Anda di halaman 1dari 32

JUDUL

Disusun Oleh :

Dewi Rosmayanti B.2111677


Ervina Anggrainy Wijaya B.2110052
Muhammad Riham Maulidi B.2010795
Niken Pramesti B.2110084
Nova Nur Hijriana B.2110087
Salsabila B.2110616

JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS ILMU PANGAN HALAL
UNIVERSITAS DJUANDA BOGOR
BOGOR
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jahe (Zingiber officinale) merupakan salah satu komoditas pertanian


yang hampir ditemukan di seluruh wilayah Indonesia. Khasiat rimpang jahe
diantaranya adalah memiliki aktivitas antidiare, antimikrobia, antioksidan,
anti hepatotoksik, dan antipiretik (Daswani et al 2010). Khasiat rimpang jahe
berasal dari berbagai senyawa bioaktif yang terdapat dalam rimpang jahe.
Senyawa bioaktif pada rimpang jahe antara lain minyak atsiri, oleoresin, dan
gingerol (senyawa yang menyababkan bau harum khas jahe). Senyawa
penting yang paling banyak dimanfaatkan yaitu oleoresin, yang terdiri dari
minyak atsiri (penentu aroma) serta resin dan gum (pembentukan rasa)
(Koswara 2006). Oleoresin merupakan campuran kompleks dari bahan
volatile dan non-volatile yang memberikan aroma dan rasa khas pada jahe.
Oleoresin memiliki sifat sangat lengket, kental, dan sulit ditakar sehingga
efisiensi pemanfaatannya dalam skala industri berkurang. Masalah ini dapat
diatasi dengan melakukan mikroenkapsulasi untuk mengkonversi oleoresin
(zat cair) menjadi serbuk (zat padat).

Mikroenkapsulasi adalah teknik pelapisan bahan aktif dengan


menggunakan lapisan tipis sebagai bahan dinding. Fungsi bahan dinding
adalah untuk melindungi bahan inti dari luar yang menyebabkan degradasi,
mengurangi reaktivitas bahan inti, mengurangi penguapan, dan mengontrol
pelepasan bahan inti. Pemilihan proses mikroenkapsulasi tergantung pada
sifat kimia dan fisik material inti dan dinding. Spray drying, freeze-drying,
ekstrusi, fluidized bed, dan emulsion crosslinking telah dikembangkan untuk
proses mikroenkapsulasi.spray drying adalah metode tertua dan merupakan
Teknik enkapsulasi yang paling banyak digunakan (Khasanah et al. 2015).
Spray drying merupakan salah satu metode fisika yang paling banyak
digunakan dalam industri makanan.
1.2. Tujuan

1. Membuat mikrokapsul oleoresin jahe dengan penyalut natrium kasenat dan


maltodekstrin menggunakan teknik spray drying.
2. Mengetahui potensi mikroenkapsulasi oleoresin ampas jahe dengan
metode spray drying.
3. Mempelajari pengaruh vaariasi konsentrasi maltodekstrin, rasio minyak
jahe terhadap bahan penyalut maltodekstrin dan suhu inlet pada proses
pembuatan mikrokapsul.
4. Mengetahui pengaruh penggunaan maltodekstrin dan karaginan dengan
berbagai kombinasi sebagai bahan pelapis pembuatan oleoresin jahe merah
mikroenkapsulasi dengan metode spray drying.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Mikroenkapsulasi


Metode mikroenkapsulasi merupakan salah satu teknik yang paling
banyak digunakan untuk melindungi senyawa bioaktif dari berbagai faktor
lingkungan seperti penguapan, oksidasi, degradasi suhu kelembaban, dan
cahaya sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk dan menghindari
dari kerusakan serta dapat melindungi senyawa penting pada ekstrak sehingga
dapat bertahan lama dan masih dapat dimanfaatkan oleh tubuh dengan baik
(Wathoni et al, 2019). Mikroenkapsulasi adalah proses di mana partikel kecil
atau tetesan cairan dibungkus atau dilapisi oleh bahan polimer untuk
menghasilkan partikel kecil, yang disebut mikrokapsul atau mikrosfer. Pada
teknik mikroenkapsulasi bahan yang digunakan dalam penyalutan dapat
berupa polimer. Polimer memiliki sifat fisikokimia tertentu sehingga
memiliki struktur dan karakteristik yang berbeda. Polimer yang digunakan
harus mampu memberikan lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti, harus
bercampur secara kimia, tetapi tidak boleh bereaksi dengan inti (inert), dan
harus memiliki sifat yang sesuai untuk keperluan penyalutan.

Kelebihan dari teknik mikroenkapsulasi ini yaitu masa simpan yang


cukup lama, praktis untuk di campurkan dengan bahan lain, memiliki kadar
air rendah sehingga terhindar dari pertumbuhan jamur penyebab kerusakan.
Namun, kekurangan dari teknik mikroenkapsulasi ini adalah proses yang
cukup rumit dan biaya yang relatif mahal serta penampakan flavor yang
sedikit berbeda dari bahan alami (Riauwati et al. 2020).

2.2. Prinsip Teknik Spray Drying


Spray drying adalah metode tertua dan merupakan teknik enkapsulasi
yang paling banyak digunakan (Khasanah et al., 2015). Alasan penggunaan
metode spray drying selain karena biayanya murah, metode ini pun dapat
mudah di scale up (Jamekorshid et al. 2014). Spray drying secara efektif
mengubah umpan basah dengan kadar air tinggi menjadi berbagai bentuk dan
kualitas bubuk kering. Teknik spray drying terdiri dari tiga tahap proses
utama, yaitu proses atomisasi, pengeringan dan pengumpulan bubuk kering
yang dihasilkan (Gibbs et al. 1999)
Atomisasi adalah proses pembentukan butiran-butiran
lembut seperti kabut (karena itu sering pula disebut sebagai proses
pengabutan) merupakan proses paling pentingnuntuk pengeringan semprot.
Proses ini akan memperluas permukaan pengeringan, semakin halus ukuran
droplet maka akan semakin cepat proses penguapan meningkatkan ęfisiensi
pengeringan. Atomisasi akan menghasilkan partikel dengan ukuran yang
sangat kecil, sehingga luas permukaan total dari partikel-partikel tersebut
akan menjadi sangat besar. Tahap pengeringan terjadi ketika bahan
disemprotkan dari nozel atau atomizer, maka butiran- butiran halus tersebut
seketika terpapar dengan panas pada ruang pemanas sehingga air yang
dikandungnya akan mengalami penguapan menghasilkan butiran kering yang
akan terkumpul sebagai bubuk kering. Sekitar 80% air akan terevaporasi
dalam beberapa detik saja begitu partikel tersebut keluar dari atomiser.
Setelah penyemprotan dan pengeringan, bubuk kering dikumpulkan dengan
alat pengumpulan yang berbentuk corong (cone-shaped apparatus) di bagian
bawah ruang pengering. Jika bubuk sudah terkumpul sejumlah tertentu, maka
secara otomatis bubuk terkumpul tersebut dikeluarkan melalui sistem
“airlock” pada ujung corong dan kemudian dikumpulkan untuk proses
selanjutnya. dikumpulkan dengan alat pengumpulan yang berbentuk corong
(cone-shaped apparatus) di bagian bawah ruang pengering. Jika bubuk sudah
terkumpul sejumlah tertentu, maka secara otomatis bubuk terkumpul tersebut
dikeluarkan melalui sistem “airlock” pada ujung corong dan kemudian
dikumpulkan untuk proses selanjutnya.
Metode spray drying mempunyai beberapa keunggulan diantaranya
yaitu ketersediaan peralatan, biaya prosesnya rendah, jenis bahan penyalut
yang digunakan lebih beragam, retensi bahan mudah menguap dengan baik,
dapat diproduksi secara kontinyu dalam skala besar dan dapat digunakan
untuk bahan yang tidak tahan panas (titk lebur rendah). Hal ini disebabkan
dalam proses spray drying akan terbentuk lapisan film yang mengelilingi
droplet sehingga suhu pemanasan di luar droplet tidak akan merusak material
intinya (Djafar et al. 2019).
2.3. Profil Minyak Jahe
Minyak jahe secara visual berwarna kuning terang dan berbau khas.
Kromatogram hasil analisis GC-MS minyak jahe menunjukkan adanya
beberapa senyawa terpene yang merupakan fraksi ringan dalam minyak jahe
yaitu α-pinene, camphene, myrcene dan cineole. Fraksi-fraksi ringan dalam
minyak jahe umumnya memiliki angka putaran optik yang bernilai positif.
Mutu minyak jahe akan menjadi rendah bila memiliki banyak kandungan
fraksi ringan karena minyak jahe yang bermutu baik memiliki angka putaran
optik yang bernilai negatif. Minyak jahe mengandung lima komponen
terbesar yaitu: benzene, zingiberene, β-bisabolene, cyclohexane dan
farnesene. Minyak jahe mengandung beberapa komponen pemberi aroma
khas pada jahe yaitu zingiberene, β-bisabolene dan geraniol (Hartuti dan
Supardan, 2013). Komponen-komponen fraksi ringan diperoleh pada awal
proses penyulingan mempunyai angka putaran optik yang positif. Komponen-
komponen yang sebaiknya terkandung dalam minyak jahe adalah senyawa-
senyawa fraksi berat yaitu senyawa sesquiterpene (zingeberen, zingeron,
damar dan pati), senyawa phenol (gingerol dan shogaol), dan senyawa
monoterpene (citral dan borneol). Hasmita et al. (2015) melaporkan bahwa
perbedaan komposisi dalam minyak jahe dapat disebabkan oleh spesies
tanaman, kondisi produksi, waktu panen dan iklim.

2.4. Pengaruh Konsentrasi Oleoresin Jahe


Peningkatan jumlah oleoresin yang ditambahkan akan menyebabkan
kenaikan kadar total oil. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan oleoresin
yang tidak terikat oleh partikel maltodekstrin, baik yang terikat di dalam
maupun di luar permukaan. Makin banyak oleoresin yang ditambahkan maka
akanmakin banyak pula oleoresin yang menempel di permukaan partikel. Hal
ini berarti terjadi peningkatan jumlah oleoresin yang tidak terenkapsulasi. Ada
indikasi khusus terkait dengan terjadinya peningkatan kadar surface oil seiring
dengan penambahan oleoresin yang dilakukan. Peningkatan rasio oleoresin ini
akan diikuti dengan meningkatnya intensitas warna kuning dari mikrokapsul
yang didapatkan. Proporsi enkapsulan yang sesuai akan memberikan sifatsifat
emulsifikasi dan pengeringan yang baik sehingga dapat mempertinggi retensi
bahan inti selama mikroenkapsulasi dengan spray dryer (Rosenberg et
al.,1985).

Rendemen oleoresin jahe hasil ekstraksi sampel kering lebih tinggi


dari pada sampel segar di tiap rasio berat bahan dengan volume pelarut.
Ekstraksi oleoresin pada sampel kering lebih efektif dari pada sampel segar
karena bahan pada sampel kering sudah mengalami pengeringan sejak awal
sebelum distilasi. Tingginya rendemen ekstraksi oleoresin pada sampel kering
ini kemungkinan disebabkan oleh lebih tingginya tingkat kerusakan dinding
sel rimpang jahe yang melindungi oleoresin sehingga proses ekstraksi menjadi
lebih efektif (Azian et al., 2004). Makin banyak volume etanol yang
digunakan maka makin banyak pula oleoresin yang berdifusi sehingga akan
makin banyak oleoresin yang terekstrak. Bobot jenis sampel oleoresin yang
dihasilkan lebih rendah dari pada bobot jenis oleoresin jahe yang ditetapkan
oleh Indesso. Oleoresin yang dihasilkan tersebut berbentuk cairan kental.
Dilihat dari kelarutannya dalam etanol, oleoresin yang dihasilkan dapat
terlarut sempurna. Dalam penelitian ini, oleoresin ampas jahe inilah yang
selanjutnya dibuat mikrokapsul.

2.5. Pengaruh Komposisi Penyalut


Pemilihan jenis penyalut atau bahan pengkapsul (encapsulating
material/wall) merupakan salah satu faktor penting dalam teknik
mikroenkapsulasi. Kapsul yang dihasilkan dapat berfungsi baik jika
menggunakan bahan penyalut yang sesuai (Botrel et al., 2014). Maltodekstrin
merupakan salah satu penyalut yang baik dan sering digunakan karena
kemampuannya dalam membentuk emulsi, memiliki viskositas yang rendah,
mudah ditemukan, mudah penanganan prosesnya, cepat terdispersi, memiliki
kelarutan yang tinggi, mampu membentuk matrik sehingga mengurangi
terjadinya pencoklatan, mampu menghambat kristalisasi, memiliki daya ikat
yang kuat dan bersifat stabil pada emulsi minyak dalam air (Laohasongkram
et al., 2011). Selain itu, maltodekstrin juga memiliki kemampuan yang sangat
baik dalam menghadapi oksidasi sehingga mikrokapsul yang dihasilkan dapat
mempunyai umur simpan yang lebih baik (Gharsallaoui et al., 2007). Secara
umum terlihat bahwa semakin besar konsentrasi maltodekstrin dan rasio
minyak jahe terhadap maltodekstrin yang digunakan maka semakin besar
jumlah rendemen produk mikrokapsul minyak atsiri jahe yang diperoleh.
Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi maltodekstrin dan rasio minyak jahe
terhadap maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap peningkatan rendemen
produk mikrokapsul minyak jahe.

Yout et al. (1993) dalam Yanuwar et al. (2007) menjelaskan bahwa


efisiensi mikroenkapsulasi semakin menurun dnegan peningkatan bahan
intinya. Frascareli et al. (2012) juga menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi efisiensi mikroenkapsulasi adalah konsentasi bahan inti.
Efisiensi akan meningkat dengan semakin rendahnya konsentasi bahan inti.
Selama penyalutan, senyawa volatil dapat menguap karena terjadi
pemanasan dengan suhu yang tinggi. Dalam hal ini peningkatan natrium
kaseinat dalam kombinasinya dengan maltodekstrin mempengaruhi hasil
pengukuran oil recovery. Penggunaan natrium kaseinat yang besar
meningkatkan kemampuan penyalutan oleoresin, sehingga oil recovery yang
dicapai lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan natrium kaseinat yang
kecil. Sifatnya sebagai emulsifier tampak jelas dengan memberikan
penampilan yang sangat berbeda pada penggunaan natrium kaseinat dalam
jumlah kecil (7,5%) dan besar (30%).
2.6. Karakteristik Oleoresin dan Metode Spray Drying

2.7. Aplikasi dan Pemanfaatan Metode Spray Drying Untuk Produk Pangan
BAB III
METODOLOGI

3.1 Pengaruh Konsentrasi Oleoresin Dan Komposisi Bahan Penyalut


Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe Emprit (Zingiber
Officinale) Dengan Metoda Spray Drying
Ekstraksi oleoresin jahe memerlukan bahan dalam bentuk serbuk kering.
Pembuatan serbuk jahe (powdering) dilakukan dengan cara merajang rimpang
jahe segar dengan tebal irisan 5-8 mm, kemudian dikeringkan di dalam oven
dengan suhu 60oC selama 2 x 8 jam. Jahe yang telah kering digiling
menggunakan penggiling disc-mill dengan ayakan mesh 40-60. Serbuk jahe
kemudian diekstraksi secara maserasi dengan melarutkannya dalam etanol teknis
96% dengan perbandingan 1:6 dan diaduk menggunakan pengaduk mekanik
selama 2 jam dengan kecepatan 150 RPM kemudian didiamkan selama 24 jam.
Selanjutnya ekstrak dipisahkan dari ampasnya dengan cara menyaring
menggunakan kertas saring. Ekstrak menggunakan rotary vacuum evaporator
(rotavapor) pada suhu 60oC dan tekanan - 0,57 bar (100 x KPa Hg) sampai semua
pelarut menguap, terkondensasi kembali menjadi cairan dan ditampung dalam
labu penampungan pelarut. Sisa yang tertinggal dalam labu dimasukkan ke dalam
oven vacum suhu 60oC selama 2 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang.
Selanjutnya dilakukan analisis terhadap oleoresin, yang meliputi rendemen
oleoresin, berat jenis, kadar minyak atsiri, residu pelarut dan kadar air. Pembuatan
suspensi bahan penyalut dilakukan dengan mencampurkan larutan maltodekstrin
ke dalam larutan natrium kaseinat dengan perbandingan komposisi natrium
kaseinat dan maltodekstrin adalah 7,5%:92,5% dan 30%:70% dalam aquadest
dengan total padatan 20%. Natrium kaseinat dilarutkan dalam aquadest hangat
suhu 60oC menggunakan homogenizer dengan kecepatan rendah (100 RPM).
Selanjutnya suspensi bahan penyalut dihidrasi selama 18 jam. Setelah hidrasi
bahan penyalut, untuk penelitian pendahuluan, kedalamnya dilakukan
pembentukan emulsi oleoresin jahe dengan konsentrasi 5% dan 25% dari total
padatan bahan penyalut menggunakan homogenizer berkecepatan 6000 RPM
selama lebih kurang 30 menit.
Selanjutnya diukur viskositas emulsi menggunakan Viscometer Brookfield
dengan putaran 100 RPM kemudian dikeringkan dengan spray drier pada suhu
inlet 160°C dan suhu outlet 100°C. Serbuk yang dihasilkan merupakan
mikrokapsul yang siap untuk dianalisis. Mikrokapsul yang terbentuk selanjutnya
dianalisis terhadap total oil, oil recovery, surface oil, kadar air, dan bentuk
partikel di bawah scanning electron microscope. Data total oil, oil recovery, dan
surface oil dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam untuk Rancangan Acak
Lengkap Faktorial 4x2 dan diuji lanjut dengan Uji Duncant.

3.2 Mikroenkapsulasi Oleoresin Ampas Jahe (Zingiber Officinale Var.


Rubrum) Dengan Penyalut Maltodekstrin
Metode yang digunakan adalah modifikasi dari metode Yuliani dkk.
(2007). Ampas jahe yang telah dikeringkan dengan oven pada suhu 50-60°C
hingga mencapai kadar air 5-7% kemudian digiling dan disaring dengan saringan
ukuran 40 mesh. Maserasi ampas jahe bubuk dilakukan dalam etanol 96% (1:4,
1:5, dan 1:6) kemudian diaduk dengan magnetic stirrer selama 2 jam. Campuran
tersebut didiamkan selama 12 jam. Bagian cairan dipisahkan dari bagian padatan
dengan menggunakan kertas saring. Pemurnian dilakukan dengan rotary vacuum
evaporator. Ekstraksi tersebut juga dilakukan pada sampel segar, yaitu rimpang
jahe yang belum diambil minyak atsirinya dengan metode distilasi.
1. Mikroenkapsulasi Oleoresin Ampas Jahe
Pertama kali dibuat system emulsi dengan variasi rasio berat
oleoresin:maltodekstrin yang digunakan adalah 1:50, 1:25, dan 1:16,7
dengan rasio berat Tween 80:maltodekstrin masing-masing adalah 1:100,
1:50, dan 3:10. Formula tersebut dilarutkan dalam aquades dengan
perbandingan maltodekstrin:aquades = 1:20 kemudian dihomogenisasi
dengan menggunakan HomogenizerUltra Turrax® T50 Basicdengan
kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Selanjutnya proses mikroenkapsulasi
oleoresin ampas jahe dilakukan dengan menggunakan metode spray drying
pada laju umpan 15 ml/menit dan suhu inlet 120°C. Bubuk yang
dihasilkan merupakan mikrokapsul yang dianalisis sifat-sifatnya.
2. Analisis Bobot Jenis
Metode yang digunakan mengadopsi metode Guenther (1948)
yaitu dengan melakukan penimbangan berat pada 1 ml aquades dan 1 ml
oleoresin. Bobot jenis adalah hasil bagi dari berat oleoresin dengan berat
aquades pada volume dan suhu yang sama.
3. Analisis Water Activity
Water activity diukur menggunakan water activity meter
Decagon® pa kit. Water activityakan terlihat pada layar alat pengukur
ketika kesetimbangan RH di dalamnya tercapai.
4. Analisis Bulk Density
Lima gram sampel mikrokapsul dimasukkan ke dalam silinder
kemudian divibrasi selama satu menit. Bulk density merupakanhasil bagi
antara massa sampel mikrokapsul dengan volumenya setelah vibrasi.
Metode ini mengacu pada metode Phoungchandang dan Sertwasana
(2010).
5. Analisis Kelarutan
Metode yang digunakan mengacu pada Phoungchandang dan
Sertwasana (2010). Satu gram sampel mikrokapsul dimasukkan ke dalam
400 ml air pada suhu 30°C dan diaduk menggunakan magnetic stirrer.
Kelarutan merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melarutkan semua
sampel mikrokapsul ke dalam air tersebut.
6. Analisis Kadar Total Oil Mikrokapsul
Metode yang digunakan merupakan modifikasi dari metode
Soottitantawat dkk. (2003). Kadar total oil mikrokapsul adalah jumlah
semua oleoresin yang terdapat dalam mikrokapsul, baik yang berada di
dalam mikrokapsul maupun yang menempel di permukaannya. Satu gram
mikrokapsul ditambahkan aquades 10 ml kemudian ditambah 20 ml n-
heksan. Selanjutnya dipanaskan dalam waterbath shaker (45°C, 20 menit)
lalu didinginkan hingga mencapai suhu ruang, kemudian disentrifugasi.
Oleoresin yang terkandung dalam n-heksan ditera absorbansinya pada
panjang gelombang 288,5 nm.
7. Analisis Kadar Surface Oil Mikrokapsul
Metode yang digunakan adalah modifikasi dari metode
Soottitantawat dkk.(2003). Kadar surface oil merupakan kadar oleoresin
yang menempel pada dinding luar mikrokapsul. Satu gram mikrokapsul
dimasukkan ke dalam 20 ml n-heksan selanjutnya disaring dengan kertas
saring Whatman nomer 1. Oleoresin yang terkandung dalam n-heksan
ditera absorbansinya pada panjang gelombang 288,5 nm.
8. Analisis Efisiensi Mikroenkapsulasi
Efisiensi mikroenkapsulasi dihitung dari persentase rasio oleoresin
yang terkapsulkan dengan oeloresin awal yang ditambahkan (Kaushik
dkk., 2007)

9. Analisis Warna
Analisis warna menggunakan sistem notasi warna Hunter dengan 3
parameter, yaitu L, a, dan b. E dihitung untuk mengetahui perbedaan
warna secara keseluruhan dengan rumus sebagai berikut (Anonim, 2008).

10. Analisis Kenampakan Mikroskopis


Struktur mikroskopis mikrokapsul diamati dengan Scanning
Electron Microscopy Jeol JSM T300. Mikrokapsul dilapisi dengan emas
menggunakan alat gold sputter coater selama 30 menit, kemudian diamati
pada voltase akselerasi 20 kV. Resolusi yang dihasilkan adalah 6 nm
dengan sinyal gambar berasal dari secondary electron.
11. Analisis Profil Kimiawi
Profil kimiawi oleoresin ditentukan dengan GCMS- QP2010S
Shimadzu. Komponen oleoresin jahe diidentifikasi dengan Mass-
Spectrometry. Kolom yang digunakan berupa kolom kapiler RESTEK
STABIL WAXR-DA dengan panjang 30 m dan diameter dalam 0,25
mm.Sampel oleoresin langsung bisa diuji dengan gas pembawanya adalah
helium pada total flow 143,8 mL/menit. Linear velocity sebesar 34,4
cm/detik sedangkan tekanan yang digunakan adalah sebesar 45,5 kPa.
Suhu injektor yang digunakan adalah 210°C dengan column oven
temperature 50°C.
12. Analisis Statistik
Data kuantitatif yang diperoleh kemudian diuji statistik dengan
analisis keragaman (ANOVA). Apabila ada perbedaan yang signifikan
maka dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
dengan tingkat signifikan 95%untuk mengetahui tingkat perbedaan nilai
antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan software SPSS versi 16.
3.3 Pengaruh Penyalut Maltodekstrin Terhadap Produk Mikrokapsul
Minyak Jahe Dengan Teknik Spray Drying
Pada penelitian pengaruh penyalut maltodekstrin terhadap produk
mikrokapsul minyak jahe dengan teknik spray drying, bahan utama yang
digunakan adalah minyak jahe emprit yang diperoleh dari Semarang, Jawa Tengah
dan bahan pengkapsul maltodekstrin DE-10 diperoleh dari Indo Food Chem
Jakarta. Alat yang digunakan adalah Spray Dryer, Homogenizer, neraca analitik
dan beberapa peralatan gelas. Mikroenkapsulasi minyak jahe dilakukan dengan
menggunakan metode spray drying, percobaan ini terdiri dari dua tahap, yaitu:
1. Pembuatan emulsi
Pembuatan emulsi dilakukan menggunakan tiga varian konsentrasi bahan
penyalut yaitu 10%, 20% dan 30% (b/v). Bahan penyalut yang digunakan adalah
maltodekstrin. Sejumlah tertentu maltodekstrin ditambahkan ke dalam aquadest
hingga didapatkan suspensi dengan konsentrasi yang diinginkan. Campuran bahan
dihomogenkan menggunakan homogenizer secara perlahan-lahan dengan
kecepatan 16.000 rpm selama 30 menit dimana maltodekstrin ditambahkan sedikit
demi sedikit ke dalam aquadest untuk mempermudah proses pencampuran.
Selanjutnya dilakukan homogenisasi antara minyak jahe dan maltodekstrin untuk
mendapatkan campuran bahan dengan rasio minyak jahe terhadap maltodekstrin
1:8, 1:10, 1:12 dan 1:14 (b/v).
2. Pembuatan mikrokapsul minyak jahe
Campuran selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer pada laju umpan 15

mL/menit dengan suhu inlet 170oC dan suhu outlet 160-170oC. Produk yang
dihasilkan merupakan mikrokapsul minyak jahe selanjutnya disimpan untuk
dianalisis. Variabel proses terbaik dengan hasil produk tertinggi akan digunakan
untuk mempelajari pengaruh variasi suhu proses menggunakan 4 taraf perlakuan

(160, 170, 180 dan 190oC). Diagram alir mikroenkapsulasi minyak atsiri jahe
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram alir pembuatan mikrokapsul minyak jahe

Analisis awal dilakukan terhadap bahan baku minyak jahe untuk


mengidentifikasi komponen-komponen yang ada dalam minyak jahe
menggunakan gas kromatografi spektrofotometri massa, GC-MS. Beberapa
analisis terhadap produk mikrokapsul minyak jahe yang dilakukan adalah kadar
air serta minyak total, minyak di permukaan dan minyak terperangkap, Analisis
morfologis mikrokapsul minyak jahe menggunakan Scanning Electron
Microscopy, SEM (Djafar et al. 2019).

3.4 Mikroenkapsulasi Oleoresin Jahe Merah Dalam Maltodekstrin dan


Karagenan Menggunakan Spray Drying

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah oleoresin jahe


merah yang diperoleh dari Lansida group, maltodekstrin dan karagenan sebagai
bahan pelapis, etil alkohol dan n-heknsana sebagai pelarut untuk menganalisis
permukaan minyak dan total minyak dan Tween 80 sebagai surfaktan.

3.4.1 Mikroenkapsulasi dari oleoresin jahe merah


Proses enkapsulasi dilakukan dengan menggunakan spray drying dengan
melarutkan 20g maltodekstrin dengan 1000mL akuades. Sekitar 20g oleoresin
jahe merah ditambahkan ke dalam larutan maltodekstrin, diikuti oleh 2% Tween
80 dari total volume. Campuran diaduk menggunakan overhead stirrer selama 15
menit untuk membentuk emulsi. Emulsi dari jahe merah oleoresin yang kemudian
ditempatkan di dalam tangki pakan dari spray dryer pada 120 oC dan 2 bar. Proses
Spray drying dilakukan dengan membuka katup dari feed tank dan penyemprotan
bahan melalui alat penyemprot, dan menghubungi dengan udara panas untuk
menghasilkan mikrokapsul bubuk. Total oil dan minyak permukaan dianalisis
untuk menentukan efisiensi enkapsulasi dan untuk menganalisis kumulatif rilis.
Bahan pelapis dinding yang digunakan dalam penelitian ini adalah karagenan dan
berbagai maltodekstrin dan karagenan dengan rasio berat perbandingan 1:1, 1:2
dan 2:1. Proses enkapsulasi menggunakan langkah dan kondisi yang sama seperti
menyiapkan mikrokapsul dengan dinding maltodekstrin.

3.4.2 Enkapsulasi efisiensi (%EE)

1. Permukaan minyak

Suspensi disaring dan dikeringkan menggunakan oven. Mikrokapsul


kering (1g) ditambahkan ke dalam 15mL n-heksana dan diaduk selama
1 menit untuk melarutkan permukaan minyak. Jumlah permukaan
minyak dihitung dengan perbedaan antara berat awal dan akhir setelah
dicuci.

2. Total minyak

Total minyak ditentukan menggunakan ekstrasksi soxhlet. Sekitar 2g


mikrokapsul oleoresin diekstraksi menggunakan etanol sebagai pelarut
selama 6 jam. Residu bubuk dikeringkan dan ditimbang. Efisiensi
enkapsulasi dihitung berdasarkan minyak permukaan dan minyak total.

3. Analisis pelepasan kumulatif


Metode pelepasan oleoresin jahe merah dari mikrokapsul dengan bahan
pelapis maltodekstrin, karagenan dan campurannya disiapkan dengan
modifikasi. Satu gram mikrokapsul oleoresin jahe merah kering direndam
dalam buffer fosfat dan diaduk dengan kecepatan 150 rpm pada 37 ± 0,5
o
C. Sampel diambil setiap interval 15 menit hingga 180 menit kemudian
dianalisis menggunakan spektrofotometer UV - VIS (Thermo scientific
Genesys 10 UV) dengan panjang gelombang 283 nm. Nilai pelepasan
kumulatif digunakan untuk menghitung kinetika rilis menggunakan lima
metode matematika (Jayanuddin et al 2021).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Konsentrasi Oleoresin Dan Komposisi Bahan Penyalut


Terhadap Karakteristik Mikrokapsul Oleoresin Jahe Emprit (Zingiber
Officinale) Dengan Metoda Spray Drying

Analisa produk pada penelitian utama serupa dengan analisa pada


penelitian pendahuluan. Parameter yang diukur meliputi viskositas emulsi
oleoresin dalam bahan penyalut sebelum proses spray drying, rendemen produk
spray drying, total oil, oil recovery, surface oil, kadar air dan bentuk partikel
mikrokapsul di bawah scanning electron microscope. Data lengkap hasil analisa
penelitian utama tersaji dalam Tabel 4.

Perolehan data hasil pengukuran viskositas emulsi oleoresin jahe sebelum


proses spray drying secara umum menggambarkan bahwa penggunaan natrium
kaseinat dengan konsentrasi yang tinggi meningkatkan viskositas emulsi.
Sedangkan peningkatan jumlah oleoresin tidak memberikan peningkatan
viskositas emulsi yang berarti. Perhitungan rendemen terhadap basis kering
(oleoresin, natrium kaseinat, dan maltodekstrin) yang diperoleh berkisar antara
73,90% sampai 85,19%. Perolehan hasil bervariasi, dipengaruhi faktor alat spray
drier yang tidak selamanya lancar saat proses pengeringan. Rendemen yang baik
biasanya berkisar antara 80% sampai 90%. Secara umum tampak peningkatan
total oil dengan meningkatnya konsentrasi oleoresin dan natrium kaseinat (1,17%
pada O5N7,5 dan 3,07% pada O20N30).
Dari analisis statistik, diketahui bahwa total oil mikrokapsul secara umum
berbeda sangat nyata antara semua perlakuan. Pengukuran total oil (kadar minyak
atsiri) sangat dipengaruhi oleh jumlah oleoresin yang digunakan dalam percobaan.
Semakin tinggi persentase oleoresin, maka semakin tinggi pula kadar minyak
atsiri yang terkandungnya. Namun pada O15N7,5 dan O20N7,5 total oil yang
diperoleh lebih rendah (2,20% dan 2,27%) dibandingkan dengan total oil pada
O10N7,5 (2,34%). Hal ini mungkin disebabkan oleh penyalutan yang kurang
sempurna dengan bahan penyalut berkomposisi na-kaseinat dan maltodekstrin
dengan perbandingan 7,5%:92,5%. Emulsi yang tidak stabil karena kurangnya
emulsifier, dalam hal ini na-kaseinat, menyebabkan pecahnya emulsi yang tampak
dari memisahnya oleoresin (fasa minyak) di bagian permukaan atas sistem emulsi.
Peningkatan na-kaseinat menunjukkan hasil yang lebih baik, seperti yang
diperoleh pada O15N30 dan O20N30 (3,07%).
Peningkatan oleoresin menyebabkan menurunnya oil recovery (perolehan
minyak kembali). Range data oil recovery yang didapat adalah 42,12% sampai
90,00%. Menurunnya oil recovery pada peningkatan konsentrasi oleoresin
disebabkan oleh kemampuan bahan penyalut yang mencapai titik maksimal pada
konsentrasi oleoresin rendah (5%) dan dengan semakin meningkatnya oleoresin,
penyalutan menjadi semakin tidak sempurna. Menurut Risch dan Reineccius
(1987) faktor utama yang menentukan oil recovery senyawa volatil adalah
komponen padatan dalam emulsi oleoresin. Semakin tinggi jumlah padatan,
semakin tinggi oil recovery yang dihasilkan karena waktu pembentukan membran
semipermeabel di permukaan partikel serbuk saat proses spray drying menjadi
berkurang.
Penggunaan natrium kaseinat yang besar meningkatkan kemampuan
penyalutan oleoresin, sehingga oil recovery yang dicapai lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan natrium kaseinat yang kecil. Sifatnya sebagai
emulsifier tampak jelas dengan memberikan penampilan yang sangat berbeda
pada penggunaan natrium kaseinat dalam jumlah kecil (7,5%) dan besar
(30%).Data analisis statistik menunjukkan adanya pengaruh yang sangat berbeda
nyata terhadap oil recovery antarperlakuan, namun antara perlakuan O5N7,5-
O10N7,5 dan O5N30- O10N7,5 terlihat adanya pengaruh yang nyata. Namun bila
dikaitkan antara hasil dan biaya proses, penggunaan oleoresin dengan konsentrasi
10% memberikan hasil yang lebih baik.
Peningkatan persentase oleoresin akan meningkatkan surface oil.
Sedangkan peningkatan na-kaseinat akan menurunkan surface oil. Hal ini terjadi
karena penggunaan na-kaseinat 30% dapat mengikat oleoresin lebih baik sehingga
jumlah oleoresin yang tidak tersalut menjadi semakin kecil kadarnya.
Hasil analisa bentuk partikel mikrokapsul oleoresin jahe di bawah
scanning electron microscope menunjukkan ukuran dan bentuk partikel yang tidak
homogen, Ukuran partikel mikrokapsul dipengaruhi oleh kecepatan laju alir
emulsi oleoresin dan suhu pada proses spray drying.

Gambar 6. Bentuk partikel mikrokapsul oleoresin jahe perlakuan O10N7,5


di bawah scanning electron microscope, perbesaran 3.500x

Dalam Gambar 6., nampak bentuk yang bulat penuh, hampir menyerupai
bola, bentuk yang berlekuk-lekuk dan ada yang menyerupai bentuk kerucut.
Menurut Onwulata et al. (1996) dan Soottitantawat et al. (2005), bentuk partikel
yang agak bulat dengan permukaan keriput, tidak mulus dan berlubang-lubang.
seperti cekungan adalah bentuk partikel yang biasa terjadi pada proses enkapsulasi
menggunakan pati termodifikasi dengan pengering semprot. Bentuk partikel
seperti ini disebabkan terjadinya pengkerutan selama proses akhir pengeringan
atau pendinginan partikel yang mengandung vakuola udara yang relatif besar
(Onwulata et al., 1996).

4.2 Mikroenkapsulasi Oleoresin Ampas Jahe (Zingiber Officinale Var.


Rubrum) Dengan Penyalut Maltodekstrin Oleoresin Ampas Jahe
1. Oleoresin Ampas Jahe
Sifat fisik oleoresin jahe standar dan sifat fisik oleoresin ampas jahe
hasil ekstraksi disajikan pada Tabel 1

Dari Tabel 1 diketahui bahwa rendemen oleoresin jahe hasil ekstraksi


sampel kering lebih tinggi dari pada sampel segar di tiap rasio berat bahan
dengan volume pelarut. Ekstraksi oleoresin pada sampel kering lebih efektif
dari pada sampel segar karena bahan pada sampel kering sudah mengalami
pengeringan sejak awal sebelum distilasi. Tingginya rendemen ekstraksi
oleoresin pada sampel kering ini kemungkinan disebabkan oleh lebih
tingginya tingkat kerusakan dinding sel rimpang jahe yang melindungi
oleoresin sehingga proses ekstraksi menjadi lebih efektif (Azian dkk., 2004).
Makin banyak volume etanol yang digunakan maka makin banyak pula
oleoresin yang berdifusi sehingga akan makin banyak oleoresin yang
terekstrak.
Bobot jenis sampel oleoresin yang dihasilkan lebih rendah dari pada
bobot jenis oleoresin jahe yang ditetapkan oleh Indesso. Dari hasil analisis
GCMS diketahui bahwa oleoresin ini masih mengandung residu pelarut yang
cukup tinggi (11,26%) sehingga menurunkan bobot jenisnya. Bobot jenis pada
sampel kering cenderung lebih tinggi dari pada sampel segar. Pengeringan
akan merusak dinding sel bahan sehingga proses ekstraksi menjadi lebih
efektif. Makin efektif proses ekstraksi yang terjadi maka makin banyak pula
fraksi berat yang terekstrak sehingga bobot jenisnya pun akan naik. Dari
semua sampel dapat diketahui bahwa warna ampas oleoresin jahe yang
dihasilkan masuk dalam standar yang ditetapkan oleh Indesso. Oleoresin yang
dihasilkan tersebut berbentuk cairan kental. Dilihat dari kelarutannya dalam
etanol, oleoresin yang dihasilkan dapat terlarut sempurna. Dalam penelitian
ini, oleoresin ampas jahe inilah yang selanjutnya dibuat mikrokapsul.
2. Karakter Mikrokapsul
Karakter kadar air, water activity, bulk density, dan kelarutan
mikrokapsul oleoresin ampas jahe dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa kadar air pada kontrol adalah


7.02±0.05 %. Hasil ini lebih tinggi dari kadar air pada sampel lainnya.
Tingginya kadar air ini disebabkan oleh sifat enkapsulan (maltodekstrin) yang
sangat higroskopis sehingga setelah proses pengeringan selesai, enkapsulan
langsung dapat menyerap uap air. Peningkatan kadar oleoresin akan
menurunkan nilai kadar air yang diperoleh. Hasil ini berhubungan dengan sifat
higroskopis maltodekstrin yang digunakan sebagai bahan penyalut.
Perbedaan tingkat kadar air ini juga bisa disebabkan oleh kemudahan
efektivitas proses pengeringan yang dipengaruhi oleh banyaknya
maltodekstrin yang mengikat air. Water activity mengalami penurunan seiring
dengan peningkatan kadar oleoresin ampas jahe. Tingginya water activityini
disebabkan oleh sifat maltodekstrin yang sangat higroskopis sehingga setelah
proses pengeringan selesai, enkapsulan langsung dapat menyerap uap air.
Penambahan kadar oleoresin ampas jahe akan menyebabkan penurunan bulk
density. Kelengketan oleoresin ampas jahe menyebabkan terjadinya
penempelan antar partikel mikrokapsul yang kemudian membentuk kumpulan
partikel dengan ukuran yang lebih besar dari semestinya. Hal inilah yang
kemudian menyebabkan penurunan bulk density.
Peningkatan kadar minyak atsiri akan menurunkan kelarutan
mikrokapsul di dalam air. Makin banyak lapisan minyak yang ada maka
makin sulit pula mikrokapsul tersebut untuk larut di dalam air. Penurunan
kelarutan ini juga disebabkan oleh terbentuknya kumpulan partikel
mikrokapsul sehingga menyebabkan berkurangnya luas permukaan
mikrokapsul yang kontak dengan air.
3. Kadar Total Oil, Surface Oil, dan Efisiensi Mikroenkapsulasi
Kadar total oil, surface oil, danefisiensimikroenkapsulasi oleoresin
ampas jahe disajikan pada Tabel 3

Peningkatan jumlah oleoresin yang ditambahkan akan menyebabkan


kenaikan kadar total oil. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan oleoresin
yang tidak terikat oleh partikel maltodekstrin, baik yang terikat di dalam
maupun di luar permukaan. Makin banyak oleoresin yang ditambahkan maka
akanmakin banyak pula oleoresin yang menempel di permukaan partikel. Hal
ini berarti terjadi peningkatan jumlah oleoresin yang tidak terenkapsulasi.
Ada indikasi khusus terkait dengan terjadinya peningkatan kadar surface oil
seiring dengan penambahan oleoresin yang dilakukan. Peningkatan rasio
oleoresin ini akan diikuti dengan meningkatnya intensitas warna kuning dari
mikrokapsul yang didapatkan. Proporsi enkapsulan yang sesuai akan
memberikan sifat- sifat emulsifikasi dan pengeringan yang baik sehingga
dapat mempertinggi retensi bahan inti selama mikroenkapsulasi dengan spray
dryer (Rosenberg dkk.,1985).
Efisiensi enkapsulasi menurun dengan makin meningkatnya
konsentrasi enkapsulan yang digunakan. Efisiensi tertinggi ada pada sampel
dengan rasio oleoresin 1:16,7. Makin tinggi total padatan dalam emulsi, maka
viskositasnya makin tinggi. Rosenberg dkk. (1985) menjelaskan bahwa
viskositas emulsi yang terlalu tinggi, justru akan menurunkan nilai efisiensi
enkapsulasi. Hal ini terjadi karena viskositas emulsi yang terlalu tinggi akan
menyulitkan proses atomisasi pada spray drying sehingga banyak oleoresin
yang keluar dan tidak terkapsulkan.
4. Warna Mikrokapsul
Hasil analisis warna mikrokapsul oleoresin ampas jahe dapat dilihat pada
Tabel 4.

Perbedaan warna secara keseluruhan antara mikrokapsul oleoresin


ampas jahe dengan mikrokapsul kontrol (tanpa penambahan oleoresin jahe)
dapat dilihat dari besarnya nilai E. Makin besar nilai E maka tingkat
perbedaanwarna suatu sampel dengan kontrol pun juga makin besar. Nilai E
pada kontrol tidak dihitung karena konrol adalah sebagai dasar
pembandingnya. Nilai ΔE merupakan parameter tunggal yang didasarkan dari
nilai L, a, dan b. Dari Tabel 4 dapat diketahui bahwa warna mikrokapsul yang
paling berbeda dengan kontrol adalah mikrokapsul dengan rasio penambahan
oleoresin ampas jahe 1:16,7.
5. Kenampakan Mikroskopis Mikrokapsul
Kenampakan mikroskopis mikrokapsul oleoresin ampas jahe bisa dilihat
pada Gambar 1 berikut ini.

(a) (b)
Gambar 1. Hasil Scanning Electron Microscopy pada perbesaran 2000x,(a) struktur
mikrokapsul tanpa penambahan oleoresin sebagai kontrol, (b) struktur mikrokapsul
oleoresin ampas jahe.

Kenampakan mikrokapsul oleoresin ampas jahe pada Gambar 1(b)


didapatkan dari sampel mikrokapsul dengan nilai efisiensi mikroenkapsulasi
tertinggi, yaitu rasio oleoresin : maltodekstrin = 1:16,7. Baik Gambar 1 (a)
maupun 1 (b) menunjukkan adanya keretakan pada permukaan mikrokapsul
yang disebabkan oleh suhu tinggi. Keretakan tersebut berawal dari
penggelembungan partikel mikrokapsul sebagai akibat dari pembentukan uap
air di dalamnya. Penggelembungan ini dapat disebabkan oleh tingginya suhu
spray drying. Dinding kapsul yang tidak kuat menahan tekanan dari dalam
partikel mikrokapsul akan pecah dan kemudian partikel mengempis. Hal ini
dapat menyebabkan hilangnya komponen volatil dari dalam mikrokapsul
(Reineccius, 1988). Partikel mikrokapsul pada kontrol cenderung tidak
menempel antara partikel satu dengan yang lainnya. Kondisi ini berbeda
dengan partikel pada mikrokapsul oleoresin ampas jahe yang banyak terdapat
penempelan antara partikel satu dengan partikel yang lainnya. Estimasi ukuran
untuk mikrokapsul kontrol adalah antara 1,01-13,01µm sedangkan ukuran
mikrokapsul oleoresin ampas jahe jahe adalah antara 1,05-12,90 µm.
6. Profil Kimiawi Oleoresin
Profil kimia oleoresin ampas jahe sebelum dan sesudah mikroenkapsulasi
bisa dilihat dalam Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5 menunjukkan adanya perbedaan jenis dan persentase komponen
yang terdapat pada oleoresin ampas jahe sebelum dan sesudah
mikroenkapsulasi. Komponen yang terdapat pada kedua sampel adalah
zingiberene dan cyclohexane. Zingiberene mengalami penurunan konsentrasi
yang cukup signifikan, sedangkan cyclohexane mengalami kenaikan
konsentrasi. Kenaikan ini kemungkinan disebabkan oleh proses oksidasi yang
menghasilkan cyclohexane. Proses oksidasi ini juga diduga menghasilkan
komponen yang tidak terdapat pada sampel oleoresin ampas jahe sebelum
mikroenkapsulasi. Beberapa komponen baru yang terdeteksi adalah
diphenylmaleic anyhydride, methylcyclopentane, dan sabinene. Dalam analisis
ini senyawa gingerol dan shogaol tidak terdeteksi. Hal ini bisa disebabkan
oleh proses ekstraksi yang kurang maksimal dari oleoresin ampas jahe yang
terdapat pada mikrokapsul sehingga larutan yang didapat terlalu encer.
Akibatnya, ada beberapa komponen yang tidak terdeteksi.
4.3 Pengaruh Penyalut Maltodekstrin Terhadap Produk Mikrokapsul
Minyak Jahe Dengan Teknik Spray Drying

Secara visual minyak jahe memiliki warna kuning terang dan berbau khas.
Kromatogram hasil analisis GC-MS pada minyak jahe menunjukkan adanya
beberapa senyawa terpene yang merupakan fraksi ringan dalam minyak jahe yaitu
α-pinene, camphene, myrcene dan cineole. Fraksi-fraksi ringan dalam minyak jahe
pada umumnya memiliki angka putaran optik yang bernilai positif. Mutu minyak
jahe akan menjadi rendah bila memiliki banyak kandungan fraksi ringan. Minyak
jahe yang bermutu baik akan memiliki angka putaran optik yang bernilai negatif.
Data hasil identifikasi komponen menggunakan GCMS, minyak jahe mengandung
lima komponen terbesar yaitu: benzene, zingiberene, β-bisabolene, cyclohexane
dan farnesene. Komponen-komponen yang sebaiknya terkandung dalam minyak
jahe adalah senyawa-senyawa fraksi berat yaitu senyawa sesquiterpene
(zingeberen, zingeron, damar dan pati), senyawa phenol (gingerol dan shogaol),
dan senyawa monoterpene (citral dan borneol).

Pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan rasio minyak jahe terhadap


maltodekstrin terhadap rendemen produk mikrokapsul minyak jahe dapat diamati
pada Gambar 2. Secara umum terlihat bahwa semakin besar konsentrasi
maltodekstrin dan rasio minyak jahe terhadap maltodekstrin yang digunakan maka
semakin besar jumlah rendemen produk mikrokapsul minyak atsiri jahe yang
diperoleh. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi maltodekstrin dan rasio minyak
jahe terhadap maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap peningkatan
rendemen produk mikrokapsul minyak jahe pada proses spray drying.

Gambar 2. Pengaruh konsentrasi maltodekstrin dan SF rasio terhadap rendemen


mikrokapsul minyak jahe

Pada variabel proses dengan rendemen perolehan hasil produk


mikrokapsul tertinggi (konsentrasi maltodekstrin 30% dan SF rasio 1:14)
dilakukan variasi suhu inlet proses menggunakan 4 taraf perlakuan (160, 170, 180

dan 190oC). Variasi suhu inlet tersebut dilakukan untuk melihat pengaruhnya
terhadap rendemen produk mikrokapsul minyak atsiri jahe. Semakin besar suhu
inlet yang digunakan maka semakin besar jumlah rendemen produk mikrokapsul
minyak atsiri jahe yang diperoleh dimana rendemen tertinggi diperoleh pada suhu

inlet 190oC yaitu 50,77%. Dapat disimpulkan bahwa suhu inlet mempunyai
pengaruh yang cukup penting terhadap rendemen produk mikrokapsul minyak
jahe pada proses spray drying. Suhu inlet spray drying mempengaruhi kadar air
produk mikrokapsul yang dihasilkan. Peningkatan suhu inlet spray drying
menyebabkan terjadinya penurunan kadar air mikrokapsul minyak atsiri jahe.
Kadar minyak total merupakan jumlah minyak yang ada pada
mikrokapsul, baik yang terdapat di dalam maupun di luar yaitu yang menempel
pada permukaan mikrokapsul. Suhu inlet berpengaruh terhadap minyak total
produk mikrokapsul minyak atsiri jahe yang diperoleh. Semakin besar suhu inlet
yang digunakan maka jumlah minyak total yang terdapat pada produk
mikrokapsul minyak atsiri jahe yang diperoleh juga semakin meningkat. Minyak
di permukaan mikrokapsul menunjukkan banyaknya minyak yang terdapat pada
permukaan luar dinding mikrokapsul. Stabilitas bahan aktif selama proses
penyimpanan sangat terkait dengan jumlah minyak di permukaan mikrokapsul.
Minyak yang terdapat pada permukaan dinding mikrokapsul tidak dikehendaki
keberadaannya. Hal ini disebabkan minyak tidak terkapsulkan yaitu minyak yang
terdapat pada permukaan, akan terekspos ke lingkungan sekitarnya dan dapat
mengalami kerusakan. Suhu inlet berpengaruh terhadap minyak di permukaan
produk mikrokapsul minyak atsiri jahe. Semakin besar suhu inlet yang digunakan
maka jumlah minyak di permukaan produk mikrokapsul minyak jahe yang
diperoleh semakin rendah. Semakin besar suhu inlet yang digunakan maka jumlah
minyak terperangkap mikrokapsul minyak jahe yang diperoleh semakin tinggi.
Semakin banyak jumlah minyak terperangkap menunjukkan jumlah minyak yang
terdapat pada permukaan menjadi semakin berkurang.

Morfologi mikrokapsul akan berpengaruh terhadap karakteristik produk


mikrokapsul yang dihasilkan seperti minyak di permukaan, pelepasan bahan aktif,
retensi dan lain-lain. Struktur morfologi dari produk mikrokapsul minyak atsiri
jahe diamati dengan menggunakan SEM. Hasil mikrokapsul yang baik adalah
berbentuk bulat tanpa kerutan yang berarti bahan aktif terkapsul dengan baik.
Mikrostruktur produk mikrokapsul minyak jahe yang dihasilkan secara umum
berbentuk bola. Semakin besar suhu inlet yang digunakan maka produk
mikrokapsul minyak jahe yang diperoleh akan semakin baik tersalut oleh bahan
penyalutnya (Djafar et al. 2019).
4.4 Mikroenkapsulasi Oleoresin Jahe Merah Dalam Maltodekstrin dan
Karagenan Menggunakan Spray Drying

Efisiensi enkapsulasi digunakan untuk menentukan kemampuan material


dinding untuk melapisi senyawa bioaktif dengan benar. Nilai-nilai efisiensi
enkapsulasi dihitung berdasarkan permukaan minyak dan total minyak. Jumlah
oleoresin yang lebih sedikit pada permukaan mikrokapsul menunjukkan proses
enkapsulasi yang lebih efisien.

Gambar 3. Pengaruh perbedaan material dinding terhadap efisiensi enkapsulasi


oleoresin jahe merah
Pada gambar 3 efisiensi enkapsulasi yang tinggi yaitu 60% pada bahan
dinding karagenan, dan efisiensi enkapsulasi rendah adalah 50% pada bahan
maltodekstrin. Karagenan dapat meningkatkan stabilitas emulsi juga menyatakan
bahwa penambahan karagenan dapat membentuk emulsi yang kental dan stabil.
Viskositas karagenan yang tinggi menyebabkan oleoresin jahe merah dilapisi dan
meningkatkan proses pengeringan, mengurangi difusi oleoresin jahe merah ke
permukaan. Efisiensi enkapsulasi dipengaruhi oleh jumlah minyak permukaan dan
minyak total. Minyak permukaan adalah jumlah minyak pada permukaan
mikrokapsul yang tidak dilapisi. Minyak permukaan rendah menunjukkan bahwa
proses enkapsulasi berhasil dilakukan. Minyak Total mempengaruhi efisiensi
enkapsulasi karena peningkatan oleoresin yang dilapisi akan meningkatkan
efisiensi enkapsulasi. Konsentrasi bahan dinding mempengaruhi retensi senyawa
bioaktif dalam larutan. Konsentrasi bahan dinding yang tinggi dapat
meningkatkan retensi senyawa bioaktif karena penurunan waktu pengeringan
dalam spray drying. Konsentrasi maltodekstrin yang rendah dapat mengurangi
kemampuan untuk melapisi oleoresin dan membuat oleoresin berdifusi dan
menguap ke permukaan tetesan selama proses pengeringan.

Campuran maltodekstrin dan karagenan yang dimodifikasi dengan rasio


berat yang berbeda memberikan efisiensi enkapsulasi yang berbeda dari
mikrokapsul oleoresin jahe merah. Penggabungan bahan-bahan ini mampu
meningkatkan efisiensi enkapsulasi, meskipun tidak signifikan. Efisiensi
enkapsulasi mikrokapsul menggunakan maltodekstrin dan karagenan pada rasio
berat 1:1 lebih rendah dari pada rasio berat 1:2 dan 2:1. Nilai efisiensi enkapsulasi
dari mikrokapsul oleoresin jahe merah dengan maltodekstrin atau karagenan
sebagai material dinding lebih rendah daripada mikrokapsul oleoresin jahe merah
dengan berbagai kombinasi maltodekstrin dan karagenan sebagai material
dinding.

Konsentrasi karagenan yang lebih tinggi pada rasio berat 1:2 dapat
menurunkan efisiensi enkapsulasi. Efisiensi enkapsulasi meningkat ketika jumlah
maltodekstrin ditambahkan. Penambahan karagenan meningkatkan kadar air
mikrokapsul. Jenis dan rasio bahan dinding secara signifikan mempengaruhi
pelepasan kumulatif. Pelepasan kumulatif oleoresin jahe merah dari mikrokapsul
tertinggi, 94,49%, dihasilkan dari campuran maltodekstrin-karagenan dengan
perbandingan 1:1, yang terendah, 58,46%, diperoleh dari campuran maltodekstrin-
karagenan dengan perbandingan 1:2. Waktu rilis dalam penelitian ini adalah 180
menit. Pelepasan kumulatif tertinggi dapat dicapai dengan menggunakan
maltodekstrin polos sebagai bahan dinding dan rasio maltodekstrin–karagenan
1:1. Pelepasan oleoresin jahe merah yang tinggi disebabkan oleh kelarutannya
yang tinggi. Jenis dan rasio bahan dinding secara signifikan mempengaruhi
pelepasan kumulatif (Jayanuddin et al 2021).
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan


bahwa:

1. Mikrokapsul oleoresin jahe terbaik pada perlakuan oleoresin 10% dan


natrium kaseinat 7.5% dengan total oil 2.34%, oil recovery 87.50%,
surface oil 0.27%, dan kadar air 4.97%.
2. Efisiensi mikroenkapsulasi oleoresin ampas jahe tertinggi dengan rasio
oleoresin:maltodekstrin (1:16.7) dengan estimasi ukuran partikel antara
1.05-12.90 µm.
3. Produk mikrokapsul dengan rendemen tertinggi pada konsentrasi bahan
penyalut maltodekstrin 30% dengan rasio minyak jahe:maltodekstrin
(1:14) yaitu sebesar 37 gram, pada kondisi suhu inlet 190°C.
4. Mikrokapsul oleoresin jahe merah berhasil dibuat dengan cara spray
drying. Jenis bahan dinding menentukan efisiensi enkapsulasi dan jumlah
oleoresin jahe merah yang dilepaskan dari mikrokapsul. Efisiensi tertinggi
enkapsulasi dari bahan gabungan maltodekstrin-karaginan (1:2), terendah
dengan perbandingan (1:1).
DAFTAR PUSTAKA

Azian, M.N., Kamal, A.A.M. dan Azlina, M.N. (2004). Changes of cell structure
in ginger during processing. Journal of Food Engineering. 62: 359-364.

Botrel, D.A., de Barros Fernandes, R.V., Borges, S.V., Yoshida, M.I., 2014.
Influence of wall matrix systems on the properties of spray-dried
microparticles containing fish oil. Food Res. Int. 62, 344–352.

Daswani, P.G, Brijesh, S., Tetali P., Antia, N.H., dan Birdi, T.J. 2010.
Antidiarrhoeal activity of Zingiber officinale (Rosc.). Current Science.
98:222-229.
Frascareli EC, Silva VM, Tonon RV, HUbinger MD. 2012. Effect of Process
Consitions on the micro encapsulation of coddee oil by spray drying. Food
Bioprod Process. 90: 413-424.

Gharsallaoui, A., Roudaut, G., Chambin, O., Voilley, A., Saurel, R., 2007.
Applications of spray-drying in microencapsulation of food ingredients: An
overview. Food Res. Int. 40, 1107–1121.
https://doi.org/10.1016/J.FOODRES.2007.07.004.

Gibbs BF. Kermasha S., Alli I., Muligan. 1999. Encapsulation in the food in the
food industry. Journal of Food Science and Nutrition 50: 213-224
Jamekorshid.A, Sadrameli SM., Farid M., 2014 . A review of microencapsulations
method of phase change materials (PCMs) as a thermal energy storage
(TES) medium. Renewable and Sustainable Energy Reviews.
Hartuti, S., Supardan, M.D., 2013. Optimasi ekstraksi gelombang ultrasonik untuk
produksi oleoresin jahe (Zingiber officinale Roscoe) menggunakan
Response Surface Methodology (RSM). Agritech 33, 415–423.
Hasmita I., Adisalamun, Alam P.N., Satriana, Mahlinda, Supardan M.D., 2015.
Effect of drying and hydrodistillation time on the amount of ginger
essential oil. Ijaseit 5:300–30.
Khasanah, L.U., Anandhito, B.K., Rachmawaty, T., Utami, R., Manuhara, G.J.
2015. Pengaruh rasio bahan penyalut maltodekstrin gum arab, dan susu
skim terhadap karakteristik fisik dan kimia mikrokapsul oleoresin daun kayu
manis (Cinnamomum burmannii). Agritech 35.
Koswara, Surtrisno. 2006. Teknologi Enkapsulasi Flavor Rempah-Rempah.
Jayanuddin J, Lestari R.S.D., Fathurohman A, Dewo S. 2021. Microencapsulation
of red ginger oleoresin in maltodextrin and carrageenan using spray drying.
Jurnal Sains dan Teknologi. (197): 217-222
Laohasongkram, K., Mahamaktudsanee, T., Chaiwanichsiri, S., 2011.
Microencapsulation of Macadamia oil by spray drying. Procedia Food Sci.
1, 1660–1665. https://doi.org/10.1016/j.profoo.2011. 09.245.

Riauwati R., Sriwidodo, Chaerunisaa AY. 2020. Review teknik enkapsulasi pada
ekstrak mangosteen. Journal of Current Pharmaceutical Sciences 3 (2):
241-248.

Rosenberg, M., Kopelman, I.J. dan Talmon, Y. (1985). Scanning elektron


microscopy study of microencapsulation. Journal of Food Sience. 50: 1138-
44.

Wathoni N., Shan CY., Shan WY., Rostianawati T., Indradi RB., Pratiwi R.,
Muchtaridi.M. 2019. Characterization and antioxidant activity of pectin
from Indonesian mangosteen (Garcinia mangostana L.) rind. Heliyon :1-5.

Yanuwar W, Widjanarko SB, Wahono T.2007. Karakteristik dan stabilitas


antioksidan mikrokapsul minyak buah merah (Pandanus Conoideus Lam)
dengan bahan penyalut berbasis protein. J Tek Pertanian. 8:126-135.

Anda mungkin juga menyukai