Anda di halaman 1dari 7

ABSTRAK

Mahasiswa rantau merupakan mahasiswa yang menempuh pendidikan jauh dari tempat
tinggal asalnya. Hal yang sering terjadi pada mahasiswa rantau adalah homesickness.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan homesickness ditinjau dari gaya
kelekatan secure dan insecure pada mahasiswa rantau di Kota Makassar. Subjek
penelitian ini berjumlah 105 mahasiswa rantau di Kota Makassar. Teknik pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan accidental sampling. Alat ukur yang digunakan
adalah skala homesickness dan skala gaya kelekatan. Penelitian ini menggunakan teknik
analisis uji Kruskal-Wallis dengan bantuan program SPSS 22.0 for windows. Berdasarkan
hasil analisis data diperolah nilai signifikansi (p) sebesar 0,003 artinya terdapat
perbedaan homesickness ditinjau dari gaya kelekatan secure dan insecure pada
mahasiswa rantau di Kota Makassar. Mahasiswa yang memiliki homesickness terdapat
pada gaya kelekatan insecure. Implikasi dalam penelitian ini untuk mahasiswa rantau
agar lebih mengetahui gaya kelekatan dengan orang tua.

Kata kunci: Homesickness, Gaya Kelekatan, Mahasiswa Rantau.

PENDAHULUAN

Banyak mahasiswa yang menetapkan untuk melanjutkan pendidikan yang jauh dari tempat
tinggal asalnya, maka mereka harus tinggal di luar domisili atau luar daerah dalam periode waktu
tertentu guna menamatkan pendidikan atau dikenal sebagai mahasiswa merantau. KBBI (2008)
mengemukakan bahwa merantau adalah pergi dari tempat tinggal asalnya ke daerah lain untuk
menuntut ilmu pengetahuan dan penghidupan yang lebih baik. Irawati (Halim & Dariyo, 2016)
mengemukakan salah satu alasan merantau yaitu demi memperoleh pendidikan yang layak.
Pendidikan yang layak menjadi hak masyarakat Indonesia. Jika daerahnya tidak mempunyai
pendidikan yang layak, individu akan merantau dalam mencapai cita-citanya. Shafira (2015)
mengemukakan bahwa usia mahasiswa strata 1 (S1) berkisar antara 18-25 tahun, dalam kategori
psikologi perkembangan ada pada masa remaja akhir dan akan masuk ke dewasa awal. Pada
masa tersebut, individu dituntut mulai hidup mandiri. Individu tersebut juga telah mulai
mempunyai arah tentang masa depan yang lebih realistis, dinyatakan dengan melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi.
Pengambilan data awal pada tanggal 16 Juni 2020 melalui google form pada mahasiswa
rantau di Kota Makassar sebanyak 118 orang. Hasil survey peneliti menemukan presentase
mahasiswa rantau di Kota Makassar, ada 35% tinggal di Kecamatan Rappocini, 21% Kecamatan
Tamalate, 9% Kecamatan Panakukang, 9% Kecamatan Tamalanrea, 8% Kecamatan Manggala,
5% Kecamatan Biringkanaya, 5% Gowa, 3% Kecamatan Tallo serta masing-masing 1% untuk
Kecamatan Bontoala, Ujung Pandang, Ujung Tanah, Wajo serta Mariso. Peneliti menemukan
fakta bahwa mahasiswa yang merantau di Kota Makassar berdomisili di beberapa Kecamatan
dan Kecamatan yang dominan ada di Kecamatan Rappocini. Mahasiswa yang memilih
melanjutkan pendidikan yang jauh dari daerah asalnya, akan berhadapan dengan bermacam
kemungkinan yang dirasakan di tempat baru. Peneliti melakukan data awal pada tanggal 13
Oktober melalui google form pada mahasiswa rantau sebanyak 69 orang. Peneliti menemukan
bahwa permasalahan yang terjadi pada mahasiswa rantau adalah susah berkomunikasi dengan
keluarga, sering sakit, kelaparan, kesepian, masalah keuangan, merindukan suasana rumah, susah
beradaptasi, pola makan yang tidak teratur serta kesusahan ketika berada jauh dari orang tua dan
keluarga.
Shal, dkk (2011) mengemukakan bahwa pindah dari satu lingkungan yang akrab ke
lingkungan lainnya untuk bekerja, pendidikan, migrasi, perdagangan, dll di sertai dengan stress.
Salah satu stress yang di hadapi mahasiswa adalah homesickness. Stroebe, dkk (2002)
mengemukakan bahwa homesickness adalah seseorang yang merindukan kampung halaman,
orang tua, keluarga, teman-teman, lingkungan yang akrab dan kenyamanan rumah mereka.
Homesickness adalah pengalaman umum di kalangan mahasiswa. Peneliti melakukan hasil
survey sebanyak 69 mahasiswa rantau di Kota Makassar, 18 orang di antaranya mengalami
homesickness, 17 orang mengalami masalah keuangan, 8 orang mengalami kesusahan
beradaptasi, 8 orang mengalami pola makan yang tidak teratur, 7 orang tidak mengalami
permasalahan, 2 orang mengalami kesusahan pembagian waktu, masing-masing satu orang
mengalami iri ketika ada yang pulang kampung, susah berkomunikasi dengan keluarga serta
tidak ada yang mengurus ketika sedang sakit.
Weisani, Yazdanpanah & Siadat (2014) mengemukakan bahwa homesickness adalah
gangguan kecemasan dan suasana hati yang tertekan dalam beberapa kondisi. Aspek-aspek
homesickness yang dikemukakan oleh Weisani Yazdanpanah & Siadat (2014), yaitu
kecenderungan untuk kembali ke rumah, larut dalam masalah, merasa sendiri, rasa rindu
keluarga dan rasa rindu pada lingkungan yang akrab. Kecenderungan untuk kembali ke rumah
ditandai dengan sikap yang terus menerus memikirkan tentang rumah atau kampung halaman,
serta orang yang dicintai dan mempunyai keinginan untuk terus pulang kerumah. Larut dalam
masalah, individu tidak bisa memecahkan masalah yang di alami dan membuat individu
mengalami kesusahan dalam lingkungan. Merasa sendiri, terjadi sebab individu tidak bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Rasa rindu keluarga memperlihatkan kondisi
merindukan keluarga serta merasa bergantung pada keluarga. Rasa rindu pada lingkungan yang
akrab, individu merasakan rindu teman-teman dan lngkungan terdahulu.
Tilburg, Vingerhoets & Heck (1999) menemukan bahwa 60-70% dari individu yang pindah
untuk mengambil tempat tinggal di Universitas mengembangkan perasaan homesickness, 7-10%
di antaranya mengembangkan bentuk homesickness yang parah. Stroebe, dkk (2002)
mengemukakan bahwa dalam penelitian yang dilakukan oleh Fisher, sebanyak 50-70% dari
populasi yang mengalami homesickness. Individu yang telah mengalami homesickness bisa
mengganggu aktivitas yang dilakukan sehari-hari sebanyak 10-15%. Penelitian Lindner (Shal,
dkk, 2011) mengemukakan bahwa sekitar 60-70% siswa yang menimba ilmu di Universitas
mengembangkan perasaan tertekan dan homesickness. Peneliti melakukan hasil survey
sebanyak 69 mahasiswa rantau di Kota Makassar, 29 orang di antaranya merindukan orang tua,
26 orang merindukan keluarga, 6 orang merindukan Ibu, 2 orang merindukan Bapak, 3 orang
merindukan sahabat, 2 orang merindukan nenek, 1 orang merindukan rumah. Satu faktor yang
penting dalam memengaruhi homesickness adalah gaya kelekatan emosional yang individu miliki
dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Armsden & Greenberg (1987) mengemukakan bahwa kelekatan adalah ikatan afeksi antara
dua individu yang mempunyai intensitas kuat. Shal, dkk (2011) mengemukakan bahwa individu
yang secure menunjukan keseimbangan yang sehat antara otonomi dan hubungan antarpribadi,
dari sudut pandang lain, ketika figur kasih sayang tidak simpati, menentramkan hati, peduli atau
selalu ada, anak- anak mengembangkan gaya insecure attachment pada hubungan cinta yang
akan datang. Walaupun gaya insecure attachment pada awalnya bisa menjadi strategi yang baik
untuk mendapatkan keamanan dari hubungan dengan yang lain pada masa kecil, strategi ini
sering bertahan hingga masa dewasa tanpa memeriksa kembali kegunaannya pada lingkungan
yang baru.
Collins (1996) mengemukakan bahwa gaya kelekatan adalah cara interaksi orang tua dan
anak dan kemudian dibawa ke dalam hubungan yang baru dengan dunia sosial. Aspek-aspek
gaya kelekatan yang dikemukakan oleh Collins (1996), yaitu gaya kelekatan secure dan insecure
yang terbagi atas dua, yakni avoidance dan anxiety. Gaya kelekatan secure adalah individu yang
merasa dihargai orang lain dan layak untuk mendapatkan kasih sayang. Gaya kelekatan
avoidance mengarah pada tingkat nyaman atau tidaknya individu dengan adanya kedekatan dan
saling bergantung dengan orang lain. Gaya kelekatan anxiety mengarah pada perasaan individu
terhadap adanya penolakan atau penerimaan dalam hubungan mereka dengan orang lain.
Thurber & Walton (2007) mengemukakan bahwa gaya kelekatan dengan pengasuh utama
adalah faktor yang memengaruhi homesickness. Individu dengan insecure attachment rentan
mengalami distress setelah berpisah dari rumah. Individu dengan secure attachment terkait
keterampilan sosial yang baik, penyesuaian diri dan emosi dengan lingkungan baru. Hipotesis
penelitian ini, yakni ada perbedaan homesickness dilihat dari gaya kelekatan secure dan insecure
pada mahasiswa rantau di Kota Makassar.

METODE

Metode penelitian ini disusun dengan metode kuantitatif untuk mengetahui perbedaan
homesickness ditinjau dari gaya kelekatan secure dan insecure pada mahasiswa rantau di Kota
Makassar. Populasi penelitian ini yaitu mahasiswa aktif yang merantau di Kota Makassar dengan
jumlah sampel sebanyak 105 orang. Teknik yang dipakai dalam penelitian guna menentukan
sampel yaitu teknik accidental sampling dengan menyebar skala penelitian menggunakan google
from kepada mahasiswa rantau di Kota Makassar.
Pengumpulan data penelitian ini memakai skala likert lima point untuk setiap variabel, yaitu
homesickness dan gaya kelekatan. Skala homesickness menggunakan skala adaptasi dari Tanod
(2019) berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Weisani, Yazdanpanah & Siadat (2014)
dengan jumlah 10 aitem favorable dan 5 aitem unfavorable, yaitu kecenderungan untuk kembali
ke rumah, larut dalam masalah, merasa sendiri, rasa rindu keluarga dan rasa rindu pada
lingkungan yang akrab. Skala gaya kelekatan pada penelitian ini menggunakan skala adaptasi
dari Collins (1996) dengan aspek-aspek secure, avoidance dan anxiety dengan jumlah 11 aitem
favorable dan 7 aitem unfavorable.
Penelitian ini menggunakan formula Aiken's V pada skala homesickness dan gaya kelekatan
yang bertujuan untuk menguji kelayakan aitem berdasarkan hasil penilaian dari expert
judgement, sehingga menghasilkan nilai 0,75, semakin mendekati angka 1 maka aitem akan
dianggap mempunyai validitas yang kuat. Penelitian ini diukur dari skala penelitian yang
digunakan dengan menggunakan metode Alpha Cronbach. Hasil Alpah Cronbach skala
homesickness memperlihatkan nilai sebesar 0,827 serta skala gaya kelekatan mempunyai nilai
alpha sebesar 0,749. Hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat reliabilitas dari aitem pada skala
homesickness dan gaya kelekatan tergolong reliabel. Penelitian ini menggunakan uji Kruskal-
Wallis untuk menguji hipotesis penelitian dengan memakai SPSS 22 for Windows. Analisis ini
dilaksanakan guna mengetahui perbedaan homesickness ditinjau dari gaya kelekatan secure dan
insecure.

HASIL
Subjek penelitian ini yaitu mahasiswa rantau di Kota Makassar, jumlah subjek dalam
penelitian ini sebanyak 105 mahasiswa rantau. Mahasiswa rantau di perguruan tinggi Makassar
yang terdiri dari Universitas Negeri Makassar sebanyak 38 subjek (36%), Universitas Muslim
Indonesia 14 subjek (13%), Universitas Hasanuddin sebanyak 16 subjek (15%), Universitas
Fajar sebanyak 4 subjek (4%), Poltekkes Muhammadiyah Makassar sebanyak 13 subjek (12%),
Universitas Megarezky sebanyak 7 subjek (7%), STIK Gia Makassar sebanyak 4 subjek (4%),
UIN Alauddin Makassar dan Stikes Yapika Makassar sebanyak 2 subjek (2%), Politeknik
Maritim AMI Makassar, Universitas Kristen Indonesia Paulus,STIK Makassar, Universitas
Muhammadiyah Makassar, Politeknik Negeri Ujung Pandang sebanyak 1 subjek (1%).
Berdasarkan analisis deskriptif variabel homesickness ada 89 subjek (85%) berada di kategori
tinggi dan 16 subjek (15%) berada di kategori rendah. Berdasarkan kategori gaya kelekatan ada 3
subjek mempunyai gaya kelekatan secure, 95 subjek mempunyai gaya kelekatan avoidance serta
7 subjek mempunyai gaya kelekatan anxiety.
Hasil uji hipotesis dalam penelitian ini memakai uji Kruskal-Wallis dengan nilai P sebesar
0,003. Acuan yang dipakai yaitu p ˂ 0,05 maka hipotesis diterima. Ada perbedaan homesickness
ditinjau dari gaya kelekatan. Berikut Tabel hasil uji hipotesis.
Tabel 1. Hasil Uji Hipotesis

Homesickness

Chi-Square 11.556

Df 2

Asymp.Sig 0.003

Tabel 2. Hasil Uji Chi Square Crosstabulation


Homesickness
Tinggi Rendah Total
Gaya Kelekatan Secure 3 0 3
Avoidance 44 51 95
Anxiety 6 1 7

PEMBAHASAN

1. Gambaran deskriptif hasil penelitian


a. Gambaran deskriptif homesickness
Berdasarkan hasil analis deskriptif memperlihatkan bahwa sebagian banyak
mahasiswa rantau di Kota Makassar yang menjadi subjek penelitian mempunyai
homesickness yang tergolong tinggi. Ada 89 subjek yang ada pada kategori tinggi
dengan presentase 85% dan sebanyak 16 subjek yang ada pada kategori rendah dengan
presentase 15%. Berdasarkan hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa mahasiswa
rantau di Kota Makassar mempunyai mayoritas tingkat homesickness yang tinggi.
Thurber & Walton (2007) mengemukakan bahwa individu yang mempunyai
kemungkinan besar merasakan homesickness adalah mereka yang baru memulai
perkuliahan, utamanya ketika tahun pertama. Tilburg & Vingerhoets (2005)
mengemukakan bahwa setiap individu mempunyai reaksi yang berbeda ketika
dihadapkan pada kondisi untuk meninggalkan rumahnya dalam periode waktu yang
lebih panjang atau pendek.
Santrock (2011) mengemukakan bahwa untuk kebanyakan individu, lulus dari
sekolah dan melanjutkan kuliah merupakan aspek utama dalam transisi menuju
kedewasaan. Transisi dari SMA ke Universitas mengikutkan hal-hal yang positif.
Mahasiswa lebih merasa dewasa, memiliki banyak pilihan, banyak waktu untuk bergaul
dengan teman-teman, kesempatan yang lebih luas dalam mengekplorasi nilai dan gaya
hidup yang beragam, merasakan kebebasan yang lebih besar dari pantauan orang tua
serta tertantang secara intelektual oleh tugas-tugas akademis. Hurlock (1980)
mengemukakan bahwa individu yang mencapai usia dewasa, mereka berkemauan kuat
untuk dianggap sebagai individu dewasa yang mandiri oleh kelompok sosialnya. Istanto
& Engry (2019) mengemukakan bahwa mahasiswa rantau mempunyai kemandiran
untuk menyesuaikan diri ditempat asing sebab sudah masuk tahap dewasa awal dan bisa
disebut sudah cukup dewasa sehingga tidak terlalu rentan mengalami homesickness.
Vliet (2001) memperlihatkan bahwa apabila individu mengalami homesickness
yang parah, maka individu akan mengalami gangguan pada kehidupan sehari-hari,
seperti munculnya perilaku apatis hingga gangguan somatik pada individu. Tilburg,
Vingerhoets serta Heck (1999) mengemukakan bahwa sebagian besar individu yang
pulih dari homesickness, terkait dengan kondisi dimana individu akhirnya bisa
menyesuaikan diri dan menemukan teman baru di lingkungan barunya. Penelitian
Scopelliti & Tiberio (2010) memperlihatkan bahwa ikatan positif dengan tempat tinggal
baru bisa membantu mengurangi homesickness. Thurber (Tilburg & Vingerhoets, 2005)
mengemukakan bahwa tingkat keparahan homesickness bisa dialami pada hari pertama
hingga hari keempat di lingkungan baru. Tilburg, Vingerhoets serta Heck (1999)
membagi jarak durasi individu mengalami homesickness selama satu hingga enam
bulan, apabila individu mengalami homesickness lebih dari enam bulan maka bisa
dikategorikan mengalami homesickness yang tinggi.
b. Gambaran deskriptif gaya kelekatan
Berdasarkan hasil deskriptif yang dilakukan dengan hasil analisis Z-score
memperlihatkan bahwa ada 3 subjek mahasiswa yang mempunyai gaya kelekatan
secure, 95 subjek mahasiswa yang mempunyai gaya kelekatan avoidance serta 7 subjek
mahasiswa yang mempunyai gaya kelekatan anxiety. Hasil yang diperoleh
memperlihatkan bahwa mahasiswa rantau di Kota Makassar mempunyai mayoritas gaya
kelekatan avoidance. Hasmalawati & Hasanati (2018) mengemukakan bahwa individu
yang mempunyai kualitas gaya kelekatan secure bisa mengatasi tugas yang susah, tidak
cepat putus asa, mandiri dan akan mengembangkan hubungan yang positif didasarkan
pada rasa percaya diri. Collins dan Read (1990) mengemukakan bahwa individu dengan
gaya kelekatan secure mempunyai keberartian diri yang tinggi, lebih percaya diri dalam
kondisi sosial dan lebih asertif. Sedangkan individu dengan gaya kelekatan advoince
dan anxiety merasa tidak berharga, tidak percaya diri, kurang pengertian, tidak asertif
dan kurang berani menjalin hubungan.
Simpson (1990) mengemukakan bahwa gaya kelekatan avoidance memilikki
karakteristik model mental diri yang curiga dan memandang individu sebagai individu
yang kurang pendirian, merasa tidak percaya pada kesediaan orang lain, tidak nyaman
pada keintiman dan ada rasa takut untuk ditinggal. Individu dengan gaya kelekatan
anxiety memiliki karakteristik sebagai individu yang kurang pengertian, kurang percaya
diri, merasa kurang berharga dan memandang individu lain memiliki komitmen yang
rendah dalam hubungan interpersonal (Simpson, 1990). Hazan & Shaver (1987)
mengemukakan bahwa perbedaan dalam gaya kelekatan akan menyebabkan perbedaan
yang besar dalam memandang diri orang lain. Santrock (2011) menyimpulkan
keuntungan dari gaya kelekatan secure adalah individu punya rasa penerimaan diri,
penghargaan diri serta self-efficacy yang terintregasi dengan baik. Individu bisa
mengontrol emosi, optimis dan ulet. Dalam menghadapi stress dan kesusahan, mereka
mengaktifkan representasi kognitif keamanan, sadar tentang apa yang terjadi
disekeliling mereka serta melakukan strategi pengelolaan masalah yang efektif.
2. Gambaran perbedaan homesickness ditinjau dari gaya kelekatan secure dan insecure
pada mahasiswa rantau di Kota Makassar
Hasil uji hipotesis penelitian ini memperlihatkan bahwa ada perbedaan homesickness
ditinjau dari gaya kelekatan pada mahasiswa rantau di Kota Makassar dengan nilai Sig 0,003
(p<0,05). Hasil uji chi square crosstabulation memperlihatkan bahwa mahasiswa dengan
gaya kelekatan avoidance yang membuat mahasiswa homesickness. Hasil penelitian
Zimmermann, dkk (2001) yang mengemukakan bahwa individu yang bisa menjalin
hubungan dengan teman sebayanya akan menyesuaikan diri dalam menghadapi masalah
yang dialami. Begitupun sebaliknya, individu yang kurang bisa menjalani hubungan dengan
baik akan mengalami kesusahan menyesuaikan diri dan merupakan salah satu aspek
kecenderungan mengalami homesickness.
Natasuwarna & Ramadhana (2021) mengemukakan bahwa individu dengan gaya
kelekatan secure mempunyai kasih sayang orang tua yang melakukan pola asuh dengan
konsisten dan responsive, sehingga mempengaruhi cara anak berinteraksi dengan orang lain.
Bowlby (Tilburg & Vingerhoets, 2005) mengemukakan bahwa individu dengan gaya
kelekatan secure lebih mudah menyesuaikan diri dan menjelajahi lingkungan baru sebagai
individu dewasa dan kurang mengalami homesickness, sedangkan individu dengan gaya
kelekatan avoidance dan anxiety akan mengalami banyak kesusahan dalam tantangan
budaya asing dan cenderung mengalami homesickness.
Mikulincer (1995) mengemukakan bahwa individu dengan gaya kelekatan secure lebih
menekankan pentingnya hubungan kelekatan yang hangat dalam perkembangan yang positif
dan struktur diri yang diorganisasikan dengan baik. Helmi (2004) mengemukakan bahwa
individu dengan gaya kelekatan avoidance dan anxiety memperlihatkan perasaan kurang
berarti, kepercayaan diri dalam kondisi sosial rendah, kurang asertif, cenderung menghindar
dan memandang dirinya kurang positif, kurang memperlihatkan keberartian diri serta kurang
berorientasi dalam hubungan interpersonal.
Hasmalawati & Hasanati (2018) mengemukakan bahwa pola asuh yang ditanamkan
orang tua kepada anak akan menjadi modal untuk menghadapi kehidupan dan berinteraksi
dengan lingkungannya. Pola asuh yang dibentuk orang tua bisa membentuk ikatan emosi
orang tua dan anak. Gaya kelekatan menjadi salah satu karakteristik khas penting sebab
menjadi dasar kemampuan individu untuk mengeksplorasi lingkungannya secara bebas. Jika
individu merasa aman ketika berpisah dengan pengasuhnya, maka dia akan menjadi lebih
leluasa dalam mengeksplorasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan uji hipotesis, maka penelitian ini bisa di simpulkan bahwa
ada perbedaan homesickness ditinjau dari gaya kelekatan secur dan insecure pada mahasiswa
rantau di Kota Makassar. Mahasiswa yang mempunyai gaya kelekatan insecure terutama pada
gaya kelekatan avoindance mengalami homesickness yang tinggi. Adapun saran yang diberi oleh
peneliti sebagai berikut:

1. Bagi mahasiswa yang merantau


Peneliti menyarankan bahwa mahasiswa yang merantau harus bisa menyesuakan diri dengan
lingkungan dan mencari teman sebaya yang bisa diajak berdiskusi agar tidak mengalami
homesickness dan bisa bertahan dirantau.

2. Bagi Peneliti selanjutnya


Peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian pada siswa yang usianya lebih
muda, seperti siswa SMP atau SMA yang merantau sebab melanjutkan sekolah.

Anda mungkin juga menyukai