Social Sciences: 77,27%;
Art, Culcutural and Skills: 90%; Hinduism: 83,33%.; 3) The sum of unit lessons categorized
very suitable are 163 units (53,44%). The sum of unit lessons categorized suitable enought
are 142 units (46,56%). No one of unit lessons categorized unsuitable. Sugested that, the
teacher’s elementary school in Singaraja must be chose and use material based local
content to supporting meaningful teaching and learning.

Keywords: unit lessons, local content, elementary school

PENDAHULUAN dengan memperhatikan pengembangan diri


Kurikulum tingkat satuan pendidikan peserta didik secara terpadu, sehingga
(KTSP) jenjang pendidikan dasar peserta didik memperoleh pengetahuan,
dikembangkan oleh sekolah dan komite pengalaman, dan keterampilan yang
sekolah berpedoman pada standar bermakna bagi kehidupannya. 3) Kurikulum
kompetensi lulusan dan standar isi serta dikembangkan relevan dengan kebutuhan
panduan penyusunan kurikulum yang dibuat kehidupan siswa. Untuk itu, kurikulum
oleh BSNP (Depdiknas, 2005). Selanjutnya dikembangkan dengan melibatkan pihak-
dijelaskan, beberapa prinsip yang harus pihak yang berkepentingan (stakeholders)
diperhatikan dalam pengembangan untuk menjamin relevansi pendidikan
kurikulum yang akan menjadi pedoman dengan kebutuhan kehidupan nyata siswa.
penyusunan rencana pelaksanaan Selanjutnya ditentukan bahwa,
pembelajaran bagi guru, antara lain: 1) kurikulum harus dilaksanakan dengan: 1)
berpusat pada potensi, perkembangan, mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik budaya serta kekayaan lokal/daerah untuk
dan lingkungannya. Untuk mendukung keberhasilan pendidikan. Kondisi alam,
pencapaian tujuan tersebut, pengembangan sosial, dan budaya serta kekayaan
kompetensi peserta didik disesuaikan lokal/daerah menjadi muatan kajian yang
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, harus dimanfaatkan secara optimal. 2)
dan kepentingan peserta didik serta tuntutan Pendayagunaan kondisi alam, sosial, dan
lingkungan. 2) Kurikulum dikembangkan budaya serta kekayaan lokal/daerah

Jurnal Pendidikan Indonesia | 66


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

tersebut haruslah berguna bagi kehidupan landasan, maupun ciri/paradigmanya,


diri siswa. seperti dipaparkan berikut ini.
Intinya, dalam pemilihan materi
pelajaran, guru dituntut mampu memilih 1. Prinsip Pendekatan CTL
materi yang sesuai dan bermakna. Istilah a) Membuat hubungan yang
sesuai dalam pemilihan materi pelajaran, bermakna (making meaningful connections)
dikaitkan dengan: 1) materi yang dipilih antara sekolah dan konteks kehidupan
sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, nyata, sehingga siswa merasakan bahwa
intelektual, emosional, dan spiritual peserta belajar itu penting untuk masa depannya. b)
didik, 2) materi yang dipilih sesuai dengan Melakukan pekerjaan yang signifikan (doing
umur, lingkungan, kebutuhan, dan jenjang significant work). Akivitas yang dilakukan
pendidikan peserta didik. Istilah bermakna memiliki tujuan, kepedulian, ikut serta dalam
(meaningful) dalam pemilihan materi menentukan perilaku, dan menghasilkan
pelajaran dikaitkan dengan: 1) pengetahuan produk yang bermanfaat bagi kehidupan
dan keterampilan yang dipilih bermanfaat nyata. c) Pembelajaran mandiri (self-
bagi kehidupan nyata siswa, 2) materi regulated learning), membangun minat
pelajaran yang dipilih berguna dalam siswa bekerja sendiri/kelompok untuk
kehidupan siswa sehari-hari, 3) materi mencapai tujuan yang bermakna dengan
pelajaran yang dipilih berorientasi mengaitkan materi ajar dengan konteks
lingkungan yang autentik (Depdiknas, kehidupan sehari-hari. d) Bekerjasama
2007). (collaborating) untuk membantu siswa
Dalam rangka mendukung prinsip bekerjasama secara efektif, sehingga siswa
dan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan dapat mengkomunikasikan dan merasakan
pendidikan (KTSP) yang disebut di atas, hubungan-hubungan masalah, peristiwa,
guru diisyaratkan untuk menggunakan dan kejadian dalam kehidupan. e) Berpikir
pendekatan CTL (contextual teaching and kritis dan kreatif (critical and creative
learning), karena pendekatan pembelajaran thinking) melalui pengumpulan data, analisis
kontektual adalah proses pembelajaran dan sintesis data, memahami suatu isu/fakta
yang holistik yang bertujuan membantu dan memecahkan masalah.
siswa untuk memahami makna materi yang
dipelajari dengan cara mengaitkan materi 2. Landasan Pendekatan CTL
tersebut dengan konteks kehidupan sehari- a) Knoledge based constructivism,
hari (konteks pribadi, sosial, dan budaya), menekankan pada pentingnya siswa
sehingga siswa memiliki pengetahuan dan membangun sendiri pengetahuannya
keterampilan yang dapat ditransfer dari satu melalui terlibat aktif dalam proses belajar-
permasalahan/konteks ke mengajar. b) Socialization, belajar adalah
permasalahan/konteks lain. proses sosial, karena itu faktor lingkungan,
Apabila dicermati benar mengenai sosial, dan budaya perlu diperhatikan dalam
pendekatan CTL ini, dapat dilihat bahwa proses belajar. c) Situated learning, belajar
pendekatan CTL ini amat concern terhadap berlangsung dalam situasi nyata, bukan
pemilihan materi yang berbasis local abstrak. Karena itu, konteks sosial
content, baik dilihat dari segi prinsip, (masyarakat, rumah, dll.) penting dikemas
dalam proses belajar-mengajar. d) Problem

Jurnal Pendidikan Indonesia | 67


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

based learning, yakni pembelajaran yang semestinya diarahkan pada pembelajaran


menggunakan masalah dunia nyata, yang bermakna dengan menggunakan atau
sehingga masalah yang kontekstual penting memilih materi pelajaran sesuai dengan
bagi siswa dalam belajar untuk memperoleh konteks, lingkungan, setting siswa atau
pengetahuan dan keterampilan esensial dari materi pelajaran yang berbasis local content.
materi yang dipelajari. e) Authentic Dari segi cara pembelajaran, untuk
instruction, yakni pengajaran yang mencapai pembelajaran yang bermakna,
membawa siswa pada mempelajari konteks sudah ditunjukkan cara/pendekatan yang
bermakna melalui pengembangan dapat digunakan, yakni pembelajaran
kemampuan berpikir dan memecahkan kontekstual (CTL). Menggunakan atau
masalah penting dalam konteks kehidupan memilih materi pelajaran sesuai dengan
nyata. f) Inquiry based learning, konteks, lingkungan, setting siswa atau
pembelajaran yang memberi kesempatan materi pelajaran yang berbasis local content,
untuk pembelajaran bermakna. g) Project merupakan tantangan dan tidak mudah bagi
based learning, pembelajaran dengan guru. Hal ini perlu diungkap dalam sebuah
tugas-tugas yang memungkinkan siswa penelitian.
belajar mandiri dalam menyusun Atas dasar latar belakang masalah
pengetahuannya. h) Work based learning, yang diuraikan di atas, maka yang menjadi
belajar dengan membawa pada pemecahan masalah pokok yang mau diungkapkan
masalah yang nyata dalam kehidupan, dalam penelitian ini adalah “Dalam upaya
sehingga tidak ada kesenjangan antara mencapai pembelajaran yang bermakna,
yang dipelajari dengan hal yang dihadapi. i) apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah
Service learning, belajar yang memilih atau menggunakan materi pelajaran
mengantarkan pada kemampuan apa yang sesuai dengan konteks, lingkungan, setting
dipelajari untuk memenuhi atau melayani siswa atau materi pelajaran yang berbasis
kebutuhan hidup. local content?”
Sejalan dengan masalah pokok
3. Ciri/ Pendekatan Paradigma CTL tersebut, lebih rinci masalah yang akan
a) Pembelajaran dikaitkan dengan diungkap dalam penelitian ini adalah
kehidupan nyata, b) Pembelajaran dapat sebagai berikut.
terjadi di berbagai tempat, konteks dan 1. Apakah guru-guru SD di kota
setting, c) Mengaitkan informasi dengan Singaraja telah memilih atau menggunakan
pengetahuan yang sudah dimiliki, d) materi pelajaran sesuai dengan konteks,
Mengintegrasikan berbagai bidang lingkungan, setting siswa atau materi
pengetahuan yang terkait, e) Belajar untuk pelajaran yang berbasis local content?
menemukan, menggali dan memecahkan 2. Pada bidang studi/mata pelajaran
masalah, f) Belajar dengan kesadaran diri, apa sajakah guru-guru SD di kota Singaraja
g) Keterampilan dikembangkan atas dasar telah memilih atau menggunakan materi
pemahaman, sehingga maknanya dapat pelajaran sesuai dengan konteks,
dirasakan. lingkungan, setting siswa atau materi
Paparan-paparan di atas pelajaran yang berbasis local content?
menunjukkan bahwa dari segi kurikulum 3. Bagaimanakah tingkat
(KTSP), aktivitas belajar-mengajar kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja

Jurnal Pendidikan Indonesia | 68


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

dalam memilih atau menggunakan materi verbal. Jika dilihat dari segi penyajian data,
pelajaran sesuai dengan konteks, penelitian ini termasuk penelitian deskriptif,
lingkungan, setting siswa atau materi karena data digambarkan secara deskriptif
pelajaran yang berbasis local content? dan naratif. Jika dilihat dari segi tujuan,
Sejalan dengan masalah yang ingin penelitian ini termasuk penelitian survey,
diungkap, tujuan pokok penelitian ini adalah karena ingin memetakan gejala atau
“untuk memperoleh informasi tentang variabel dalam suatu wilayah dengan cara
apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah reduksi (dalam mengambil sampel), dan
memilih atau menggunakan materi pelajaran generalisasi (dalam membuat kesimpulan).
sesuai dengan konteks, lingkungan, setting Seperti dikatakan oleh Fraenkel dan
siswa atau materi pelajaran yang berbasis Wallen (1993), “the mayor purpose of
local content dalam upaya mencapai surveys is to describe the characteristics of
pembelajaran yang bermakna”. population. In essence, what researchers
Secara lebih rinci, tujuan penelitian want to find out is how the members of a
ini adalah: population distribute themselves on one or
1. untuk mendapatkan informasi more variables” (tujuan utama survei adalah
apakah guru-guru SD di kota Singaraja telah untuk menggambarkan ciri/sifat (kondisi
memilih atau menggunakan materi pelajaran variabel) dari populasi. Jadi, apa yang
sesuai dengan konteks, lingkungan, setting peneliti ingin dapatkan tidak lain adalah
siswa atau materi pelajaran yang berbasis bagaimana anggota populasi
local content; mendistribusikan dirinya dalam satu atau
2. untuk mendapatkan informasi beberapa variabel). Sesuai dengan
pada bidang studi/mata pelajaran apa saja pernyataan itu penelitian ini ingin
guru-guru SD di kota Singaraja telah mendapatkan gambaran tentang
memilih atau menggunakan materi pelajaran kemampuan para guru SD memilih materi
sesuai dengan konteks, lingkungan, setting pelajaran yang berbasis local content.
siswa atau materi pelajaran yang berbasis Survei dapat dilakukan pada seluruh
local content; anggota populasi, tetapi dapat juga
3. untuk mengetahui bagaimana dilakukan pada beberapa anggota populasi
tingkat kemampuan guru-guru SD di kota (sampel). Jadi survei bisa bersifat the whole
Singaraja dalam memilih atau menggunakan or the part. Dalam hal ini peneliti
materi pelajaran sesuai dengan konteks, menggunakan pendekatan the part, yakni
lingkungan, setting siswa atau materi akan digunakan pendekatan reduksi dan
pelajaran yang berbasis local content. generalisasi, dengan menggunakan teknik
sampling.
METODE Objek penelitian ini adalah LOCAL
Jika dilihat dari sumber data, CONTENT yang ada dalam rencana
penelitian ini termasuk penelitian expost pelaksanaan pembelajaran (RPP), yang
facto, karena data yang dikumpulkan telah mencakupi:
ada dan terjadi apa adanya. Jika dilihat dari 1. Apakah guru-guru SD di kota
jenis datanya, penelitian ini termasuk Singaraja telah memilih atau menggunakan
penelitian kualitatif, karena data yang materi pelajaran yang berbasis local content.
dikumpulkan dalam bentuk pernyataan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 69


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

2. Pada bidang studi/mata pelajaran yang mengajar di kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.


apa saja guru-guru SD di kota Singaraja Dengan demikian, data dikumpulkan dengan
telah memilih atau menggunakan materi cara/metode koleksi dokumen.
pelajaran yang berbasis local content. Untuk menjawab masalah pertama,
3. Tingkat kemampuan guru-guru data dianalisis dengan teknik kategorisasi,
SD di kota Singaraja dalam memilih atau yang dilanjutkan dengan analisis distribusi
menggunakan materi pelajaran yang frekuensi. Untuk menjawab masalah kedua,
berbasis local content. data dianalisis dengan teknik pemilahan,
Subjek penelitian ini adalah rencana yang dilanjutkan dengan analisis tendensi
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sentral dan penghitungan persentase. Untuk
dibuat oleh guru dan calon guru SD di kota menjawab masalah ketiga, data dianalisis
Singaraja. Rencana pelaksanaan dengan teknik kecocokan bergradasi
pembelajaran itu dapat berupa rencana dengan memakai deskriptor, sehingga
pelaksanaan pembelajaran berbagai bidang menghasilkan indeks yang dapat digunakan
studi yang diajarkan di SD, dan semua untuk membuat skala penilaian untuk
jenjang kelas di SD. Jadi populasi penelitian menilai jenjang kemampuan guru dalam
ini adalah rencana pelaksanaan memilih dan menggunakan materi pelajaran
pembelajaran yang dibuat oleh guru pada yang berbasis local content. Terakhir,
semua bidang studi yang diajarkan dan semua hasil analisis data tersebut disajikan
pada semua jenjang kelas di SD. secara deskriptif dan naratif. Analisis ini
Karena populasi cukup banyak, dilakukan oleh dua orang untuk menjaga
maka penelitian ini menggunakan kesahihan hasil penelitian.
pendekatan reduksi dan generalisasi
(perampatan). Untuk itu digunakan teknik HASIL
sampling. Dalam hal ini, sampel diambil 1. Pemilihan atau Penggunaan Materi
dengan menggunakan teknik: stratified Pelajaran yang Berbasis Local
random sampling. Teknik stratified Content oleh Guru SD di Kota
diterapkan berhubung ada guru swasta dan Singaraja
guru negeri; ada guru kelas 1, 2. 3, 4, 5, dan Berdasarkan hasil analisis data
6. Teknik random digunakan karena semua diperoleh hasil penelitian sebagai berikut.
guru dari berbagai status sekolah, berbagai RPP guru-guru SD di Kota Singaraja yang
bidang studi, dan berbagai kelas diberi mengandung materi pelajaran yang berbasis
kesempatan menjadi sampel dengan cara local content berjumlah 302 buah. RPP
diacak. Jumlah sampel yang diambil guru-guru SD di Kota Singaraja yang tidak
didasarkan pada pertimbangan apakah mengandung materi yang berbasis local
jumlah sampel itu sudah dapat mewakili content adalah 93 buah. Persentase RPP
populasi atau dengan kata lain, apakah yang mengandung materi pelajaran yang
sampel itu sudah dianggap representatif. berbasis local content = (302: 395) x 100%
Data dikumpulkan dengan = 76,46%. Persentase RPP yang tidak
menghimpun rencana pelaksanaan mengandung materi pelajaran yang berbasis
pembelajaran yang dibuat oleh para guru local content = (93: 395) x 100% = 23,54%.
SD yang mengajar berbagai bidang studi,
pada sekolah negeri maupun swasta, serta

Jurnal Pendidikan Indonesia | 70


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

2. Bidang Studi yang Menggunakan menggunakan materi pelajaran yang


Materi Pelajaran Berbasis Local berbasis local content.
Content
Tabel 1 menyajikan data tentang
bidang studi yang menggunakan dan tidak

Tabel 1: Bidang Studi yang Menggunakan dan Tidak Menggunakan


Local Content
Jumlah Jumlah
yang yang Tidak
Persen-
Bidang Jumlah Menggu- Menggu- Persentase
No. tase
Studi RPP nakan nakan (%)
(%)
Local Local
Content Content
1 Bahasa Indonesia 107 83 77,57 24 22,43
2 PKn 51 37 72,55 14 27,45
3 IPA 76 50 65,79 26 34,21
4 Matematika 88 74 84,09 14 15,91
5 IPS 44 34 77,27 10 22,73
6 Bahasa Bali 13 13 100,00 0 0,00
7 SBK 10 9 90,00 1 10,00
8 Agama Hindu 6 5 83,33 1 16,67
Jumlah 395 305 77,21 90 22,79
Keterangan:
SBK = Seni Budaya dan Keterampilan

Berdasarkan data pada Tabel 4.2 yang berbasis local content adalah Bahasa
dapat diketahui bahwa dari seluruh RPP Bali. Ketujuh bidang studi lainnya, memiliki
yang dianalisis, terdapat 305 RPP yang variasi dalam hal persentase penggunaan
telah menggunakan materi pelajaran yang materi pelajaran berbasis local content.
berbasis local content dan 90 RPP yang Pada bidang studi Bahasa Indonesia,
tidak menggunakan materi pelajaran yang perbandingan persentase antara guru yang
berbasis local content. Persentase secara telah memilih atau menggunakan materi
keseluruhan guru-guru SD di kota Singaraja pelajaran berbasis local content dan guru
yang telah memilih atau menggunakan yang tidak memilih atau menggunakan
materi pelajaran yang berbasis local content materi pelajaran berbasis local content
adalah 77,21%, sedangkan persentase adalah 77,57%: 22,43%. Pada bidang studi
guru-guru SD yang tidak menggunakan Pendidikan Kewarganegaraan: 72,55%:
materi pelajaran yang berbasis local content 27,45%, Ilmu Pengetahuan Alam: 65,79%:
adalah 22,79%. 34,21%, Matematika: 84,09%: 15,91%, Ilmu
Dari delapan bidang studi yang Pengetahuan Sosial: 77,27%: 22,73%, Seni
dianalisis, bidang studi yang secara Budaya dan Keterampilan: 90%: 10%, dan
keseluruhan menggunakan materi pelajaran Agama Hindu: 83,33%: 16,67%.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 71


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

3. Tingkat Kemampuan Guru SD di digunakan/dipilih sangat dekat dengan


Kota Singaraja dalam Memilih atau lingkungan siswa ( atau dengan indeks 5).
Menggunakan Materi Pelajaran yang Cukup cocok, jika materi yang
Berbasis Local Content digunakan/dipilih cukup dekat dengan
Sesuai dengan data dan hasil lingkungan siswa (atau dengan indeks 3)
penelitian yang telah dipaparkan di atas, Tidak cocok, jika materi yang
maka diketahui bahwa, dari 395 RPP yang digunakan/dipilih sangat jauh dengan
dianalisis, RPP yang telah menggunakan lingkungan siswa (tingkat kecocokan (atau
materi pelajaran yang berbasis local content dengan indeks 1). Misalnya: Pembelajaran
adalah 305 buah. Dalam menjawab proses membuat tempe/tahu sangat dekat
rumusan masalah penelitian ketiga ini, bagi siswa SD Kampung Baru Singaraja.
analisis dilakukan terhadap 305 RPP yang Pembelajaran proses cara menyetek dan
telah menggunakan materi pelajaran yang menanam pohon kopi cukup dekat bagi
berbasis local content. siswa SD Kampung Baru Singaraja.
Tingkat kemampuan guru SD di Pembelajaran proses cara membuat sepatu
Kota Singaraja dalam memilih atau di Cibaduyut sangat jauh bagi siswa SD
menggunakan materi pelajaran yang Kampung Baru Singaraja. Jadi, semakin
berbasis local content dapat dilihat dari tinggi tingkat kecocokan, maka tingkat
tingkat kecocokan penggunaan materi kemampuan guru-guru SD di kota Singaraja
pelajaran yang berbasis local content. dalam memilih atau menggunakan materi
Tingkat kecocokan ini ditentukan dengan pelajaran yang berbasis local content akan
bantuan deskriptor, yang menghasilkan semakin tinggi pula. Tabel 2 menyajikan
indeks untuk menyusun skala penilaian. data tentang tingkat kecocokan penggunaan
Tingkat kecocokan dikategorikan menjadi materi pelajaran yang berbasis local content
tiga, yakni sangat cocok, cukup cocok, dan pada RPP yang telah dianalisis.
tidak cocok. Sangat cocok, jika materi yang

Tabel 2: Tingkat Kecocokan Penggunaan Materi Pelajaran yang Berbasis


Local Content
Tingkat Kecocokan
Jumlah
No. Bidang Studi Tidak
RPP Sangat Cocok Cukup Cocok
Cocok
1 Bahasa Indonesia 83 42 41 0

2 PKN 37 18 19 0

3 IPA 50 30 20 0

4 Matematika 74 38 36 0

5 IPS 34 20 14 0

6 Bahasa Bali 13 7 6 0

Jurnal Pendidikan Indonesia | 72


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

7 SBK 9 4 5 0
8 Agama Hindu 5 4 1 0
Jumlah 305 163 142 0
Persentase 100% 53,44% 46,56% 0%

Data pada tabel 2 dapat diketahui memilih atau menggunakan materi pelajaran
bahwa, tingkat kecocokan penggunaan berbasis local content dan ada pula guru
materi pelajaran yang berbasis local content yang tidak memilih atau menggunakan
berada pada tingkat sangat cocok dan materi pelajaran berbasis local content. Data
cukup cocok. RPP yang berada pada tingkat hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih
kecocokan sangat cocok adalah 163 buah banyak guru yang telah memilih atau
atau setara dengan 53,44%. RPP yang menggunakan materi pelajaran berbasis
berada pada tingkat kecocokan cukup cocok local content dibandingkan dengan guru
adalah 142 buah atau setara dengan yang tidak memilih atau menggunakan
46,56%. Tak satu pun RPP yang berada materi pelajaran berasis local content. Hal
pada tingkat kecocokan dalam kategori tidak tersebut mengindikasikan adanya usaha
cocok. keras para guru SD di kota Singaraja untuk
menggunakan materi pelajaran yang
PEMBAHASAN berbasis local content. Ini berarti bahwa,
Pada bagian ini dipaparkan guru telah perupaya membawa
pembahasan terhadap hasil-hasil penelitian pembelajarannya ke pembelajaran yang
sebagaimana diuraikan sebelumnya. kontekstual, agar membelajaran tersebut
Pembahasan dipaparkan secara sistematis bermakna (meaningful).
berdasarkan urutan hasil penelitian. Usaha keras guru SD di kota
Pembahasan mencakup tiga hal pokok, Singaraja untuk memilih atau menggunakan
yakni: (1) pemilihan atau penggunaan materi materi pelajaran yang berbasis local content
pelajaran yang berbasis local content, (2) telah terbukti. Hal ini tampak dari cukup
bidang studi yang telah menggunakan banyaknya RPP yang berisi materi pelajaran
materi pelajaran berbasis local content, dan berbasis local content. Tiga perempat lebih
(3) tingkat kemampuan guru SD dalam RPP guru-guru SD di kota Singaraja telah
memilih atau menggunakan materi pelajaran menggunakan materi pembelajaran berbasis
yang berbasis local content. local content.
Berdasarkan hasil analisis data Beberapa hal yang menyebabkan
diketahui bahwa RPP guru-guru SD di kota para guru telah memilih atau menggunakan
Singaraja yang mengandung materi materi pembelajaran berbasis local content
pelajaran berbasis local content berjumlah adalah sebagai berikut.
302 buah (76,46%). RPP guru-guru SD di Pertama, kegiatan Kelompok Kerja
kota Singaraja yang tidak mengandung Guru (KKG) yang telah dilaksanakan para
materi yang berbasis local content adalah guru SD memberikan inspirasi untuk saling
93 buah (23,54%). Dengan demikian, guru- bertukar pikiran dalam memecahkan
guru SD di kota Singaraja ada yang telah permasalahan yang dihadapi dalam

