Tidak ada definisi kepemimpinan strategis yang disepakati secara universal. Samimi et al (2020) mendefinisikan kepemimpinan strategis sebagai fungsi yang dilakukan oleh individu di tingkat atas sebuah organisasi (CEO, anggota TMT, Direktur, Manajer Umum) yang dimaksudkan untuk memiliki konsekuensi strategis bagi perusahaan. Seorang pemimpin secara strategis harus lah beroorientasi pada profitabilitas organisasi untuk kelangsungan organisasi. Profitabilitas adalah salah satu indikator yang dapat dipertimbangkan untuk menilai tingkat efektifitas kinerja manajemen dalam menjalankan perusahaan dengan melihat dari tingkat keuntungan yang didapatkan (Indracahya & Faisol, 2017). Tingginya tingkat profitabilitas yang dicapai perusahaan berarti semakin tinggi pula nilai perusahaan dan meningkatkan nilai perusahaan tersebut diperlukan pula untuk meningkatkan kinerja perusahaan (Putranto & Elan, 2018). Menurut Eddy Soeryanto Soegoto (2009:346) kepemimpinana adalah proses mengarahkan, menginstruksikan, atau mempengaruhi orang lain atau organisasi untuk melaksanakan suatu tugas atau tujuan organisasi. Selanjutnya lebih detail lagi menurut Hill dan Jones (2013:4) kepemimpinan strategik adalah penciptaan keunggulan bersaing yang dilakukan oleh manajemen yang efektif melalui proses pembuatan strategi. Berdasarkan definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan strategik adalah kemampuan seorang pemimpin untuk mengarahkan, mengelola suatu organisasi dan juga individu lain tanpa adanya paksaan melalui visi dan misi yang berdampak bagi suatu kelangsungan hidup organisasi. Manajemen strategik merupakan suatu sistem dalam satu kesatuan yang memliki komponen- komponen yang saling berhubungan, saling mempengaruhi, dan bergerak bersama-sama (secara serentak) ke arah yang sama untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan. Intinya kepemimpinan strategi adalah mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber daya organisasi, dan bagaimana pemamfaatan sumber daya yang dimiliki dan yang ada dapat digunakan secara efektif untuk memenuhi tujuan strategi. Pada era kompetitif, seorang pemimpin harus mampu menciptakan arsitektur sosial yang mampu menciptakan modal intelektual. Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa dibutuhkan kepemimpin strategik, antara lain: 1. Persaingan yang semakin tinggi membutuhkan keputusan yang memiliki kekuatan strategis. 2. Pergerakan ekspansi bisnis terjadi dan dilakukan oleh seluruh sektor bisnis, sehingga setiap perusahaan berusaha untuk bisa unggul dan kompetitif. Hiit (Halim & Tarigan, 2015) gaya kepemimpinan strategis dapat tercermin melalui komponen-komponen berikut: 1. Pemimpin harus dapat menentukan tujuan atau visi 2. Pemimpin harus mempergunakan dan mempertahankan kompetensi utama atau inti dari organisasi 3. Pemimpin harus mengembangkan sumber daya manusia yang dimiliki 4. Pemimpin harus menjaga atau mempertahankan budaya organisasi yang efektif 5. Pemimpin harus menekankan pada praktek yang sesuai dengan etika 6. Pemimpin harus menetapkan kontrol organisasi yang seimbang.
