Anda di halaman 1dari 12

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN KELUARGA

Disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga

Dosen Pengampu:
Dra. Titin Indah Pratiwi, M.Pd.
Wiryo Nuryono, S.Pd., M.Pd.

Anggota Kelompok 3 BK 2018A:


Amalia Herdianti Ardani (18010014021)
Nabila Hamzati (18010014043)
Syamsul Muhammad I. R. (18010014053)
Anisa Dwi Pratanti (18010014065)
Nely Mazidah Isna (18010014087)

PROGRAM STUDI S1 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Bimbingan dan Konseling Keluagra
mengenai “Latar Belakang Kehidupan Keluarga” ini. Kami telah berusaha menyusun
makalah ini dengan sebaik mungkin dengan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat
melancarkan penyusunan makalah ini. Untuk itu, kami sampaikan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, baik
dari segi isi materi, maupun segi tata bahasa. Oleh karena itu, dengan lapang dada dan hati
yang terbuka, kami menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah yang disusun dalam rangka memenuhi
tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
pembaca sekalian.

Surabaya, 13 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Degradasi Nilai......................................................................................................................3
B. Kondisi Keluarga Modern.....................................................................................................4
C. Krisis Keluarga......................................................................................................................4
D. Upaya Mengatasi Krisis Keluarga.........................................................................................5
BAB III PENUTUP....................................................................................................................8
A. Kesimpulan............................................................................................................................9
B. Saran......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Setiap
orang memulai kehidupan pertamanya di dalam keluarga. Keluarga merupakan suatu unit
yang sangat erat yang terdiri dari ayah, ibu, maupun anak. Keluarga menjadi fondasi dan
investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan bermasyarakat secara
luas menjadi lebih baik (Zahrok & Suarmini, 2018). Hal ini karena di dalam keluarga
proses menanamkan nilai dan norma sosial jauh lebih efektif dilakukan. Peran aktif
keluarga terutama orang tua.
Menurut (Peraturan Pemerintah, 1994) Nomor 21 terdapat 8 fungsi keluarga, yaitu
fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta dan kasih sayang, fungsi sosialisasi
dan pendidikan, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, serta fungsi
pembinaan lingkungan. Dewasa ini, perkembangan zaman dengan majunya sektor
teknologi dan industri turut mempengaruhi perubahan dalam keluarga. Keluarga masa kini
berbeda dengan keluarga pada zaman dahulu. Keluarga zaman dahulu belum terpengaruh
pengganti tenaga manusia maupun pengaruh arus globalisasi. Sehingga masing-masing
anggota keluarga saling membutuhkan dan memiliki peran penting dalam berjalannya
kehidupan keluarga. Sedangkan keluarga masa kini banyak mengalami pergeseran peran
dan hilangnya fungsi serta arti keluarga. Misalnya, fungsi pendidikan pada keluarga lebih
banyak diserahkan pada lembaga pendidikan seperti sekolah, fungsi sosialisasi dalam
keluarga berkurang karena kesibukan masing-masing anggota keluarga, dan sebagainya.
Dengan berkurangnya fungsi keluarga masa kini sehingga menimbulkan
permasalahan yang terjadi pada keluarga, maka pelayanan Bimbingan dan Konseling
Keluarga diharapkan dapat menjadi salah satu cara dalam membantu mengatasi krisis yang
terjadi pada suatu keluarga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan degradasi nilai yang memengaruhi kehidupan keluarga?
2. Bagaimana kondisi keluarga modern saat ini?
3. Bagaimana krisis yang sering terjadi dalam keluarga?
4. Apa saja upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis keluarga?

1
C. Tujuan
1. Mendeskripsikan dan memahami degradasi nilai yang berpengaruh pada kehidupan
keluarga.
2. Memahami kondisi yang terdapat di keluarga modern saat ini.
3. Mengetahui berbagai macam krisis yang seringkali terjadi di dalam keluarga.
4. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi krisis keluarga.
5. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling Keluarga.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Degradasi Nilai
Secara etimologis, degradasi diartikan sebagai penurunan atau kemerosotan.
Sedangkan nilai adalah suatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut
keyakinan seseorang ataupun sekelompok orang (Sukardi, 2017). Nilai-nilai yang baik,
mampu menjadikan orang lebih baik, hidup lebih baik, dan memperlakukan orang lain
secara baik pula. Dan apabila dorongan tersebut tidak ditanggapi positif, maka seseorang
akan kurang bernilai bahkan kurang bahagia sebagai manusia. Secara umum degradasi
nilai atau moral diartikan sebagai penurunan atau kelonggaran nilai maupun moral
(Purwaningsih, 2012). Degradasi mengandung arti penurunan derajat, pangkat bahkan
kedudukan. Degradasi adalah perubahan yang mengarah kepada pengabaian nilai-nilai
moral yang berakibat menurunnya kualitas moral.
Adapun pengertian moral secara leksikal berarti “susila adat istiadat batin”. Menurut
Abuddin Nata, moral adalah suatu istilah yang banyak digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan yang secara layak
dapat dikatakan benar, salah mauoun baik atau buruk. Berdasarkan kutipan di atas dapat
dipahami bahwa degradasi nilai atau moral adalah penurunan kualitas nilai dan moral,
melemahnya komitmen menjalankan nilai-nilai moral sebagai acuan berperilaku dalam
batasan baik dan buruk. Dengan demikian degradasi moral merupakan istilah bagi
penurunan kualitas moral dengan standar penilaian baik atau buruk, benar atau salah
dalam kehidupan sehari-hari. Degradasi moral merujuk kepada pergeseran batas
kesopanan dan moralitas, sehingga terjadi perubahan cara pandang dalam menilai
perilaku, dari yang dulunya tidak layak menjadi layak, dan dari yang tidak baik akhirnya
menjadi baik.
Pudarnya nilai-nilai spiritual dianggap sebagai bentuk mendasar dari degradasi moral,
yang kemudian memicu terjadinya krisis moral akibat pengabaian ajaran agama sebagai
basic terbentuknya moral. Degradasi moral juga menampakkan wujudnya dalam bentuk
negatif karena telah kehilangan hati nurani, sehingga perilaku yang timbul tidak lagi
mendengarkan suara batinnya sendiri. Degradasi moral menggambarkan penyimpangan
perilaku yang berbentuk seperti kebut-kebutan di jalan, perilaku ugal-ugalan, perkelahian
antar geng, membolos sekolah, kriminalitas anak remaja, berpesta sambil mabuk-
mabukan, pemerkosaan, kecanduan narkotika, hingga perjudian. Hal tersebut terjadi
3
karena hilangnya kendali perilaku, sehingga tidak lagi mempertimbangkan manfaat
beserta dampaknya bagi dirinya sendiri dan lingkungan.
Degradasi moral disebabkan oleh berbagai faktor yang menjadi pemicunya. Dalam
perspektif psikologi keluarga, penyimpangan perilaku anak muncul akibat kegagalan
keluarga menjalankan fungsinya secara normal, seperti fungsi edukatif, religius dan
perlindungan (Muthohar, 2016). Kegagalan keluarga dalam menjalankan fungsinya
sebagai lingkungan religius menyebabkan lemahnya pondasi moral bagi anak-anak.
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak, sehingga dapat
dikemukakan bahwa penyebab degradasi moral adalah kekosongan (vacuum) moral di
dalam perkembangan hidup anak akibat kegagalan keluarga menjalankan fungsinya
dengan baik. Keluarga yang tidak utuh (broken home) menjadi pemicu anak atau remaja
mengalami penyimpangan perilaku, seperti kenakalan dan tawuran di kalangan remaja

B. Kondisi Keluarga Modern


Menurut Sofyan (dalam Azzagaf, 2017), keluarga modern adalah keluarga yang
memiliki ciri utama kemajuan serta perkembangan di bidang pendidikan, ekonomi dan
pergaulan. Kebanyakan keluarga modern berada di kota-kota. Terdapat juga keluarga
modern yang tinggal di pedesaan, namun jarang berinteraksi dengan masyarakat pedesaan.
Salah satu ciri dari keluarga modern adalah mahalnya kehadiran di tengah keluarga
(Sarwono, 2017). Setiap anggota keluarga memiliki kesibukan masing-masing di luar
rumah. Karena kesibukan tersebut, peran keluarga dalam mendidik juga telah beralih
hampir sepenuhnya kepada lembaga atau sekolah tempat anak-anak mereka belajar.
Teknologi juga sangat berpengaruh terhadap keadaan keluarga saat ini. Kita ketahui
banyak anggota keluarga yang secara fisik berkumpul di rumah, tetapi mereka sibuk
dengan dunia maya masing-masing melalui WhatsApp, Instagram, TikTok, dan berbagai
media sosial lain.

C. Krisis Keluarga
Krisis keluarga berarti kehidupan dalam keluarga sedang kacau, tidak teratur atau
tidak terarah, orang tua kehilangan wibawa untuk mengendalikan kehidupan anak-anaknya
terutama saat sang anak sudah mulai beranjak remaja sehingga mereka berani melawan
orang tua, dan terjadi pertengkaran (Willis Sofyan, 2009). Atau dengan kata lain krisis
keluarga merupakan kondisi yang labil dalam keluaga di mana komunikasi tidak berjalan
dengan baik. Sedangkan menurut (Siswanto, 2007), krisis keluarga adalah kekacauan
4
yang terjadi antara anggota keluarga dengan komunikasi, bahasa tubuh, serangan fisik
maupun psikologis yang menyebabkan ketegangan, perilaku saling diam, permusuhan
hingga apabila terjadi berkepanjangan maka bukan tidak mungkin akan menimbulkan
perceraian.
Menurut (Rangkuti, 2016) terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya
krisi dalam keluarga, yaitu:
1. Kurangnya komunikasi di antara anggota keluarga terutama orangtua. Dalam keluarga
yang tergolong memiliki kesibukan masing-masing, dimana ayah dan ibu keduanya
bekerja dari pagi hingga sore hari. Mereka tidak memiliki cukup waktu berkualitas
untuk bersama dengan keluarga, sehingga mengakibatkan putus atau kurangnya
komunikasi di antara anggota keluarga.
2. Sikap egois atau mementingkan diri sendiri yang berujung pada pertengkaran terus
menerus. Contoh, ayah tidak mau ketika diminta bergantian mengurus sang anak dan
lebih memilih mengerjakan hobinya.
3. Masalah ekonomi. Dalam hal ini, terdapat dua jenis penyebab krisis keluarga, yaitu
kemiskinan dan gaya hidup. Kemiskinan berdampak pada kehidupan berkeluarga.
Apabila kondisi emosional istri dan suami tidak dewasa maka rentan menimbulkan
pertengkaran sebab istri banyak menuntut hal-hal di luar kebutuhan pokok.
Berbeda dengan keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah, maka keluarga kaya
akan mengembangkan gaya hidup yang serba mewah. Namun, apabila antara suami
dan istri saling bertentangan atau tidak sejalan mengenai gaya hidup dalam keluarga
maka dapat menimbulkan pertengkaran.
4. Kesibukan masing-masing anggota keluarga.
5. Keharmonisan antara suami istri yang tidak dirawat sehingga bukan tidak mungkin
menyebabkan perselingkuhan.
6. Jauh dari agama juga menjadi salah satu faktor penyebab krisis keluarga karena agama
mengajarkan manusia untuk berbuat baik dan menghindari berbuat keji.
7. Ketidak berfungsian sistem dan peran masing-masing anggota keluarga seperti
hilangnya kewibawaan suami/ayah dalam memimpin keluarga, peraturan dalam
keluarga yang tidak ditaati oleh anggota keluarga.

D. Upaya Mengatasi Krisis Keluarga


Krisis dalam keluarga dapat di atasi dengan beberapa cara, sebagai berikut :
1. Memberikan sebuah dukungan social
5
Dukungan social dapat diberikan dalam membantu sebuah keluarga yang mengalami
krisis di dalam keluarganya, seperti mengalami kejadian di tinggalkan oleh salah satu
anggota keluarga atau karena perselingkuhan yang terjadi di dalam sebuah keluarga
(Afiatin, 1997).
Dengan memberikan sebuah dukungan social dapat membantu seseorang untuk terus
bangkit dalam mengatasi permasalahan, bahwa seseorang akan merasakan mempunyai
dukungan dari orang lain yang masih peduli dengan kehidupannya.
2. Melakukan konsultasi melalui Konseling Perkawinan
Melakukan pertemuan dengan konselor/psikolog yang dapat memberikan bantuan
terhadap permasalahan mengenai krisis keluarga. Yang nantinya akan melakukan
sebuah konseling perkawinan dalam membantu menyelesaikan masalah keluarga.
Dengan dating kepada orang yang ahli mengenai permasalahan tersebut, menjadi
sebuah upaya yang tepat untuk menyelesaikan atau mengatasi krisis keluarga (Afiatin,
1997).
Bentuk Konseling Perkawinan:
a) Bimbingan mengenai perencanaan perkawinan dan bina kehidupan perkawinan
(Primarital counseling)
b) Memberikan bantuan dan solusi untuk menjalin hidup Bersama yang lebih baik
(predivorce counseling)
c) Menekankan bantuan pada penyesuaian diri individu untuk hidup sendiri setelah
mengalami perceraian (postdivorce counseling)
d) Menenkankan pentingnya membina kehidupan perkawianan dan keluarga (General
family counseling)
3. Memberikan Psikoedukasi dengan menggunakan model Family strength
Terdapat 6 aspek model family streght adalah commitment, appreciation and affection,
enjoyable time together, positive communication, spiritual well-being, dan ability to
manage stress and crises (Pertiwi & Syakarofath, 2020).
Psikoedukasi menggunakan model family strength dapat membantu dalam memahami
aspek keluarga tangguh, mengidentifikasi aspek kekuatan yang dimiliki keluarga, dan
merumuskan rencana aksi yang sesuai dengan situasi keluarga.
4. Peran Tokoh masyarakat
Peran tokoh masyarakat dalam pengendalian social untuk membantu mengatasi krisis
keluarga anatara lain: mendamaikan perselisihan, memberikan nasehat kepada warga
yang telah/akan melakukan penyimpangan, dan sebagainya (Astuti, 2019).
6
Dengan mendapatkan nasihat dari tokoh masyarakat yang disegani di lingkungan
setempat menjadi salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan
dalam keluarga, dengan mengarahkan keluarga untuk berada dalam jalan yang benar
dan tidak menyimpang terhadap norma yang berlaku di masyarakat.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan mengenai “Latar Belakang Kehidupan Keluarga” di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan zaman di era globalisasi selain
memudahkan kehidupan namun juga menimbulkan berbagai perubahan bahkan krisis di
lingkungan kelurga. Salah satunya yaitu adanya degradasi nilai yaitu penurunan kualitas
nilai dan moral dalam keluarga, melemahnya komitmen menjalankan nilai-nilai moral
keluarga sebagai acuan berperilaku dalam batasan baik dan buruk.
Perkembangan zaman juga berdampak pada kondisi keluarga modern yaitu minimnya
kehadiran di tengah keluarga karena kesibukan masing-masing anggota keluarga di luar
rumah. Peran keluarga dalam mendidik juga beralih hampir sepenuhnya kepada lembaga
atau sekolah tempat anak-anak mereka belajar. Sehingga anak-anak tidak mendapatkan
kasih sayang dan pendidikan nilai moral yang cukup dari keluarga. Maka dari itu
diperlukan berbagai upaya bimbingan dan konseling keluarga untuk mengatasi krisis
keluarga.