Jurnal Pendidikan Indonesia | 73


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

pembelajaran. Melalui KKG para guru dapat beberapa faktor penghabat yang
saling bertukar pikiran tentang materi menyebabkan para guru SD tidak memilih
pelajaran yang mereka berikan di kelas atau menggunakan materi pelajaran yang
masing-masing. berbasis local content dalam RPP yang
Kedua, pendidikan dan pelatihan mereka rancang. Faktor penghambat
serta berbagai kegiatan ilmiah yang diikuti tersebut kemungkinan yang menjadi alasan
oleh para guru membuka wawawasan para para guru tidak memilih atau menggunakan
guru tentang pendekatan pembelajaran materi pelajaran yang berbasis local content.
kontekstual. Guru-guru SD telah banyak Kemungkinan alasan ini diperoleh
yang mengikuti berbagai kegiatan ilmiah, berdasarkan hasil telaah mendalam
seperti: lokakarya, seminar, pendidikan dan terhadap RPP yang dibuat oleh para guru
latihan (diklat), dan lain sebagainya. SD. Kemungkinan-kemungkinan alasan
Keikutsertaan guru dalam berbagai kegiatan tersebut adalah sebagai berikut.
ilmiah memberi dampak positif bagi guru Pertama, berdasarkan pengamatan
untuk meningkatkan profesionalisme guru ternyata gambar-gambar yang digunakan
dalam melaksanakan tugas-tugas dalam RPP yang dibuat oleh para guru
keguruannya. mengambil dari buku-buku sumber yang
Ketiga, peran supervisi kepala diterbitkan di luar propinsi Bali. Hal ini
sekolah dan pengawas SD memberikan menyebabkan gambar-gambar yang
sumbangan untuk peningkatan kreativitas digunakan tidak sesuai dengan lingkungan
para guru SD dalam mengembangkan dan tempat para siswa beraktivitas.
meningkatkan perencanaan dan Kedua, selain gambar, para guru SD
pelaksanaan pembelajaran di kelas masing- juga kurang kreatif dalam mengembangkan
masing. Oleh karena itu, supervisi kepala materi pelajaran. Mereka cenderung
sekolah dan pengawas pendidikan kepada mengambil materi yang ada pada buku
para guru perlu dilakukan secara pelajaran yang mereka miliki, tanpa
berkesinambungan. menyesuaikan dengan situasi dan kondisi
Keempat, ketersediaan berbagai lingkungan dan keadaan para siswa yang
sumber belajar yang mudah diakses oleh diasuhnya. Materi-materi pada buku yang
para guru SD sangat mendukung dicetak dan diterbitkan oleh penerbit di
pengembangan pengetahuan dan wawasan Jawa, tentu tidak semuanya sesuai dengan
para guru untuk terus- meningkatkan keadaan di Bali, sehingga perlu diadaptasi
kualitas materi pelajaran. Sumber-sumber terlebih dahulu, bukan diambil begitu saja.
belajar seperti internet, buku elektronik, Ketiga, nama-nama tokoh yang
berbagai buku pelajaran yang diterbitkan digunakan oleh para guru dalam materi
oleh penerbit yang berbeda-beda, berbagai pelajaran tidak sesuai dengan nama-nama
lembar kerja siswa, koran, majalah, dan lain para siswa, sehingga nama-nama tokoh
sebagainya memberikan inspirasi bagi para tersebut terasa asing di telinga para siswa.
guru SD untuk mengembangkan materi Hal ini disebabkan para guru dalam
pembelajaran sesuai dengan kebutuhan mengambil nama-nama tokoh yang
para siswa mereka. digunakan dalam materi pelajaran hanya
Selain faktor-faktor pendukung mengambil atau mencontoh dari sumber
sebagaimana dipaparkan di atas, terdapat yang mereka gunakan. Misalnya, mengambil

Jurnal Pendidikan Indonesia | 74


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

nama tokoh dari buku paket, internet, Keterampilan: 90%, dan Agama Hindu:
majalah, dan lain sebagainya. Seharusnya 83,33%.
para guru mengadaptasi nama tokoh yang Pada ketujuh bidang studi, yaitu
digunakan dalam materi pelajaran, sehingga Bahasa Indonesia, Pendidikan
nama-nama tokoh tidak asing bagi para Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam,
siswa. Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni
Keempat, beberapa contoh yang Budaya dan Keterampilan, serta Agama
ditulis para guru pada RPP sangat umum Hindu terlihat bahwa persentase guru yang
dan abstrak, sehingga contoh-contoh telah memilih atau menggunakan materi
tersebut tidak kontekstual. Bahkan terdapat pelajaran berbasis local content lebih besar
beberapa RPP yang uraian materinya tidak dibandingkan yang tidak memilih atau
jelas, karena hanya mencantumkan materi menggunakan materi pelajaran berbasis
secara singkat. Demikian pula tema-tema local content. Faktor pendukung dan faktor
yang diangkat dalam materi pelajaran tidak penghambat bagi guru dalam memilih atau
relevan dengan keadaan real yang dihadapi menggunakan materi pelajaran yang
para siswa dalam kehidupan sehari-hari berbasis local content adalah sebagaimana
mereka. yang telah diuraikan sebelumnya.
Dari delapan bidang studi yang Usaha yang penting untuk dilakukan
dianalisis, hanya bidang studi Bahasa Bali dalam upaya penggunaan materi pelajaran
yang secara keseluruhan menggunakan berbasis local content pada semua mata
materi pelajaran yang berbasis local content. pelajaran adalah sebagai berikut.
Bahasa Bali merupakan bidang studi Pertama, peningkatan dan
muatan lokal (mulok) yang memberikan pemantapan terhadap berbagai faktor
kekhasan bagi sekolah-sekolah yang ada di pendukung pemilihan atau penggunaan
Bali. Pembelajaran bahasa Bali mencakup materi pelajaran yang berbasis local content.
kegiatan membaca, menulis, menyimak, dan Hal ini dapat dilakukan dengan pengawasan
berbicara bahasa Bali. Dalam keempat yang melekat (waskat) oleh kepala sekolah
kegiatan tersebut para guru SD telah dan pengawas pendidikan terhadap kinerja
memilih alur cerita, nama-nama tokoh, latar guru dalam membuat rencana pelaksanaan
materi, dan contoh-contoh yang pembelajaran. Hal lain yang dapat dilakukan
mencerminkan kehidupan sehari-hari adalah memberikan penguatan dan motivasi
masyarakat Bali. kepada para guru untuk terus
Ketujuh, bidang studi lainnya, mengembangkan materi pelajaran berbasis
memiliki variasi dalam hal persentase local content.
penggunaan materi pelajaran berbasis local Kedua, mengeliminasi segala faktor
content. Pada bidang studi Bahasa penghambat yang menyebabkan para guru
Indonesia, persentase guru yang telah tidak memilih atau menggunakan materi
memilih atau menggunakan materi pelajaran pelajaran berbasis local content. Hal yang
berbasis local content adalah 77,57%. Pada dapat dilakukan adalah menggugah
bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan: kesadaran para guru SD tentang arti penting
72,55%, Ilmu Pengetahuan Alam: 65,79%, penggunaan materi pelajaran berbasis local
Matematika: 84,09%, Ilmu Pengetahuan content. Kegiatan lain yang dapat dilakukan
Sosial: 77,27%, Seni Budaya dan adalah meningkatkan keikutsertaan para

Jurnal Pendidikan Indonesia | 75


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

guru dalam berbagai kegiatan ilmiah dan misalnya minat dan bakat, kemampuan
kegiatan kelompok seprofesi untuk intelegensi, kreativitas, motivasi, komitmen,
meningkatkan profesionalitas para guru. dan lain sebagainya. Faktor eksternal
Sebagaimana diuraikan adalah faktor yang berasal dari luar diri guru,
sebelumnya, terungkap bahwa tingkat misalnya: situasi tempat kerja, lingkungan
kecocokan penggunaan materi pelajaran sosial, suasana akademik, kepemimpinan
yang berbasis local content berada pada kepala sekolah, dan lain sebagainya.
dua kategori, yaitu: tingkat sangat cocok dan Kemampuan guru dalam memilih
cukup cocok. Tak satu pun RPP yang atau menggunakan materi pelajaran yang
berada pada tingkat kecocokan dalam berbasis local content perlu dipertahankan
kategori tidak cocok. Jumlah RPP yang dan bila memungkinkan terus ditingkatkan.
berada pada tingkat kecocokan sangat Usaha-usaha yang dapat dilakukan antara
cocok adalah 163 buah atau setara dengan lain: (1) pelibatan guru dalam berbagai
53,44%. Jumlah RPP yang berada pada kegiatan ilmiah seperti seminar, lokakarya,
tingkat kecocokan cukup cocok adalah 142 dan pelatihan tentang pengembangan
buah atau setara dengan 46,56%. materi pelajaran berbasis local content, (2)
Perbandingan antara persentase RPP yang penyediaan berbagai sumber atau referensi
berada pada kategori sangat cocok dan tentang pengembangan materi pelajaran
cukup cocok adalah 53,44%: 46,56%. berbasis local content, (3) pemberian
Perbandingan persentase tersebut penguatan kepada para guru yang telah
menunjukkan bahwa, secara umum RPP memilih atau menggunakan materi pelajaran
rancangan para guru SD di Kota Singaraja berbasis local content, dan (4) pemberian
lebih banyak berada pada kategori sangat motivasi dan bimbingan serta supervisi klinis
cocok. Hal yang sangat membanggakan kepada para guru yang tidak memilih atau
adalah tidak ada satu pun RPP yang berada menggunakan materi pelajaran berbasis
pada kategori tidak cocok. Hal ini berarti local content.
para guru SD di Kota Singaraja, memiliki
tingkat kemampuan yang tinggi dan cukup SIMPULAN
tinggi dalam memilih atau menggunakan Berdasarkan hasil penelitian dan
materi pelajaran berbasis local content. Ini pembahasan, maka dapat ditarik simpulan
berarti juga bahwa guru berupaya sebagai berikut.
melaksanakan pembelajaran yang berbasis 1. Guru-guru SD di kota Singaraja ada
pendekatan kontekstual untuk menjadikan yang telah memilih atau menggunakan
pembelajarannya lebih bermakna materi pelajaran berbasis local content dan
(meaningful). ada pula guru yang tidak memilih atau
Terdapat beberapa faktor yang menggunakan materi pelajaran berbasis
mempengaruhi tingkat kemampuan guru local content. Berdasarkan hasil analisis
dalam memilih atau menggunakan materi data diketahui bahwa RPP guru-guru SD di
pelajaran yang berbasis local content. Kota Singaraja yang mengandung materi
Faktor-faktor tersebut dikelompokkan pelajaran berbasis local content berjumlah
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor 302 buah (76,46%). RPP guru-guru SD di
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang Kota Singaraja yang tidak mengandung
berasal dari dalam diri guru itu sendiri,

Jurnal Pendidikan Indonesia | 76


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

materi yang berbasis local content adalah berbasis local content disarankan untuk
93 buah (23,54%). mencoba memilih atau menggunakan materi
2. Dari delapan bidang studi yang pelajaran berbasis local content agar
dianalisis, hanya bidang studi Bahasa Bali tercipta pembelajaran yang kontekstual dan
yang secara keseluruhan menggunakan bermakna.
materi pelajaran yang berbasis local content. 2. Para guru SD yang mengajar bidang
Pada bidang studi Bahasa Indonesia, studi Bahasa Indonesia, Pendidikan
persentase guru yang telah memilih atau Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Alam,
menggunakan materi pelajaran berbasis Matematika, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni
local content adalah 77,57%. Pada bidang Budaya dan Keterampilan, dan Agama
studi Pendidikan Kewarganegaraan: Hindu yang tidak memilih atau
72,55%, Ilmu Pengetahuan Alam: 65,79%, menggunakan materi pelajaran berbasis
Matematika: 84,09%, Ilmu Pengetahuan local content disarankan untuk segera
Sosial: 77,27%, Seni Budaya dan memilh materi pelajaran berbasis lokal
Keterampilan: 90%, dan Agama Hindu: content.
83,33%. 3. Tingkat kemampan guru SD di kota
3. Para guru SD di Kota Singaraja Singaraja dalam memilih atau menggunakan
memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan materi pelajaran yang berbasis local content
cukup tinggi dalam memilih atau perlu terus ditingkatkan melalui berbagai
menggunakan materi pelajaran berbasis kegiatan seperti seminar, pelatihan,
local content. Jumlah RPP yang berada lokakarya, diskusi kelompok kerja guru, dan
pada tingkat kecocokan sangat cocok lain sebagainya.
adalah 163 buah atau setara dengan
53,44%. Jumlah RPP yang berada pada DAFTAR RUJUKAN
tingkat kecocokan cukup cocok adalah 142 Atkinson, D. 1999. “TESOL and Culture”
buah atau setara dengan 46,56%. Tak satu TESOL QUARTERLY. 33 (4), 625 –
pun RPP yang berada pada tingkat 649.
BSNP. 2006. Panduan Penyusunan
kecocokan dalam kategori tidak cocok.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas.
SARAN Carson. 1999. “Cross-cultural Differences in
Berdasarkan hasil-hasil yang Learning Style of Elementary Age
diperoleh dalam penelitian ini, maka dalam Students from Ethnic Background”
uraian berikut ini disampaikan beberapa Journal of Multicultural and
saran. Development, 78 (2), 29 – 35.
Chambers, F. 1997. “Seeking Concensus in
1. Para guru SD di kota Singaraja yang
Coursebook Evaluation” ELT Journal.
telah memilih atau menggunakan materi 51 (1), 39 – 45.
pelajaran berbasis local content diharapkan Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004: Standar
untuk terus mengembangkan diri dan Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa
meningkatkan profesinalisme guru, serta Indonesia. Jakarta: Pusat Kurikulum
mengimbaskan pengetahuan dan Balitbang-Depdiknas.
keterampilan yang dimiliki kepada guru lain. Depdiknas. 2007. Model Kurikulum Bahasa
Indonesia Masa Depan. Tersedia:
Para guru SD di kota Singaraja yang tidak
www.
memilih atau menggunakan materi pelajaran

Jurnal Pendidikan Indonesia | 77


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

puskur.net/download/naskahakademi
k/naskahakademikbindonesia/naskah
akade
mikbindonesia.doc+praktek+penilaian
+autentik [1 Januari 2007].
Forsyth, I; Jolliffe, A; and Stevens, D. 1995.
Planning A Course: Practical
Stratigies for Teachers, Lectures, and
Trainers. London: Kogan Page
Limited.
Kubota, R. 1999. “Javanese Culture
Constructed by Discourses:
Implications for Applied Linguistics
Research and ELT” TESOL
QUARTERLY. 33 (1), 9 – 31.
Prihantoro, F.X.T.H. 2007. Jangan Sampai
KTSP Menjadi Kurikulum Tidak Siap
Pakai. Majalah Educare Nomor
4/IV/Juli 2007, hal 35 – 36).
Puskur-Depdiknas. 2003. Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning) [Online].
Tersedia:http://www.geocities.com/pa
kguruonline/pend konteks ba b2a.html
[Diakses, 10 Januari 2007].
Puskur-Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004:
Pedoman Khusus Pengembangan
Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia.
Jakarta: Depdiknas.
Ramly, M. 2007. Peningkatan Mutu
Sumberdaya Manusia melalui
Bahasa, Sastra dan Seni (Makalah)
Pertemuan Forum Fakultas
Pendidikan Bahasa, Sastra dan Seni
Se-Indonesia IX. Makassar, 13 Juli
2007.
Sarkim, T. 2007. KTSP Lahir Prematur,
Perlu Penegakan Otonomi Sekolah.
Majalah Educare Nomor 4/IV/Juli
2007, hal 7 – 9).
Sudaryono, S. 2007. KTSP Berpeluang
Membangun Pribadi-pribadi Cerdas,
Meski Dibangun di atas Pondasi yang
Keropos. Majalah Educare Nomor
4/IV/Juli 2007, hal 4 – 6).
Verma, S. 1995. Curriculum and Standards
Framework. Carlton-Victoria:
Lithocraft Graphics.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 78


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN SASTRA


BERBASIS KARAKTER DAN LOKALITAS DALAM MATA KULIAH DRAMA,
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA

Kadek Sonia Piscayanti

Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Ganesha,


Singaraja, Indonesia

e-mail: sonia_pisca@yahoo.com

Abstrak

Pembelajaran drama di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Pendidikan


Bahasa Inggris selama ini menggunakan naskah-naskah karya penulis luar negeri. Hal ini
menjadi beban bagi mahasiswa karena adanya kesenjangan antara latar budaya di dalam
naskah dengan latar budaya mahasiswa. Kesenjangan budaya ini menyebabkan
mahasiswa kesulitan memahami teks. Persoalan budaya adalah hal yang sangat penting
dalam pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa akan berhasil jika pembelajaran bersifat
kontekstual, berkarakter dan bermakna. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model
pembelajaran drama berbasis karakter dan lokalitas. Metode yang digunakan adalah model
pengembangan Dick, Carey and Carey (2001). Pengembangan ini melalui sembilan
tahapan. Hasilnya adalah produk model pembelajaran drama berbasis karakter dan
lokalitas. Bahan ajar yang dihasilkan adalah naskah drama berbasis karakter dan lokalitas.
Model dan naskah ini kemudian diimplementasikan dan diujikan pada mahasiswa. Hasilnya
adalah terdapat perbedaan signifikan antara prestasi mahasiswa yang diajar dengan model
pembelajaran drama berbasis karakter dan lokalitas dengan prestasi mahasiswa yang tidak
mendapat perlakuan.

Kata kunci: drama, model, pembelajaran, karakter, lokalitas

Abstract

Drama learning process in English Education Department has been using the
literature written by western authors. This has become the burden for students since there is
a gap between the culture of the text and the student’s culture. This becomes the biggest
challenge for the students to understand the text. The culture background is a very important
issue in learning a language. Language learning can be successful if there is a contextual,
character-based and meaningful learning. This research is aimed at developing the
character and local-based drama learning model. The method used was Dick, Carey and
Carey (2001) development method. There are nine steps of the model development. The
final products are the character and local-based drama learning model and character and
local-based script. The model and the script were then implemented and tested. The result :
“there was a significant difference between the students taught by character and local-based
drama learning model and the students who were not.”

Keywords: drama, model, learning, character and locality.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 79


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

PENDAHULUAN poetry) dan literature 2 (drama). Mata kuliah


Sastra adalah mata kuliah yang drama berbahasa Inggris selama ini
sangat penting dalam pembelajaran bahasa. menggunakan sumber-sumber yang didapat
Sastra memperkaya, memperdalam, dari luar negeri, misalnya buku-buku,
memperluas daya pikir, daya analisis kritis, naskah, referensi dan rujukan lain. Namun
dan imajinasi manusia. Bahasa dalam sastra ketika menyimak naskah-naskah tersebut,
tak hanya berfungsi sebagai alat untuk ada sebuah gap yang sangat lebar antara
mengungkapkan ide, namun juga mahasiswa dan teks yang dibaca dan
menyampaikan pesan. Pesan yang ingin dimainkannya. Ada jurang yang sangat lebar
disampaikan dalam sastra adalah sebuah antara mahasiswa dan teks. Jurang itu
nilai. Nilai yang dimaksud bisa berupa nilai adalah adanya perbedaan budaya yang
moral, pembentukan karakter, dan nilai-nilai sangat mencolok antara satu budaya yang
budaya yang teinsersi di dalam karya sastra. mereka miliki (budaya lokal Bali) dan budaya
Pada intinya sebuah karya sastra adalah barat (Amerika dan Inggris). Naskah yang
cermin budaya bangsa dan negara. Melalui ditulis oleh orang luar, dengan konteks
sastra, kita dapat bercermin pada apa yang budaya luar yang rumit dan di luar
terjadi dalam sebuah budaya bangsa. Maka, jangkauan, kerap membuat mahasiswa
pembelajaran sastra dalam mata kuliah kewalahan dalam menginterpretasi teks ke
sastra harus bersifat local-based dan dalam konsep pemanggungan. Konsep
character-based. Hal ini menjadi penting yang sangat berbeda menyebabkan
sebab pembelajaran bahasa adalah mahasiswa menghadapi kesulitan secara
pembelajaran karakter dan budaya psikologis yang akhirnya menghalangi
sekaligus. Ketika kita berbahasa maka kematangan pencapaian prestasi mereka.
sesungguhnya kita menyampaikan sebuah Jika hal ini dibiarkan, maka dikhawatirkan
pesan dengan latar belakang budaya, nilai- mahasiswa akan kehilangan motivasi belajar
nilai kepribadian dan konteks pemikiran dan mempengaruhi prestasi mereka.
yang kita miliki. Maka, sesungguhnya Berdasarkan analisa kebutuhan
komunikasi melalui bahasa adalah melalui observasi dan wawancara yang
komunikasi budaya. Budaya dan bahasa dilakukan pada beberapa mahasiswa yang
yang digunakan oleh penutur maupun yang telah mengambil mata kuliah ini, didapatkan
tersampaikan kepada penerima, terjadi hasil bahwa mahasiswa memerlukan model
melalui serangkaian proses penerjemahan pembelajaran sastra dan bahan ajar
budaya. Jika komunikasi itu terjadi dengan berbasis karakter dan lokalitas. Meskipun
efektif, bisa diasumsikan bahwa baik pembelajaran dalam mata kuliah drama
penutur maupun penerima memiliki latar sudah berjalan dengan baik dan efektif
belakang budaya yang sama, atau yang namun dapat lebih ditingkatkan dengan
beresensi sama. Sebaliknya jika penerima memberikan pengembangan model
tidak mampu menerima pesan yang pembelajaran berbasis karakter dan
disampaikan, salah satu faktor penyebabnya lokalitas. Unsur karakter dan lokalitas
adalah adanya kesenjangan budaya. sebagai cermin budaya bangsa belum
Mata kuliah sastra di Jurusan nampak dalam pembelajaran di kelas.
Pendidikan Bahasa Inggris terbagi menjadi Mahasiswa berorientasi pada produk berupa
dua yakni literature 1 (prose fiction dan pementasan berdasarkan naskah asing dan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 80


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

pada akhirnya mahasiswa menjadi Penelitian menunjukkan bahwa


kehilangan akar budaya dan lokalitasnya pembelajaran berbasis sastra (PBS)
sendiri. Karakter yang digali adalah karakter- membantu siswa menjadi pembaca, penulis,
karakter dunia barat yang memiliki dan pemikir yang baik. Aktivitas dalam
persoalan-persoalan di luar jangkauan pembelajaran berbasis sastra
pengetahuan mahasiswa. Hal inilah memungkinkan siswa menjadi pembaca,
membutuhkan sebuah solusi. Solusinya penulis, dan pemikir yang baik. Mereka
adalah mengembangkan model menjadi pembaca, penulis, dan pemikir yang
pembelajaran sastra dalam mata kuliah baik melalui proses pembelajaran yang
drama yang berbasis karakter dan lokalitas. mengedepankan kreativitas dan
Pembelajaran berbasis sastra pengalaman nyata. Dalam proses
adalah pembelajaran berbasis karya narasi pemanggungan naskah drama, juga
dan ekspositori sebagai bahan pendukung terdapat pembelajaran bahasa yang sangat
utama dalam pembelajaran yang kompleks. Belajar bahasa melalui naskah
menumbuhkembangkan literasi siswa drama memungkinkan siswa belajar secara
(Sorensen dan Lehman, 1995). Sastra natural dan tanpa sadar sehingga terjadilah
adalah sumber belajar utama. Karya sastra proses pemerolehan bahasa. Siswa secara
yang dimaksud dapat berupa puisi, prosa natural menikmati cerita dengan kejutan-
maupun drama. Karya sastra yang menjadi kejutan dan imajinasi unik di dalamnya.
fokus dalam penelitian ini adalah naskah Cerita adalah bahasa yang berbicara
drama. Naskah drama adalah sebuah karya melalui pengalaman, dengan menggunakan
fiksi yang berpijak pada sebuah karakter kekayaan bahasa menceritakan
dan segenap kompleksitasnya. Karakter pengalaman hidup yang bermakna. Dalam
dalam naskah ini kemudian halnya membaca naskah drama, naskah
diinterpretasikan, dinarasikan, lalu adalah sebuah karya yang lahir dari
dipanggungkan dalam bentuk pementasan pengalaman hidup pengarangnya dan sikap
drama. Kompleksitas pemanggungan hidup pengarangnya terhadap sebuah
naskah dari yang sekedar naskah menjadi persoalan. Naskah drama memberikan
sebuah pementasan berangkat dari proses kemungkinan pembelajaran karakter yang
yang rumit. Pertama, pembacaan naskah. lebih dalam dan lebih komprehensif
Kedua, interpretasi naskah. Ketiga, sehingga pembelajaran karakter berjalan
penentuan sudut pandang dan konsep maksimal. Dalam penelitian ini fokus sastra
pemanggungan. Keempat, pemanggungan. yang dimaksud adalah sastra berbasis
Maka, sesungguhnya proses selama lokalitas.
terjadinya interpretasi hingga Sastra berasal dari kata castra
pemanggungan adalah proses berarti tulisan. Dari makna asalnya dulu,
pembelajaran sastra yang sebenarnya. Di sastra meliputi segala bentuk dan macam
dalam proses tersebut, ada pengenalan tulisan yang ditulis oleh manusia, seperti
karakter, pengenalan konflik, dan catatan ilmu pengetahuan, kitab-kitab suci,
penyelesaian konflik. Dengan sendirinya, surat-surat, undang-undang, dan
karakter mahasiswa akan terbentuk melalui sebagainya (Ahira, 2010). Sastra dalam arti
proses pembelajaran sastra. khusus yang kita gunakan dalam konteks
kebudayaan, adalah ekspresi gagasan dan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 81


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

perasaan manusia. Jadi, pengertian sastra langkah-langkah untuk mengembangkan


sebagai hasil budaya dapat diartikan suatu produk baru atau menyempurnakan
sebagai bentuk upaya manusia untuk produk yang telah ada. Menurut Borg and
mengungkapkan gagasannya melalui Gall (1983 dalam Dewi, 2010), research and
bahasa yang lahir dari perasaan dan development is a process used to develop
pemikirannya. and validate educational products.
Elangovan (2009) menemukan Subjek penelitian ini adalah
bahwa sastra lokal telah memberikan latar mahasiswa yang sudah mengambil mata
belakang budaya yang memiliki kedekatan kuliah drama maupun yang sedang
dengan mahasiswa. Sastra lokal mengambil mata kuliah drama, beserta
memberikan nuansa karakter yang lebih dosen pengampu mata kuliah drama di
dekat dengan mahasiswa sebab nilai-nilai Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
yang terdapat di dalamnya adalah karakter Universitas Pendidikan Ganesha pada tahun
yang mereka kenal sehari-hari atau dekat ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Objek
dengan budaya mereka. Hal ini juga penelitian adalah pengembangan model dan
bermakna bahwa pembelajaran kontekstual bahan pembelajaran mata kuliah drama di
terjadi sebab setting, cerita dan karakter Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris
cerita dekat dengan kehidupan siswa. Teks Universitas Pendidikan Ganesha. Lokasi
dan konteks cerita telah bersatu dalam penelitian adalah di Jurusan Pendidikan
kehidupan siswa sehingga mereka tak Bahasa Inggris Universitas Pendidikan
terbebani dengan teks. Hal ini membuat Ganesha.
siswa mudah memahami teks dan mudah Desain penelitian menggunakan
menuliskan ide-idenya. Dalam konteks desain pengembangan Dick, Carey and
pembelajaran drama, pemanggungan Carey (2001 dalam Dewi, (2010)) yang
naskah berbasis karakter dan lokalitas berorientasi pada pengetahuan dan hasil.
menjadi penting sebab naskah menjadi teks Model Dick, Carey and Carey terdiri dari 9
yang bebas diinterpretasikan dan diberi langkah. Setiap langkah sangat jelas
pemaknaan. Oleh karena naskah memiliki maksud dan tujuannya sehingga bagi
kedekatan kultural dengan pembacanya, perancang pemula sangat cocok sebagai
maka pembaca merasa nyaman dengan dasar untuk mempelajari model desain yang
teks dan mampu memahaminya dengan lain. Kesembilan langkah pada model Dick,
lebih mudah. Carey and Carey menunjukan hubungan
Tujuan penelitian ini adalah yang sangat jelas, dan tidak terputus antara
mengembangkan model pembelajaran langkah yang satu dengan yang lainya.
drama berbasis karakter dan lokalitas serta Dengan kata lain, system yang terdapat
mengembangkan bahan ajar drama berupa pada Dick and Carey sangat ringkas, namun
naskah drama berbasis karakter dan isinya padat dan jelas dari satu urutan ke
lokalitas. urutan berikutnya. Langkah–langkah desain
pembelajarannya adalah sebagai berikut:
METODE a. Mengidentifikasikan tujuan umum
Jenis penelitian ini adalah Research pembelajaran, dimana tahap ini
and Development (R and D). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tujuan
memiliki definisi sebagai sebuah proses atau

Jurnal Pendidikan Indonesia | 82


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

pembelajaran dalam hal ini adalah i. Merevisi bahan pembelajaran, untuk


perkuliahan drama meningkatkan efektivitas
b. Melaksanakan analisis pembelajaran
pembelajaran, dimana tahap ini
bertujuan untuk menentukan tahap- Penelitian riset dan pengembangan ini
tahap pembelajaran yang penting adalah jenis penelitian yang mixed antara
untuk dilaksanakan di perkuliahan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif.
c. Mengidentifikasi tingkah laku Metode penelitian kualitatifnya berada pada
masukan dan karakteristik siswa, tahap awal pengembangan yaitu survai dan
dimana tahap ini dilakukan untuk pengumpulan data awal tentang sebuah
mengetahui karakteristik peserta kondisi yang ingin dibidik. Sedangkan
perkuliahan dan mengetahui minat penelitian kuantitatifnya bertugas menguji
dan bakat mereka sehingga validitas produk dan reliabilitas produk.
memudahkan mengarahkan ke Untuk mengumpulkan data survai,
tujuan pembelajaran dibutuhkan informasi tentang tujuan
d. Merumuskan tujuan performansi, pembelajaran, proses pembelajaran,
dimana tahap ini dilakukan untuk karakteristik warga belajar dan
mengetahui rumusan evaluasi lingkungannya, tujuan khusus. Informasi
produk yaitu berupa performance tentang tujuan pembelajaran didapatkan dari
(drama), hal ini akan menjadi acuan analisis dokumen yaitu analisis silabus.
untuk penilaian karya mahasiswa Silabus yang digunakan adalah silabus
e. Mengembangkan butir–butir tes berbasis kompetensi. Silabus berbasis
acuan patokan, adalah tahap kompetensi ini memuat tujuan
dimana aspek-aspek evaluasi dinilai pembelajaran, kompetensi standar,
dan dikembangkan kompetensi dasar, indikator pembelajaran,
f. Mengembangkan strategi proses pembelajaran, alokasi waktu dan
pembelajaran adalah tahap untuk asesmen. Untuk memperoleh data tentang
memilih dan menentukan serta efektifitas pembelajaran drama, materi
mengembangkan strategi pembelajaran drama, proses pembelajaran
pembelajaran drama, model pembelajaran drama, nilai
g. Mengembangkan dan memilih karakter dan asesmen tersebut digunakan
materi pembelajaran, dimana tahap teknik observasi, wawancara dan kuesioner.
ini dilakukan untuk menyesuaikan Instrumen yang digunakan adalah field note
materi dan tujuan pembelajaran (catatan lapangan), panduan wawancara,
h. Mendesain dan melaksanakan kuesioner, dan asesmen diri.
evaluasi formatif, dimana tahap ini Observasi dilakukan untuk mengetahui
dilakukan untuk mengetahui hasil secara langsung apa yang terjadi di dalam
pembelajaran ketika pembelajaran perkuliahan, proses pembelajaran yang
masih berlangsung dalam satu terjadi, serta model-model pembelajaran dan
semester misalnya tes tengah bahan ajar yang digunakan. Observasi
semester dilakukan pada perkuliahan drama dan
proses pra produksi pementasan drama
sebagai tugas akhir di Jurusan Pendidikan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 83


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Bahasa Inggris semester V tahun ajaran sedang mengambil mata kuliah drama di
2012-2013. semester V jurusan Pendidikan Bahasa
Wawancara dilakukan untuk menggali Inggris tahun ajaran 2012-2013. Kuesioner
informasi tentang apa yang dibutuhkan pertama menggunakan skala Likert (sangat
dosen khususnya dalam memasukkan tidak setuju-sangat setuju) dengan skala 1-5
unsur-unsur karakter dan lokalitas dalam sedangkan kuesioner kedua menggunakan
model pembelajaran. Tokoh-tokoh yang skala Likert 1-3.
diwawancarai adalah Prof. Drs Sunayono
Basuki, Ks., MA, seorang guru besar sastra. HASIL DAN PEMBAHASAN
Beliau telah mengajar mata kuliah drama di Hasil penelitian meliputi hasil
Universitas Pendidikan Ganesha selama analisis dokumen dan literatur, hasil
puluhan tahun dan membimbing wawancara, hasil asesmen diri, hasil
pementasan drama sebagai tugas akhir. observasi, dan hasil kuesioner. Hasil analisis
Tokoh kedua yang diwawancarai adalah dokumen dan literatur adalah sebagai
Drs. Hardiman, M.Si. Beliau adalah dosen berikut. Tujuan umum pembelajaran drama
seni rupa Universitas Pendidikan Ganesha ada dua. Pertama, untuk membangun
yang juga menjadi sutradara dan pengetahuan. Kedua, untuk membangun
pembimbing UKM Teater Kampus Seribu pengalaman.
Jendela Universitas Pendidikan Ganesha. Tujuan pertama, membangun
Selain wawancara dengan kedua tokoh pengetahuan drama, dijabarkan sebagai
tersebut, juga dilakukan asesmen diri karena berikut.
peneliti adalah pengajar mata kuliah drama - Untuk mengetahui konsep teater,
Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan ciri-ciri teater
Undiksha. - Untuk mengetahui elemen-elemen
Sementara itu kuesioner dilakukan teater dan hubungan mereka
untuk mengetahui respon mahasiswa Tujuan kedua, memberikan
terhadap proses pembelajaran. Untuk itu, pengalaman nyata berteater dengan
dilakukan pengumpulan data dari memaksimalkan pengetahuan kognitif yang
mahasiswa untuk memberi masukan tentang telah dikuasai. Analisis silabus menunjukkan
nilai-nilai karakter dan lokalitas yang bahwa pembelajaran drama berorientasi
dibutuhkan dari model pembelajaran dan pada pengetahuan dan hasil pengalaman.
bahan pembelajaran. Kuesioner ini disebar Hasil ini diperkuat dengan hasil wawancara
kepada mahasiswa yang telah mengambil Prof. Basuki yang mengatakan sebuah
mata kuliah drama. Butir-butir dalam pembelajaran drama yang baik, setidaknya
kuesioner ini meliputi efektifitas bertumpu pada tiga kekuatan. Pertama,
pembelajaran, materi pembelajaran, proses kekuatan konsep. Kedua, estetika naskah
dan model pembelajaran, nilai-nilai karakter dan pementasan. Ketiga, karakter. Kekuatan
dan asesmen yang dilakukan. Sementara itu konsep dapat dipelajari, dapat dieksplorasi
disebarkan pula kuesioner kedua untuk pada teori-teori drama. Estetika naskah dan
mengetahui efektivitas materi pembelajaran pemanggungan juga sesungguhnya lahir
yang diberikan yaitu naskah yang akan dari kekuatan konsep. Tanpa kekuatan
dipentaskan. Mahasiswa yang disasar konsep, sebuah naskah dan pementasan
dalam kuesioner ini adalah mahasiswa yang

Jurnal Pendidikan Indonesia | 84


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

tidak dapat digarap. Demikian halnya mahasiswa. Sebab tanpa adanya metode
dengan kekuatan karakter. Kekuatan ceramah dari dosen, mahasiswa akan lebih
karakter tak akan muncul jika pemain tak sulit memahami pembelajaran. Kedua,
memahami konsep. Karakter juga dapat materi pembelajaran sulit dipahami, sebab
berkembang jika pemain teater memiliki terdapat jurang budaya yang lebar antara
kekuatan dan pengetahuan psikologis untuk teks dengan mahasiswa. inilah yang mesti
mampu membawakan peran dengan baik. diperbaiki. Materi dapat disederhanakan
Jika karakter sudah dapat dikemas dengan dengan penjelasan dosen. Naskah drama
baik, maka muncul nilai-nilai positif karakter juga dikaji ulang agar tidak menggunakan
yang tumbuh. Misalnya dengan berperan naskah luar, namun dosen mengembangkan
sebagai karakter yang baik, maka si naskah sendiri dengan basis karakter dan
pemeran karakter tersebut akan lokalitas. Ketiga, nilai-nilai karakter harus
mendapatkan inspirasi untuk melakukan dimasukkan dalam proses pembelajaran
yang baik. dan dalam asesmen pembelajaran. Dengan
Wawancara kedua dilakukan demikian maka asesmen tidak hanya
terhadap ahli drama dan seni rupa, Drs. berorientasi pada produk, namun juga pada
Hardiman, M.Si. Hasil wawancara dengan proses.
Drs. Hardiman, M.Si adalah sebagai berikut. Sementara itu hasil observasi
Proses pembelajaran drama dapat dibagi menunjukkan bahwa karakteristik pebelajar
menjadi dua yaitu soal apa itu bermain mata kuliah drama sangat beragam. Mereka
drama, dan bagaimana mengajarkan drama. datang dari berbagai latar budaya daerah
Pengertian pertama yaitu apa bermain masing-masing dan mereka tidak memiliki
drama menyangkut definisi beberapa teori, dasar seni drama dalam bahasa Inggris.
konsep, model-model pendekatan drama. Pengetahuan dan pengalaman yang minim
Pengertian kedua yaitu bagaimana menyulitkan mereka beradaptasi dengan
mengajarkan drama dengan sangat menarik baik sebab mereka juga jarang bersentuhan
yang menyangkut proses pembelajaran dengan dunia seni. Tantangan dosen adalah
kuliah drama termasuk proses produksi menjembatani kendala bahasa dan budaya.
pementasan drama. Target pengajaran Caranya adalah dengan mengembangkan
drama adalah untuk mempersiapkan mereka model pembelajaran drama berbasis
sebagai karakter yang bernas, sekaligus karakter dan lokalitas dan mengembangkan
mempersiapkan mereka menjadi calon naskah drama berbasis karakter dan
pendidik, baik secara formal maupun lokalitas.
informal. Sementara itu hasil analisis
Hasil asesmen diri adalah sebagai kuesioner dibagi menjadi lima bagian yaitu:
berikut. Pertama, efektifitas pembelajaran efektivitas mata kuliah drama, materi
ditentukan oleh kualitas proses pembelajaran kuliah drama, proses
pembelajaran. Selama ini proses pembelajaran dan model pembelajaran,
pembelajaran sudah berjalan efektif namun nilai-nilai karakter yang dikembangkan dan
perlu ditingkatkan. Misalnya perlu kombinasi asesmen. Kuesioner ini telah diuji validitas
antara proses belajar individu dan dan reliabilitasnya dan ada tiga butir yang
kelompok. Demikian pula perlu kombinasi gugur dalam uji validitas.
antara ceramah dosen dan presentasi

Jurnal Pendidikan Indonesia | 85


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Hasil kuesioner dari kelima butir besar 15. Proses pembelajaran


tersebut adalah sebuah kebutuhan akan mengkombinasikan ceramah dan
perkuliahan drama yang berdasarkan butir diskusi
sebagai berikut. 16. Model pembelajaran berorientasi
1. Mata kuliah drama memberikan pada karakter dan lokalitas
pengetahuan dasar drama, teori dan 17. Model pembelajran berorientasi pada
pengalaman memproduksi drama proses
2. Pemahaman mahasiswa terhadap 18. Nilai-nilai karakter yang harus
kuliah drama hingga kemampuan dikembangkan dalam pembelajaran
memproduksi pementasan drama drama antara lain jujur, ingin tahu,
adalah memuaskan kreatif, mandiri, bertanggung jawab,
3. Mata kuliah drama memberi demokratis, suka membaca, peduli
kesempatan belajar teori drama dan lingkungan dan peduli sosial.
praktik drama secara seimbang 19. Asesmen bersifat terbuka dan objektif
4. Indikator pembelajaran terukur efektif 20. Asesmen berorientasi pada proses
melalui tugas, middle test dan final dan produk.
project berupa pementasan
5. Perkuliahan berlangsung tepat waktu Setelah mendapatkan hasil-hasil di
dan efektif atas, tahapan penelitian selanjutnya adalah
6. Sumber belajar tersedia dengan baik sebagai berikut.
dan terakses dengan baik (buku ajar, 1. Merumuskan tujuan performansi,
media online, dan video pementasan dimana tahap ini dilakukan untuk
drama) mengetahui rumusan evaluasi produk
7. Asesmen terhadap proses yaitu berupa tes evaluasi kognitif dan
pembelajaran berlangsung dengan tes performance (drama) dimana hal
efektif dan objektif ini akan menjadi acuan untuk
8. Perkuliahan drama membangun penilaian karya mahasiswa. Produk
karakter kuat ke dalam diri mahasiswa mata kuliah adalah sebuah
dan ke luar (bersosialisasi dengan pementasan drama dan dievaluasi
teman) dalam bentuk rubrik penilaian
9. Perkuliahan drama membangkitkan penampilan
sensitivitas terhadap karakter 2. Mengembangkan butir–butir tes
manusia dan kebudayaannya acuan patokan, adalah tahap dimana
10. Pengembangan karakter saling aspek-aspek evaluasi dinilai dan
menghargai pendapat teman tumbuh dikembangkan. Butir butir test acuan
dalam suasana diskusi di kuliah patokan ini diujikan dan dijadikan
11. Materi berbasis karakter dan lokalitas bahan evaluasi perbaikan selanjutnya
12. Materi berhubungan dengan 3. Mengembangkan strategi
kehidupan sehari-hari pembelajaran adalah tahap untuk
13. Materi sesuai dengan tingkat memilih dan menentukan serta
kemampuan mahasiswa mengembangkan strategi
14. Proses pembelajaran berlangsung pembelajaran
dengan demokratis

Jurnal Pendidikan Indonesia | 86


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

4. Strategi pembelajaran yang dipilih c. Mengapresiasi karya sastra dengan


adalah yang sesuai dengan membaca dan memahami karya
karakteristik pembelajaran dan sastra berbasis karakter dan lokalitas
karakteristik pembelajaran drama (naskah drama)
yaitu pembelajaran berbasis karakter d. Merespon karya sastra berbasis
dan lokalitas karakter dan lokalitas tahap pertama
5. Mengembangkan dan memilih materi (menghayati karakter dalam naskah
pembelajaran, dimana tahap ini drama)
dilakukan untuk menyesuaikan materi e. Merespon karya sastra berbasis
dan tujuan pembelajaran karakter dan lokalitas tahap kedua
6. Mendesain dan melaksanakan (mementaskan naskah drama)
evaluasi formatif, dimana tahap ini
dilakukan untuk mengetahui hasil Setelah mengembangkan strategi
pembelajaran ketika pembelajaran pembelajaran, langkah selanjutnya adalah
masih berlangsung dalam satu mengembangkan materi pembelajaran.
semester misalnya tes tengah Pengembangan materi pembelajaran
semester dan tes akhir semester berpusat pada pembuatan naskah drama
7. Merevisi pembelajaran, untuk berbasis karakter dan lokalitas. Adapun
meningkatkan efektivitas kriteria naskah adalah segi kebahasaan,
pembelajaran. segi isi, karakter dan lokalitas serta
keterbacaan naskah. Ujicoba keefektivitasan
Sesuai dengan tujuan umum bahan ajar naskah dilakukan kepada
pembelajaran mata kuliah drama, ada dua mahasiswa dengan menyebarkan kuesioner
tujuan performansi yang dibutuhkan. tentang bahan ajar naskah. Kuesioner ini
Pertama, performansi pengetahuan konsep. khusus membahas tentang bahan ajar
Kedua, performansi pertunjukan drama. Jadi naskah drama saja.
rumusan evaluasi produknya juga ada dua Mengingat hasil kuesioner
yaitu tes kognitif dan pertunjukan. Setelah menunjukkan presentasi yang signifikan
itu butir-butir acuan patokan dikembangkan yaitu 90-100% maka dapat diasumsikan
berdasarkan kompetensi dasar, indikator, bahwa naskah dapat dibaca dan dipahami
dan materi pembelajaran. Setelah oleh mahasiswa dan naskah mengandung
pengembangan butir-butir acuan patokan, nilai-nilai karakter dan lokalitas yang
tahap selanjutnya adalah mengembangkan dibutuhkan.
strategi pembelajaran. Strategi Tahap selanjutnya adalah
pembelajaran yang sesuai dengan analisis melaksanakan evaluasi formatif. Tes yang
kebutuhan adalah strategi pembelajaran digunakan sebelumnya diujicobakan untuk
yang berbasis karakter dan lokalitas. menguji validitas dan reliabilitasnya. Setelah
Adapun sintaks pembelajarannya tes dinyatakan valid dan reliabel, maka tes
adalah sebagai berikut. ini digunakan untuk menguji efektivitas
a. Membaca dan memahami teori drama pembelajaran. Ada dua kelas yang
b. Memahami konsep drama berbasis dibandingkan yaitu kelas yang tidak diberi
karakter dan lokalitas pengajaran pembelajaran drama berbasis
karakter (kelas A) dan kelas yang diberi

Jurnal Pendidikan Indonesia | 87


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

pembelajaran berbasis karakter dan lokalitas


(kelas B).
Dari analisis statistik deskriptif,
didapatkan data bahwa nilai rata-rata kelas
B (86.50) jauh lebih baik dari kelas A
(80.00). Untuk uji t, dilakukan tes
homogenitas dan normalitas. Data dikatakan
normal jika nilai signifikansi Kolmogorov
Smirnov melebihi 0.05. menurut tabel di
atas, nilai signifikansinya adalah 0.06 dan
0.075. Artinya angka tersebut melebihi 0,05.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
data berdistribusi normal.
Varians kedua kelompok dikatakan
homogen jika nilai signifikansi Uji Levene
melebihi 0.05. Berdasarkan tabel, nilai
signifikansi Uji Levene adalah 0.407 atau
melebihi 0.05. Hal ini berarti varians kedua
kelompok bersifat homogen. Grafik kedua Selanjutnya hasil uji t untuk mengetahui
kelas dapat dilihat sebagai berikut. perbedaan signifikansi kedua kelompok
dapat dilihat dari tabel nilai t-test. Nilai
signifikansi yang diperoleh adalah 0.000.
Nilai signifikansi tersebut lebih rendah dari
0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa ada
perbedaan yang signifikan antara kedua
kelompok mahasiswa. Kelompok mahasiswa
yang diajarkan dengan model pembelajaran
sastra lebih baik daripada kelompok
mahasiswa yang tidak diajarkan dengan
model pembelajaran drama. Hal ini dapat
dilihat dari perbedaan rata-rata nilai yang
diraih kedua kelompok. Kelompok B memiliki
rata-rata nilai jauh lebih tinggi daripada
kelompok A.
Dengan diujinya efektifitas
pembelajaran ini maka simpulan sederhana
yang dapat kita buat adalah bahwa
pembelajaran berbasis sastra, karakter dan
lokalitas sangat efektif diimplementasikan
pada mata kuliah drama. Hal ini mendukung
penelitian Piscayanti (2010) bahwa
pembelajaran berbasis sastra mampu

Jurnal Pendidikan Indonesia | 88


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

meningkatkan kemampuan mahasiswa Kedua, bahan pembelajaran berupa


untuk menjadi pembelajar yang lebih baik, naskah-naskah drama berbahasa Inggris
bahkan menjadi pembaca dan penulis yang yang ditulis oleh orang Indonesia. Oleh
lebih baik. Dalam penelitian berikutnya sebab itu peneliti mencoba menulis naskah
Piscayanti (2011) juga menemukan bahwa drama berbahasa Inggris. Namun tentu saja
pembelajaran berbasis sastra lokal lebih hal ini masih ada di tahap yang kurang
efektif meningkatkan kemampuan belajar sempurna. Perlu diberikan kesempatan
mahasiswa menjadi penulis naratif. Dalam kepada pengampu mata kuliah drama untuk
hal ini, pembelajaran drama menuntut menulis naskah drama dan
mahasiswa bisa menjadi pembaca yang mengembangkan bahan-bahan ajar lainnya.
baik, pendengar yang baik dan perespon Dengan kedua revisi tadi, diharapkan ke
yang baik. Dengan bermain drama, depannya model pembelajaran berbasis
mahasiswa mampu menjadi peran yang sastra dapat berjalan lebih baik.
sebelumnya tak pernah ia bayangkan
sebelumnya. Inilah yang membentuk SIMPULAN DAN SARAN
karakter mahasiswa dengan lebih tangguh. Pertama, penelitian ini menunjukkan
Tahapan berikutnya adalah merevisi bahwa pembelajaran berbasis sastra,
pembelajaran. Merevisi pembelajaran karakter dan lokalitas memiliki peluang
dilakukan jika ada hal-hal yang perlu besar untuk berkembang menjadi sesuatu
ditingkatkan atau hal-hal yang yang lebih besar di masa depan.
membutuhkan fokus dan penekanan. Dalam Pembelajaran berbasis sastra, karakter dan
implementasi pembelajaran berbasis sastra, lokalitas mengandung akar budaya dan
karakter dan lokalitas, beberapa hal yang nilai-nilai karakter yang membumi. Dengan
perlu direvisi adalah sebagai berikut. model pembelajaran berbasis sastra,
Pertama, pembelajaran berbasis sastra karakter dan lokalitas, mahasiswa lebih
memerlukan lebih banyak sumber-sumber memahami karakter dirinya dan karakter
kontekstual tentang drama di Indonesia. yang diperankannya.
Selama ini pembelajaran drama berbahasa Kedua, bahan ajar berupa naskah
Inggris lebih banyak bersumber dari materi- drama berbasis karakter dan lokalitas perlu
materi impor dari luar negeri. diperkenalkan kepada mahasiswa agar
Kecenderungan ini terjadi karena penulis mhasiswa lebih memahami karakter dan
teori-teori drama berbahasa Inggris berasal lokalitas budaya sendiri.
dari luar. Hal ini menyebabkan gap budaya Saran-saran dalam penelitian ini
yang sangat lebar antara mahasiswa dan adalah sebagai berikut.
materi. Mahasiswa tidak memiliki latar Pertama, penelitian ini memerlukan
budaya yang ada dalam teks, sehingga penelitian lanjutan untuk mengembangkan
mereka tidak memahami hal-hal yang model pembelajaran dan bahan
bersifat konsep. Jika saja lebih banyak pembelajaran berbasis sastra, karakter dan
penulis Indonesia menulis konsep drama di lokalitas dengan tema lebih beragam dan
Indonesia sesuai karakter dan lokalitas audiens yang lebih luas.
budaya, maka tentulah pembelajaran mata Kedua, hasil penelitian ini
kuliah drama bahasa Inggris lebih mengakar memerlukan sosialisasi untuk diperkenalkan
pada masyarakat. kepada audiens yang lebih luas agar model

Jurnal Pendidikan Indonesia | 89


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

pembelajaran berbasis sastra, karakter dan Singaraja: Lembaga Penelitian


lokalitas bisa diimplementasikan oleh Undiksha.
sebanyak mungkin orang.
Sorensen dan Lehman. 1995. Teaching with
Ketiga, untuk menyasar audiens
Children’s Books. USA: National
yang lebih luas, salah satu caranya adalah Council of Teachers of English.
menerbitkan hasil-hasil penelitian ini dengan
profesional. Penerbitan ini tentunya harus
digarap khusus untuk menghasilkan buku
bahan ajar berbasis sastra, karakter dan
lokalitas yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
Ahira, A. 2010. Dasar-dasar Pengertian
Sastra. www.anneahira.com (diunduh
pada 5 Maret 2012)
Dewi, E.S., 2010. A Proposed Sillabus for
TEYL Course for Students of English
Education Department at Ganesha
University of Education. Thesis belum
dipublikasikan. Malang: Program
Pascasarjana Universitas Negeri
Malang.
Elangovan, S. 2009. Using Local Literatures
and Translations to Teach English.
Htttp;//www.articlesbase.com/literature
-articles/using-local-literatures-
andtranslations-to-teach-english-
1075560.html. (diunduh pada 20
Maret 2012).
Piscayanti, K.S. 2010. The Effect of
Literature-Based Instruction on
Student’s English Achievement With
Differing Achievement Motivation : An
Experimental Study on The Eighth
Grade Students of SMPN 1 Singaraja
In Academic Year 2009-2010. Thesis
belum dipublikasikan. Singaraja:
Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha Singaraja.
Piscayanti, K.S. 2011. Pengaruh
Pembelajaran Berbasis Sastra Lokal
(Bali) Terhadap Prestasi Menulis
Naratif Bahasa Inggris Pada
Mahasiswa Semester Empat Jurusan
Pendidikan Bahasa Inggris Undiksha
Tahun Ajaran 2010/2011. Laporan
Penelitian belum dipublikasikan.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 90


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

UPAYA PENGEMBANGAN SOFT SKILLS MELALUI IMPLEMENTASI


MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF UNTUK PENINGKATAN
AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA
PADA PEMBELAJARAN KIMIA DASAR

I Ketut Sudiana

Jurusan Pendidikan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha,


Singaraja, Indonesia

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan (1)
meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa pada pembelajaran Kimia Dasar, (2)
meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran Kimia Dasar, dan (3)
mendeskripsikan persepsi mahasiswa terhadap upaya pengembangan soft skills melalui
implementasi model pembelajaran kooperatif untuk peningkatan aktivitas dan hasil belajar
mahasiswa pada pembelajaran Kimia Dasar. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
Semester I (Kelas B) Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha
Tahun akademik 2011/2012, yang mengikuti perkuliahan Kimia Dasar sebanyak 22
mahasiswa. Objek penelitian ini adalah upaya atau tindakan peningkatan soft skills
mahasiswa yang diterapkan, kepemilikan atribut soft skills mahasiswa, persiapan belajar
mahasiswa (tugas reviu), aktivitas mahasiswa dalam pembelajaran, hasil belajar
mahasiswa, dan persepsi mahasiswa terhadap model pembelajaran yang diterapkan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tindakan yang diterapkan dalam penelitian ini dapat (1)
meningkatkan soft skills mahasiswa, (2) meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa, (3)
meningkatkan hasil belajar mahasiswa, dan (4) mahasiswa memberikan respon positif
terhadap upaya pengembangan soft skills yang dimplementasikan melalui model
pembelajaran kooperatif.

Kata kunci: Pengembangan soft skills, model pembelajaran kooperatif, Kimia Dasar

Abstract

This classroom action research aimed at (1) improving students’ activities on Basic
Chemistry subject, (2) improving student’s achievement, (3) gaining students’ perception
towards the efforts of soft skills development by implementing cooperative learning model to
improve students’ activities and achievement on Basic Chemistry subject. The subjects of
this research were all first semester students of class B (including 22 students) of Biology
Education Department, Faculty of Mathematics and Science, Ganesha University of
Education in the academic year 2011/2012. The objects of the research were the efforts of
improving the students’ soft skills, soft skill atribut ownership of the students, students
learning preparation (review), students’ activities during learning process, students’
achievement, and students’ perception towards the implemented model. The results of the
study showed that the implementation of cooperative learning model were (1) improving the
students’ soft skills, (2) improving student’s activities, (3) improving student’s achievement,
(4) student’s positive response towards the efforts of soft skills development implemented
through cooperative learning model.

Keywords: Soft skills development, cooperative learning model, Basic Chemistry

Jurnal Pendidikan Indonesia | 91


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

PENDAHULUAN dengan transaksi pendidikan nilai


Dalam konteks kehidupan (transformation of value), dan lebih
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara menitikberatkan pada aspek pengetahuan
terjadi gejala anomali (sesuatu yang ganjil (transformation of knowledge), atau dengan
dan seharusnya tidak terjadi), seperti: (1) kata lain pendidikan kita lebih menekankan
korupsi terjadi pada kaum terdidik, (2) aspek teknis atau keterampilan keras (hard
pelanggaran hukum justeru dilakukan oleh skills), kurang menekankan keterampilan
aparat penegak hukum, (3) dunia olah raga lunak (soft skills). Sejalan dengan hal ini,
yang seharusnya menjunjung tinggi nilai- Baedowi, Direktur Jenderal PMPTK
nilai sportivitas sering dikotori praktik tidak Depdiknas, sebagaimana dikutip Triatmanto
terpuji mengatur score pertandingan dan (2010), menyatakan bahwa saat ini ada
dibarengi praktik suap, (4) anggota DPR kecenderungan masyarakat maupun
dengan sebutan dewan terhormat sering sekolah sekadar memacu siswa untuk
menunjukkan perilaku tidak terhormat, (5) memiliki kemampuan akademik tinggi tanpa
para pendidik berprilaku tidak terdidik diimbangi pembentukan karakter yang kuat
dengan ikut terlibat praktek membocorkan dan cerdas. Upaya sekolah maupun orang
soal atau kunci jawaban ujian nasional (UN), tua agar murid atau anaknya mencapai nilai
dan (6) pejabat yang menyalahgunakan akademis tinggi sangat kuat, tapi
jabatannya. Kejadian tersebut merupakan mengabaikan hal-hal yang non akademis.
fenomena bukti ketertinggalan akibat dari Walaupun kondisi sebagaimana
kegagalan atau ketidaksempurnaan dipaparkan di atas sudah menjadi
pendidikan, terutama pendidikan karakter. pengetahuan atau “rahasia umum”, dan
Pendidikan karakter di sekolah bahkan sudah menjadi keprihatinan banyak
merupakan kebutuhan vital agar generasi pihak, akan tetapi belum banyak tindakan
penerus dapat dibekali dengan kemampuan- nyata yang diarahkan untuk memperbaiki
kemampuan dasar yang tidak saja mampu kondisi tersebut. Kegiatan pendidikan di
menjadikannya life-long learners sebagai sekolah dan kegiatan pembelajaran oleh
salah satu karakter penting untuk hidup di guru di kelas, belum secara terprogram dan
era informasi yang bersifat global, tetapi terstruktur memasukkan aspek soft skills
juga mampu berfungsi dengan peran serta dalam kegiatan belajar mengajar. Sadar
yang positif. Untuk itu harus dilakukan atau tidak, sesungguhnya sedikit saja
upaya-upaya instrumental untuk metode pembelajaran diperbaiki, bisa saja
meningkatkan keefektifan proses menghasilkan hasil pembelajaran yang
pembelajarannya disertai pengembangan dahsyat (Elfindri, dkk. 2010: 9). Dalam
kultur yang positif (Darmiyati Zuchdi, dkk. penelitian ini pembelajaran akan diperbaiki
2010: 1) dengan metode pembelajaran yang
Pendidikan sebagai usaha sadar memberikan peluang pengembangan soft
manusia untuk memanusiakan manusia ke skills anak didik.
arah yang lebih baik kurang berhasil atau Soft skills didefinisikan sebagai ”personal
dengan kata lain gagal. Salah satu and interpersonal behaviours that develop
penyebabnya adalah akibat dari pergeseran and maximize human performance (e.g.
makna pendidikan ke arah pengajaran. coaching, team building, initiative, decision
Sekarang ini proses pembelajaran “kering” making, etc). soft skills does not include

Jurnal Pendidikan Indonesia | 92


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

technical skills such as financial, computing mutiara, lagu-lagu, pribahasa, cerita, film
and assembly skills ” (Berthal dalam Illah (video clip), yang memotivasi dan inspiratif,
Sailah, 2007). dan tidak kalah penting adalah peran
Dari penelusuran atau kajian formal pimpinan (dosen) sebagai role model
yang pernah dilakukan, ditemukan yang (Sriartha dan Sudiana, 2009: 6).
membawa atau mempertahankan orang di Dalam pembelajaran kooperatif
dalam sebuah kesuksesan 80% ditentukan siswa belajar dalam kelompok-kelompok
oleh soft skills yang dimilikinya dan 20% kecil yang memiliki tingkat kemampuan
oleh hard skillsnya (Illah Sailah, 2007). berbeda. Dalam menyelesaikan tugas
Sejalan dengan pernyataan tersebut maka kelompok, setiap anggota saling bekerja
kesuksesan mahasiswa dalam mengikuti sama dan membantu untuk memahami
perkuliahan juga ditentukan oleh faktor soft suatu bahan pembelajaran. Belajar belum
skills selain hard skills (potensi selesai jika salah satu teman dalam
akademiknya). Untuk meningkatkan soft kelompok belum menguasai bahan
skills mahasiswa salah satunya dapat pembelajaran (Budi Jatmiko, 2004:7).
ditempuh dengan cara mensinergikan Sebagaimana pembelajaran inovatif pada
antara soft skills dan hard skills dalam umumnya pembelajaran kooperatif
perkuliahan. bertujuan untuk meningkatkan prestasi
Pengembangan soft skills dapat belajar anak. Siswa akan belajar lebih
dilakukan melalui proses pembelajaran efisien dalam proses pembelajaran
(intrakurikuler) dan kegiatan kemahasiswaan kelompok (Te – Yi Chan, et al: 2008). Simon
(ekstrakurikuler). Pengembangan soft skills Attle dan Bob Baker (2007) juga
melalui kegiatan belajar atau tatap muka di menemukan bahwa melalui pembelajaran
dalam kelas memerlukan kreativitas dosen kooperatif siswa dapat memaksimalkan
pengampu mata kuliah dengan tetap pada perkembangan profesional mereka. Selain
pencapaian kompetensi mata kuliah itu, pembelajaran kooperatif masih memiliki
tersebut. Pengembangan soft skills melalui keunggulan lain, yaitu banyak atribut soft
kurikulum dapat ditempuh dengan dua cara. skills dapat dilatihkan, seperti kerjasama
Pertama, melalui kegiatan pembelajaran (teamwork), keterampilan berkomunikasi,
yang secara ekplisit diintegrasikan dalam pengambilan keputusan, disiplin,
mata kuliah yang dituangkan dalam Silabus, manajemen waktu, kejujuran dan lain
SAP (Satuan Acara Perkuliahan) atau RPP sebagainya.
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Bersadarkan pengalaman
Kedua, dapat dilakukan melalui proses memberikan kuliah Kimia Dasar di Jurusan
hidden curriculum, yaitu suatu strategi Pendidikan Biologi FMIPA Undiksha,
pengembangan soft skills yang disampaikan ditemukan beberapa kelemahan dalam
oleh dosen kepada mahasiswa secara pembelajaran, seperti (1) pelaksanakan
terintegrasi pada saat perkuliahan perkuliahan belum dikelola dengan
berlangsung. Biasanya, cara kedua ini memperhatikan atau memberikan tempat
dilakukan dosen melalui panutan (contoh pada aspek sosial pembelajaran, (2)
atau teladan), dan juga melalui pesan– umumnya mahasiswa cenderung belajar,
pesan selingan pada saat pelaksanaan bekerja, dan juga memecahkan
perkuliahan menggunakan kata-kata permasalahan-permasalahan pembelajaran

Jurnal Pendidikan Indonesia | 93


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

yang mereka hadapi sendiri-sendiri, (3) soft skills mahasiswa. Model pembelajaran
mahasiswa kurang terbiasa bekerja sama yang memberi peluang paling tinggi
(sharing) dengan mahasiswa lainnya, (4) terjadinya peningkatan soft skills adalah
mahasiswa sering mengeluh jika diberikan pembelajaran kooperatif. Oleh karena itu
tugas atau PR (Pekerjaan Rumah), (5) tidak dalam penelitian ini dirumuskan judul
disiplin atau suka menunda-nunda dalam “Upaya Pengembangan Soft skills Melalui
mengerjakan tugas, yang dikalangan Implementasi Model Pembelajaran
mahasiswa dikenal dengan istilah SKS Kooperatif untuk Peningkatan Aktivitas dan
(Sistem Kebut Semalam), dan (6) Hasil Belajar Mahasiswa pada Pembelajaran
ketidakjujuran mengerjakan tugas, antara Kimia Dasar”.
lain menyalin (copy paste) pekerjaan teman. Adapun permasalahan dalam
Fakta ini memberikan indikasi bahwa soft penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
skills mahasiswa masih rendah. Hal ini berikut. (1) Apakah upaya pengembangan
dapat menghambat pencapaian puncak soft skills melalui implementasi model
prestasi akademiknya. Dosen harus pembelajaran kooperatif dapat
memiliki pedagogi soft skills untuk tujuan meningkatkan aktivitas belajar mahasiswa
meningkatkan soft skills mahasiswa. pada pembelajaran Kimia Dasar?, (2)
Perlu dikondisikan pengelolaan Apakah upaya pengembangan soft skills
pembelajaran yang memberikan peluang melalui implementasi model pembelajaran
terjadi interaksi dan kerjasama antara kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa satu dengan lainnya. Hampir mahasiswa pada pembelajaran Kimia
semua siswa belajar lebih efisien pada saat Dasar?, dan (3) Bagaimanakah persepsi
mereka diperkenalkan untuk bekerja secara mahasiswa terhadap upaya pengembangan
bersama-sama (cooperative) dengan siswa soft skills melalui implementasi model
lainnya dalam satu kelompok atau tim. pembelajaran kooperatif pada pembelajaran
Menurut Vygotsky, interaksi sosial dengan Kimia Dasar?
teman lain memacu terbentuknya ide baru Tujuan umum penelitian ini adalah
dan memperkaya perkembangan intelektual (1) meningkatkan aktivitas belajar
siswa (Ibrahim dan Nur., 2000:18). Ide kunci mahasiswa pada pembelajaran Kimia Dasar,
dari Vygotsky tentang aspek sosial belajar (2) meningkatkan hasil belajar mahasiswa
adalah konsepnya tentang zone of proximal pada pembelajaran Kimia Dasar, dan (3)
development (zone perkembangan mengetahui persepsi mahasiswa terhadap
terdekat). Untuk mencapai zona upaya pengembangan soft skills melalui
perkembangan terdekat, perlu diciptakan implementasi model pembelajaran
lingkungan sosial belajar siswa agar tercipta kooperatif untuk peningkatan aktivitas dan
masyarakat belajar (learning community). hasil belajar mahasiswa pada pembelajaran
Model pembelajaran yang dapat Kimia Dasar. Penerapan model
menciptakan kondisi seperti itu adalah pembelajaran ini diharapkan dapat
model pembelajaran kooperatif. bermuara pada terjadinya peningkatan soft
Berdasarkan uraian di atas agar skills mahasiswa yang memberi dampak
terjadi peningkatan kualitas pembelajaran meningkatkan aktivitas dan hasil belajar
(aktivitas dan hasil belajar mahasiswa), mahasiswa.
dapat dilakukan melalui upaya peningkatan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 94


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Model pembelajaran dapat penelitian ini adalah upaya atau tindakan


membantu guru untuk mencapai tujuan peningkatan soft skills mahasiswa yang
pembelajaran yang berdimensikan sosial diterapkan, kepemilikan atribut soft skills
dan hubungan antar manusia. Belajar mahasiswa, persiapan belajar mahasiswa
secara kooperatif dikembangkan (tugas reviu), aktivitas mahasiswa dalam
berdasarkan teori belajar kognitif- pembelajaran, hasil belajar mahasiswa, dan
konstruktivis dan teori belajar sosial. persepsi mahasiswa terhadap model
Gagasan dalam kerja kooperatif pembelajaran yang diterapkan. Penelitian ini
memberikan penekanan kegunaanya pada mengambil desain penelitian tindakan kelas
pencapaian tujuan dan kesuksesan (PTK) menggunakan prosedur pembelajaran
kelompok, dimana keberhasilan belajar kooperatif STAD (Student Teams
dicapai hanya jika seluruh anggota Achievement Division).
kelompok mencapai tujuan
pembelajarannya (Slavin, Robert E., Tindakan Siklus I
1995:5). Keberhasilan dalam belajar bukan Tindakan pada siklus I terdiri dari:
semata-mata harus diperoleh dari guru, (1) Pada awal perkuliahan, yaitu pada
melainkan bisa juga dari pihak lain yang pertemuan untuk pertama kalinya, kepada
terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman mahasiswa diberikan SAP (Satuan Acara
sebaya (Hilda Karli dan Margaretha Perkuliahan) Kimia Dasar yang berisikan
Sriyuliariatiningsih, 2002). Tujuan dibentuk tentang: kompetensi standar, kompetensi
kelompok kecil dalam implementasi model dasar, indikator, materi pokok, dan sub
pembelajaran kooferatif adalah untuk materi pokok serta atribut soft skills yang
memberi kesempatan yang sama kepada ingin atau dapat dikembangkan, (2)
semua mahasiswa yang terlibat secara aktif Pembentukan kelompok, setiap kelompok
dalam kegiatan belajar (Suryanti, 1998). terdiri dari 3-5 orang mahasiswa, bersifat
Menurut Johnson dan Johnson, ada lima heterogen berdasarkan kemampuan dan
unsur pokok yang harus diperhatikan dalam jenis kelamin, (3) Satu minggu sebelum
pembelajaran kooperatif, yaitu (1) saling perkuliahan pokok bahasan tertentu, kepada
ketergantungan yang positif, (2) peningkatan mahasiswa diberikan tugas membuat reviu
interaksi antarsiswa, (3) peningkatan pokok bahasan dan/atau tugas lainnya, (4)
tanggung jawab individu, (4) pembentukan Setiap kali perkuliahan diberikan tindakan
keterampilan dan kemampuan sosial, (5) berupa pengembangan soft skills
proses kelompok, yaitu terjadi hubungan mahasiswa yang dilakukan oleh dosen.
kerjasama yang efektif. (Ballanca, James, Alternatif strategi pengembangan soft skills
1995). yang dapat dilakukan seperti lagu-lagu,
testimoni, cerita inspiratif, gambar, video
METODE PENELITIAN clip, dengan durasi antara 5-7 menit, (5)
Subjek dari penelitian ini adalah Perkuliahan diselenggarakan dengan
mahasiswa Semester I (Kelas B) Jurusan presentasi hasil reviu pokok bahasan
Pendidikan Biologi FMIPA Universitas dan/atau tugas oleh kelompok mahasiswa
Pendidikan Ganesha Tahun akademik dilanjutkan dengan diskusi, (6) Setelah
2011/2012, yang mengikuti perkuliahan presentasi dan diskusi akan lahir
Kimia Dasar sebanyak 22 mahasiswa. Objek permasalahan atau pertanyaan-pertanyaan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 95


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

yang berasal dari mahasiswa ataupun dari Aktivitas belajar mahasiswa siklus I:
dosen. Permasalahan dan pertanyaan partisipasi dalam presentasi-diskusi kategori
dikoleksi, untuk kemudian pada akhir cukup; spontanitas mahasiswa dalam
pelaksanaan presentasi dan diskusi kepada presentasi-diskusi kategori baik; dan
mahasiswa diminta untuk menjawabnya antusiasme mahasiswa dalam presentasi-
(tugas individu). Karena pertimbangan waktu diskusi adalah cukup. (2) Nilai tugas
yang tersedia terbatas, maka untuk maksud membuat reviu pokok bahasan baik. (3) Nilai
ini dari sejumlah permasalahan atau perkembangan aktual mahasiswa kurang.
pertanyaan yang muncul dipilih antara 3 (4) Nilai perkembangan terdekat baik. (5)
sampai dengan 5 permasalahan/pertanyaan Nilai tes akhir cukup. (6) Mahasiswa masih
yang substansinya paling relevan dengan mengalami kesulitan dalam menjawab soal-
kompetensi dasar pokok bahasan yang soal yang menuntut penalaran dan
sedang dikaji. Hasil pekerjaan mahasiswa argumentasi. (7) Penilaian secara autentik
dikumpulkan saat itu untuk kemudian dinilai. masih rendah. (8) Presentasi dan diskusi
Nilai yang diperoleh mahasiswa berjalan kurang efektif. Meminta mahasiswa
menunjukkan tingkat perkembangan agar bersedia secara sukarela
aktual mahasiswa, (7) Tugas mempresentasikan tugasnya agak sulit
(permasalahan dan pertanyaan) yang sama terlaksana atau tidak lancar. Pada awalnya
dengan point 5 di atas, kembali ditugaskan tidak ada yang secara spontan mau
kepada mahasiswa untuk dikerjakan secara mempresentasikan tugasnya. (9) Mahasiswa
berkelompok di rumah sebagai PR kurang terampil dalam mengemukakan
(pekerjaan rumah), (8) Pertemuan pertanyaan/pendapat secara lisan. (10)
berikutnya (seminggu kemudian) hasil Pada saat presentasi, partisipasi anggota
pekerjaan mahasiswa secara berkelompok kelompok dalam presentasi dan diskusi
dikumpulkan untuk dinilai sebagai nilai kurang baik. Ada mahasiswa yang dominan
kelompok. Nilai ini menunjukkan tingkat dan ada mahasiswa yang perannya sangat
perkembangan terdekat bagi mahasiswa minimal. (11) Pada Siklus I mahasiswa
setelah dibantu teman sejawat. Berbagai dalam mempresentasikan tugasnya lebih
hal yang masih belum dapat dikerjakan banyak membaca apa yang sudah mereka
dalam kerja kelompok dapat ditanyakan tulis atau ditayangkan dilayar dengan media
kepada dosen untuk didiskusikan, (9) Pada Powerpoint. Belum disertai uraian,
setiap akhir siklus pembelajaran terdiri atas argumentasi, penjelasan tambahan, atau
beberapa pokok bahasan (kompetensi penalaran. (12) Media Powerpoint yang
dasar) dilaksanakan tes hasil belajar. Nilai dibuat mahasiswa masih belum baik,
tes yang dicapai mahasiswa akan kurang menarik (dilihat dari desain dan
menunjukkan tingkat perkembangan layout), kurang sistematis, terlalu banyak
terdekat mahasiswa setelah pembelajaran animasi yang tidak penting, dan kurang
dibantu teman sejawat dan dosen. dilengkapi gambar atau video yang dapat
memperkuat pesan/informasi yang hendak
Refleksi Tindakan I disampaikan. (13) Mahasiswa masih
Berdasarkan hasil observasi dan terkesan enggan, merasa takut, kurang
evaluasi seperti disajikan di atas maka dapat percaya diri dalam presentasi dan diskusi.
dibuat refleksi tindakan I sebagai berikut. (1) Mahasiswa kurang lancar dan masih grogi

