<Ad-Dhararu yuzalu=
Disusun oleh
Kelompok 6
0 0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tak lupa mari kita bershalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah
Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita hingga akhir kelak.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berbagi
pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dan kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pembaca guna menjadi acuan agar kami sebagai mahasiswa
bisa menyusun makalah yang jauh lebih baik dimasa yang akan datang.
Kelompok 6
JUDUL ................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................... 6
C. Tujuan Pembahasan...................................................................................................... 6
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ...................................................................................................................9
B. Saran ............................................................................................................................... 9
A. Latar Belakang
Namun Dharar (Kemudharatan) secara etimologi adalah berasal dari kalimat "adh
Dharar" yang berarti sesuatu yang turun tanpa ada yang dapat menahannya. Sedangkan
Dharar secara terminologi menurut para ulama ada beberapa pengertian diantaranya.
Dalam Makalah Ini kami akan Menjelaskan apa Itu Kaidah Fiqih Ad-Dhararu yuzalu.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
A. Pengertian Kaidah
Berdasarkan pendapat para ulama di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Dharar
adalah kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia, karena jika ia tidak
diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, nasab, harta serta kehormatan manusia.
Dalam kajian ushûl al-fiqh, al-dharûrah termasuk dalam pembahasan rukhshah al-
syari‟ah. Namun demikian, terdapat perbedaan antara al-dharurah dan al-masyaqah. Al-
dharûrah merupakan kesulitan yang sangat menentukan eksistensi manusia karena jika
tidak diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, akal, nasab, harta dan kehormatan
manusia. Sedangkan al-masyaqqah adalah kesulitan yang menghendaki adanya kebutuhan
(al-hajah) tentang sesuatu, bila tidak terpenuhi tidak akan membahayakan eksistensi
manusia.
Dengan adanya al-masyaqah akan mendatangkan kemudahan atau keringanan
sedangkan adanya al-dharûrah akan adanya penghapusan hukum. Kesimpulannya, dengan
adanya penghapusan al-dharûrah dan keringan al-masyaqah akan mendatangkan
kemaslahatan bagi kehidupan manusia.
Kedharuratan dapat dibedakan pada lima tingkatan, yaitu:
a. Darurat, yaitu keadaan seseorang yang apabila tidak segera mendapat pertolongan
maka diperkirakan bias mati. Misalnya seseorang yang sangat kelaparan,
wajahnya sudah pucat pasi, badan gemetaran dan keringat dingin berlelehan.
5 | ad-Dhararu yuzalu Kelompok 6
0 0
Kadar darurat inilah yang bias menyebabkan diperbolehkan makan makanan yang
haram.
b. Hajat, yaitu keadaan seseorang yang sekira tidak segera ditolong, menyebabkan
kepayahannya, tetapi tidak sampai menyebkan kematian. Dalam keadaan seperti
ini orang tersebut tidak bias menghalalkan barang yang haram. Ia hanya boleh
berbuka puasa, apabila ia kebetulan sedang melakukan puasa fardhu.
c. Manfaat, yaitu kepentingan manusia untuk menciptakan kehidupan yang layak.
Maka hukum diterapkan menurut apa adanya karena sesungguhnya hukum itu
mendatangkan manfaat. Misalnya makan makanan pokok seperti beras, ikan,
sayur-mayur, laup-pauk dan sebagainya.
d. Zinah, yaitu suatu kebutuhan seperti kebutuhan orang yang terpaksa hanya makan
nasi dengan lauk sederhana, padahal ia menginginkan lauk-pauk yang mewah.
e. Fudlul, yaitu suatu kebutuhan sebagaimana kebutuhhan orang yang bias makan
dengan cukup, tetapi masih ingin berlebih-lebihan, sehingga menyebabkannya
makan makanan haram atau syubhat. Kondisi semacam ini dikenakan hukum
saddud Zariah.
B. Dasar Hukum
1) Kaidah Pertama
7اT 7R 6
R F'ا.ا T HS ' RزN R 7S 7R 6
S Fا R VF'
<Kemadharatan itu tidak bisa dihilangkan dengan kemadhratan yang lain=
Kaidah ini semakna dengan kaidah:
T V/GT .
GاTF R اSH' RزN R 7S 7R 6
S Fا R VF'
<Kemudharatan tidak boleh dihilangkan dengan kemudharatan yang sebanding=
2) Kaidah Kedua
.T' ا7R وV Sظ/V GR VF'ا/S N. T S .ا. S H'7_7S R 6
V F'
<Kondisi darurat memperbolehkan sesuatu yang semula dilarang=
Dasar nash dari kaidah di atas adalah firman Allah:
T S V 6''GR FT_ 'اGV GVS NRF?
GTۗاVNRF'اT G7V S .7طV R F
R اRG7_ /R 'اG_ اGV SGFا R 7_ RGا/VRFHR
<Dan sesunguhnya Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya.= (QS. al-An’am:119)
GاTVNRF?اGR R V/NGاQ
T'اRٓ R /'?
R اFR H'@ا.ا
_ Q R 7VR NR>ا7طV _ S 6'اFT GR RG
<Maka barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedangkan ia tidak
menginginkannya, serta tidak melampaui batas maka tiada dosa baginya=. (QS.Al-
Baqarah:173)
3) Kaidah Ketiga
'RG7_T /RF.ا S H7_/T S 76
T 7_S /RFNا R V FFااT/S S ''GR
T .
<Apa yang diperbolehkan karena adanya kemudlaratan diukur menurut kadar
kemudlaratan.=
Contoh Kasus :
a. Kebolehan memakan bangkai bagi seseorang hanya sekadar dalam ukuran untuk
mempertahankan hidup, tidak boleh melebihi.
b. Sulitnya shalat jumat untuk dilakukan pada satu tempat, maka shalat jumat boleh
dilaksanakan pada dua tempat. Ketika dua tempat sudah dianggap cukup maka
tidak diperbolehkan dilakukan pada tiga tempat.
4) Kaidah Keempat
ا/TT F'7R GR VF'اT.VFجR ىاRF?اG/
R P _ RFGS اT/7T 'RGGR اVF'
ءS 7V R/
<Menolak mafsadah (kerusakan) didahulukan daripada mengambil kemaslahatan.=
Contoh Kasus :
a. Berkumur dan mengisap air kedalam hidung ketika berwudhu merupakan sesuatu
yang disunatkan, namun dimakruhkan bagi orang yang berpuasa karena untuk
menjaga masuknya air yang dapat membatalkan puasanya.
b. Seseorang diprintahkan shalat dalam keadaan berdiri, namun ia tidak mampu
melaksanakannya, maka shalat itu dapat dikerjakan dengan duduk atau berbaring.
c. Meminum khomr itu disamping ada madharatnya merusak akal dan
menghambur-hamburkan uang sedang manfaatnya untuk menguatkan badan,
walaupun demikian maka yang dimenangkan adalah menolak kerusakannya.
5) Kaidah Kelima
'اGR GT WGT خR R (اأ 7'.'ا
T 'RGT. R 'اGR GS GS R?ظV R اأNT
T V 7اOR 6 S HT 'R .R/7T VGGS VF'ا
R ? V H7ا R R R .ا'اT'R0
8R 7'?
<Jika ada dua kemadaratan yang bertentangan, maka diambil kemadaratan yang
paling besar.=
Maksudnya, apabila ada dua mafsadah bertentangan, maka perhatikan mana yang
lebih besar madharatnya dengan memilih yang lebih ringan madharatnya.
Contoh Kasus :
a. Diperbolehkan mengadakan pembedahan perut wanita yang mati jika
dimungkinkan bayi yang dikandungnya dapat diselamatkan.
b. Diperbolehkan shalat dengan bugil jika tidak ada alat penutup sama sekali.
A. Kesimpulan
Dharar ialah posisi seseorang pada suatu batas dimana kalau tidak mau melanggar
sesuatu yang dilarang maka bisa mati atau nyaris mati. Hal seperti ini memperbolehkan ia
melanggarkan sesuatu yang diharamkan dengan batas batas tertentu. Jadi, Dharar disini
menjaga jiwa dari kehancuran atau posisi yang sangat mudharat sekali, maka dalam
keadaan seperti ini kemudaratan itu membolehkan sesuatu yang dilarang.
<Jika ada dua kemadaratan yang bertentangan, maka diambil kemadaratan yang
paling besar.=
B. Saran
https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/perbedaan-ushul-fiqh-dengan-kaidah-
fiqh/#:~:text=Kaidah%20fiqh%20merupakan%20aturan%20yang,dalil%20syar'i
%20yang%20ada.
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/edutech/article/view/2273
https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/tahkim/article/view/5617