Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI


“SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA”

NAMA KELOMPOK 1

1. AHMAD HARIYANTO
2. MUSMULIADI
3. KURNIAWAN

DOSEN PENGAMPU :
M. ZAINUL HAFIZI S.Pd., M.Pd

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN ASPIRASI
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT ysng telsh melimpahkan rahmat-NYA,
sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah sejarah korupsi di Indonesia yang
diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, kritik san saran
dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang
telah disusun ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Akhir kata kami sampaikan terimakasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing
mata kuliah dan kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam pembuatan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridahi usaha kita semua.

Selong, 1 Maret 2023

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB I ......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Makalah ....................................................................................................... 4

1.3 Tujuan Makalah........................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 6

1. PENGERTIAN KORUPSI ............................................................................................. 6

2. SEJARAH KORUPSI INDONESIA .............................................................................. 6

3. FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA .................................................................. 10

4. PERMASALAHAN DASAR KORUPSI DI INDONESIA ......................................... 10

BAB III .................................................................................................................................... 13

PENUTUP................................................................................................................................ 13

KESIMPULAN ........................................................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi merupakan masalah serius yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia.
Masih banyak orang yang sadar bahwa korupsi itu merupakan tindakan menyimpang. Oleh
karena itu, orang-orang tersebut harus dibekali dengan ilmu dan nilai-nilai yang baik agar
terhindar dari tindakan menyimpang. Sebagai bangsa Indonesia, nilai-nilai yang baik tersebut
berasal dari 5 sila Pancasila. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia yang menjadi
panutan setiap bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebenarnya adalah bangsa Indonesia
yang tidak hanya memahami nilai-nilai dari Pancasila, namun dapat
mengimplementasikannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Sebesar apapun masalah yang
menimpa tanah ibu pertiwi ini, haruslah dihadapi dengan rasa kesatuan dan persatuan agar
bangsa ini tidak terpecah belah dan menjadi bangsa yang satu. Nilai-nilai Pancasila haruslah
dipegang teguh oleh setiap bangsa Indonesia. Layaknya kitab suci, nilai-nilai tersebut jika
dimaknai dengan baik akan menuntun kita ke dalam hal-hal yang baik, ke dalam kemajuan
bangsa Indonesia. Benar adanya bahwa korupsi terjadi karena pemahaman kita mengenai
Pancasila masih kurang. Kebanyakan dari kita hanya mengetahui sila-sila dari Pancasila.
Namun dalam memaknainya masih kurang sehingga masih banyak pelanggaran-pelanggaran
dan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di negeri ini.Banyaknya masyarakat biasa
maupun tokoh-tokoh masyarakat Indonesia yang korupsi, memperlihatkan bahwa nilai-nilai
dari Pancasila tidak tertanam dengan baik di dalam diri bangsa Indonesia. Nilai-nilai
Pancasila yang merupakan jati diri dari bangsa Indonesia sepertinya harus tunduk kepada ego
dan nafsu godaan dunia yang menjebak bangsa Indonesia ke dalam perangkap besi. Dahulu
bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa asing begitu lamanya, sekarang bangsa Indonesia
dijajah oleh bangsa sendiri dengan hadirnya isu korupsi ke dalam kehidupan sehari-hari
bangsa Indonesia.

1.2 Rumusan Makalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?


2. Bagaimana sejarah korupsi di Indonesia?
3. Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia?
4. Apa permasalahan dasar korupsi di Indonesia?

1.3 Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui apa pengertian dari korupsi?


2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah korupsi di Indonesia?
3. Untuk mengetauhi bagaimana korupsi di Indonesia?
4. Untuk mengetahui apa permasalahan dasar korupsi di Indonesia?
BAB II

PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN KORUPSI

Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere: busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, menurut Transparency International adalah
perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak
wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka, ini adalah
salah satu tindak korupsi.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan
resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintahan rentan korupsi dalam
prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk
penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai
dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah
kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura
bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

2. SEJARAH KORUPSI INDONESIA

A. Pasca Kolonial Penjajah Barat :

Pada tahun 1755 dengan Perjanjian Giyanti, VOC memecah Mataram menjadi dua
kekuasaan yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Tahun 1757/1758 VOC memecah Kasunanan Surakarta menjadi dua daerah


kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran.

Kesultanan Yogyakarta juga dibagi dua menjadi Kasultanan Yogyakarta dan


Pakualaman.

Dalam buku History of Java karya Thomas Stamford Raffles (Gubernur Jenderal
Inggris yang memerintah Pulau Jawa tahun 1811-1816), Hal menarik dalam buku itu adalah
pembahasan seputar karakter penduduk Jawa. Penduduk Jawa digambarkan sangat “nrimo”
atau pasrah terhadap keadaan. Namun, di pihak lain, mempunyai keinginan untuk lebih
dihargai oleh orang lain. Tidak terus terang, suka menyembunyikan persoalan, dan termasuk
mengambil sesuatu keuntungan atau kesempatan di kala orang lain tidak mengetahui. Hal
menarik lainnya adalah adanya bangsawan yang gemar menumpuk harta, memelihara sanak
(abdi dalem) yang pada umumnya abdi dalem lebih suka mendapat atau mencari perhatian
majikannya. Akibatnya, abdi dalem lebih suka mencari muka atau berperilaku oportunis.

Dalam kalangan elit kerajaan, raja lebih suka disanjung, dihormati, dihargai dan
tidak suka menerima kritik dan saran.

Dalam aspek ekonomi, raja dan lingkaran kaum bangsawan mendominasi sumber-
sumber ekonomi di masyarakat. Rakyat umumnya “dibiarkan” miskin, tertindas, tunduk dan
harus menuruti apa kata, kemauan atau kehendak “penguasa”.

Budaya yang sangat tertutup dan penuh “keculasan” itu turut menyuburkan “budaya
korupsi” di Nusantara. Tidak jarang abdi dalem juga melakukan “korup” dalam mengambil
“upeti” (pajak) dari rakyat yang akan diserahkan kepada Demang (Lurah) selanjutnya oleh
Demang akan diserahkan kepada Tumenggung. Abdi dalem di Katemenggungan setingkat
kabupaten atau propinsi juga mengkorup harta yang akan diserahkan kepada Raja atau
Sultan.Kebiasaan mengambil “upeti” dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa ditiru
oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 - 1942) minus Zaman Inggris (1811 - 1816),
Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat terhadap Belanda.
Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825-1830), Imam Bonjol (1821-1837), Aceh
(1873-1904) dan lain-lain.

B. Pasca Merdeka (Orma)

Dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia Retooling Aparatur Negara


(PARAN) dibentuk berdasarkan UU Keadaan Bahaya, dipimpin oleh A.H. Nasution dan
dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani. Namun
ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya.Tahun 1963 melalui
Keputusan Presiden No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan.
A.H. Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/Kasab dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo. Tugasnya yaitu meneruskan kasus-kasus korupsi ke meja pengadilan.
Lembaga ini di kemudian hari dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan
praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan.
C. Pasca Merdeka (Orba)

Dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai Jaksa Agung.

Tahun 1970, terdorong oleh ketidakseriusan TPK dalam memberantas korupsi seperti
komitmen Soeharto, mahasiswa dan pelajar melakukan unjuk rasa memprotes keberadaan
TPK.

Perusahaan-perusahaan negara seperti Bulog, Pertamina, Departemen Kehutanan


banyak disorot masyarakat karena dianggap sebagai sarang korupsi. Maraknya gelombang
protes dan unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa, akhirnya ditanggapi Soeharto.Dibentuk
Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang dianggap bersih dan berwibawa seperti
Prof Johannes, I.J Kasimo, Mr Wilopo dan A Tjokroaminoto. Tugasnya yang utama adalah
membersihkan antara lain Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom,
dan Pertamina. Namun kornite ini hanya “macan ompong” karena hasil temuannya tentang
dugaan korupsi di Pertamina tak direspon pemerintah.Ketika Laksamana Sudomo diangkat
sebagai Pangkopkamtib, dibentuklah Opstib (Operasi Tertib) dengan tugas antara lain juga
memberantas korupsi. Kebijakan ini hanya melahirkan sinisme di masyarakat. Tak lama
setelah Opstib terbentuk, suatu ketika timbul perbedaan pendapat yang cukup tajam antara
Sudomo dengan Nasution. Hal itu menyangkut pemilihan metode atau cara pemberantasan
korupsi, Nasution berpendapat apabila ingin berhasil dalam memberantas korupsi, harus
dimulai dari atas. Nasution juga menyarankan kepada Laksamana Sudomo agar memulai dari
dirinya. Seiring dengan berjalannya waktu, Opstib pun hilang tanpa bekas sama sekali.

D. Pasca Reformasi

Pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit
“Virus Korupsi” yang sangat ganas.

Presiden BJ Habibie mengeluarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang


Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut pembentukan berbagai
komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman.

Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi (TGPTPK) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 Namun di
tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu
judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia
mengalami kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN.
Di samping membubarkan TGPTPK, Presiden Gus Dur juga dianggap tidak bisa
menunjukkan kepemimpinan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan


Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung
Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate.

Di masa pemerintahan Megawati, wibawa hukum semakin merosot, di mana yang


menonjol adalah otoritas kekuasaan.

Konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat ke


luar negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim,
The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA, pemberian
fasilitas MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat bahwa elit
pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi. Masyarakat menilai bahwa
pemerintah masih memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang notabene
memberi andil bagi kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin
kehilangan wibawa. Belakangan kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era
Reformasi.

Vox Populi Vox Dei Devide et impera (Politik pecah belah) atau politik adu domba
adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan
menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok
kecil yang lebih mudah ditaklukan. Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti
mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang
lebih kuat.

Unsur-unsur yang dijadikan teknik dalam politik ini adalah:

-Menciptakan atau mendorong perpecahan dalam masyarakat untuk mencegah aliansi yang
bisa menentang kekuasaan berdaulat.

-Membantu dan mempromosikan mereka yang bersedia untuk bekerja sama dengan
kekuasaan yang berdaulat.

-Mendorong ketidakpercayaan dan permusuhan antar masyarakat.

-Mendorong konsumerisme yang berkemampuan untuk melemahkan biaya politik dan militer
3. FENOMENA KORUPSI DI INDONESIA

Masalah korupsi di Indonesia sudah ada bertahun-tahun yang lalu, namun, akhir-
akhir ini, korupsi kembali ramai sejak kasus Gayus Tambunan. Korupsi di Indonesia
kebanyakan dilakukan oleh para pejabat tinggi, seperti anggota DPR, Bupati, Gubernur.
Namun, ada juga dari kalangan pelajar.

Di Indonesia sendiri, korupsi sudah menjadi hal yang wajar di kalangan pejabat
tinggi. Tidak tanggung tanggung, mereka memakai uang rakyat hingga milyaran rupiah. Para
pejabat ini seakan tidak takut untuk korupsi, walaupun sudah tertangkap, namun hukuman
untuk para koruptor termasuk ringan dibandingkan hukuman untuk para koruptor di luar
negeri yang kebanyakan adalah hukuman mati.

Di Indonesia sendiri sudah dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK,


namun hal itu rupanya tidak membuat jera para koruptor. Penjara untuk para koruptor juga
terbilang cukup mewah, bahkan bisa keluar masuk penjara dengan mudah. Contohnya Gayus
Tambunan, walaupun sudah dipenjara dia tetap bisa pergi ke Bali.

Korupsi di Indonesia adalah penyakit lama yang tidak pernah sembuh. Segala cara
dan diagnosa telah ditempuh, dari pengamat, kritikus, aktivis semuanya telah angkat bicara,
bahkan lantang. Namun sayang di sayang, Cyindrome korupsi telah berurat akar dalam sistim
pemerintahan. Satau-satu cara adalah mengurangi titik potensi dan resikonya, dengan
bermacam pola dan strategi. Diantaranya adalah menicptakan transparansi birokrasi
pemerintahan dengan langkah nyata dan konkrit. Agar toksin-toksin yang berbahaya bagi
ketahanan negara itu bisa terpantau dan ditanggulangi dengan langka-langka preventif. Dan
hal ini bisa terwujud, manakalah karakter aparat pemerintahan sudah terbebas dari mental
suka menggaruk dan menilap yang bukan haknya. Pada titik ini, tindakan penyadaran moral,
adalah kata kunci yang tepat untuk mengurangi aurah buruk wajah pemerintahan.

4. PERMASALAHAN DASAR KORUPSI DI INDONESIA

1. Pembungkaman Fakta
Sejumlah kasus korupsi seperti penyuapan oknum DPR Komisi XI dalam kasus
pemilihan Deputi Gubernur BI, korupsi pengadaan sapi dan mesin jahit oleh mantan Menteri
Sosial periode 2004-2009, keterlibatan Polisi dan Jaksa dalam pencucian uang (money
laundry) dan penggelapan pajak, adalah contoh fakta hukum tahun-tahun sebelumnya yang
baru terungkap saat ini. Kasus penggelapan pajak misalnya, baru terungkap setelah Susno
Duadji (mantan Kabag Reskrim Mabes Polri) melaporkan skandal tersebut kepada Satgas
Pemberantas Mafia Hukum. Demikian juga kasus-kasus lain yang boleh jadi “mengendap
atau diendapkan” karena belum tersentuh hukum. Jika kita analogikan, korupsi di Indonesia
akan terungkap sampai ke akar-akarnya, bila ada oknum-oknum birokrasi (inner cycle) yang
berani memberikan “kesaksian dan pengakuan dosa” seperti yang dilakukan Susno Duadji.
Jika tidak, berbagai skandal korupsi akan terus mengalami pembungkaman, selama
penegakan hukum masih tebang-pilih.

2. Politisasi Korupsi

Hal lain yang turut melanggengkan kekorupan di Indonesia adalah, politisasi


berbagai kasus korupsi. Gejala ini terbentuk, karena lemahnya daya jangkau hukum terhadap
berbagai kasus korupsi yang melibatkan oknum pejabat publik. Baik di kalangan legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Akhirnya, suatu tindakan korupsi hanya terungkap, bila ada riak-riak
“politik sakit hati atau politik balas dendam”. Buktinya, berbagai kasus korupsi yang
melibatkan oknum pejabat-pejabat, terpendam selama ini. Dan baru teruangkap setelah terjadi
fluktuasi gesekan politik terkait berbagai persoalan di tanah air. Fakta ini menandakan,
otoritas hukum di Indonesia masih tersubordinasi oleh grafitasi politik yang sedemikian
kuatnya dan dasyhat. Padahal, sejatinya hukum dan politik adalah dua wilayah dengan
otoritas yang berbeda. Persoalan hukum, sejatinya tidak dibawa ke zona politik, karena hanya
akan memperkabur substansi juridisnya, termasuk perkara pidana korupsi. Karena politik
adalah wilayah pseudo yang memingkinkan tensi kepentingannya sangat tinggi. Sementara,
hukum adalah wilayah normatif positifistik yang imanen dan bebas dari unsur-unsur
kepentingan politik dan kekuasaan (independen)

3. Kemiskinan Karakter

Apa yang kurang dari gaji seorang Jaksa sebesar 3-4 juta, belum ditambah
tunjangan, seorang PNS seperti Gayus Tambunan dan Bahasyim dengan gaji 12 juta per
bulan, atau anggota DPR dengan gaji total sekitar 70 juta. Tapi masih “menilap uang rakyat”
dan menerima suap di sana-sini. Fakta ini menandakan, ada ketidakberesan moral para
aparatus negeri ini. Korupsi merupakan gejala kemiskinan karakter. Sebab, dengan gaji yang
lumayan besar, tidak memberikan kepuasan bagi oknum-oknum pejabat yang doyan korup.
Gejala kemiskinan karakter ini, telah terinstitusionalisasikan dalam budaya birokrasi
pemerintahan.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi


2. Sejarah korupsi Indonesia meliputi, pasca kolonial, pasca merdeka, pasca orde baru,
dan pasca reformasi
3. Fenomena korupsi di Indonesia
4. Permasalahan korupsi di Indonesia adalah pembungkaman fakta, politisasi korupsi,
dan kemiskinan karakter
DAFTAR PUSTAKA

Elwi Danil, Korupsi: Konsep ,Tindak Pidana, dan Pemberantasannya, Jakarta PT


RajaGrafindo Persada, 2011

Muhammad Firdaus, 2009. Sejarah Korupsi di Indonesia

Salama, Nadiatus. 2014. Motif dan Proses Psikologis Korupsi. Jurnal Psikologi

Patma Sulistiana, Sosiologi Korupsi: Fenomena Korupsi di Indonesia, 2021

Anda mungkin juga menyukai