Landasan Berfikir Strategik
Berfikir Strategis ialah suatu kemampuan menilai dan mengembangkan visi dan strategi yang berorientasi pada masa depan yang berhubungan dengan pengetahuan serta Analisa, tentang faktor internal tentang kebutuhan bisnis, kemampuan dan potensi, serta faktor eksternal seperti kecenderungan pasar, industri, politik dan ekonomi (Harjito: 2016). Berpikir strategis merupakan suatu cara berpikir untuk menyikapi persoalan dengan menyiapkan rencana setelah melakukan Analisa terdahulu pada tantangan atau rintangan (Denok dan Achmad: 2020). Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berfikir strategis merupakan suatu cara berfikir dengan cara menilai dan menyusun tujuan untuk masa depan dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan dan tantangan organisasi. Cara berpikir ini dibutuhkan dalam dunia kerja karena dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi diri untuk menyelesaikan pekerjaan. Dalam perspektif pendekatan sistem, berfikir strategik artinya sama dengan berpikir tentang hasil dari suatu organisasi dalam kaitannya dengan berbagai unit yang melekat pada organisasi. Ada juga yang mengatakan bahwa perencanaan strategik bekerja pada lapisan kulit dan tulang, sementara pemikiran strategik bekerja pada lapisan jiwa organisasi Dalam kepemimpinan dibutuhkan landasan berfikir yang strategik. Pemikir strategik adalah suatu landasan filosofis organisasi dan seorang generalis yang berupaya untuk mengatasi keterbatasan keterampilan teknikal/mekanikal tertentu dengan melihat konteks yang lebih luas tentang pekerjaan mereka, sehingga organisasi menjadi lebih bermakna dan bijak. Para pemimpin dengan posisi otoritas formal dan kendali dari kekuatan pribadi sehingga mampu mengabdikan diri sepenuh hati untuk organisasi dengan mengandalkan keterampilan generalis mereka (Harjito:2016). Oleh karena itu, orang-orang terbaik dalam organisasi harus siap untuk mengerahkan kepemimpinan yang kuat dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang penting, yang selama ini tidak didapat ketika menimba keterampilan teknikal. Para pemikir strategik mampu mengambil pelajaran dan menyadari adanya kesalahan perencanaan tradisional, yakni: 1. Pertama, adanya kesalahan prediksi , yaitu asumsi bahwa para pemikir strategik benar-benar dapat mengendalikan peristiwa melalui proses strukturalformal. Para pemikir strategik mengakui adanya kehidupan organisasi dan manajemen yang bersifat ambiguitas; 2. Kedua, adanya kesalahan pandangan, yang mengasumsikan bahwa antara perencanaan dan tindakan dapat dipisahkan. Atau dengan kata lain, merencanakan sesuatu dapat terlepas dari pengalaman melakukannya. Suatu pemikiran strategik akan mengintegrasikan perencanaan dan kegiatan organisasi sedemikian rupa, mengingat keduanya saling memberi informasi satu dengan lainnya; dan 3. Ketiga, adanya kesalahan formalisasi, yakni dengan menciptaan prosedur logik dan taktik, maka semua kegiatan organisasi secara rutin dapat mencapai hasil. Namun dalam pengalaman, adanya pengendalian formal tersebut lebih merupakan mimpi daripada kenyataan. Dari perspektif kepemimpinan, pemikiran strategik merupakan suatu kompetensi pemimpin yang dilandasi oleh filosofi organisasi daripada keterampilan teknikal organisasi. Dari sudut perspektif pemikiran strategik, perubahan dunia bisnis tidak selalu berjalan secara searah (linear), sehingga organisasi beserta para pelaku yang terlibat di dalamnya harus bertindak dengan lebih gesit, fleksibel, cerdas dan bijaksana, karena para pemimpin perlu menyesuaikan rencana mereka dengan permasalahan yang muncul, bahkan ketika menghadapi situasi yang ambigue. Pemikiran strategik lebih membutuhkan cara berfikir yang sintesis daripada berfikir secara analisis semata, terutama memusatkan perhatian untuk memahami fungsi formal dan informal organisasi secara internal. Hal tersebut sangat diperlukan sehingga membuka ruang fleksibilitas, inovasi, dan kreativitas agar organisasi tidak terjebak pada prosedur dan aktivitas yang bersifat berulang-ulang atau rutin. Perbedaan antara perencanaan tradisional dan pemikiran strategik menjadi lebih mudah terlihat ketika kita mempertimbangkan kesalahan yang terletak pada pola pikir yang diperlukan untuk mengatasinya.
Komponen Kepemimpinan Strategik
Hitt, dkk (2009) mengusulkan ada lima komponen utama kepemimpinan strategis yang efektif yaitu 1) menentukan arahstrategis organisasi (visi dan misi) 2) efektif mengelola sumber daya organisasi (kompetensi inti, sumber daya manusia dan modal sosial) 3) mempertahankan budaya organisasi yang efektif 4) menekankan praktek etika 5) membangun keseimbangan kontrol organisasi. Sejalan dengan itu, Carpenter dan Sanders (2009) menggambarkan bahwa kepemimpinan strategis bertanggung jawab untuk (1) membuat dukungan pelaksanaan keputusan substantif dan pengalokasian sumber daya, (2) mengembangkan dukungan terhadap strategi dari para pemangku kepentingan utama (stakeholders). Menurut keduanya kepemimpinan strategis memerlukan orang yang tepat sebagai informan kunci dalam menyebarkan keputusan-keputusan penting dalam perusahaan. Selanjutnya Yukl (2010) juga berpendapat bahwa kemampuan pemimpin melakukan tindakan strategisnya bergantung pada faktor historis organisasi (budaya organisasi) yang dipengaruhi oleh perubahan lingkungan eksternal (hadirnya kompetitor baru, perkembangan teknologi, menurunnya permintaan jasa/produk, iklim politik/peraturan yang berbeda), penguatan strategi dan peningkatan konsistensi antara strategi, struktur organisasi, budaya dan sumber daya manusia. Nilai budaya yang kuat dalam memahami prosedur kerja, kekuatan dari stabilitas (status quo) atau kekuatan untuk berubah, kekuatan koalisi dari para pemimpin puncak untuk mempertahankan kekuasaan dan masa jabatan, adalah faktor-faktor lain yang turut berpengaruh. Sedangkan Kuncoro (2011) menjelaskan bahwa karena sifatnya yang multifungsi, maka kepemimpinan strategis harus melibatkan segenap sumber daya manusia dalam organisasi. Dalam menghadapi kompleksitas dan sifat global dari medan yang kompetitif, maka perkataan, tindakan dan kemampuannya mewujudkan visi yang hendak dicapai haruslah secara efektif dapat memengaruhi perilaku, pikiran dan perasaan para karyawan yang dipimpinnya. Pendekatan strategis dalam gambaran ini tidak hanya dilakukan pada organisasi profit. Menurut Phipps dan Burbach (2010) dalam penelitiannya terhadap organisasi non- profit bahwa inti kepemimpinan strategis adalah tentang kemampuan pemimpin untuk “menciptakan dan memelihara kapasitas dalam organisasiyakni kapasitas belajar (learning capacity), kapasitas perubahan (capacity for change), kapasitas kebijakan manajerial (managerial wisdom), konteks organisasi (context matters), inovasi organisasi (organizational innovation) dan terobosan misi ( mission trajectory)”. Sedangkan Kahar (2008) sependapat dengan Nanus dan Dobbs yang menemukan model khusus untuk memahami peran pemimpin terutama di organisasi non-profit yaitu: 1) inside the organization (interaksi, inspirasi, motivasi dan pemberdayaan), 2) outside organization (kerjasama dengan donatur, mitra bisnis yang potensial di luar organisasi), 3) present organization (fokus pada kualitas dan pelayanan, struktur, sistem informasi dan aspek lainnya), 4) on future possibilities (antisipasi trends dan mengembangkan arah masa depan organisasi).
Peran Kepemimpinan Strategik
Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan untuk mempangaruhi dan menggerakkan orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Peran kepemimpinan dalam organisasi sangat esensial, dan kepemimpinan sudah menjadi kajian sejak lama. Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas pemimpin. Sehingga jika seorang pemimpin tidak mampu membuat keputusan, seharusnya dia tidak dapat menjadi pemimpin. Dilain hal, pengambilan keputusan dalam tinjauan perilaku mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Oleh sebab itu, untuk mengetahui baik tidaknya keputusan yang diambil bukan hanya dinilai dari konsekuensi yang ditimbulkannya. Melainkan melalui berbagai pertimbangan dalam prosesnya. Para peneliti terdahulu menemukan bahwa seorang pemimpin memiliki peran yang strategis dalam membawa organisasi yang dipimpinnya mencapai tujuan organisasi baik melalui motivasi untuk meningkatkan kinerja karyawan. Ogbonna dan Harris (2002) dalam penelitiannya menunjukan bahwa kepemimpinan yang diperankan dengan baik oleh seorang pemimpin mampu memotivasi karyawan untuk bekerja lebih baik, hal ini membuat karyawan lebih hati-hati berusaha mencapai target yang diharapkan perusahaan, hal tersebut berdampak terhadap kinerjanya.
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional