Anda di halaman 1dari 12

1.

Klasifikasi
a. Embryonal rhabdomyosarcoma
Embryonal rhabdomyosarcoma adalah jenis rhabdomyosarcoma yang
paling sering menyerang anak usia di bawah 6 tahun. Umumnya,
embryonal rhabdomyosarcoma tumbuh di area kepala dan leher, kandung
kemih, serta alat kelamin. Jenis rhabdomyosarcoma ini cepat menyebar,
tetapi merespons pengobatan dengan baik sehingga lebih mudah untuk
disembuhkan (Abbas et al, 2015).
b. Alveolar rhabdomyosarcoma
Alveolar rhabdomyosarcoma adalah jenis rhabdomyosarcoma yang
sering terjadi pada remaja. Rhabdomyosarcoma jenis ini cenderung
menyerang bagian tungkai, dada, dan perut. Alveolar rhabdomyosarcoma
menyebar dengan cepat dan lebih sulit diobati daripada embryonal
rhabdomyosarcoma. Oleh sebab itu, penderita tumor ini harus diobati
secara intensif.
c. Pleomorphic rhabdomyosarcoma
Pleomorphic rhabdomyosarcoma atau anaplastic rhabdomyosarcoma
adalah jenis rhabdomyosarcoma yang jarang terjadi. Tumor jenis ini lebih
sering menyerang orang dewasa. Berbeda dengan rhabdomyosarcoma
jenis lain, anaplastic rhabdomyosarcoma kurang merespons pengobatan
sehingga lebih sulit untuk disembuhkan (Abbas et al, 2015).
2. Faktor resiko
a. Berjenis kelamin laki-laki
b. Berusia di bawah 10 tahun
c. Menderita kelainan genetik, seperti neurofibromatosis tipe 1, sindrom
Li-Fraumeni, sindrom Beckwith-Wiedemann, sindrom Costello, dan
sindrom Noonan
d. Memiliki riwayat rhabdomyosarcoma dalam keluarga
e. Terkena paparan sinar radiasi X-Ray saat masih berada di dalam
kandungan
f. Memiliki ibu dengan riwayat penyalahgunaan NAPZA dan kecanduan
alkohol, terutama pada masa kehamilan (Mahyudin, 2017).
3. Penatalaksanaan
a. Farmakologis
1) Golongan alkilator
Jenis-jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah:
a) Siklofosfamid
Sediaan: tersedia dalam bentuk kristal 100, 200, 500 mg
dan 1,2 gram untuk suntikan sedangkan tablet 25 dan 50 gram
untuk pemberian per oral.
b) Klorambusil
Sediaan: tersedia tablet 2 mg.
c) Prokarbazim
Sediaan: tersedia dalam kapsul berisi 50 mg. Dosis oral
orang dewasa (100mg/m2) sebagai dosis tunggal atau terbagi
selama minggu pertama, diikuti pemberian 150-200 mg/m2
sehari selama 3 minggu berikutnya. Kemudia dikurangi
mrnjadi 100 mg/m2 sehari sampai hitung leukosit dibawah
4000/m2 atau respin maksimal dicapai. Dosis dikurangi pada
pasien dengan gangguan hati, ginjal dan sumsum tulang.
2) Golongan antimetabolit
Jenis-jenis obat yang termasuk golongan ini adalah:
a) Methotrexat
Sediaan: tablet 2,5 mg, vial 5 mg, vial 50 mg, ampul 5 mg dan
vial 50 mg.
b. Nonfarmakologis
1) Operasi
Operasi bertujuan untuk mengangkat seluruh sel kanker.
Jika kanker tidak dapat diangkat seluruhnya, dokter akan
menggabungkan operasi dengan perawatan lain, seperti kemoterapi
atau radioterapi, untuk mengangkat sel-sel kanker yang masih
tersisa.
2) Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk menyusutkan ukuran tumor
sebelum operasi agar penanganan tumor lebih efektif. Beberapa
obat yang digunakan pada kemoterapi rhabdomyosarcoma adalah
doksorubisin, vincristine, cyclophosphamide, dan etoposide.
3) Radioterapi
Radioterapi bertujuan untuk membunuh sel kanker
menggunakan sinar radiasi berkekuatan tinggi. Radioterapi
biasanya dikombinasikan dengan kemoterapi dan dilakukan selama
beberapa minggu. Terapi radiasi umumnya dilakukan 5 hari dalam
seminggu, dengan tiap sesinya sekitar 15–30 menit.
4) Tranplantasi stem cell
Digunakan untuk memperbaiki sistem pembuluh darah
yang telah dirusak oleh sel kanker (Mahyudin, 2017).
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Meliputi darah lengkap, elektrolit serum, kalsium dan kadar
magnsium. Aspirasi sumsum tulang juga perlu dilakukan untuk dugaan
RMS para meningeal.
b. Biopsi
Untuk menentukan grading diperlukan biopsi dari jaringan tumor.
Tumor > 3 cm dilakukan biopsi insisi dan pada tumor < 3 cm dapat
dilakukan biopsi eksisional.
c. Radiografi
Untuk mencari massa tumor dan untuk petunjuk erosi pada tulang.
d. CT Scan
Untuk mengetahui perluasan intrakranial dan juga memperlihatkan
keterlibatan tulang pada dasar tengkorak yang sulit divisualisasikan
secara radiografis (Abbas et al, 2015).
5. Asuhan keperawatan
a. Pengakajian
1) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
- Inspeksi: terlihat massa, penyebaran rambut tidak merata
dan mudah rontok.
- Palpasi: terdapat benjolan dan adanya nyeri tekan pada
bagian luka.
b) Wajah
- Inspeksi: tidak simetris, warna kulit kemerahan karena
adanya inflamsi.
- Palpasi: ada nodul dan ada nyeri tekan.
c) Mata
- Inspeksi: tidak simetris, mata menonjol, bengkak pada
palpebra dan bulu mata rontok.
- Palpasi: adanya nyeri tekan pada bola mata.
d) Hidung
- Inspeksi: tidak simetris, hidung tersumbat, sekret hidung
berupa darah ataupun nanah.
- Palpasi: ada nodul yang lebih dari 1cm yang berisi pust.
e) Leher
- Inspeksi: tidak simetris, terlihat bengkak pada daerah
kanker, pembesaran pada kelenjar tiroid.
- Palpasi: ada massa paada sekitar kelenjar tiroid.
f) Dada dan thorax
- Inspeksi: bengkak dan adanya lesi pada kulit
- Palpasi: ada massa pada dada
g) Ekstremitas
- Inspeksi: lesi dan berwarna kemerahan
- Palpasi: terdapat benjolan dengan tanpa rasa sakit
h) Genetalia
- Inspeksi: terdapat lesi pada vagina, sekret pada vagina yang
mengandung darah, terdapat pembesaran disalah satu
scrotum.
- Palpasi: ada benjolan pada sekitar kemaluan dan pubis yang
lunak.
b. Diagnosa keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d terjadinya obstruksi
2) Pola nafas tidak efektif b.d sulit bernafas
3) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d pendarahan pada vagina
4) Resiko kekurangan cairan b.d epitaksis
5) Gangguan mobilitas fisik b.d sulit bergerak
c. Intervensi keperawatan

Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Tujuan dan
Keperawatan Kriteria Hasil
No

Intervensi Rasional

1 Bersihan jalan Tujuan : 1. Kaji tanda- 1. Beberapa


nafas tidak Setelah tanda vital dan derajat spasme
efektif b.d dilakukan auskultasi bunyi bronkus terjadi
terjadinya tindakan napas. dengan
obstruksi keperawatan obstruksi jalan
selama 3x24 jam napas.
bersihan jalan 2. Berikan pasien

nafas membaik. 2. Peninggian

Kriteria hasil : untuk posisi yang kepala tempat


tidur
1. Tidak ada nyaman dengan mempermudah
suara nafas posisi semi fungsi
tambahan fowler. pernapasan.
2. Ekspansi
dada 3. Pertahankan 3. Pencetus tipe
maksimal lingkungan yang reaksi alergi
(pernafasan nyaman. pernapasan
dalam dan yang dapat
simetris) mentriger
3. RR normal 4. Tingkatkan episode akut.
masukan cairan,
dengan memberi 4. Membantu
air hangat. mempermudah
pengeluaran
5. Dorong atau sekret.
bantu latihan
napas dalam 5. Memberikan cara untuk
atau batuk mengatasi dan
efektif. mengontroldispnea,
mengeluarkan
6. Kolaborasi sekret.
dalam pemberian
6. Menurunkan
obat dan kekentalansekret
humidifikasi, danmengeluarkan
seperti nebulizer. sekret.

2 Pola nafas tidak Tujuan : 1. Kaji/pantau 1. Perubahan TTV


efektif b.d sulit Setelah TTV. dalam rentang
bernafas dilakukan abnormal
tindakan 2. observaai pola mengindikasikan
keperawatan batuk dan adanya respon
selama 3x24 jam karakter sekret tubuh.
pola nafas
3.dorong pasien 2. kongesti alveolar
meningkat.
dalam nafs dalam mengakibatkan batuk
dan latihan
Kriteria hasil :
1. ekspansi dada batuk. kering.
maksimal
4. berikan 3. dapat meningkatkan
2. tidak ada oksigen sputum dan menyebabkan
perubahan tambahan. gangguan ventilasi dan
ekskursi dada gangguan upaya dalam
bernafas.
3. RR normal
4. memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja
nafas.

3 Gangguan Tujuan : Setelah 1. letakkan 1. menurunkan tekanan


perfusi jaringan dilakukan kepala dengan arteri dengan meningkatkan
serebral b.d tindakan posisi agak drainase dengan
pendarahan keperawatan ditinggikan. meningkatkan perfusi
pada vagina selama 3x24 jam serebral.
keefektifan 2. pertahankan

jaringan serebral tirah baring. 2. aktivitas yang kontinyu

meningkat. dapat meningkatkan TIK.


3. pantau ttv.

Kriteria hasil : 3. Perubahan TTV


4. kolaborasi dalam rentang
1. adanya dalam pemberian abnormal
peningkatan oksigen. mengindikasikan
kesadaran. adanya respon
tubuh.
2. sakit kepala
menurun. 4. menurunkan hiposksia
dapat menyebabkan
3. TTV normal. vasodilatasi cerebral yang
dapat membentuk adanya
edema.

4 Resiko Tujuan : Setelah 1. kaji TTV. 1. Perubahan TTV


kekurangan dilakukan dalam rentang
cairan b.d tindakan 2. kaji turgor abnormal
epitaksis. keperawatan kulit dan mengindikasikan
selama 3x24 jam kelembaban adanya respon
cairan membran tubuh.napas.
meningkat. mukosa.
Kriteria hasil : 2. indikator langsung
3. catat laporan keadekuatan volume cairan.
1. tidak ada mual muntah.
perubahan status 3. gejala ini menurunkan

mental. 4. timbang berat masukan oral.


badan tiap hari.
2. TTV normal. 4. perubahan yang cepat

3. Tidak ada menunjukkan gangguan

tanda-tanda dalam air tubuh total

kelemahan.

5 Gangguan Setelah 1. kaji tingkat 1. dapat memberikan


mobilitas fisik dilakukan kemampuan informasi mengenai
b.d sulit tindakan pasien. pemulihan.
bergerak keperawatan
selama 3x24 2. ubah posisi 2. menurunkan resiko

mobilitas fisik minimal 2 jam. terjadinya trauma/iskemik

meningkat. pada jaringan lain.


3. latih rentang
Kriteria hasil:
gerak aktif dan 3. membantu mencegah

1. penurunan pasif. kontraktur.

waktu reaksi,
4. letakkan 4. mencegah abduksi bahu

2. melakukan bantal dibawah dan fleksi siku.

aktiviats lain aksila untuk

sebagai abduksi pada

pengganti tangan.

pergerakan.
d. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan
atau melaksanakan rencana asuhan keperawatan kedalam bentuk
intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan (Nursalam, 2015).
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk
melaksanakan intervensi keperawatan dan aktivitas-aktivitas
keperawatan yang telah dituliskan dalam rencana keperawatan pasien.
Dalam kata lain dapat disebut bahwa pelaksanaan adalah peletakan
suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup :
1) Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
2) Pelaksanaan intervensi keperawatan
3) Pendokumentasian tindakan keperawatan
4) Pemberian laporan/mengkomunikasikan status kesehatan pasien dan
respon pasien terhadap intervensi keperawatan Pada kegiatan
implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap penguasaan
teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori-teori keperawatan
kedalam praktek (Nursalam, 2015).
e. Evaluasi
adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan
apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan (Nursalam, 2015).
Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif
yang dapat digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh
mana tujuan yang telah ditetapkan dalam rencana keperawatan
tercapai, yaitu :
1) Tujuan tercapai.
2) Tujuan sebagian tercapai.
3) Tujuan tidak tercapai.
Evaluasi dibagi menjadi 2 (dua) tipe, yaitu :

1) Evaluasi Proses (Formatif) ini menggambarkan hasil observasi dan


analisis perawat terhadap respon klien segera stelah tindakan. Evaluasi
formatif dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah
ditentukan tercapai.
2) Evaluasi Hasil (sumatif)
Evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses
keperawatan selesai dilakukan. Menggambarkan rekapitulasi dan
kesimpulan dari observasi dan analisis status kesehatan klien sesuai
dengan kerangka waktu yang ditetapkan. Evaluasi sumatif bertujuan
menjelaskan perkembangan kondisi klien dengan menilai dan
memonitor apakah tujuan telah tercapai.
Evaluasi pencapaian tujuan memberikan umpan balik yang
penting bagi perawat untuk mendokumentasikan kemajuan pencapaian
tujuan atau evaluasi dapat menggunakan kartu/format bagan SOAP
(Nursalam, 2015).
Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien ispa harus sesuai
dengan rencana tujuan yang telah ditetapkan yaitu :
a. Jalan napas menjadi efektif.
b. Suhu tubuh dalam batas normal.
c. Nyeri berkurang/hilang.
d. Pola napas kembali efektif.
e. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
f. Ansietas hilang/ berkurang.
DAPUS

Abbas, A.K et al. (2015). Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders.

Mahyudin, F. (2017). Diagnosis dan Terapi Tumor Muskoloskeletal. Jakarta:


CV. Sagung Seto.

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba


Medika.

NANDA. (2014). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:


Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai