Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

TEORI MULTIPLE INTELLIGENCES

DISUSUN OLEH :

RANA 2101411048

WIWIT FEBRIYANTI 2101411053

NURHALIZA 2101411063

DOSEN PENGAMPU:

FERI ARDIANSAH, S.Pd.i..,M.Pd

KELAS 4B

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANGKA BELITUNG

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikansegenap
kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.Dalam tugas ini,
penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Feri Ardiansah, S.Pd.l., M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Pedagogik Transformatif memperkenankan kami menyelesaikan
tugas ini tepat waktu.Tak ada karya manusia yang benar-benar sempurna, demikian pula dengan
tugas ini.Saran dan kritik yang membangun begitu kami harapkan untuk menjadikan tugas ini
tidakhanya sekedar ide yang berujung pada sebuah gagasan tertulis, namun menjadi sebuah
kreativitas dan ungkapan nyata yang bermanfaat.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................4

A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................5
C. Tujuan......................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN......................................................................................................6

A. Konsep Teori Multiple Intelligences.......................................................................6


B. Aspek Multiple Intelligences...................................................................................6
C. Pembelajaran Berbasis Multiple Intellingences......................................................7

BAB 3 PENUTUP...............................................................................................................10

A. Kesimpulan..............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Hal ini tertuang pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II pasal 3. Dalam pasal tersebut
jelas disebutkan, bahwa tujuan pendidikan adalah menciptakan siswa yang cakap dan
mandiri. Kecakapan dan kemandirian ini tidak muncul begitu saja, ada proses yang harus
dilalui. Salah satu proses yang harus dilalui adalah proses pendidikan. Pendidikan akan
membantu seseorang dalam mengembangkan kecakapan dan kemandiriannya
Realitanya dunia pendidikan masih menempatkan kualitas intelektualnya
(pengetahuan). Tingkat pengetahuan diukur melalui kecerdasan yang menonjolkan
kemampuan otak manusia yang indikatornya ditunjukkan dengan nilai seseorang melalui
data kuantitatif (nilai 8, 9, dan seterusnya) dan data kualitatif (nilai A,B, dan seterusnya).
Pola ini menekankan pada kemampuan logika matematis dan bahasa. Sehingga ketika
seseorang dikatakan cerdas apabila mereka memperoleh hasil tes IQ dengan nilai tinggi.
Padahal pada umumnya para siswa mempunyai banyak cara yang unik dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapinya dan tidak hanya berkenaan dengan perolehan
skor tes IQ yang tinggi. Akibatnya, maka siswa cerdas belum tentu akan mempunya
akhlak baik yang sesuai dengan harapan bangsa dan Negara. Dalam diri manusia tidak
hanya ada kecerdasan IQ yang itu berhubungan dengan angka-angka saja, tetapi terdapat
kecerdasan yang lain.
Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences) memandang kecerdasan tidak hanya
berdasarkan kemampuan logika atau bahasa saja, namun memilki kecerdasan-kecerdasan
lain yang sekelama ini tidak menjadi perhatian. kecerdasan tidak dilihat sebagai berhasil
dengan baik mengerjakan tes atau mengingat sejumlah tugas tertentu namun senbagai
kemampuan untuk memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang berharga dalam

4
lingkungannya. Hal ini terjadi karena seperti yang diungkapkan oleh Kuhn (1962) bahwa
: (a) inteligensi bukanlah harga mati atau secara statis terberi saat lahir; (b) inteligensi
dapat dipelajari, diajarkan, dan ditingkatkan; serta (c) inteligensi merupakan suatu
fenomena yang bersifat multidimensional dan dapat muncul dalam berbagai tingkat
dalam otak/ pikiran/system kebutuhan kita. Dalam hal ini teori tentang multiple
intelligences yang dicetuskan oleh Howard Gardner menjadi salah satu rujukan dalam
membangun dan mengembangkan pembelajaran di kelas dengan memperhatikan seluruh
kecerdasan yang dimiliki oleh siswa.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Teori Multiple Intellegences ?
2. Bagaimana Aspek Multiple Intellegences?
3. Bagaimana pembelajaran yang berbasis Multiple Intellegences ?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui Konsep Teori Multiple Intellegences ?
2. Dapat mengetahui Aspek Multiple Intellegences ?
3. Dapat mengetahui pembelajaran yang berbasis multiple intellegences?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Multiple Intelligences


Multiple Intelligences yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai
kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda dikembangkan oleh Howard Gardner, ahli
psikologi perkembangan dan guru besar pendidikan pada Graduate School of Education,
Harvard University, Amerika Serikat. Teorinya tentang Multiple Intelligences
dipublikasikan pada tahun 1993. Gardner mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan
untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang
bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata.
Sebelum muncul teori multiple intelligence, teori kecerdasan lebih cenderung
diartikan secara sempit. Kecerdasan seseorang lebih banyak ditentukan oleh
kemampuannya dalam menyelesaikan serangkaian tes IQ, kemudian tes itu diubah
menjadi angka standar kecerdasan. Gardner berhasil mendobrak dominasi teori dan tes IQ
yang sejak 1905 banyak digunakan oleh para pakar psikolog di dunia.
Kecerdasan menurut Gardner diartikan sebagai suatu kemampuan, dengan
proses kelengkapannya, yang sanggup menangani kandungan masalah yang spesifik di
dunia. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa orang yang memiliki jenis kecerdasan
tertentu, kecerdasan musikal misalnya, akan menunjukkan kemampuan tersebut dalam
setiap aspek hidupnya. Dikatakan lebih lanjut bahwa setiap orang memiliki delapan jenis
kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-beda. Kedelapan jenis kecerdasan itu memiliki
komponen inti dan ciri-ciri. Kehadiran ciri-ciri pada individu menentukan kadar profil
kecerdasannya. Dalam kehidupan nyata, kecerdasan-kecerdasan itu hadir dan muncul
bersama-sama atau berurutan dalam suatu atau lebih aktivitas. Dalam kasus khusus,
ditengarai adanya individu savant,yakni orang yang memiliki tingkat kecerdasan yang
tinggi pada satu jenis kecerdasaan,namun rendah dalam kecerdasaan yang lain.

B. Aspek Multiple Intelligences

6
Gardner menemukan setidaknya sembilan inteligensi yang dimiliki peserta didik,
yaitu :
1. Inteligensi linguistik (linguistic intelligence)
Adalah kemampuan untuk menggunakan dan mengolah katakata secara
efektif baik secara oral maupun tertulis. Anak yang memiliki intelegensi
linguistik tinggi akan berbahasa lancar, baik, dan lengkap, mudah
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan mudah belajar
beberapa bahasa. Kegiatan yang cocok bagi orang yang memiliki intelegensi
linguistik antara lain; pencipta puisi, editor, jurnalis, dramawan, sastrawan,
pemain sandiwara, dan orator.
2. Inteligensi matematis-logis (logical-mathematical intelligence)
Adalah kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan bilangan dan
logika secara efektif. Anak yang memiliki intelegensi matematis-logis
menonjol, dapat dengan mudah melakukan tugas memikirkan sistem-sistem
yang abstrak, seperti matematika dan filsafat, mudah belajar berhitung,
kalkulus, dan bermain dengan angka. Bahkan ia dengan senang menggeluti
simbol angka dalam buku matematika daripada kalimat yang panjang-
panjang.
3. Inteligensi ruang-visual ( spatial intelligence)
Adalah kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara tepat,
seperti dimiliki para pemburu, arsitek, navigator, dan dekorator. Juga
kepekaan terhadap keseimbangan, relasi, warna, garis, bentuk, dan ruang.
4. Inteligensi kinestetik-badani (bodily-kinesthetik intelligence)
Adalah kemampuan menggunakan tubuh atau gerak tubuh untuk
mengekspresikan gagasan dan perasaan seperti ada pada aktor, atlet, penari
pemahat, dan ahli bedah.
5. Inteligensi Musikal (musical intelligence)
Adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan
menikmati bentu-bentuk musik dan suara. Termasuk kepekaan akan ritme,
melodi, dan intonasi, kemampuan memainkan alat musik, kemampuan

7
menyanyi, mencipta lagu, dan kemampuan menikmati lagu, musik, dan
nyanyian
6. Inteligensi interpersonal (interpersonal intelligence)
Adalah kemampuan untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan,
intensi, motivasi, watak, temperamen orang lain. Kemampuan untuk menjalin
relasi dan komunikasi dengan berbagai orang. Seperti dipunyai oleh para
komunikator, fasilitator, dan penggerak massa.
7. Inteligensi intrapersonal (intrapersonal intelligence)
Adalah kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan akan diri sendiri
dan kemampuan untuk bertindak secara adaptatif berdasar pengenalan diri.
8. Inteligensi lingkungan/naturalis (naturalist intelligence)
Adalah kemampuan untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik.
Kemampuan untuk memahami dan menikmati alam, dan menggunakan
kemampuan itu secara produktif dalam berburu, bertani, dan mengembangkan
pengetahuan akan alam.
9. Inteligensi eksistensial (existencial intelligence).
Adalah kemampuan menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang
untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan
manusia.

C. Pembelajaran berbasis Multiple Intelligences


Menurut Gardner, kesembilan jenis inteligensi di atas terdapat dalam diri setiap
orang, hanya kadarnya tidak selalu sama. Untuk orang tertentu suatu inteligensi lebih
menonjol daripada inteligensi lain. Inteligensi bukanlah kemampuan yang tetap tak
berubah sepanjang hayat. Inteligensi dapat dikembangkan dan ditingkatkan secara
memadai sehingga dapat berfungsi bagi pemiliknya. Di sinilah pendidik memiliki andil
besar untuk membantu perkembangan inteligensi peserta didik. Karena itu, guru perlu
memahami teori
Multiple Intelligences agar pembelajaran di kelas berlangsung optimal. Setiap
anak memiliki kecerdasan dan kemampuan berbeda dalam memahami sebuah mata
pelajaran. Seorang pendidik tidaklah boleh memaksakan siswanya untuk memahami

8
setiap pelajaran dengan pemahaman yang sama dan sempurna dengan satu takaran
kecerdasan,sebab keadaan anak dalam satu kelas berbeda-beda. Dengan segala macam
keadaan siswa, kewajiban seorang pendidik adalah mengakui keberdaannya dengan
segala kemampuan yang dimilikinya. Seorang pendidik harus mengakui dan harus
menghargai bakat dan hasil karya siswa-siswanya. Siswa akan lebih mudah memahami
pelajaran jika materinya disajikan sesuai dengan inteligensi yang menonjol dalam diri
siswa. Misalnya, bila siswa menonjol dalam inteligensi musikal, ia akan mudah
memahami mata pelajaran tertentu, misalnya biologi, jika dijelaskan dengan
memasukkan unsur musik ke dalamnya. Jika siswa menonjol dalam inteligensi visual, ia
akan lebih mudah menangkap pelajaran jika dijelaskan menggunakan bermacam-macam
bentuk yang dapat diamati. Oleh karena inteligensi siswa di kelas beragam, maka guru
bidang studi apapun perlu memasukkan dan mengolah materi yang akan diajarkan sesuai
dengan inteligensi siswa-siswa tersebut. Mereka perlu mengajar dengan model bervariasi
sehingga setiap siswa merasa dibantu secara tepat. Karena itu, akan sangat baik jika
sebelum mengajar, setiap guru mencoba mengenali inteligensi apa saja yang dimiliki
anak didiknya.
Biasanya guru, karena memiliki inteligensi tertentu yang menonjol, cenderung
menggunakan pendekatan yang sesuai dengan inteligensi tersebut secara terus menerus.
Guru yang menonjol dalam inteligensi linguistik akan senang mengajar dengan
menggunakan model inteligensi itu, seperti berceramah, bercerita panjang lebar, dengan
puisi, membaca, dan sebagainya. Guru yang inteligensi matematis-logisnya menonjol
akan lebih senang mengajar dengan menekankan cara pendekatan matematis-logis; secara
sistematis, dengan skema, bagan, rumus, dan sebagainya. Guru tersebut jarang mengajar
dengan menggunakan inteligensi kinestetik-badani, interpersonal, ruang-visual, natural,
atau lainnya, yang mungkin lebih cocok untuk siswa. Akibatnya, siswa yang tidak
memiliki inteligensi sama dengan yang digunakan guru, kurang merasa terbantu secara
baik dalam belajarnya. Bahkan bisa jadi siswa tersebut merasa tidak diajar apapun,
karena guru mengajar dengan pendekatan yang cocok untuk dirinya sendiri.
Muncul pertanyaan,apakah guru yang kurang menonjol pada inteligensi tertentu
dapat mengembangkan strategi mengajar dengan inteligensi tersebut? Misalnya, guru
yang menonjol dalam inteligensi linguistic, yang senang mengajar dengan bercerita, bisa

9
mengembangkan strategi mengajar dengan inteligensi matematis-logis, padahal ia tidak
menonjol dalam inteligensi ini?. Menurut Gardner, bisa. Secara umum seorang guru bisa
mengembangkan strategi pembelajaran dengan menggunakan inteligensi lain yang tidak
dikuasainya. Caranya, dengan berlatih terus menerus. Misalnya, guru yang inteligensi
musikalnya kurang, dapat mengajar dengan menggunakan lagu atau musik asal dia
berlatih terus menerus. Tentu kualitasnya tidak sebaik dengan guru yang inteligensi
musikalnya menonjol, namun cukup untuk mengajar siswa.
Dengan demikian, guru tidak boleh merasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi
harus lebih yakin bahwa selalu dapat mengembangkan cara mengajar mereka. Jika anak
didik dapat dibantu mengembangkan inteligensi mereka, guru pun juga dapat
dikembangkan. Tentu butuh semangat dan upaya kuat.
Di samping berpengaruh terhadap strategi pembelajaran, teori Multiple
Intelligences juga berdampak pada rangkaian kegiatan pembelajaran lainnya, seperti
peralatan, pengaturan kelas, dan evaluasi. Karena harus menggunakan strategi beragam
sesuai inteligensi siswa, tentu perlu dilengkapi peralatan memadai sesuai strategi yang
dipakai. Demikian pula dengan pengaturan kelas, tidak bisa hanya diatur dalam satu
kedudukan yang tetap, berbaris dari depan ke belakang. Kadang kelas perlu diatur
melingkar, berkelompok-kelompok kecil, atau bisa jadi kelas perlu dikosongkan dari
kursi. Bahkan suatu ketika siswa, missalnya untuk mengembangkan inteligensi naural,
perlu diajak keluar ruangan melihat taman, hutan, gunung, dan alam raya. Dalam hal
evaluasipun juga perlu beragam sesuai inteligensi para siswa. Sistem evaluasi yang hanya
menggunakan tes tertulis tidaklah cukup karena tidak mengungkapkan inteligensi siswa
yang beragam. Gardner mencontohkan, ada seorang siswa yang cerdas dalam
menganalisis flora-fauna, dan sangat kreatif menjelaskan kepada siswa lain. Namun
dalam ujian, dengan soal esai, siswa tersebut selalu gagal. Gurunya tidak mengerti
penyebabnya. Ternyata siswa tersebut menonjol dalam inteligensi linguistik dan natural,
sehingga ia membutuhkan cara evaluasi lain, mungkin dengan lisan atau diminta
mengekspresikan dengan cara lain.
Dalam penilaian multiple intelegence haruslah jujur dan adil sehingga suatu jenis
kecerdasan dapat dinilai dan dipertimbangkan langsung tidak melewati kecerdasan
lainnya. Gardner menyarankan agar guru memberi siswa obyek-obyek kongret untuk

10
dimanipulasi bagi semua ranah kecerdasan. Perangkat yang digunakan adalah, diagnosis,
pengamatan, check list, catatan singkat, portofolio, refleksi.
Dengan berkembangnya konsep multiple intelligences dan dengan diterimanya
teori tersebut dalam dunia pendidikan, maka mau tidak mau pendidik perlu membantu
tumbuh kembang anak dalam berbagai rencana, pelaksanaan, dan evaluasi program yang
memberi wadah bagi perkembangan semua jenis kecerdasan mereka. Tugas ini menjadi
sedemikian penting mengingat perkembangan dan perwujudan semua jenis kecerdasan
tersebut esensial bagi anak dalam mengatasi permasalahan-permasalahan dalam
kehidupan, dan memperoleh kehidupan itu sendiri.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kecerdasan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang yang meliputi
pengetahuan, keterampilan dan keahlian untuk menyelesaikan masalahnya.Pada
hakikatnya setiap individu memiliki beberapa kecerdasan diantaranya kecerdasan
bahasa/linguistik, logis-matematis, visualspasial, kinestetik, interpersonal, intrapersonal,
musikal, dan naturalis. Tetapi kombinasi dan porsi kecerdasan yang dimiliki tiap individu
tidak sama tergantung pada bagaimana cara mengembangkan segala kecerdasan yang
telah ada.Dengan memahami bahwa tiap individu terlahir dengan berbagai jenis
kecerdasan, diharapkan para pendidik tidak hanya menganggap bahwa siswa yang cerdas
dan berprestasi hanyalah siswa yang cerdas secara akademik. Karena ada berbagai
potensi besar lainnya yang dimiliki siswa selain kemampuan dibidang akademik saja.
Kedelapan kecerdasan dapat beroperasi dalam mendampingi secara independen satu
sama lain. Berbekal teori kecerdasan majemuk seorang guru secara tidak langsung dapat
menguasai dan belajar berbagai metode pembelajaran. Sehingga fungsi guru sebagai
pendidik, pembimbing, pelatih, penasehat, pembaharu, pendorong kreativitas,
pembangkit, evaluator sehingga anak didik dapat berhasil secara optimal.
Dalam dunia pendidikan, teori Multiple Intelligences mulai diterima karena
dianggap lebih melayani semua kecerdasan yang dimiliki anak. Konsep Multiple
Intelligences menjadikan pendidik lebih arif melihat perbedaan, dan menjadikan anak
merasa lebih diterima dan dilayani. Konsep ini “menghapus” mitos anak cerdas dan tidak
cerdas, karena menurut konsep ini, semua anak hakikatnya cerdas. Hanya saja konsep
cerdas itu perlu diredefinisi dengan landasan baru

12
DAFTAR PUSTAKA

Amir Hamzah, 2009,Teori Multiple Intelligences dan Implikasinya Terhadap Pengelolaan


Pembelajaran, Jurnal. Tadrîs. Volume 4. Nomor 2.
Chatib, Munif. 2013. Sekolahnya Manusia, Sekolah Berbasis Multiple Intelligences di
Indonesia. Bandung: Kaifa
Ellison dalam Julia Jasmine, 2007, Panduan Praktis Mengajar Berbasis Multiple Intelegences ,
Bandung: Nuansa.
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan,
Bandung: rosdakarya Nurul Hidayati Rofiah, 2016, Menerapkan Multiple Intelligences
dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jurnal Dinamika Pendidikan Dasar Volume 8, No
1, Maret 2016: 68 – 79
Suparno, Paul. Teori Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta : Kanisius,
2004.
Tadkiroatun Musfiroh, Multiple Intelligences dan implikasinya dalam pendidikan,
jurnal,Yogyakarta: Pusdi PAUD, lemlit UNY

13

Anda mungkin juga menyukai