Jurnal Pendidikan Indonesia | 96


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

dalam berkomunikasi. (14) Kelompok kelompok secara bergiliran. Dengan


mahasiswa kurang kerjasama dalam demikian lebih banyak mahasiswa yang
presentasi maupun dalam diskusi. (15) memperoleh kesempatan presentasi. (2)
Permasalahan yang diajukan mahasiswa Powerpoint yang disiapkan mahasiswa
dalam diskusi kurang fokus atau sering untuk presentasi disarankan untuk
keluar dari tuntutan kompetensi dasar melengkapi dengan gambar atau video,
sebagaimana tertuang dalam SAP. (16) agar infomasi atau penjelasan menjadi lebih
Mahasiswa yang tidak presentasi kurang mudah dipahami. (3) Setiap mahasiswa
ada kesiapan dalam diskusi, sehingga diminta atau ditugaskan menyiapkan
kurang aktif dalam diskusi. (17) Mahasiswa pertanyaan atau permasalahan yang akan
dalam menyampaikan gagasan, bertanya, diajukan atau didiskusikan pada saat
menjawab pertanyaan sering tidak dapat presentasi dan diskusi. Permasalahan atau
disampaikan secara jelas dan operasional. pertanyaan ini disiapkan secara tertulis
(18) Terjadinya peningkatan skor rerata untuk mengatasi kendala
antara perkembangan aktual dan mengkomunikasikan gagasan oleh
perkembangan terdekat. (19) Pada siklus I, mahasiswa langsung secara lisan. (4)
dari 12 atribut soft skills yang menjadi fokus Pengembangan soft skills pada siklus I lebih
pengembangan, terdapat 3 atribut sudah banyak diberikan pada awal perkuliahan.
kategori baik atau sangat baik, yaitu Cara ini dinilai kurang efektif dilihat dari
kerjasama, menghargai orang lain, dan momennya. Pada siklus II upaya
kejujuran. Atribut soft skills yang dinilai pengembangan soft skills diberikan bisa
masih perlu dikembangkan, yaitu masih diawal, diakhir, atau di tengah-tengah jika
berada pada kategori cukup atau kurang, dipandang ada momentum yang tepat untuk
yaitu keterampilan berkomunikasi, memberikan soft skills. Pesan atau atribut
manajemen waktu, disiplin, motif soft skills yang diberikan disesuaikan
berprestasi, berpikir kritis, berargumentasi dengan situasi dan kondisinya. Cara
logis, antusiasme, bertanggung jawabdan penyampaian pesan soft skills antara lain
kepercayaan diri. (20) Pemberian soft skills dengan cerita, gambar, dan atau video
di awal perkuliahan terkadang tidak efektif, dengan kisaran waktu ± 5 smapai dengan 7
karena pesan soft skills yang diberikan menit. (5) Agar diskusi dapat dikelola lebih
terkadang tidak tepat momen atau sistematis dan terorganisir, maka
konteksnya. pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
mahasiswa tidak langsung ditanggapi,
Tindakan Siklus II melainkan terlebih dahulu dikoleksi
Berdasarkan hasil refleksi tindakan (diinventarisir) oleh mahasiswa dan juga
pada siklus I, maka pada siklus II modifikasi oleh dosen pengajar. Selanjutnya dosen
tindakan dilakukan seperti di bawah ini. (1) pengajar membantu menyusun dan
Kelemahan presentasi yang kurang efektif mengurut pertanyaan-pertanyaan yang
pada siklus I karena materi pokok bahasan diajukan oleh mahasiswa agar diskusi dan
yang cukup luas disajikan hanya oleh satu pembahasan menjadi lebih sistematis dan
kelompok, maka pada siklus II materi terorganisir. (6) Agar terjadi tanggung jawab
presentasi untuk satu pokok bahasan dibagi bersama oleh anggota kelompok dalam
menjadi 2 bagian, dan disajikan oleh 2 presentasi, maka tugas presentasi

Jurnal Pendidikan Indonesia | 97


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

disarankan untuk berbagi dan begitu pula akhir yang signifikan dibandingkan pada
halnya dalam menanggapi pertanyaan- siklus I. Pada siklus I rerata nilai tes akhir
pertanyaan oleh mahasiswa lainnya. (7) 66,1 (cukup) menjadi rerata 82,1 (baik) pada
Kepada mahasiswa pada saat presentasi siklus II. (6) Kepemilikan atribut soft skills
diminta tidak hanya membacakan tugas oleh mahasiswa juga mengalami
reviunya, tetapi juga dituntut agar mampu peningkatan. Rerata skor kepemilikan atribut
memberikan uraian atau penjelasan soft skills pada siklus I cukup meningkat
tambahan. menjadi baik pada siklus II. (7) Upaya
perbaikan tindakan pada siklus II, seperti
Refleksi Siklus II membagi materi presentasi menjadi dua
Hasil observasi dan evaluasi setelah bagian memberikan peluang presentasi
dilaksanakan tindakan II dapat dibuat kepada lebih banyak mahasiswa ternyata
refleksi siklus II sebagai berikut. (1) Rerata mampu menjadikan presentasi lebih lancar
nilai partisipasi presentasi-diskusi pada dan aktivitas belajar juga meningkat.
siklus II adalah 3,1 dengan kategori baik. Demikian pula halnya dengan pemberian
Terdapat peningkatan aktivitas presentasi- materi soft skills yang disesuaikan dengan
diskusi yang signifikan dari cukup pada momen (relevan dengan situasi dan kondisi)
siklus I menjadi baik pada siklus II. Rerata lebih mengena atau lebih bermakna bagi
nilai spontanitas mahasiswa dalam mahasiswa. Keseluruhan perbaikan
presentasi-diskusi 3,0 dengan kategori baik. tindakan pada siklus II terbukti telah mampu
Terdapat peningkatan spontanitas dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa.
presentasi-diskusi 2,5 (baik) pada siklus I
menjadi 3,0 (baik) pada siklus II. Aktivitas HASIL PENELITIAN
belajar mahasiswa dilihat dari antusiasme Aktivitas belajar mahasiswa diukur
dalam presentasi-diskusi adalah baik. dengan menggunakan parameter 1)
Terjadi kenaikan rerata nilai antusiasme partisipasi dalam presentasi-diskusi, 2)
cukup pada siklus I menjadi baik pada siklus spontanitas dalam presentasi-diskusi, dan 3)
II. (2) Nilai tugas membuat reviu pokok antusiasme dalam mengikuti pembelajaran.
bahasan pada Siklus II adalah sangat baik. Dari data penelitian diperoleh bahwa ketiga
Terdapat kenaikan rerata skor membuat parameter tersebut menunjukan adanya
tugas reviu pokok bahasan dibandingkan peningkatan dari siklus I ke siklus II. Untuk
pada siklus I, yaitu dari baik menjadi sangat parameter partisipasi dalam presentasi-
baik. (3) Nilai perkembangan aktual diskusi, naik dari 2,2 (cukup) menjadi 3,1
mahasiswa pada siklus II adalah kurang. (baik). Untuk parameter spontanitas dalam
Nilai perkembangan aktual lebih baik presentasi-diskusi, naik dari 2,5 (baik)
daripada siklus I, yaitu dari 37,2 (sangat menjadi 3,0 (baik). Sedangkan untuk
kurang) menjadi 46,7 (kurang). (4) Nilai parameter antusiasme dalam mengikuti
perkembangan terdekat pada siklus II pembelajaran, terjadi kenaikan dari 2,0
kategori baik. Terjadi sedikit peningkatan (cukup), dan 3,0 (baik).
dibandingkan pada siklus I 79,2 (baik) Aktivitas belajar mahasiswa juga
menjadi 80,8 (baik) pada siklus II. (5) Nilai diukur dari performance (kinerja) mahasiswa
tes akhir pada siklus II adalah 82,1 dengan selama pembelajaran berlangsung.
kategori baik. Terjadi peningkatan nilai tes Pengukuran secara autentik (autentik

Jurnal Pendidikan Indonesia | 98


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

asesmen) menunjukkan bahwa kinerja PEMBAHASAN


mahasiswa mengalami peningkatan dari Upaya pengembangan soft skills
siklus I dan II. Kinerja mahasiswa tersebut mahasiswa melalui model pembelajaran
dilihat dari jumlah mahasiswa berpartisipasi, kooperatif pada pembelajaran Kimia Dasar
frekuensi partisipasi, dan kualitas (skor) dapat meningkatkan aktivitas belajar
partisipasi mahasiswa. Untuk parameter mahasiswa. Mahasiswa menjadi lebih aktif
kinerja mahasiswa dalam pembelajaran, berpartisipasi dalam diskusi, lebih berani
terjadi kenaikan dalam hal jumlah mengemukakan pendapat, dan lebih
mahasiswa berpartisipasi secara aktif dari bersemangat (antusias). Upaya
15 orang menjadi 21 orang, frekuensi pengembangan soft skills berhasil
partisipasi dari 20 menjadi 32, dan skor meningkatkan kepemilikan atribut soft skills
kinerja dari 37 menjadi 67. yang berpengaruh terhadap terjadinya
Hasil belajar mahasiswa yang diukur peningkatan aktivitas belajar mahasiswa.
dengan menggunakan parameter 1) nilai Model pembelajaran kooperatif yang
tugas membuat reviu pokok bahasan, 2) diterapkan juga mendorong aktivitas belajar
nilai perkembangan aktual, 3) nilai mahasiswa menjadi lebih baik atau
perkembangan terdekat, dan 4) hasil tes meningkat berkat diskusi, kerjasama, dan
pada akhir siklus. Dari data penelitian sharing yang terjadi dalam kelompok.
diperoleh bahwa keempat parameter Dari hasil penelitian diperoleh
tersebut menunjukan adanya peningkatan bahwa kemampuan mahasiswa membuat
dari siklus I ke siklus II. Untuk parameter tugas reviu pokok bahasan adalah baik.
tugas membuat reviu pokok bahasan, skor Data rerata nilai tugas membuat reviu yang
naik dari 84,2 (baik) menjadi 86,7 (sangat baik adalah indikasi dari persiapan belajar
baik). Untuk nilai perkembangan aktual, skor mahasiswa yang baik, berkat peningkatan
naik dari 37,2 (sangat kurang) menjadi 46,7 kepemilikan soft skills mahasiswa yang pada
(kurang). Untuk nilai perkembangan akhirnya berpengaruh terhadap semangat
terdekat, skor naik dari 79,2 (baik) menjadi bekerja secara kooperatif.
80,8 (baik). Untuk nilai tes akhir siklus, skor Nilai perkembangan aktual
naik dari 66,1 (cukup) menjadi 82,1 (baik). mahasiswa dari siklus I dan II menunjukkan
Pada penelitian ini pengukuran kecenderungan meningkat. Namun
atribut soft skills difokuskan pada 12 atribut kenaikan hanya terjadi dari 37,2 (sangat
soft skills yang dominan dapat kurang) pada siklus I menjadi 46,7 (kurang)
dikembangkan. Pengukuran atribut soft skills pada siklus II. Dilihat dari parameter ini
dalam penelitian ini dinilai melalui pengisian menunjukkan bahwa penguasaan
angket masing-masing oleh diri sendiri (self mahasiswa terhadap bahan kuliah sebagai
evaluation), teman dalam kelompok, dan produk belajar individu ada pada kategori
oleh dosen pengajar. Dari hasil pengukuran sangat kurang atau kurang. Aspek ini yang
diperoleh terjadi peningkatan kepemilikan hendak ditingkatkan melalui model
atribut soft skills dikalangan mahasiswa. pembelajaran kooperatif.
Rerata skor soft skills mahasiswa pada Nilai perkembangan terdekat yang
siklus I adalah 3,4 (cukup) naik menjadi 3,7 menunjukkan hasil belajar mahasiswa
(baik) pada siklus II. melalui proses pembelajaran kooperatif dari
siklus I ke siklus II ada pada kategori baik.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 99


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Hal ini menunjukkan hasil pencapain yang berpusat pada siswa (student centered), dan
konsisten dengan kategori baik pada setiap belajar lebih bermakna.
siklusnya. Capaian hasil belajar tersebut Penyelenggaraan tes di akhir siklus
dikontribusi oleh model pembelajaran pada penelitian ini merupakan salah satu
kooperatif dan juga meningkatnya cara untuk mengukur hasil belajar
kepemilikan atribut soft skills mahasiswa. mahasiswa. Rerata nilai hasil tes
Mahasiswa mendapat manfaat dari belajar menunjukkan peningkatan secara signifikan
kooperatif. Artinya, antarmahasiswa telah dari siklus I ke siklus II. Nilai tes ini
terjadi sharing pengetahuan, dimana dalam menunjukkan hasil belajar mahasiswa
belajar antarmahasiswa telah terjadi proses setelah tindakan upaya pengembangan soft
saling melengkapi, sehingga setiap skills mahasiswa melalui pembelajaran
mahasiswa mendapat manfaat berupa kooperatif. Nilai tes ini juga merupakan hasil
penguasaan materi kuliah menjadi lebih belajar (perkembangan terdekat) mahasiswa
baik. Semangat untuk belajar secara setelah berinteraksi dengan teman sejawat
kooperatif didukung oleh soft skills dan dosen.
mahasiswa yang meningkat. Mahasiswa Tindakan piningkatan kepemilikan
yang kemampuan akademisnya kurang atribut soft skills di kalangan mahasiswa
mendapat bantuan dari mahasiswa yang dapat dilakukan melalui cerita, penayangan
memiliki penguasaan materi kuliah lebih gambar, dan pemutaran video yang inspiratif
baik. Mahasiswa yang penguasaan materi atau berisi muatan soft skills. Tindakan
kuliah lebih baik juga mandapat hasil belajar pemberian selingan materi soft skills lebih
dari kegiatannya membantu temannya yang bermakna jika diberikan tepat pada
kurang. Hal demikian itu sejalan dengan momentumnya. Artinya, tepat waktu (bisa di
tujuan pembelajaran kooperatif, yaitu belajar awal kuliah, disisipkan saat perkuliahan,
belum selesai jika salah satu teman dalam atau pada akhir perkuliahan), dan materi
kelompok belum menguasai bahan soft skills relevan dengan situasi dan kondisi
pembelajaran. (Budi Jatmiko, 2004: 7). saat itu. Respon mahasiswa terhadap upaya
Temuan dalam penelitian ini juga sejalan pengembangan soft skills melalui
dengan konsep aspek sosial belajar implementasi model pembelajaran
menurut Vygotsky tentang zone of proximal kooperatif pada pembelajaran Kimia Dasar
development (zona perkembangan secara umum adalah positif dan berharap
terdekat). Di mana pembelajaran terjadi model pembelajaran ini dapat diterapkan
melalui interaksi sosial dengan teman pada mata kuliah lainnya.
sejawat. Bantuan dari teman sejawat yang
lebih mampu, siswa bergerak ke dalam zona SIMPULAN DAN SARAN
perkembangan terdekat mereka di mana Berdasarkan hasil penelitian ini
pembelajaran baru terjadi (Ibrahim dan Nur, dapat dibuat simpulan sebagai berikut.
2000: 18-19). Malalui upaya pengembangan Upaya pengembangan soft skills melalui
soft skills yang dipadukan dengan model implementasi model pembelajaran
pembelajaran kooperatif dapat menciptakan kooperatif pada pembelajaran Kimia Dasar
lingkungan sosial siswa (masyarakat) belajar dapat (1) meningkatkan soft skills
(learning community), pembelajaran yang mahasiswa, (2) meningkatkan aktivitas
belajar mahasiswa, (3) meningkatkan hasil

Jurnal Pendidikan Indonesia | 100


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

belajar mahasiswa, dan (3) mahasiswa Ibrahim, Muslimin; Nur, Mohamad. 2004.
memberikan respon positif terhadap upaya Pengajaran Berdasarkan Masalah.
pengembangan soft skills yang Cetakan Kedua. Surabaya: UNESA
University Press.
diimplementasikan melalui model
Slavin, Robert E. 1995. Cooperative
pembelajaran kooperatif. Learning: Theory, Research, and
Implikasi dari penelitian ini adalah Practice. Second Edition. USA: Allyn
bahwa upaya pengembangan soft skills & Bacon.
melalui implementasi model pembelajaran Simon Attle dan Bob Baker. 2007.
kooperatif layak untuk dicoba diterapkan Cooperative Learning in a Competitive
pada mata kuliah lainnya. Agar penerapan Environment: Classroom Applications.
International Journal of Teaching and
model pembelajaran ini dapat memberikan
Learning in Higher Education 2007,
hasil yang lebih optimal disarankan agar Volume 19, Number 1, 77 – 83.
atribut soft skills yang menjadi Sriartha, I Putu dan Sudiana, I Ketut. 2009.
pengembangan dapat diperluas dan perlu Buku Panduan Pengembangan Soft
dikembangkan instrumen untuk pengukuran skills Mahasiswa Undiksha melalui
atribut soft skills. Multilevel Role Model Berlandaskan
Trikaya Parisudha. Universitas
Pendidikan Ganesha. Singaraja
DAFTAR PUSTAKA
Suryanti. 1998. Pengembangan Model
Budi Djatmiko. 2004. Model-model Pembelajaran Tipe Teams Game
Pembelajaran (DI, Kooperatif, dan Turnamen (TGT) dalam Meningkatkan
PBI). Makalah UNESA Hasil Belajar Fisika SMU. Tesis (tidak
Darmiyati Zuchdi, Zuhdan Kun Prasetya, diterbitkan) IKIP Singaraja.
dan Muhsinatun Siasah Masruri. Te – Yi Chan, Rou – Mei Wang, Bin – Shyan
2010. Pengembangan Model Jong, Yen – The Hsia and Tsong –
Pendidikan Karakter Terintegrasi Wuu Lin. 2008. Conceptual Graph
dalam Pembelajaran Bidang Studi di Based Learning Material. Producing
Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Strategy For Cooperative Learning.
Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi ASEE/IEEE Frontiers in Education
Khusus Dies Natalis UNY. Halaman Conference. 38th. 978 – 1 – 4244 –
1-12 1970 – 8/08. October 22 – 25, 2008,
Elfindri, Jemmy Rumengan,. Muhammad Saratoga Springs, New York.
Basri Wello, Poltak Tobing, Fitri Yanti, Triatmanto. 2010. Tantangan Implementasi
Zein, Elfa Eriyanti, dan Ristapawa Pendidikan Karakter di Sekolah.
Indra. 2010. Soft skills untuk Pendidik. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Mei
Baduose Media. 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus Dies
Hilda Karli dan Margaretha Yuliariatiningsih. Natalis UNY. Halaman 187 - 203
2002. Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Model-model
Pembelajaran 2. Cetakan Pertama.
Edisi Kesatu. Bandung: Bina Media
Informasi.
Illah Sailah. 2007. “Pengembangan Soft
skills di Perguruan Tinggi. Makalah
disampaikan dalam rangka Sosialisasi
Pengembangan Soft skills di
Undiksha, tanggal 26 April 2007.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 101


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR


METODE PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
BERBASIS PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW
UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN
DAN KEMAMPUAN APLIKATIF MAHASISWA

Gede Nurjaya

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra, Fakultas Bahasa dan Seni,


Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

Abstrak

Tujuan utama penelitian ini adalah menghasilkan bahan ajar Metode Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia yang mampu meningkatkan pemahaman dan kemampuan
aplikatif mahasiswa. Untuk tujuan itu, rancangan penelitian yang digunakan adalah
rancangan penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian ini membutuhkan waktu dua
tahun untuk menghasilkan produk yang siap pakai.
Pada tahun kedua ini adalah uji coba efektivitas penggunaan bahan ajar. Hasilnya
adalah sebagai berikut ini. (1) Prestasi mahasiswa setelah diajarkan dengan menggunakan
bahan ajar yang telah disusun berada pada kategori baik dengan rata-rata skor 79,42. Skor
untuk pemahaman sebesar 81,17 dalam kategori baik, lebih tinggi dibandingkan skor
kemampuan aplikatif yang sebesar 76,8 pada kategori baik juga. (2) Respon mahasiswa
terhadap penggunaan bahan ajar dalam pembelajaran adalah positif dengan rata-rata 4,43
pada skala 5. (3) Kendalaa yang dihadapi oleh mahasiswa saat penggunaan bahan ajar
tersebut dalam pembelajaran adalah kekurang waktu dan ada beberapa bagian bahan ajar
yang sulit dipahami karena redaksinya.

Kata kunci: bahan ajar, prestasi, respon, kendala

Abstract

The study aimed at producing learning materials for the course of “Method of
Indonesian language and arts” in order to be able to increase the students’ comprehension
and application. The research design used was resarch and development model (R&D). The
study needed some steps before producing a ready-to-use product.
In the second year of the reserach project, the study conducted an experiment to
measure the efficacy of the product. The results of the experiment was as follows: a)
Students achievement after being taught using the designed learning materials falls within
the good category with M=79.42. The means of comprehension score is 81.17 which is
categorised good. It is higher than the score of application which is 76.8; b) students
response is very positif towards the use of designed learning materials as shown by means
of score which is 4.43 at scale 5. c) the only constraint faced by students in using the
designed learning materials is the time allotment. Besides, some parts of the materials are
difficult to understand, especially, their sentences.

Keywords: learning materials, achievement, response, constraint

Jurnal Pendidikan Indonesia | 102


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

PENDAHULUAN Untuk menanggulangi


Mata kuliah Metode Pengajaran permasalahan seperti itu, telah ditemukan
Bahasa dan Sastra Indonesia (MPBSI) model pembelajaran yang efektif yaitu
adalah salah satu mata kuliah yang pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Model
diharapkan dapat membentuk mahasiswa ini ternyata mampu meningkatkan
menjadi seorang guru Bahasa dan Sastra pemahaman teoretis dan kemampuan
Indonesia. Dengan demikian, mata kuliah ini aplikatif mahasiswa dalam mata kuliah
seharusnya membekali peserta didik tersebut. Hal ini dimungkinkan karena model
berbagai konsep dan keterampilan mengajar ini memberikan kesempatan kepada
yang dibutuhkan untuk menjadi seorang mahasiswa untuk memahami konsep
guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Selain metode PBSI tersebut secara berkelompok.
itu, mata kuliah ini seharusnyalah menjadi Pemahaman secara berkelompok
mata kuliah yang bersifat aplikatif bukan diharapkan mampu menjadi solusi
sekadar teoretis belaka. Hanya saja, untuk pemecahan permasalahan yang muncul
menjadikan mata kuliah ini sebagai bidang ketika mereka mempelajari konsep metode
yang aplikatif tampaknya masih merupakan tersebut secara mandiri. Apalagi pada saat
kendala yang perlu dipecahkan. pemahaman konsep secara kelompok ini,
Dari pengalaman membimbing mereka dibimbing oleh dosen
mahasiswa yang mengambil mata kuliah pembimbingnya. Setelah terjadi
pengajaran mikro dan pada saat mereka pemahaman konsep, secara individu,
praktik mengajar di sekolah, kentara sekali mereka harus bertanggung jawab terhadap
bahwa mahasiswa lebih banyak mengetahui pemahamannya karena mereka akan
hal ihwal metode pengajaran bahasa secara menyampaikan pemahamannya kepada
verbalistis (teoretis). Pengetahuan mereka teman lain pada kelompok lain. Kegiatan
itupun kurang disertai pemahaman yang menyajikan pemahaman kelompok oleh
bersifat analitis apalagi praktis. Keadaan individu kepada teman dari kelompok lain ini
yang demikian ini menyebabkan mereka, mengharuskan mereka untuk memiliki
umumnya, kurang memiliki keterampilan pemahaman yang betul-betul baik agar
untuk mengaplikasikan konsep-konsep kelompok lain juga memiliki pemahaman
Metode Pengajaran Bahasa dan Sastra yang sama dengan yang dimiliki oleh
Indonesia dalam pembelajaran ketika kelompoknya sendiri.
mereka praktik mengajar. Pemahaman Selain pemahaman yang baik
konsep mereka pun ternyata kurang terhadap konsep yang menjadi tugasnya,
memadai juga. mahasiswa secara individu juga harus
Keadaan demikian itu, tampaknya mempersiapkan teknik penyajian yang baik
disebabkan oleh pembelajaran mata kuliah sehingga memudahkan teman dari
tersebut yang kurang memberikan kelompok lain memahami konsep yang
kesempatan bagi para mahasiswa untuk, disajikan. Pada tahap menyajikan konsep
selain mampu memahami konsep pada kelompok lain inilah berbagai startegi
metodelogi. juga mampu harus diterapkan dan berbagai
mengaplikasikannya dalam kegiatan perlengkapan untuk mengajar harus
pembelajaran. disiapkan. Tahap ini menjadi kunci

Jurnal Pendidikan Indonesia | 103


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

penguasaan keterampilan mengaplikasikan Bahan ajar yang telah tersusun


berbagai konsep yang telah dikuasai. memiliki peranan penting dalam
Agar model pembelajaran dapat pembelajaran. Dalam pandangan tradisional
terlaksana dengan baik maka diperlukan seperti dikemukakan oleh macomber (1952),
perangkat pembelajaran lainnya seperti bahan ajar merupakan ”subject matter”.
bahan ajar dan evaluasi yang relevan Bahan ajar yang saat itu sering disebut
dengan model yang digunakan. Dengan materi pelajaran dikatakan sebagai suatu
pertimbangan bahwa model pembelajaran kebulatan pengetahuan yang tersusun
tidak dapat berdiri sendiri, tanpa perangkat secara sistematis dari satuan-satuan materi
pendukungnya, maka dilakukanlah pelajaran. Pandangan modern justru
penelitian pengembangan bahan ajar untuk menganggap materi pelajaran bukanlah
mata kuliah Metode Pembelajaran Bahasa tujuan. Bahan ajar adalah alat dan media
dan Sastra Indonesia. yang memberi peluang kepada siswa untuk
Penelitian pengembangan bahan memperoleh pengalaman belajar. Dengan
ajar Metode PBSI ini ditujukan untuk dan melalui bahan ajar yang tersedia,
menghasilkan bahan ajar untuk mata kuliah pembelajar akan memperoleh pengalaman
Metode Pembelajaran Bahasa dan Sastra berhubungan dengan a) fakta-fakta dalam
Indonesia yang berkualitas dengan kehidupan, b) model-model kehidupan, c)
berbasiskan pembelajaran kooperatif jigsaw simbol-simbol yang dipakai dalam
untuk dapat meningkatkan pemahaman dan kehidupan (Sriasih, 2008). Melalui
kemampuan aplikatif mahasiswa. pengalaman ini pembelajar akan berlatih 1)
Untuk mencapai tujuan utama menilai dan mengembangkan ide-ide, 2)
tersebut diperlukan tujuan khusus yang memecahkan persoalan, 3) memperoleh
memerlukan dua tahap penelitian. Untuk keterampilan, dan 4) membina dan
tahun pertama, tujuan khusus ini adalah mengembangkan sikap mental serta daya
untuk menetapkan dan mendifinisikan apresiatif dan kreatif.
syarat-syarat bahan ajar yang sesuai Bahan ajar yang tersusun dalam
dengan kebutuhan kurikulum dan kebutuhan bentuk modul biasanya memberi peluang
mahasiswa, menemukan prototype bahan yang lebih banyak kepada mahasiswa untuk
ajar yang dibutuhkan, dan menetapkan mencapai harapan di atas. Modul sendiri
tingkat validitas bahan ajar melalui validasi. menurut Russel (1974:3) adalah ”...an
Tujuan tahun kedua adalah untuk instructional package dealing with a single
mengetahui tingkat efektifitas bahan ajar conseptual unit of subject matter”,
yang disusun terhadap peningkatkan sedangkan Warwich (1996) mendefinisikan
pemahaman dan kemampuan aplikatif modul sebagai suatu unit kurikulum yang
mahasiswa pada mata kuliah Metode lengkap, dan dapat ditambah dengan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra pencapaian tugas yang lebih besar atau
Indonesia. Kegiatan tahun kedua ini tujuan-tujuan jangka panjang. Modul
merupakan tahap uji coba penggunaan sebagai bahan pembelajaran memiliki
bahan ajar untuk mengetahui prestasi dan struktur yang khas terdiri dari pendahuluan
respon mahasiswa, serta kendala yang yang berisi uraian singkat tentang cakupan
dihadapi jika pembelajaran menggunakan materi modul, tujuan pembelajaran, dan
bahan ajar yang disusun. urutan bahasan (kegiatan belajar). Pada

Jurnal Pendidikan Indonesia | 104


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

kegiatan belajar berisi sajian materi, contoh, mengetahui prestasi dan respon mahasiswa
latihan serta rangkuman yang bersifat terhadap penggunaan bahan ajar yang
interaktif untuk menumbuhkan pembelajaran tersusun. Selain itu, juga untuk mengetahui
(Winataputra, dkk, 1972:2). Modul kendala yang dihadapi. Sehubungan
diharapkan disusun sedemikian rupa agar dengan itu, data penelitian ini dikumpulkan
memungkinkan 1) meningkatkan secara dengan metode tes dan angket. Metode tes
maksimal kegiatan pembelajaran, 2) meliputi tes pemahaman dan tes unjuk kerja
terselenggaranya proses maju berkelanjutan untuk menjaring kemampuan aplikatif.
secara efektif, 3) pembelajaran berpusat Angket dipakai untuk menjaring data respon
pada siswa (Depdikbud, 1985:4). Modul dan kendala yang dihadapi. Untuk respon,
yang disusun dengan baik dapat digunakan angket terstruktur dan untuk
memberikan banyak keuntungan, yaitu 1) kendala digunakan angket terbuka.
dapat meningkatkan secara maksimal
pembelajaran, 2) pembelajar lebih aktif HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam proses belajarnya karena Hasil Prestasi mahasiswa
menghadapi sejumlah masalah atau tugas Pelaksanaan uji coba penggunaan
yang harus dikerjakan, 3) dapat memberikan bahan ajar Metode PBSI dalam
balikan dengan segera sehingga pembelajar pembelajaran dilaksanakan pada semester
dapat mengetahui hasil belajarnya, 4) genap tahun ajaran 2010/2011. Uji coba ini
kegiatan pembelajar terarah karena modul melibatkan tiga kelas yang ada di Jurusan
mengandung sasaran belajar yang jelas, Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
dan 5) keterlibatan pengajar dalam dengan jumlah mahasiswa yang terlibat
pembelajaran sangat minimal (Russel, ketika uji coba sebanyak 60 orang dengan
1974:20; Suryobroto, 1983:16; dan rincian sebagai berikut: kelas A sebanyak
Nasution, 2000:206). 28 orang, kelas B sebanyak 18 orang, dan
kelas C sebanyak 14 orang. Uji coba
METODE PENELITIAN dilaksanakan sebanyak dua kali dengan
Penelitian ini menggunakan materi yang diajarkan adalah pendekatan
rancangan penelitian dan pengembangan komunikatif dan model pembelajaran
dengan tahapan yang sering dikenal dengan konstruktivisme.
4-D (define, design, develop, disseminate). Setelah dilakukan tes sehabis
Pengembangan materi pembelajaran ini pelaksanaan pembelajaran dengan
mengacu pada model pengembangan Dick menggunakan bahan ajar “Metode PBSI”
& Carey (1990). yang disusun ditemukan prestasi mahasiswa
Kegiatan penelitian ini terdiri dari: berada pada kategori baik dengan rata-rata
(1) melakukan analisis kebutuhan (need 79,42. Jika dilihat secara parsial masing-
assesment), (2) menetapkan pokok-pokok masing kemampuan, yaitu kemampuan
materi yang akan dikembangkan, dan (3) pemahaman konsep dan kemampuan
mengembangkan prototype, (4) validasi ahli, aplikatif, tampak ada perbedaan, walupun
(5) uji coba. masih berada pada kategori baik. Rata-rata
Pada tahun kedua dari kemampuan pemahaman mahasiswa
pengembangan bahan ajar Metode PBSI ini adalah 81,17, sedangkan rata-rata
dilakukan tahapan uji coba untuk kemampuan aplikatif adalah 76,8.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 105


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Kemampuan pemahaman ternyata lebih Jika dilihat perimbangan antara


tinggi dari kemampuan aplikatif dengan kategori prestasi mahasiswa, tampaknya
selisih 4,37 poin. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa tergolong ke
mahasiswa lebih mampu memahami konsep dalam kategori sangat baik, seperti tampak
dibandingkan dengan mengaplikasikan pada tabel berikut.
konsep yang dipahaminya.

Tabel 1: Perimbangan jumlah dan persentase kategori prestasi mahasiswa


No Kateori Jumlah Persentase
1. Sangat baik 27 45
2. Baik 21 35
3. Cukup 12 20
4. Kurang - -
5. Sangat kurang - -
Jumlah 60 100

Tabel di atas memperlihatkan perimbangan dengan pembelajaran dengan cara seperti


tingkat prestasi mahasiswa berdasarkan yang diterapkan dosen, (2) Saya senang
kategorinya. Dari tabel tersebut terlihat dosen memberikan bahan ajar untuk
bahwa kategori prestasi mahasiswa berada didiskusikan, (3) Saya tertarik dengan model
pada tiga kategori yaitu sangat baik, baik, penataan bahan ajar yang diberikan, (4)
dan cukup. Tidak ada mahasiswa yang Saya dapat memahami bahan ajar yang
berada pada kategori kurang dan sangat diberikan guru, (5) Bahan ajar memudahkan
kurang. Kategori sangat baik bahkan saya dalam memahami materi pelajaran, (6)
menduduki peringkat teratas dengan jumlah Saya bisa mengaplikasikan konsep yang
45%. Kategori cukup malahan berada pada ada pada bahan ajar untuk menyusun
peringkat paling rendah dengan jumlah 20% skenario pembelajaran, (7) Saya bisa
masih di bawah kategori baik yang sebesar membuat skenario pembelajaran dengan
35%. mengkaji bahan ajar yang diberikan dosen
secara berkelompok, dan (8) Saya ingin
Hasil Respon Mahasiswa dosen tetap memberikan bahan ajar dalam
Utuk menjaring respon mahasiswa setiap pembelajaran. Hasil angket berupa
terhadap efektivitas penggunaan bahan ajar respon mahasiswa terhadap penggunaan
Metode PBSI dalam pembelajaran, bahan ajar Metode PBSI dalam
digunakan delapan pernyataan. Kedelapan pembelajaran, dapat dilihat pada tabel
pernyataan tersebut adalah (1) Saya senang berikut.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 106


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Tabel 2: Hasil angket respon mahasiswa terhadap penggunaan bahan ajar


metode PBSI dalam pembelajaran
Pilihan Jawaban
No.
SS S KS (3) TS STS Rerata Kategori
Pernyataan
(5) (4) (2) (1)
1. 45 15 - - - 4,75 Sangat positif
2. 35 25 - - - 4,58 Sangat positif
3. 25 35 - - - 4,42 positif
4. 5 55 - - - 4,01 positif
5. 20 40 - - - 4,33 Positif
6. 20 40 - - - 4,33 positif
7. 20 40 - - - 4,33 Positif
8. 45 15 - - - 4,75 Sangat positif
Jumlah rata 1+2+3+4+5+6+7+8 4,43 Positif

Berdasakan tabel hasil angket di atas, ditelusuri, ternyata kesulitan terletak pada
terlihat bahwa mahasiswa merespon positif kutipan asli yang tidak diadaptasi sesuai
penggunaan bahan ajar Metode PBSI dalam konteks wacana pada bahan ajar tersebut
pelaksanaan pembelajaran dengan rata-rata dan juga kesesuaian dengan pola bahasa
respon adalah 4,43 dalam kategori positif. atau ragam bahasa yang dikendaki oleh
Dari delapan item pernyataan pada angket, mahasiswa.
semua pernyataan dijawab positif oleh
mahasiswa. Hal ini lebih memperkuat rata- PEMBAHASAN
rata semua item yang sebasar 4,43 tersebut. Dari temuan yang telah
dikemukakan di depan, maka ada beberapa
Kendala yang Dihadapi dalam temuan menarik yang perlu dibahas lebih
Pembelajaran lanjut. Pembahasan ini meliputi prestasi
Dari angket bebas yang diisi oleh mahasiswa, respon, dan kendala yang
mahasiswa mengenai kendala dalam dihadapi ketika pelaksanaan pembelajaran
pelaksanaan pembelajaran ditemukan dengan menggunakan bahan ajar yang
adanya dua kendala dalam pemanfaat telah disusun.
bahan ajar Metode PBSI. Kedua kendala Prestasi mahasiswa yang rata-rata
tersebut adalah (1) waktu yang terbatas dan umumnya adalah 79,42 dengan kategori
(2) ada beberapa bagian materi yang sulit baik, tampaknya merupakan sinya bahwa
dipahami (berupa kutipan asli). Semua pembelajaran dengan menggunakan bahan
mahasiswa menyatakan kendala waktu ajar yang telah disusun tampaknya
sebagai kendala utama. Mengenai kendala mempunyai pengaruh yang cukup signifikan.
kedua, hanya ditemukan sebanyak 50%. Apalagi rata-rata umum ini adalah gabungan
Artinya hanya 50% mahasiswa sampel yang nilai pemahaman dan aplikatif yang untuk
menyatakan ada beberapa bagian dari pertama kalinya dilakukan penilaian secara
bahan ajar yang sulit dipahami. Setelah berimbang. Maksud berimbang di sini

Jurnal Pendidikan Indonesia | 107


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

adalah penilaian aplikatif yang selama ini pemahaman. Akan aneh, jika nilai
jarang dilakukan dalam perkuliahan mata pemahaman lebih rendah dibandingkan
kuliah Metode Pembelajaran, umumnya, dan aplikatif. Walaupun demikian, prestasi ini
khususnya Metode PBSI, sekarang ini masih dapat ditingkatkan jika kendala yang
dilakukan secara lebih seksama yang dihadapi selama pembelajaran dapat
menjadi bagian yang setara dengan dihilangkan.
pemahaman konsep. Ada dua kendala yang dikemukakan
Pemberian bahan ajar yang tercetak oleh mahasiswa dalam penerapan bahan
kepada mahasiswa tampaknya juga ikut ajar ini. Kendala pertama adalah kurangnya
berkontribusi terhadap prestasi mereka waktu pembelajaran. Kendala kedua adalah
mengikuti perkuliahan. Logikanya adalah ada beberapa bagian materi yang sulit
dengan diberikan bahan ajar yang tercetak, dipahami oleh mahasiswa. dalam hal
maka waktu yang biasanya tersita untuk kendala waktu, mahasiswa menganggap
mencatat materi dapat dikurangi dan waktu yang tersedia untuk mengerjakan
konsentrasi mahasiswa untuk bekerja dalam tugas perkuliahan yang menyangkut
pembelajaran dapat ditingkatkan. Hal ini pemahaman dan kemampuan aplikatif
tampaknya disebabkan oleh komponen masih terlalu singkat. Hal ini juga peneliti
bahan ajar seperti kompetensi dasar dan rasakan. Kekurangan waktu ini terjadi bisa
indikator yang secara eksplisit dapat mereka karena beberapa kemungkinan. Jika dilihat
baca dari bahan ajar ini. Sesuai dengan dari konsep pembelajaran, mahasiswa atau
konsep pembalajaran seperti dikemukakan siswa yang tidak ingat dengan berjalannya
dalam konsep pembelajaran mikro, bahwa waktu selama pembelajaran adalah
pemahaman dan konsentrasi mahasiswa mahasiswa atau siswa yang asyik
dapat ditingkatkan jika mereka mengetahui mengerjakan tugas-tugas pembelajaran.
dari awal tujuan pemnbelajarannya dan Kemungkinan yang lain adalah tugas yang
langkah-langkah kegiatan yang dapat terlalu banyak sehingga terasa waktu
dilakukan selama pembelajaran. tersedia sedikit atau memang waktunya
Hal menarik yang berkaitan dengan sedikit. Kedua kemungkinan ini tampaknya
prestasi yang juga perlu dicermati adalah ada pada penelitian ini. Mahasiswa memang
adanya perbedaan kemampuan tampak asyik bekerja sehingga mereka lupa
pemahaman dan kemampuan aplikatif. waktu. Di lain pihak, waktu perkuliahan
Kemampuan pemahaman lebih tinggi untuk mata kuliah Metode PBSI memang
perolehan hasilnya yaitu sebesar 81,17, kurang karena terjadi perubahan berupa
sedangkan kemampuan aplikatif sebesar pengurangan jumlah JS dari 4 JS untuk 2
76,8. Ada selisih 4,37 poin dari kedua SKS menjadi 2 JS untuk 2 SKS. Peneliti
kemampuan tersebut. Hal ini dapat mengamati waktu pembelajaran yang hanya
dijelaskan bahwa kemampuan aplikatif 2 JS tampaknya tidak mencukupi untuk
memang merupakan tingkatan yang lebih pencapaian tingkat pemahaman dan
tinggi jika melihat taksonomi Bloom. Karena kemampuan aplikatif dalam perkuliahan
tingkatannya lebih tinggi yaitu tergolong C3 Metode PBSI.
sedang pemahaman C2, maka wajarlah Walaupun ada kendala seperti di
kemampuan aplikatif lebih sulit sehingga atas, mahasiswa merespon positif (4,43)
prestasinya lebih rendah dibandingkan penggunaan bahan ajar yang disusun untuk

Jurnal Pendidikan Indonesia | 108


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

digunakan dalam pembelajaran. Dari Sastra Indonesia” yang telah disusun


delapan item yang diajukan yang diajukan berada pada kategori baik dengan rata-
tidak ada yang direspon tidak positif. rata nilai 79,42 untuk gabungan kedua
Mahasiswa merespon sangat positif kemampuan (kemampuan pemahaman
dosennya mengajar dengan model dan kemampuan aplikatif). Secara
pembelajaran yang menggunakan bahan sendiri-sendiri, terlihat ada perbedaan
ajar, bahkan mereka sangat menginginkan kemampuan pemahaman (rata-rata
dosen terus mengajar dengan memberikan 81,17) dengan kemampuan aplikatif
bahan ajar seperti pada saat penelitian. (rata-rata 76,8). Perbedaan hasil ini
Selain itu, bahan ajar yang diberikan menunjukkan bahwa mahasiswa lebih
memudahkan mereka mempelajari materi sulit mengaplikasikan konsep
sehingga dengan bahan ajar itu mereka dibandingkan dengan sekadar
merasa mampu membuuat skenario memahami konsep.
pembelajaran yang inovatif. Yang paling 2. Respon mahasiswa terhadap
kecil responnya adalah tingkat keterbacaan penggunaan bahan ajar “Metode
bahan ajar yang memudahkan mereka Pembelajaran Bahasa dan Sastra
memahami materi. Tampak ini menjadi Indonesia” yang telah disusun tergolong
salah satu kendala juga dalam ke dalam kategori positif dengan rata-
pembelajaran dengan bahan ajar ini. rata skor 4,43. Artinya bahan ajar yang
Mahasiswa menyatakan ada beberapa disusun dianggap cukup berkontribusi
bagian materi yang sulit dipahami. Setelah dalam usaha mahasiswa memahami
ditelusuri, ternyata bagian yang sulit itu dan mengaplikasikan konsep mata
adalah bagian-bagian yang kebanyakan kuliah Metode PBSI.
berupa kutipan langsung dari buku lain. 3. Ada dua kendala yang dihadapi oleh
Kesulitan memahami kutipan langsung ini mahasiswa dalam pembelajaran dengan
tampaknya disebabkan oleh gaya tulisan menggunakan bahan ajar Metode PBSI
atau ragam bahasa yang digunakan oleh yang telah disusun. Kendala tersebut
penulis. Ragam tulisan tersebut untuk adalah (1) kekurangan waktu untuk
ukuran mahasiswa sampel masih sulit mengerjakan tugas-tugas dan (2) ada
dicerna. Kendala ini dipecahkan dengan beberapa bagian materi yang sulit
jalan mengurangi kutipan langsung agar dipahami sehingga penjelasan maupun
gaya atau ragam bahasanya linier dengan bimbingan dosen pengajar masih
gaya atau ragam bahasa pada bagian- diperlukan.
bagian lainya dari bahan ajar ini. 4. Uji coba penggunaan bahan ajar ini
dalam pembelajaran mengisyaratkan
SIMPULAN DAN SARAN bahwa bahan ajar yang telah disusun
Simpulan cukup efektif sebagai sarana untuk
Bersadarkan hasil analisis data dan mengajarkan mata kuliah Metode
pembahasan terhadap hasil penelitian, Pembelajaran Bahasa dan Sastra
maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Indonesia. Tingkat efektivitas tersebut
1. Prestasi mahasiswa setelah diajarkan tampak dari prestasi yang ditunjukkan
dengan menggunakan bahan ajar oleh mahasiswa setelah mereka
“Metode Pembelajaran Bahasa dan diajarkan dengan bahan ajar yang

Jurnal Pendidikan Indonesia | 109


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

disusun. Selain itu, respon positif teaching: An introduction to


mahasiswa juga menunjukkan bahwa education. New York: McGraw-Hill
bahan ajar ini efektif sebagai sarana Companies.
Dahar, R. W. 1989. Teori-teori belajar.
belajar.
Jakarta: Erlangga.
Depdikbud.1985. Pedoman Penyusunan
Saran-saran Modul. Jakarta. Badan
Berdasarkan simpulan terhadap Pengembangan Pendidikan-
temuan pada penelitian ini, maka beberapa Depdikbud.
saran dapat diajukan. Dick, W. & I. Carey. 1990. The Systematic
1. Pengembangan bahan ajar yang Design of Instructional. USA: Harper
Collin.
disusun dengan prinsip yang sistematis
Gunter, M. A., Estes, T. H., & Schwab, J. H.
ternyata dapat menunjang peningkatan 1990. Instruction: A models approach.
prestasi mahasiswa seperti pada Boston: Allyn and Bacon.
temuan ini. Berdasarkan kenyataan itu Jacobs, G.M., Lee, G.S, & Ball, J. 1996.
dapat disarankan kepada pihak yang Learning Cooperative Learning via
berkeinginan menyusun bahan ajar Cooperative Learning: A Sourcebook
hendaknya mengikuti model of Lesson Plans for Teacher Edu-
cation on Cooperative Learning.
pengembangan bahan ajar yang Singapore: SEAMEO Regional
sistemetis dengan tahapan yang jelas. Language Center.
2. Respon positif mahasiswa terhadap Jigsaw. 2011. http://www.jigsaw.org/
penggunaan bahan ajar dalam
perkuliahan mengindikasikan bahwa Johnson, Keith & Morrow, Keith. 1987.
sangat penting kiranya menyiapkan Communication in the Classroom:
Aplications and Methods for a
bahan ajar sebagai sarana perkuliahan.
Communicative Approach. England:
Bahan ajar akan menggugah Longman Group Ltd.
mahasiswa untuk asyik bekerja karena Joyce, B., & Weil, M. 1980. Model of
mereka memiliki pegangan yang pasti teaching. New Jersey: Prentice-Hall,
mengenai tugasnya pada pertemuan Inc.
tersebut. Kessler, Carolyn. 1992. Cooperating
3. Walaupun model pengembangan bahan Language Learning: A Teacher’s
Resource Book. Englewood Cliffs,
ajar ini dikhususkan penggunaannya
N.J.: Prentice Hall Regents.
untuk Jurusan Pendididkan Bahasa dan Lie Anita, 2005. Coopertive Learning(
Sastra Indonesia di Undiksha, namun mempraktikkan cooperative learning
kepada pihak yang memerlukan di ruang-ruang kelas). Jakarta:
prosedur pengembangan bahan ajar Grasindo.
tampaknya model pengembangan ini Marton, Waldemar. 1988. Methods in
dapat memberikan inspirasi untuk English Teaching: Framework and
Options. New York: Prentice Hall.
dicobakan pada jenis bahan ajar lainnya
Muslimin,M.pd,dkk. 2000. Model
yang sejalan. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
DAFTAR RUJUKAN Nasuitin, S. 2000. Berbagai Pendekatan
Arends, R. I., Wenitzky, N. E., & dalam Proses Belajar dan Mengajar.
Tannenboum, M. D. 2001. Exploring Jakarta: Bumi Aksara.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 110


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Nunan, David. 1991. Language Teaching


Methodelogy: A Texbook for
Teachers. New York: Printice Hall.
Nurjaya, Gede. 2009. Penggunaan Model
Pembelajaraan Kooperatif Jigsaw
pada Pembelajaran Metode
Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Kemampuan
Aplikatif Mahasiswa. Laporan
Penelitian (tidak diterbitkan).
Undiksha: Singajara
Nurjaya, Gede. 2010. Pengembangan
Bahan Ajar Metode Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia
Berbasis Pembelajaran Kooperatif
Jigsaw untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Kemampuan
Aplikatif Mahasiswa. Laporan
Penelitian (tidak diterbitkan).
Undiksha: Singaraja
Russel, J.D. 1974. Modular Instructional. A
Guide to the Design, Selection,
Utilization and Evaluation of Modular
Materials. Minneapolish, Minnesota:
Burgess.
Slavin, R. E. 1995. Cooperative learning.
Second edition. Boston: Allyn and
Bacon.
Sriasih, S.A.P. 2008. Telaah Buku Teks.
Singaraja: Undiksha.
Suandi, Nengah, dkk. 2010. Pengembangan
Materi Pembelajaran Mata Kuliah
Aplikasi Bahasa Indonesia di
Perguruan Tinggi Berorientasi
Integrasi Nasional dan Harmoni
Sosial. Laporan Penelitian (Tidak
diterbitkan). Undiksha: Singaraja.
Suryosuroto, B. 1983. Sistem Pengajaran
dengan Modul. Yogyakarta: Bina
Aksara.
Winataputra, dkk. 1977. Panduan
Operasional Penulisan Modul.
Jakarta: Depdikbud-UT FKIP.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 111


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Jurnal Pendidikan Indonesia | 112


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

MENINGKATKAN MUTU PEMBELAJARAN MENULIS ARGUMENTASI


DI SEKOLAH DASAR KELAS V LABORATORIUM UNDIKSHA
BERDASARKAN PENDEKATAN KONTEKS
DAN PROSES BERMEDIAKAN GAMBAR

I Wayan Wendra1, I Made Sutama2, Putu Triyasa3


1, 2
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia
3
SD Laboratorium Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Indonesia

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan pembelajaran menulis


argumentasi di sekolah dasar kelas V Laboratorium Undiksha berdasarkan pendekatan
konteks dan proses bermediakan gambar dapat: (1) meningkatkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran, (2) meningkatkan hasil belajar menulis argumentasi, dan (3) dapat
mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran tersebut. Rancangan
penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dua siklus. Penelitian
dilakukan di kelas Vb SD Lab. Undiksha. Data penelitian dikumpulkan melalui observasi,
tugas menulis argumentasi,, dan wawancara serta angket. Teknik analisis datanya adalah
deskriptif kualitatif( untuk data masalah 1) dan deskriptif kuantitatif(untuk masalah 2 dan 3).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran menulis argumentasi
berdasarkan pendekatan konteks dan proses bermediakan gambar dapat meningkatkan
aktivitas siswa yakni sebelumnya pembelajaran berpusat pada guru, setelah tindakan
pembelajaran berpusat pada siswa. Hasil belajar menulis argumentasi siswa juga meningkat
yakni sebelumnya hasil belajarnya berkategori cukup, setelah tindakan berkategori baik,
serta seluruh siswa merespon positif terhadap pelaksanaan pembelajaran tersebut.

Kata kunci: Mutu pemelajaran menulis argumentasi, pendekatan konteks, proses

Jurnal Pendidikan Indonesia | 113


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Abstract

The study aimed at finding out whether the implementation of argumentative


writing instruction at Laboratory Elementary School Class V Undiksha based on context and
process pictures mediated approaches could: (1) improve the students activities in the
instructional process, (2) improve the students achievement in writing argumentative text,
and (3) figure out the students responses towards the implementations of the instructional
model. It was a classroom-based action research conducted at the Lab-Elementary School
Undiksha class V in two different cycles. The data were collected by using observation,
writing argumentative text assignment, and interview as well as questionnaires. The data
were analyzed descriptive qualitatively(for data of problems 1), and descriptive quantitatively
(for data of problems 2 and 3). The results indicated that the implantation of writing
instructional model in argumentative text based on context and process pictures mediated
approaches could improve the students the studens activities, that was before the action,
the instructional activity was minly teacher centered, however, after the action the
instructional activity was directing to students centered. The students achievement in writing
before the action was in “moderate” category, while after the action improving into “good”
category, in addition all students provided positive responses towards the implementation of
the model.

Keywords: instructional quality in argumentative writing, context and process approaches

PENDAHULUAN dari hasil pembelajaran menulis yang telah


Walaupun keterampilan menulis dilakukan selama ini. Sebagaimana yang
telah diajarkan sejak lama dengan berbagai telah dikemukakan oleh guru, bahwa upaya
macam pendekatan, hasil pengajaran yang pembelajaran yang selama ini telah
diharapkan belum dapat dilaksanakan adalah melalui menjelaskan
dicapai(Sutama,2010:1). Dijelaskan lebih teori menulis argumentasi berdasarkan
lanjut, yang lebih parah lagi adalah pengajar contoh yang sudah ada, kemudian siswa
pun enggan melaksanakan pembelajaran ditugaskan membuat tulisan argumentasi
menulis. Keengganan ini salah satu faktor sesuai dengan minat atau kesukaannya.
penyebabnya adalah ketidakmampuan Pembelajaran menulis tersebut hasilnya
pengajar sendiri dalam menulis. Ini sebagai berikut. Dari jumlah 40 siswa nilai
menjadikannya tidak tahu jelas bagaimana rata-rata kelasnya hanya 6,02 tergolong
semestinya menulis diajarkan, kecuali cukup, dan ada 4 siswa(10%) yang
memberikan teori kepada tergolong gagal atau tidak lulus kalau dilihat
pembelajar(Sutama,2010). dari batas kelulusan. Rincian lebih jauh
Hasil survei ke lapangan adalah sebagai berikut: 12 orang (30%)
menunjukkan bahwa kondisi prestasi belajar memperoleh nilai baik, 24 siswa(60%)
menulis siswa SD kelas V Laboratorium tergolong cukup, 4 siswa(10%) tergolong
Undiksha belum memadai yakni belum kurang(Hasil wawancara dengan guru
mencapai standar yang ditetapkan yakni bahasa Indonesia kelas V SD Lab.
rata-rata 70. Apalagi dalam menulis Undiksha).
argumentasi yang menuntut pemikiran yang Cara lain yang juga pernah
lebih rumit dan jelimet. Hal ini dutunjukkan dilakukan sebagai alternatif adalah dengan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 114


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

memanfaatkan apa yang ada di sekitar guru, kedua dalam hal tulisan yang
lingkungan siswa karena tema bahasannya bagaimana yang harus dikerjakan, dan
adalah memanfaatkan barang-barang bekas ketiga tidak mengerti yaitu untuk apa
di lingkungan siswa. Pada awalnya agar membuat tulisan tersebut dan cara
siswa memiliki konsep, guru menjelaskan mengembangkan tulisan. Seluruh kesulitan
berdasarkan contoh tulisan yang sudah ada tersebut mengakibatkan siswa kurang
tentang argumentasi memanfaatkan barang menyenangi pelajaran menulis.
bekas/sampah, kemudian siswa ditugaskan Upaya yang dilakukan guru dalam
melihat secara langsung barang pembelajaran menulis di sekolah yang
bekas/sampah di lingkungannya sendiri telah disurvei cenderung hanya melalui
dengan pertimbangan karena masing anak pemberian penjelasan teori menulis,
memiliki lingkungan yang berbeda. kemudian guru menugaskan siswa menulis
Selanjutnya siswa diajarkan berargumentasi dengan topik bebas atau ditentukan, dan
dengan ditugaskan menulis argumentasi. akhirnya guru menilai hasil tulisan siswa.
Adapun hasilnya adalah sebagai berikut. Cara yang ditempuh oleh guru
Nilai rata-rata kelas siwa adalah 6,39 masih tersebut masih berorientasi produk bukan
tergolong cukup belum mencapai standar proses. Upaya tersebut tidak membimbing
yang dinginkan. Ada 2 orang siswa (5%) dan memberi pengalaman kepada siswa
yang masih gagal dalam upaya meraih secara alamiah untuk menemukan sendiri
prestasi belajarnya. Rincian hasil secara dan belajar memecahkan masalahnya
rinci adalah sebagai berikut. Ada 5 siswa sendiri karena pola pembelajarannya masih
(12,5%) hasilnya sangat baik, 14 siswa berorientasi lebih banyak pada guru
(35%) tergolong baik, 19 siswa (47,5%) (teacher-oriented) yang semestinya pola
tergolong cukup, dan 2 siswa (5%) tergolong pembelajaran diorientasikan pada siswa
kurang atau gagal (Hasil wawancara dengan (student-oriented). Kelas masih berfokus
guru bahasa Indonesia kelas V Lab. pada guru sebagai sumber utama
Undiksha). pengetahuan sehingga kurang
Di sisi lain, berdasarkan wawancara memberdayakan siswa yaitu mendorong
dengan beberapa siswa sebagai sampel siswa mengkonstruksikan pengetahuan di
terkait dengan hasil belajar yang diperoleh benak mereka sendiri. Guru menjelaskan
tersebut bahwa kesulitan yang dialami dengan ceramah walaupun dengan contoh
adalah mereka walaupun sudah mendapat mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta
penjelasan teori menulis dari guru juga sulit sehingga siswa dalam proses belajar tidak
mengerti penjelasan guru dan tidak mengerti mengalami secara alamiah. Oleh karena itu,
tulisan yang harus dibuat serta untuk apa miskonsepsi dan cara keliru yang dilakukan
dan sulit mengembangkannya menjadi guru selama ini perlu segera dibenahi.
tulisan yang sesuai dengan permintaan Kondisi ini perlu segera diatasi yaitu dengan
guru. Akibat dari kesulitan-kesulitan tersebut menemukan langkah-langkah praktis dalam
membuat mereka kurang senang saat pembelajaran menulis argumentasi.
pembelajaran menulis. Dari ungkapan Setelah berdiskusi antara peneliti
tersebut, kalau diidentifikasi kesulitan siswa dan guru dan menganalisis kurikulum serta
adalah pertama dalam hal mengertikan didasarkan atas hasil identifikasi masalah
penjelasan teori menulis yang diberikan yang ada, maka tindakan yang disepakati

Jurnal Pendidikan Indonesia | 115


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

akan dilakukan adalah pembelajaran menulis argumentasi yang sangat memberi


menulis di kelas Vb yaitu menulis peluang bagi mereka yang kreatif akan
argumentasi yang tanpa penjelasan teori dapat meningkatkan hasil belajar secara
menulis yang menyulitkan siswa dengan lebih optimal. Hal ini disebabkan oleh
memanfaatkan media gambar yang dekat pendekatan konteks dan proses yang dapat
dengan lingkungan atau kehidupan siswa memberi peluang kreatif, berinteraksi dan
dan disukai siswa yakni menerapkan berkarya seluas-luasnya dengan temannya
pembelajaran menulis argumentasi di yang cukup hiterogen. (2) Bagi guru bahasa
sekolah dasar berdasarkan pendekatan Indonesia, temuan penelitian ini dapat
konteks dan proses bermediakan gambar. membuka wawasan guru dan dapat
Diyakini bahwa ini adalah alternatif menjadikan startegi alternatif dalam
pemecahan masalah yang dipandang lebih mengelola pembelajaran menulis
tepat dalam meningkatkan mutu berdasarkan pendekaan konteks dan proses
pembelajaran menulis argumentasi di sehingga dapat meningkatkan mutu
sekolah dasar berdasarkan pendekatan pembelajaran menulis di sekolah. (3) Bagi
konteks dan proses bermediakan gambar. dosen, hasil penelitian ini akan memberi
Berdasarkan uraian pada bagian gambaran kondisi riil pembelajaran menulis
pendahuluan di atas, maka rumusan di lapangan sehingga dapat mengantisipasi
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai dalam merancang perkuliahan yang sesuai
berikut. (1) Apakah pembelajaran menulis dengan tantangan riil di lapangan bagi para
argumentasi berdasarkan pendekatan mahasiswa calon guru bahasa Indonesia.
konteks dan proses bermediakan gambar (4) Bagi pengambil kebijakan di Depdikbud,
dapat meningkatkan aktivitas siswa kelas Vb temuan penelitian ini dapat dijadikan acuan
Lab. Undiksha dalam belajar menulis strategi pembelajaran menulis dalam
argumentasi? (2)Apakah pembelajaran meningkatkan mutu pembelajaran menulis di
menulis argumentasi berdasarkan Sekolah Dasar.
pendekatan konteks dan proses Tindakan yang ditempuh untuk
bermediakan gambar dapat meningkatkan mengatasi masalah di atas didasarkan atas
hasil belajar menulis argumentasi siswa SD pemikiran berikut. Temuan-temuan dari
Lab. Undiksha? (3) Bagaimana respon psikologi kognitif menyediakan teori dasar
siswa terhadap pembelajaran menulis untuk memperbaiki pembelajaran secara
argumentasi berdasarkan pendekatan umum. Premis dasar dalam psikologi
konteks dan proses bermediakan gambar kognitif adalah bahwa belajar merupakan
yang telah diterapkan? proses pengkonstruksian pengetahuan baru
Hasil penelitian ini akan berdasarkan pengetahuan yang sudah ada
memberikan manfaat yang bersifat praktis. sekarang. Menurut Glaser ( dalam
Manfaat praktis yang dimaksud terutama Gijselaers, 1996), belajar merupakan proses
bermanfaat bagi pihak-pihak yang terlibat konstruktif dan bukan proses penerimaan.
dalam dunia pendidikan, dengan rincian Proses kognitif yang disebut metakognisi
sebagai berikut. (1) Bagi para siswa, mempengaruhi penggunaan pengetahuan
penelitian ini akan sangat beramanfaat dan faktor sosial dan kontekstual
karena secara tidak langsung mereka mempengaruhi pembelajaran. Dengan
terbantu dalam mengikuti pembelajaran demikian karakteristik pembelajaran perlu

Jurnal Pendidikan Indonesia | 116


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

perubahan karena pembelajaran bukanlah atau pencapaian suatu kompetensi


sekadar pengisian kepala siswa dengan (Balitbang Depdiknas, 2001,2002:5). Untuk
sejumlah imformasi, dan pikiran siswa itu sangat diperlukan upaya pembelajaran
bukanlah sebagai kotak kosong yang dapat yang dapat memenuhi harapan kurikulum
diisi melalui pengulangan dan latihan tersebut.
semata. Pembelajaran harus dapat Dari uraian tersebut di atas, maka
memberdayakan siswa untuk terlibat aktif dapatlah ditegaskan bahwa mutu suatu
secara fisik dan mental agar siswa terbiasa pembelajaran akan dapat dilihat dari segi
mandiri, cerdas, kritis dan kreatif proses dan dari segi hasil pembelajaran.
menghadapi tantangan kehidupan. Dari segi proses, pembelajaran yang
Menurut Dankin dan Biddle (1974) bermutu ditunjukkan dengan adanya
proses pembelajaran merupakan variabel motivasi peserta didik untuk terlibat secara
sentral yang berpengaruh secara langsung aktif dalam kegiatan pembelajaran yakni
terhadap hasil belajar. Kualitas peserta didik senang dan antusias mengikuti
pembelajaran dapat dilihat dari segi proses kegiatan pembelajaran. Dari segi hasil,
dan hasil. Dari segi proses, pembelajaran kualitas pembelajaran dengan ditunjukkan
yang berkualitas ditunjukkan dengan adanya dengan adanya pencapaian tujuan atau
motivasi peserta didik untuk terlibat secara hasil pembelajaran oleh peserta didik.
aktif dalam kegiatan pembelajaran yakni Implementasi kurikulum
peserta didik senang dan antusias mengikuti berbasis kompetensi dengan pendekatan
kegiatan pembelajaran. Dari segi hasil, kontektual(contextual teaching learning)
kualitas pembelajaran dengan ditunjukkan mengarah pada upaya meningkatkan mutu
dengan adanya pencapaian tujuan atau pengajaran dan pembelajaran di tingkat
hasil pembelajaran oleh peserta didik. pendidikan dasar dan menengah untuk
Kehadiran Kurikulum berbasis mempersiapkan para peserta didik
kompetensi tentu saja diharapkan dapat menghadapi tantangan masa depan.
membekali peserta didik agar dapat Pendekatan kontekstual diperkenalkan
menghadapi tantangan kehidupan secara kepada guru adalah konsep belajar yang
mandiri, cerdas, kritis, rasional dan kreatif. membantu guru mengaitkan materi-materi
Pada buku pedoman KBK tahun 2001 dan yang diajarkannya dengan situasi dunia
direvisi tahun 2003 oleh Depdiknas nyata siswa (Direktorat Jendral Pendidikan
disebutkan ada 5 ciri KBK sebagai berikut: Dasar dan Menengah, 2002: iii). Lebih lagi
(1) menekankan pada ketercapaian dalam kegiatan menulis karena ada
kompetensi siswa, baik secara individual pandangan bahwa menulis adalah aktivitas
maupun klasikal, (2) berorientasi pada hasil sosial. Sebagai aktivitas sosial, menulis
belajar (learning autcomes) dan keragaman, tidak pernah dilakukan dalam situasi vakum
(3) penyampaian dalam pembelajaran tanpa konteks. Menulis adalah tindak
menggunakan pendekatan dan metode komunikasi, sebagai upaya membagi hasil
yang bervariasi, (4) sumber belajar bukan observasi, inforamasi, pikiran atau ide, dan
hanya guru tetapi juga sumber belajar pengalaman kepada orang lain (Cohen dan
lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan Riel, 1989). Hal ini telah didukung oleh hasil
(5) penilaiannya menekankan pada proses penelitian yang telah peneliti lakukan yakni
dan hasil belajar dalam upaya penguasaan penelitian tentang pembelajaran kontekstual

Jurnal Pendidikan Indonesia | 117


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

melalui mengobservasi objek otentik dapat perencanaan,tahap penuangan, dan tahap


meningkatkan mutu(proses dan hasil) peninjauan. Penerapan pendekatan ini di
pembelajaran menulis deskripsi siswa dalam pembelajaran menulis adalah siswa
SMPN4 Singaraja(Wendra,2009). Bahkan dibantu memahami proses menulis dan
hasil penelitian ini telah dipilih oleh Puslit membangun repertoir strategi
Undiksha untuk disosialisasikan kepada pramenulis,menulis, meninjau dan menulis
guru-guru SD, SMP,SMA melalui seminar ulang. Lebih lanjut siswa dituntun menjalani
tingkat Provinsi tahun 2010 di proses ini dengan harapan mereka dapat
Klungkung(Desiminasi Hasil Penelitian menghasilkan tulisan yang baik. Dengan
Dosen Undiksha oleh Puslit Undiksha,2010). memadukan pendekatan konteks dan
Dalam kaitannya dengan menulis proses dalam belajar menulis argumentasi di
argumentasi, Winch dkk(2006) menegaskan sekolah dasar, maka pendekatan konteks
bahwa wacana argementasi yang akan menghindari penjelasan teori menulis
cenderung bersifat analitis lebih sulit yang bersifat teknis yang menyulitkan dan
dipahami oleh anak-anak. Ini adalah membingungkan siswa menulis apa dan
tantangan bagi guru untuk dapat untuk apa. Pendekatan proses akan
memudahkan anak dalam belajar menulis menuntun dan membantu siswa dalam
dengan menggunakan alternatif pendekatan proses menulis mulai dari merencanakan
serta teknik yang cocok dengan kondisi dengan mendiskusikan topik, kemudian
anak. Sutama(2010) menegaskan bahwa proses penuangan, lalu peninjauan untuk
pada jenjang sekolah dasar, pada kelas revisi dan akhirnya menulis ulang.
peralihan dari kelas rendah ke kelas Sedangkan penggunaan gambar yang dekat
tinggi,pembelajaran menulis wacana mulai denga kehidupan siswa dan disukai siswa
diperkenalkan dan ditegaskan bahwa akan memotivasi siswa untuk belajar
pendekatan yang cocok diterapkan adalah menulis Berdasarkan hal itu, pembelajaran
pendekatan konteks. Dikatakan demikian menulis argumentasi berdasarkan
karena pada jenjang ini siswa belum bisa pendekatan konteks dan proses
diajak berbicara banyak tentang teori bermediakan bambar akan dapat
menulis. Pemaksaan memperkenalkan meningkatkan mutu pembelajaran menulis
istilah-istilah teknis dalam menulis justru argumentasi di sekolah dasar.
akan semakin membingungkan siswa. Dari uraian tersebut di atas, maka
Sebaliknya, dengan hanya memberi konteks dapatlah ditegaskan bahwa mutu suatu
menulis, terutama tujuan menulis, seperti pembelajaran akan dapat dilihat dari segi
menceritakan, membedakan, atau memberi proses dan dari segi hasil pembelajaran.
pendapat tentang sesuatu, siswa pada Dari segi proses, pembelajaran yang
jenjang itu akan dapat memproduksi tulisan bermutu ditunjukkan dengan adanya
dengan pola yang sesuai. Pendekatan motivasi peserta didik untuk terlibat secara
konteks akan dipadukan dengan aktif dalam kegiatan pembelajaran yakni
pendekatan proses. Pendekatan proses peserta didik senang dan antusias mengikuti
akan mengajak siswa dalam situasi menulis kegiatan pembelajaran. Dari segi hasil,
proses menulis yang sebenarnya yakni kualitas pembelajaran dengan ditunjukkan
melalui tahapan menulis yang terdiri dari dengan adanya pencapaian tujuan atau
beberapa tahap, yaitu tahap hasil pembelajaran oleh peserta didik.

Jurnal Pendidikan Indonesia | 118


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Terkait dengan menulis Dalam berargumentasi seseorang


argumentasi, ada pandangan bahwa dapat merangkai fakta-fakta atau bukti-bukti
menulis adalah aktivitas sosial (Hull dalam sedemikian rupa sehingga mampu
Sutama, 2010). Lebih lanjut ditegaskan, menunjukkan apakah suatu pendapat itu
sebagai aktrivitas sosial, menulis tidak benar atau tidak. Dengan demikian
pernah dilakukan dalam situasi vakum. mengajukan argumentasi merupakan
Menulis adalah tindak komunikasi, sebagai kemampuan menyatakan dan
upaya membagi hasil observasi, informasi, menyampaikan fakta-fakta serta bukti-bukti
pikiran atau ide, dan pengalaman kepada untuk menunjukkan benar tidaknya suatu
orang lain. Argumentasi tidak lain dari pendapat melalui penggunaan bahasa.
usaha untuk mengajukan bukti-bukti atau Bormann(1991:192)
menentukan kemungkinan-kemungkinan mengemukakan tiga hal yang dapat
untuk mengetahui sikap atau pendapat dihubungkan dengan argumentasi. Ketiga
mengenai suatu hal. Tulisan argumentasi tersebut yaitu (1) argumentasi dapat
adalah suatu tulisan yakni penulis berusaha dihubungkan dengan pokok masalah yang
merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa ditampilkan sebagai pertanyaan terhadap
sehingga ia mampu menunjukkan apakah kenyataan; (2) argumentasi dapat
suatu pendapat atau suatu hal tertentu itu dihubungkan dengan pertanyaaan
benar atau tidak(Keraf, 2004). Tujuannya mengenai nilai-nilai; (3) argumentasi dapat
adalah untuk mempengaruhi sikap dan dihubungkan dengan pertanyaan mengenai
pendapat orang lain, agar mereka itu kebijakan.
percaya dan pada akhirnya sesuai dengan Dalam pembelajaran menulis
apa yang diinginkan pembicara atau penulis argumentasi ini, akan dihubungkan dengan
(Keraf,2004:3). Struktur argumentasi secara butir satu yaitu argumentasi yang
umum memuat aspek pendahuluan, tesis, dihubungkan dengan pokok masalah.
alasan/bukti, dan simpulan. Dalam bentuk Masalah yang dimaksud adalah hal atau
mini (wacana singkat) sebuah argumentasi masalah yang dekat dengan kehidupan
dapat berwujud sebuah paragraf yang di siswa dan disukai siswa dengan
dalamnya minimal ada tesis dan alasan. Hal bermediakan gambar. Topik yang ditetapkan
ini senada dengan pendapat dalam pembelajaran menulis argumentasi
Toulmin(1979:33) bahwa pola dasar sebuah harus didasarkan oleh sejumlah
argumentasi terdiri atas tesis dan pertimbangan yang matang. Topik yang
bukti/alasan. Tesis yang dimaksud adalah ditetapkan hendaknya sesuai dengan tingkat
pernyataan yang menunjukkan sikap penulis pengajaran dan minat siswa. Menurut
terhadap topik tulisan yang akan dibuktikan Piaget(dalam Santyasa dan Sukadi,2008),
dalan paparan pendapatnya. Untuk usia SD yang masih berada pada tahapan
menghasilkan pernyataan tesis, seorang operasi konkret sangat memerlukan objek-
penulis dapat merumuskan pertanyaan yang objek konkret sebagai pijakan untuk
berkaitan dengan topik tulisan,lalu memandu belajarnya. Objek-objek konkret
menjawabnya. Jawaban yang sudah yang ada di lingkungan mereka atau benda-
dianggap mantap itulah yang merupakan benda artivisial dapat digunakan sebagai
pernyataan tesis. fasilitas belajar terpadu. Benda-benda
tersebut merupakan objek anak untuk

Jurnal Pendidikan Indonesia | 119


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

bermain dan merangsang rasa ingin Terkait dengan pendekatan, ada


tahunya secara optimal. Rasa ingin tahu sejumlah pendekatan dalam pembelajaran
yang bangkit melalui proses bermain dapat menulis, yaitu pendekatan konteks,
merangsang mereka untuk mengekpresikan pendekatan proses dan pendekatan
dunia dan membangkitkan kompetensi pola(Reimes,1991). Pendekatan konteks
pemecahan masalah. mengasumsikan bahwa di dalam aktivitas
Pakar lain mengatakan bahwa menulis yang sesungguhnya penulis
topik dengan media gambar adalah berorientasi pada tujuan menulis dan
penyajian topik yang bersifat non verbal pembaca yang menjadi sasaran tulisan.
yang dimaksudkan untuk menghindari Implementasi dari penerapan pendekatan ini
penjelasan teori oleh guru yang jelimet dan di dalam pembelajaran di kelas adalah siswa
membosankan siswa. Weir (1990:62) ditugasi untuk menulis dengan tujuan dan
mengatakan bahwa keuntungan stimulus pembaca yang telah dispesifikasi. Lebih
nonverbal jika mampu menyajikan lanjut dengan spesifikasi semacam itu,
menyajikan informasi secara jelas dan tepat, diharapkan siswa dapat menghasilkan
akan memungkinkan siswa untuk tidak tulisan dengan pola retorika yang baik.
berlama-lama menghasilkan tulisan. Tugas Pada jenjang sekolah dasar dimana
menulis dengan menyajikan materi pembelajaran menulis wacana mulai
nonverbal akan semakin efektif jika meminta diperkenalkan, pendekatan konteks cocok
siswa mengomentari kecenderungan diterapkan. Dikatakan demikian karena pada
tertentu yang tampak dalam grafik, atau jenjang itu, siswa belum bisa diajak
membandingkan dan mmpertentangkan berbicara banyak tentang teori menulis.
sepasang gambar yang berbeda. Pemaksaan memperkenalkan istilah-istilah
Terkait dengan pembelajaran teknis dalam menulis justru akan semakin
dengan media gambar Wright(1992) membingungkan siswa. Sebaliknya, dengan
mengatakan bahwa gambar dapat hanya memberikan konteks menulis,
memainkan sejumlah peran: (1) Gambar terutama tujuan menulis, seperti
dapat memotivasi murid dan menarik meceritakan, membedakan atau memberi
perhatian mereka. (2) Gambar dapat pendapat tentang sesuatu, siswa pada
memberikan konteks penggunaan bahasa jenjang itu akan dapat memproduksi tulisan
dan membawa dunua nyata ke dalam kelas. dengan pola yang sesuai. Leki dkk(2008)
(3) Gambar dapat bercerita sebagaimana menyatakan, ”In supprtive,meaning-oriented
adanya, diinterpretasikan, atau dikomentari writing contexts, beginning L2 writers
secara subjektif. (4) Gambar dapat brought with them and were able to draw
memberikan isyarat tentang jawaban suatu upon a variety of resources and strategies to
pertanyaan. (5) Gambar dapat memberi succesfully create expresive texts that
stimulus dan informasi untuk diacu dalam communicated meaning.”
bercakap-cakap, berdiskusi dan bercerita. Pendekatan proses di sisi lain
Dengan uraian di atas jelaslah bahwa mengasumsikan bahwa menulis terdiri atas
pembelaran menulis argumentasi akan beberapa tahap, yaitu: tahap
sangat efektif dengan penyampaian materi perencanaan,tahap penuangan, dan tahap
dengan bermediakan gambar. peninjauan. Aktivitas pramenulis, berdiskusi
di dalam kelompok menulis, dan mencoba-

Jurnal Pendidikan Indonesia | 120


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

coba menulis akan membantu menentukan rencana tindakan pada siklus


mengembangkan kelancaran menulis, berikutnya (Kemmis dan McTaggart, 1998).
sekaligus mengatasi kemacetan dalam Subyek penelitian ini adalah satu
menulis yang diakibatkan oleh keterbatasan kelas yaitu siswa kelas Vb beserta
memori(Myers dalam Sutama,2010). pelaksana pemberi tindakan di kelas itu
Penerapan pendekatan ini dalam yakni guru pengajarnya. Pihak yang
pembelajaran menulis adalah siswa dibantu dilibatkan dalam penelitian ini ialah dua
memahami proses menulis dan membangun dosen dan seorang guru kelas Vb SD Lab.
repertoire strategi menulis, menulis, Undiksha Singaraja, yang berkolaborasi
meninjau, dan menulis ulang. Lebih lanjut, dalam proses penelitian ini mulai dari
siswa dituntut menjalani proses ini dengan perencanaan, pelaksanaan, sampai
harapan mereka dapat menghasilkan tulisan penyusunan laporan.
yang baik. Rincian kegiatan memulai siklus
Dengan pendekatan konteks, siswa 1adalah sebagai berikut. (1) Guru
tidak akan merasa bahwa menulis dilakukan memberikan orientasi materi pelajaran
hanya untuk memenuhi tugas dari guru, beserta model pembelajaran yang akan
tetapi akan merasa berkomunikasi untuk diterapkan, sumber yang digunakan, serta
mencapai tujuan tertentu dengan pembaca penegasan kemampuan yang akan
sasaran yang ditetapkan. Dengan dilatihkan. (2) Siswa dibagi dalam 5
pendekatan proses, kekurangan siswa kelompok, dengan cara guru menghitung
dalam pengetahuan tentang topik yang akan siswa, satu, dua, tiga, empat, dan lima.
ditulis akan teratasi melalui diskusi Yang nomor satu masuk kelompok satu,
pramenulis dibantu media gambar, yang nomor dua masuk kelompok dua dan
kelancaran mereka dalam menulis tidak seterusnya. (3) Guru bersama siswa
akan terganggu oleh hal-hal yang bersifat menetapkan topik disukai siswa dan
gramatikal, dan kerendahan mutu tulisan membagi gambar benda yang telah
mereka akan ditingkatkan melalui proses disiapkan untuk topik tulisan, kemudian
peninjauan atau revisi. Dengan penerapan dibagikan juga blangko untuk mencatat hasil
kedua pendekatan yakni pendekatan pencermatan siswa terhadap gambar. (4)
konteks dan pendekatan proses yang Guru bersama siswa menetapkan tujuan
bermediakan gambar mutu pembelajaran menulis dan sasaran tulisan. (5) Siswa
menulis argumentasi akan dapat mencermati gambar benda tersebut dan
ditingkatkan. mengidentifikasi kelebihan atau keunggulan
yang ada pada benda tersebut dan
METODE PENELITIAN diungkapkan dalam bentuk kalimat. (6)
Penelitian ini tergolong penelitian Setelah 20 menit, secara bergantian
tindakan kelas. Sesuai dengan sifatnya, masing-masing kelompok ke depan kelas
penelitian tindakan kelas bersifat siklikal mengemukakan secara lisan hasil
yang dilaksanakan secara multisiklus. observasinya. Setelah itu kelompok lain
Secara garis besarnya, kegiatan setiap menanggapinya, boleh bertanya atau
siklus meliputi: refleksi awal, perencanaan memberikan masukan/pendapat yang terkait
tindakan, pelaksanaan tindakan, dengan hasil pendapat temannya dan
observasi/evaluasi, dan refleksi untuk penataannya sebagai persiapan menulis

Jurnal Pendidikan Indonesia | 121


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

(argumentas)i. (7) Siswa ditugaskan tersebut diperlukan untuk melakukan refleksi


menyusun sebuah paragraf (argumentasi) dan menarik kesimpulan pada setiap akhir
berdasarkan data yang diperoleh saat siklus.
mencermati dan berdasarkan hasil Kriteria keberhasilan tentang
penyempurnaan saat diskusi secara klasikal. aktivitas siswa, ditunjukkan dengan
(8) Guru dengan melibatkan siswa terjadinya perubahan aktivitas pembelajaran
membahas(mengoreksi) hasil kerja siswa yang dilakukan guru yang semula berpusat
yang berupa tulisan (argumentasi) pada guru menjadi berpusat pada siswa,
menyangkut kelebihan dan kekurangan dan terajadi perubahan interaksi dari dua
tulisan yang sudah dibuat dan merevisinya. arah menjadi multi arah. Kriteria
(9) Guru menugaskan siswa menulis ulang keberhasilan dari respon siswa yakni 80%
berdasarkan hasil koreksi dan revisi yang dari jumlah siswa merespon positif terhadap
telah dilakukan. pelaksanaan pembelajaran. Kriteria
Selama pelaksanaan tindakan, keberhasilan hasil belajar menulis
peneliti secara kolaboratif melakukan argumentasi ditunjukkan dengan
observasi terhadap keseluruhan keberhasilan perolehan rata-rata kelas pada
pelaksanaan tindakan baik mengobservasi kategori baik, atau 80% dari jumlah siswa
guru maupun siswa. memperoleh nilai kategori baik.
Peneliti secara kolaboratif bersama Data tentang aktivitas siswa dalam
guru sebagai anggota peneliti melakukan pembelajaran menulis argumentasi
refleksi. Refleksi dilaksanakan pada setiap dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data
akhir pembelajaran yaitu berkenaan dengan tentang respos siswa terhadap penerapan
kendala dan masalah yang dialami guru pembelajaran dianalisis secara deskriptif
maupun siswa, alokasi waktu mengerjakan kuantitatif. Penilaian alternatif respon terdiri
tugas, hasil belajar, dan respon siswa dari sangat tinggi (skor 5), tinggi(skor
terhadap pembelajaran yang telah 4),cukup (skor3), rendah (skor 2), dan
berlangsung. Hasil refleksi tersebut sangat rendah(skor 1). Rerata skor respon
selanjutkan digunakan sebagai dasar untuk seluruh siswa dihitung dengan cara jumlah
menyempurnakan tahapan-tahapan skor seluruh respon siswa dibagi jumlah
penelitian pada siklus berikutnya. siswa. Setelah itu akan dikonversikan
Data yang diperlukan dalam dengan kriteria respon siswa yang
penelitian ini adalah (1) data tentang diadaptasi dari model penilaian Nurkancana
aktivitas siswa dalam pembelajaran menulis dan Sunartana(1996). Dengan demikian
argumentasi, dikumpulkan dengan metode akan diperoleh gambaran tingkat respon
observasi, (2) data tentang respon siswa yakni sangat positif, positif, cukup
terhadap pembelajaran menulis positif,kurang positif, dan sangat kurang
argumentasi, dikumpulkan dengan metode positif.
wawancara dan angket, dan (3) data Data tentang hasil belajar
tentang hasil belajar menulis argumentasi menulis argumentasi dianalisis secara
dikumpulkan dengan metode penugasan deskriptif kuantitatif yaitu tulisan yang
menulis argumentasi. Penerapan masing- dihasilkan siswa diberi skor dengan
masing metode akan dibantu dengan menggunakan panduan model “Profil
instrumen masing-masing. Semua data Penilaian Karya Tulis” yang diadaptasi dari

Jurnal Pendidikan Indonesia | 122


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

“ESL Composition Profile” (Jacobs dkk., tidak menjorok kedalam dan rata pinggir
1981),baik dari segi isi tulisan yaitu kanan dan kiri. Ada kalimat yang dibuat
kelengkapan unsur-unsur objek yang harus tidak dimulai dengan huruf besar dan
diargumentasikan maupun organisasi tulisan diakhiri dengan tanda titik.
yaitu sistematika atau keruntutan penjelasan Hasil tentang respon siswa
objek. Dengan mengacu pada profil ini, skor diperoleh adalah sebagai berikut. Hampir
maksimal yang bisa dicapai siswa adalah semua siswa yaitu 95% dari jumlah siswa
100 (60 dari komponen isi, dan 40 dari dan merespon positif pelaksanaan
komponen organisasi). pembelajaran ini. Mereka merespon positif
karena merasa terbantu dan menjadi lebih
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN mudah dalam menghasilkan tulisan. Melalui
Diperlukan dua siklus untuk dapat kegiatan pencermatan gambar untuk melihat
mencapai hasil penelitian ini. Pada keunggulan yang dipilih sebagai bahan
siklus 1 media gambar yang digunakan alasan atau argumentasi yang diungkap
adalah hadiah yang berupa tas sekolah dalam bentuk kalimat, sehingga dalam
yakni pilih tas ransel dan tas selempang menulis menjadikan paragraf tinggal
yang memakai tali. Tampak pembelajaran menyusun dan menghubungkan saja satu
berpusat pada siswa baik saat diskusi kalimat dengan kalimat lainnya. Adanya
kelompok maupun saat diskusi antar kegiatan diskusi kelompok mereka merasa
kelompok. Interaksi terjadi multi arah yakni terbantu dalam menemukan ide lebih
dari siswa dengan siswa dalam diskusi lengkap sebagai bahan argumentasi dan
kelompok dan antar kelompok juga terjadi mereka menjadi lebih yakin lagi atas
interaksi antar siswa dan siswa juga kepada temuannya melalui diskusi antar kelompok
guru sebagai pemandu jalannya diskusi melalui penyajian hasil di depan kelas. Ada
secara klasikal saat diskusi antar kelompok beberapa siswa mengalami kesulitan sedikit
yakni penyajian hasil diskusi kelompok. terutama dalam menghubungkan kalimat
Hasil pembelajaran menulis yakni menggunakan piranti penghubung
argumentasi skor rata-rata yang diperoleh yang tepat ketika merangkai kalimat yang
pada siklus 1 ini adalah 75 tergolong baik. ada menjadikan paragraf argumentasi yang
Sejumlah 4 siswa (13%) memperoleh nilai padu. Ini terjadi jika urutan ide alasan tidak
berkategori sangat baik, sejumlah 19 siswa ditata secara beraturan.
(63%) memperoleh nilai berkategori baik, Setelah melalui refleksi siklus 1
dan 7 siswa (24%) memperoleh nilai dengan perubahan dan perbaikan terhadap
berkategori cukup. Hasil ini yakni penerapan kelemahan yang ada pada siklus 1.
pembelajaran menulis argumentasi Pembelajaran menulis argumentasi pada
berdasarkan pendekatan konteks dan siklus 2 bermediakan gambar sepeda
proses bermediakan gambar telah sebagai hadiah yang harus dipilih siswa
menampakkan peningkatan hasil yang lebih yaitu sepeda gunung dan sepeda ontel yang
baik dibandingkan dengan skor rata-rata antik dan unik. Hampir semua siswa aktif
yang diperoleh saat refleksi awal yang terlibat dalam diskusi untuk berusaha
hanya pada kategori cukup. Kelemahan menemukan ide keunggulan atau kelebihan
tulisan yang masih tampak adalah hanya benda yang menjadi pilihannya. Tampak
dari segi bentuk paragraf. Memulai paragraf ketua kelompok aktif mencatat temuan idea

Jurnal Pendidikan Indonesia | 123


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

atau pemikiran anggotanya. Demikian bersama teman menjadi lebih mudah


halnya saat diskusi antar kelompok yakni menemukan hal yang dianggap menarik
saat penyajian hasil salah satu kelompok untuk dijadikan alasan dalam menulis
yang dianggap terbaik hasil kerjanya ke argumentasi. Tambah lebih yakin lagi
depan kelas. Semua siswa tampak antusias dengan adanya teman yang tampil ke depan
untuk berpendapat tanpa keraguan, bahkan kelas sebagai wakil kelompok yang
berebutan sehingga terkesan agak rebut. membantu untuk menemukan alasan dan
Sehingga dalam diskusi antar kelompok ini mengurut alasan yang akan dibuat dalam
pelaksana tindakan tidak lagi melakukan tulisan. Mereka terasa terbantu dan lebih
upaya pemancingan justru tinggal mudah ketika merangkainya menjadi
mengendalikan agar diskusi berjalan sebuah paragraf argumentasi. Dengan
dengan tertib dan agar tidak terkesan rebut. demikian dapatlah ditegaskan bahwa siswa
Hasil evaluasi terhadap tulisan merespon positif cara pembelajaran menulis
paragraf argumentasi yang dikerjakan siswa argumentasi yang telah diterapkan.
pada siklus 2 diperoleh hasil sebagai Melalui refleksi atas hasil observasi,
berikut. Nilai rata-rata kelas sebesar 83,5 skor yang dicapai dalam menulis
berkategori baik. Siswa yang memperoleh argumentasi, dan hasil wawancara serta
nilai sangat baik sejumlah 16 siswa (53%), angket, dapatlah disimpulkan bahwa
sedangkan siswa yang memperoleh nilai pembelajaran menulis berdasarkan
berkategori baik sejumlah 14 siswa (47%), pendekatan konteks dan proses
dan tidak ada siswa yang memperoleh nilai bermediakan gambar dapat meningkatkan
berkategori cukup. Jadi semua siswa telah kualitas proses dan hasil belajar menulis
mencapai target KKM yang ditargetkan argumentasi siswa sekolah dasar kelas V
sekolah yakni nilai sebesar 70. Perolehan Laboratorium Undiksha.
nilai rata-rata pada siklus II sebesar 83,5 ini Meningkatkan mutu pembelajaran
telah mengalami peningkatan dibandingkan merupakan tujuan dilaksanakan
dengan nilai rata-rata yang dperoleh pada pembelajaran untuk mencapai tujuan
siklus I yakni 75. Kesalahan yang dilakukan pembelajaran secara maksimal. Indikator
siswa pada siklus I tidak tampak lagi pada mutu pembelajaran dapat dilihat dari segi
siklus II ini. proses aktivitas pembelajaran dan dari segi
Siswa sangat antusia dan merespon hasil yang dicapai dalam pembelajaran.
positif perhadap pelaksanaan Gambaran akan lebih lengkap lagi dari
pembealajaran Hal ini tampak dari hasil pelaksanaan pembelajaran tersebut kalau
angket dan wawancara adalah sebagai dilengkapi dengan diketahuinya respon
berikut. Semua siswa (100%) memberikan siswa terhadap pembelajaran yang
respon positif terhadap penerapan dilaksanakan. Untuk itu, penelitian terhadap
pembelajaran ini. Adapun alasannya adalah masalah tersebut dalam penelitian ini akan
sebagai berikut. Mereka merasa senang memberikan sumbangan yang bermanfaat
karena dapat melihat dalam gambar dengan bagi pelaksaan suatu pembelajaran.
jelas hadiah yang akan diberikan untuk Berdasarkan hasil penelitian
dipilih dan hadiahnya bagus-bagus yang ditemukan bahwa penerapan pembelajaran
memang disukainya yakni baik berupa tas menulis argumentasi berdasarkan
sekolah maupun sepeda. Dengan diskusi pendekatan konteks dan proses

Jurnal Pendidikan Indonesia | 124


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

bermediakan gambar dapat meningkatkan dibimbing melalui tahapan proses menulis


hasil belajar menulis argumentasi siswa SD yakni mulai dari tahap perencanaan atau
Lab. Undiksha. Hal ini sudah tentu bisa pramenulis, tahap penuangan dan tahap
terjadi. Pada jenjang sekolah dasar saat peninjauan. Lebih lanjut, siswa dituntut aktif
pembelajaran menulis wacana menjalani proses ini dengan harapan
diperkenalkan, pendekatan konteks sangat mereka dapat menghasilkan tulisan yang
cocok dan tepat diterapkan. Dikatakan baik. Pada tahap perencanaan melalui
demikan karena pada jenjang ini, siswa diskusi kelompok siswa berusaha bertukar
belum bisa diajak berbicara banyak tentang pendapat menemukan ide gagasan yang
teori menulis. Pemaksaan memperkenalkan dapat digunakan sebagai alasan atau
istilah-istilah teknis dalam menulis justru argumentasi. Melalui pejajian hasil kelompok
akan semakin membingungkan dan diskusi antar kelompok menuntut siswa
siswa(Sutama, 2010). Sebaliknya, dengan untuk aktif baik dalam penambahan ataupun
hanya memberikan konteks menulis, pengurangan ide serta penataan ide yang
terutama tujuan menulis, seperti akan digunakan sebagai bahan menulis
menceritakan, membedakan atau member argumentasi. Dengan penerapan kedua
pendapat tentang sesuatu, siswa pada pendekatan yakni pendekatan konteks dan
jenjang ini akan dapat memproduksi tulisan pendekatan proses hasil pembelajaran
dengan pola yang sesuai. Leki dkk(2008) dapat ditingkankan juga ativitas siswa dalam
menyatakan, ”In supprtive,meaning-oriented belajar dapat ditingkatkan. Dengan mikian
writing contexts, beginning L2 writers mutu pembelajaran menulis argumentasi
brought with them and were able to draw dapat ditingkatkan. Hasil penelitian sejenis
upon a variety of resources and strategies to juga mengungkapkan bahwa pembelajaran
succesfully create expresive texts that kontekstual melalui mengobservasi objek
communicated meaning.” Di sisi lain otentik dapat meningkatkan mutu
penerapan pendekatan proses pembelajaran menulis (Wendra,2009).
pembelajaran menulis terdiri atas beberapa Hasil penelitian juga
tahap, yaitu: tahap perencanaan,tahap menunjukkan bahwa siswa merespon positif
penuangan, dan tahap peninjauan. Aktivitas terhadap pembelajaran menulis argumentasi
pramenulis, berdiskusi di dalam kelompok yang telah diterapkan. Hal ini tentu saja bisa
menulis, dan mencoba-coba menulis akan terjadi karena dengan pendekatan proses
membantu mengembangkan kelancaran siswa tidak dijejali dengan teori-teori menulis
menulis, sekaligus mengatasi kemacetan yang membosankan anak tingkat SD,
dalam menulis yang diakibatkan oleh sedangkan pendekatan proses mengajak
keterbatasan memori(Myers dalam siswa mengalami langsung dalam dalam
Sutama,2010). menulis melalui diskusi dengan temannya.
Hasil penelitian juga menunjukkan Sehingga siswa menjadi senang dalam
bahwa pembelajaran menulis argumentasi belajar karena tanpa banyak beban dan
berdasarkan pendekatan konteks dan tekanan. Lebih-lebih dibantu dengan media
proses bermediakan gambar dapat gambar yang dekat dengan kehidupan
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar siswa dan disukai siswa. Menurut
menulis. Penerapan pendekatan ini dalam Piaget(dalam Santyasa dan Sukadi,2008),
pembelajaran menulis adalah siswa dibantu usia SD yang masih berada pada tahapan

Jurnal Pendidikan Indonesia | 125


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

operasi konkret sangat memerlukan objek- argumentasi siswa kelas Vb Lab. Undiksha.
objek konkret sebagai pijakan untuk Hasil rata-rata pembelajaran menulis
memandu belajarnya. Terkait dengan sebelumnya terbatas pada kategori cukup,
pembelajaran dengan media gambar setelah diterapkan pembelajaran hasil rata-
Wright(1992) mengatakan bahwa gambar rata pembelajaran menulis siswa mencapai
dapat memainkan sejumlah peran: (1) kategori baik.
Gambar dapat memotivasi murid dan Siswa merespon secara positif
menarik perhatian mereka. (2) Gambar terhadap penerapan pembelajaran menulis
dapat memberikan konteks penggunaan argumentasi berdasarkan pendekatan
bahasa dan membawa dunia nyata ke konteks dan proses bermediakan gambar
dalam kelas. (3) Gambar dapat bercerita karena siswa merasa menjadi lebih mudah
sebagaimana adanya, diinterpretasikan, dalam menulis dengan adanya penemuan
atau dikomentari secara subjektif. (4) ide yang akan digunakan sebagai dasar
Gambar dapat memberikan isyarat tentang berargumentasi sehingga tinggal merangkai
jawaban suatu pertanyaan. (5) Gambar menjadi tulisan argumentative. Hal ini
dapat memberi stimulus dan informasi untuk menyebabkan pembelajaran menulis
diacu dalam bercakap-cakap, berdiskusi dan dirasakan lebih menyenangkan dan lebih
bercerita. Dengan demikian jelaslah bahwa mudah.
pembelaran menulis argumentasi sangat Berdasarkan simpulan di atas, dapat
efektif dengan penyampaian materi dengan disampaikan saran-saran berikut.
bermediakan gambar sehingga siswa Guru pengajar bahasa Indonesia di
merespon secara positif. SD hendaknya menerapkan hasil penelitian
ini dalam pembelajaran menulis dengan
PENUTUP kemungkinan disesuaikan karakteristik
Berdasarkan uraian di atas dapat khusus kelas yang dihadapi. Guru dalam
ditarik simpulan sebagai berikut. Penerapan memilih topic sebagai bahan yang hendak
pembelajaran menulis argumentasi ditulis hendaknya dipilih bersama siswa,
berdasarkan pendekatan konteks dan yaitu sesuatu yang dekat dengan kehidupan
proses bermediakan gambar dapat siswa dan disukai siswa dengan tetap
meningkatkan aktivitas siswa kelas Vb Lab. mempertimbangkan tema yang sedang
Undiksha dalam belajar menulis dikembangkan dalam kurikulum. Peneliti-
argumentasi. Pembelajaran yang peneliti lain hendaknya dapat melakukan
sebelumnya berpusat pada guru yang lebih penelitian lanjutan di dalam pembelajaran
banyak aktif, setelah penerapan menulis jenis lain, namun pada tingkat kelas
pembelajaran menulis argumentasi atau jenjang yang berbeda
berdasarkan pendekatan konteks dan
proses bermediakan gambar, pembelajaran DAFTAR RUJUKAN
jadiberpusat pada siswa dan aktivitas siswa Balitbang, Depdiknas. (2002). Kurikulum
dalam belajar dapat ditingkatkan. Berbasis kompetensi: Kebijakan
Penerapan pembelajaran menulis Umum Pendidikan Dasar dan
Menengah Retorika Suatu
argumentasi berdasarkan pendekatan
Pendekatan Terpadu. Jakarta:
konteks dan proses bermediakan gambar Depdiknas.
dapat meningkatkan hasil menulis

Jurnal Pendidikan Indonesia | 126


ISSN: 2303-288X Vol. 1, No. 2, Oktober 2012

Bormann, Ernest.G. 1991.. Jakarta: Tetap dalam Bidang Imu Pendidikan


Erlangga. Bahasa Indonesia”(tidak diterbitkan)
Cohen, Moshe and Riel, Margaret. (1989). Sutama, Made.(1998). Pemaduan
The Effect of Distant Audiences on Pendekatan Konteks, Proses, dan
Student Writing. American Pola dalam Meningkatkan mutu
Educational Research Journal, 26 (2): Pembelajaran Menulis.(Laporan
143. Penelitian).
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Toulmin,S. Rieke R. and Janik A. 1979. An
Menengah. (2002). Pendekatan Introduction to Reasoning. New York:
Kontekstual (Contextual Teaching Macmillan Publishing Co.
Learning). Jakarta:Depdikdasmen. Winch, Gordon et al.2006. Literacy:
Dunkin, Michaell J. dan Bruce,J. Biddle. Reading,Writing,and Children
(1974). The Study of Teaching. New Literature. Oxford: Oxford University
York: Holt Rinehart and Winston, Inc. Press.
Gijselaers, W.H. (1996). Connecting Wright,Raumond E. and
Problem Based Learning With Rosenberg,seldom.1993.”Knowledge
Educational Theory, New Direction for of Text Coherence and Expository
Teaching and Learning, 60, 13 – 21. Writing: A Developmental
Keraf, Gorys. 2004. Argumentasi dan Study.”Journal of Educational
Narasi. Jakarta:PT. Gramedia Psychology, 1(85):152-158.
Pustaka Utama. Weir, Cyril J. 1990. Communicative
Leki,llona,Cumming,Alister,and Language Testing. New York:
Silva,Tony.2008. A Synthesis of Prentice Hall.
Research on Second Language Wendra, I. Wayan. 2009.Pembelajaran
Writing in English. New York: Kontekstual Melalui Mengobservasi
Routledge. Objek Otentik untuk Meningkatkan
Read, John A.S. (1991). “The Validity of Mutu Pembelajaran Menulis Deskripsi
Writing Test Tasks”. In Anivam, Siswa SMPN4 Singaraja.”Jurnal
Sarinee. Current Development in IKA(Ikatan Keluarga Alumni)
Language Testing. Singapore: Undiksha.” Vol 7 No.1 Februari
SEAMEO RELC. hal.31-34.
Raimes,Ann.1991. Out of the Words:
Emerging Traditions in the Teaching
of Writing, TESOL Quarterly, 25
(23):407-429.
Sudarsono, F.X. (1996/1997). Pedoman
Pelaksanaan Penelitian Tindakan
Kelas: Rencana, Desain dan
Implementasi. Jakarta: Dirjen Dikti
Depdikbud.
Slamet. (2003). Pelaksanaan Pembelajaran
Bahasa dan Sastra Indonesia dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi(KBK)
pada Uji Coba di SMU Negeri 4
Denpasar. IKIP Negeri Singaraja
Program Pasca Sarjana(Tesis).
Sutama,Made. 2010. Pembelajaran Menulis
yang Memudahkan.”Orasi
Pengenalan Jabatan Guru Besar

Jurnal Pendidikan Indonesia | 127

Anda mungkin juga menyukai