B. Saran
Melalui makalah ini, penyusun menyarankan kepada pembaca terutama mahasiswa
sebagai calon konselor sebaiknya mulai mempelajari dan memahami mengenai bagaimana
“Latar Belakang Kehidupan Keluarga” terutama latar belakang kehidupan keluarga masa
kini yang penuh dengan tantangan karena terpengaruh arus globalisasi sehingga
menimbulkan krisis dalam keluarga yang perlu diatasi dengan Bimbingan dan Konseling
Keluarga.

8
DAFTAR PUSTAKA

Afiatin, T. (1997). Pendekatan Psikologi Komunitas dalam Prevensi Krisis Keluarga.


Psikologika: Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Psikologi, 2(4), 37–42.
Astuti, N. M. (2019). Faktor Media dalam Krisis Keluarga dan Peran Tokoh Masyarakat
dalam Mengatasinya (Studi Di Kecamatan Air Periukan Kabupaten Seluma). IAIN
BENGKULU.
Azzagaf, S. I. (2017). Perubahan Nilai sipammasē-masē dalam Sistem Kekeluargaan Suku
Bugis di Kelurahan Segeri Kecamatan Segeri Kabupaten Pangkep. Univeritas Islam
Negeri Alauddin Makassar.
Muthohar, S. (2016). Antisipasi Degradasi Moral di Era Global. Nadwa, 7(2), 321–334.
Pemerintah, P. (1994). No. 21 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Pertiwi, R. E., & Syakarofath, N. A. (2020). Family Strength Model dalam Upaya
Meningkatkan Ketangguhan Keluarga di Situasi Krisis. Altruis: Journal of Community
Services, 1(2), 91–98.
Purwaningsih, E. (2012). Keluarga dalam Mewujudkan Pendidikan Nilai sebagai Upaya
Mengatasi Degradasi Nilai Moral. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan Humaniora, 1(1).
Rangkuti, S. A. (2016). Krisis keluarga di Desa Salambue Kecamatan Padangsidmpuan
Tenggara (Studi Kasus pada Dua Keluarga). IAIN Padangsidimpuan.
Sarwono, R. B. (2017). Mengendalikan Kegaduhan Sosial “Klithih” dengan Ketahanan
Keluarga. Proceeding Seminar Dan Lokakarya Nasional Bimbingan Dan Konseling
2017, 190–201.
Siswanto, S. (2007). Kesehatan Mental: Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya.
Yogyakarta: Andi Offset.
Sukardi, R. (2017). Pendidikan Nilai; Mengatasi Degradasi Moral Keluarga. Prosiding
Seminar Nasional Pendidikan FKIP, 1(2).
Willis Sofyan, S. (2009). Konseling Keluarga (Family Counseling) Suatu Upaya Anggota
Keluarga Memecahkan Masalah Komunikasi di dalam Sistem Keluarga. Bandung:
Alfabeta.
Zahrok, S., & Suarmini, N. W. (2018). Peran Perempuan dalam Keluarga. IPTEK Journal of
Proceedings Series, (5), 61–65.

Anda mungkin juga menyukai