Anda di halaman 1dari 3

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

SMF NEUROLOGI
RSUD dr. R.M. DJOELHAM BINJAI

MENINGITIS TUBERKULOSA
1. Pengertian Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai
( Definisi) selaput otak yang disebabkan oleh kuman tuberkulosa.

2. Anamnesis Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksi,


mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah
laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat penderita TB
paru atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.

3. Pemeriksaan Fisik  Tanda-tanda perangsangan meningeal: kaku kuduk, Laseque


dan Kernig
 Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai.

4. Kriteria Diagnosis Kriteria diagnosis menurut Ogawa :


A. Kategori Definite :
Bila kultur Mycobacterium tuberculosa dari cairan serebro
spinal (CSS) positif atau diagnosis meningitis ditegakkan
melalui otopsi atau terdapat keduanya.
B. Kategori Probable :
- Bila gambaran CSS pleositosis.
- Kultur bakteri lain atau jamur negative dan disertai salah
satu dari :
a. Uji tuberkulin positif, b. terdapat tuberkulosis di luar
SSP atau mempunyai riwayat TB aktif sebelumnya, atau
telah terjadi pemaparan TB yang bermakna, c. Glukosa
CSS kurang dari 40 mg/ dl dan d. Kadar protein CSS lebih
dari 60 mg/dl.

5. Diagnosis Kerja Meningitis tuberkulosa

6. Diagnosis Banding  Meningoensefalitis karena virus


 Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
 Meningitis oleh karena infeksi jamur/ parasit (Cryptococcus
neoformans atau Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis.
 Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk
karsinoma, limfoma, leukemia, glioma, melanoma, dan
meduloblastoma.
 Pada parameningeal abses menimbulkan reaksi limfositik para
cairan otak.

7. Pemeriksaan  Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan LCS (bila tidak ada


Penunjang tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial)
 Pelikel (+)/ Cobweb Appearance (+)
 Pleiositosis 50-500 /mm4, dominan sel mononuklear, protein
meningkat 100 - 200 mg%, glukosa menurun < 50 - 60%
dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino, bakteriologis Ziehl
Nielsen (+), kultur BTA (+).
 Pemeriksaan darah rutin, kimia, elektrolit
 Pemeriksaan sputum BTA (+)
 Pemeriksaan Radiologik
 Foto polos paru
 CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan fungsi
lumbal bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial.
 Pemeriksaan penunjang lain :
IgG anti TB (Untuk mendapatkan antigen bakteri diperiksa
conter-immunoclectrophoresis, radioimmunoassay atau
tekhnik ELISA) dan PCR

8. Tata Laksana  Menurut WHO :


 Initial (terapi permulaan) INH + Rifampisin + Pyrazinamide +
Ethambutol atau INH + Riampisin + Pyrazimanide +
Streptomisin) selama 2 bulan.
 Continuation (lanjutan) : INH + Rifampisin selama 7 bulan.
 Kortikoseteroid
 Dosis obat anti tuberkulosa (OAT)
1. Rifampisin : 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 203 x/minggu atau
BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg
BB < 40 kg : 300 mg
Dosis intermiten 600 mg kali
2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu,
15 mg/kgBB 2 x seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa,
intermiten : 600 mg/ kali.
3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kgBB, 35 mg/kgBB 3 x
seminggu, 50 mg/kgBB 2 x seminggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
4. Etambutol fase intensif 20 mg/kgBB, fase lanjutan 15
mg/kgBB, 30mg/kgBB 3 x seminggu, 45 mg/kgBB 2 x seminggu
atau
BB > 60 mg : 1500 mg
BB 40-60 kg : 1000 mg
BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/kgBB/ kali
5. Streptomisin: 15 mg / kgBB atau
BB > 60 mg : 1000 mg
BB 40-60 kg : 750 mg
BB < 40 kg : sesuai BB

9. Edukasi Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pengobatan


(Hospital Health yang panjang dari meningitis tuberkulosa dan dibutuhkan kepatuhan
Promotion) serta kerjasama pasien dan keluarga demi keberhasilan terapi.
Dijelaskan juga prognosis pasien ini.

10. Prognosis  Meningitis tuberkulosa sembuh lambat dan umumnya


meninggalkan sekuele neurologis
 Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat dan
meninggal

11. Tingkat Evidens

12. Tingkat
Rekomendasi
13. Penelaah Kritis
14. Indikator

15. Kepustakaan Misbach J, Hamid AB, Mayza A, Saleh MK. Buku Pedoman Standar
Pelayanan Medis (SPM) dan Standar Prosedur Operasional (SPO)
Neurologi, Koreksi Tahun 1999 dan 2005. 2006. Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta.
Modul Neuroinfeksi, Program Pendidikan Dokter Spesialis Neurologi.
2008. Kolegium Neurologi Indonesia. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai