Anda di halaman 1dari 5

DIGITALISASI DALAM KEBIJAKAN SATU PETA

SEKTOR PERKEBUNAN DI KABUPATEN SEKADAU

(IFAN NURPATRIA_ESSAY AGENDA III PKA_AKT IV_KLP I)

PENDAHULUAN

Berdasarkan interpetasi Citra Satelit, indikasi luas tutupan lahan kelapa sawit di
Kabupaten Sekadau adalah sekitar 118.282 hektar. 71,3 % diantaranya dikelola oleh
Badan Usaha dan sisanya 28,6 % atau sekitar 33.934 Ha dikelola pekebun mandiri.
Namun data ini belum teridentifikasi secara komprehensif sesuai kondisi aktual
dilapangan, Pendataan perkebunan penting dalam pengambilan kebijakan pemerintah
terkait sektor perkebunan kelapa sawit. Data yang dikumpulkan dari pendataan dapat
memberikan informasi yang relevan dan akurat untuk membantu pemerintah dalam
mengambil keputusan strategis yang berhubungan dengan kebijakan di sektor
perkebunan kelapa sawit.

Pendataan perkebunan dapat memberikan informasi mengenai luas tanah yang ditanami
kelapa sawit, jumlah petani yang terlibat dalam kegiatan perkebunan, tingkat produksi
kelapa sawit, kondisi lingkungan di sekitar kebun, serta informasi lain yang relevan.
Dalam pengambilan kebijakan pemerintah, penting untuk memastikan bahwa data yang
dimiliki akurat, terpercaya dan valid. Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan
bahwa proses pendataan dilakukan secara teratur dan sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Selain itu pendataan harus didapat melalui proses terbuka dan transparan,
sehingga semua pihak yang terkait, termasuk petani swadaya dan masyarakat umum,
dapat mengakses dan memanfaatkan informasi tersebut untuk mengambil keputusan
yang tepat dan mendukung keberlanjutan sektor perkebunan kelapa sawit

Terkait hal tersebut. pemerintah daerah diwajibkan mendata dan memetakan


perkebunan kelapa sawit diwilayahnya sebagaimana diamanatkan dalam:

1. Instruksi Presiden Nomor 8 tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan
Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit
menginstruksikan untuk mengumpulkan data dan memetakan seluruh area
perkebunan di wilayahnya yang diusahakan oleh badan usaha dan perseorangan.

2. Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan
Kelapa Sawit Berkelanjutan 2019-2024, yang menginstruksikan penguatan data
dasar perkebunan kelapa sawit untuk dukungan tata kelola perkebunan yang lebih
baik dengan melakukan pendataan pekebun dan pemetaan lokasi kebun yang
diperbaharui secara berkala.

3. Peraturan Menteri Pertanian No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman


Perizinan Usaha Perkebunan,

4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 38 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan


Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia, yang mengatur
tentang Indonesian Sustainibility Palm Oil (ISPO) yaitu sebagai perangkat untuk
traceability (ketelusuran) produk kelapa sawit Indonesia dalam rantai pasok sehingga
dapat berkontribusi pada Sustainable Development Goals (SDGs) / Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

ANALISIS MASALAH

Perlu adanya kebijakan-kebijakan terobosan dan inovatif dalam rangka mengatasi


permasalahan dengan tetap berorintasi kepada pelayanan publik terbaik yang diberikan
kepada masyarakat. Keputusan dan kebijakan yang diambil harus secara jelas, tegas
dan clear memberikan dampak dalam rangka mendorong terciptanya kesejahteraan
rakyat. Salah satu faktor yang bisa menjawab tantangan ini adalah pemanfaatan
teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi ini untuk mengoptimalkan kegiatan
operasional yang mampu membantu proses pengumpulan, pengolahan, dan analisis
data, sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan. Karena teknologi
informasi memegang peran dalam memangkas birokrasi yang berbelit, maka efektivitas
dan efisiensi kerja organisasi akan semakin meningkat. Dengan teknologi pula standar
kepastian pelayanan yang terukur bisa diwujudkan.

Menghadapi tantangan tersebut, Bidang perkebunan Kabupaten Sekadau berupaya


melaksanakan terobosan berupa penyusunan satu peta pembangunan sektor
perkebunan. Namun terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam
menerapkan kebijakan satu peta dalam bidang perkebunan, antara lain:

1. Kurangnya data yang akurat dan lengkap: Pengumpulan data yang akurat dan
lengkap adalah kunci dalam pembuatan peta yang tepat dan efektif. Namun,
terkadang sulit untuk mengumpulkan data yang akurat dan lengkap mengenai lahan
perkebunan, terutama pada daerah-daerah yang sulit dijangkau atau di mana ada
masalah konflik terkait kepemilikan tanah.

2. Kurangnya keterampilan dan pengetahuan tentang teknologi: Implementasi


kebijakan satu peta membutuhkan keterampilan dan pengetahuan tentang teknologi,
seperti SIG, yang dapat digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data
tentang lahan perkebunan. Namun, petani dan pihak-pihak terkait dalam sektor
perkebunan seringkali tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan yang cukup
tentang teknologi, sehingga mempersulit implementasi kebijakan satu peta.

3. Keterbatasan sumber daya: Implementasi kebijakan satu peta juga membutuhkan


sumber daya yang cukup, seperti biaya untuk pengumpulan data, perangkat lunak
SIG, dan pelatihan untuk penggunaan teknologi. Terkadang, keterbatasan sumber
daya ini dapat membatasi implementasi kebijakan satu peta pada skala yang lebih
kecil atau memperlambat proses pengembangan peta.

DIGITALISASI DALAM KEBIJAKAN SATU PETA

Kebijakan Satu Peta Indonesia (One Map Policy) adalah inisiatif pemerintah Indonesia
untuk meningkatkan manajemen dan pemanfaatan lahan, hutan, dan sumber daya alam
lainnya dengan mengintegrasikan dan menyelaraskan data dari berbagai sumber
menjadi satu peta komprehensif. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi konflik lahan,
mendukung pembangunan berkelanjutan, dan memberikan informasi yang akurat dan
terkini untuk perencanaan dan pengambilan keputusan.

Kebijakan satu peta dalam bidang perkebunan mengacu pada konsep bahwa semua
informasi tentang lahan perkebunan harus dikonsolidasikan dan terintegrasi ke dalam
satu peta yang mencakup semua aspek yang relevan, seperti jenis tanaman, status
kepemilikan tanah, ketersediaan air, kondisi tanah, dan faktor-faktor lain yang
memengaruhi produksi. Dengan memadukan data dari berbagai sumber dan
menggunakannya untuk mengembangkan peta yang komprehensif, kebijakan ini dapat
membantu mengoptimalkan pengelolaan lahan perkebunan, mengurangi konflik antara
pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam lahan, dan mendorong pengembangan
perkebunan yang berkelanjutan. Kebijakan ini dapat diimplementasikan melalui
kerjasama antara pemerintah, pemilik lahan, dan komunitas lokal. Hal ini melibatkan
pengumpulan data yang akurat dan up-to-date tentang lahan perkebunan, serta
pengembangan sistem informasi geografis (SIG) yang memungkinkan semua pihak yang
terlibat untuk mengakses dan menggunakan informasi tersebut. Melalui kebijakan satu
peta ini pengelolaan lahan perkebunan menjadi lebih efisien dan berkelanjutan, sehingga
memberikan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak yang terlibat dalam industri
perkebunan.

Digitalisasi memainkan peran kunci dalam kebijakan satu peta dalam bidang
perkebunan. Dengan memanfaatkan teknologi digital seperti SIG (Sistem Informasi
Geografis) dan penginderaan jauh, petani dan pemerintah dapat mengumpulkan data
tentang lahan perkebunan dengan lebih akurat dan efisien, dan memasukkannya ke
dalam satu peta yang terintegrasi. Teknologi digital seperti sistem informasi geografis
(SIG) dan teknologi drone telah diterapkan di Kabupaten Sekadau untuk memudahkan
proses pemetaan dan pengumpulan data, serta mempercepat proses perizinan.
Teknologi ini dapat meningkatkan akurasi dan kualitas data yang digunakan dalam
proses perizinan. Karena dalam kebijakan satu peta kualitas dan akurasi peta sangat
penting maka peta yang digunakan harus terbaru, lengkap, dan akurat. Untuk
memastikan hal ini, dapat dilakukan pemetaan ulang secara periodik, serta memperbarui
data dan informasi terkait perkebunan secara berkala. Teknologi SIG juga membantu
petani dalam pengambilan keputusan dan perencanaan produksi, seperti menentukan
lokasi yang paling sesuai untuk menanam tanaman tertentu berdasarkan faktor-faktor
seperti kondisi tanah, curah hujan, dan faktor-faktor lainnya. Selain itu, teknologi digital
juga dapat membantu dalam pemantauan dan pengawasan lahan perkebunan, sehingga
membantu petani dalam menghindari tindakan ilegal seperti perambahan hutan dan
penanaman tanaman liar yang dapat merusak lingkungan.

Digitalisasi dapat Meningkatkan transparansi informasi, pihak-pihak yang terlibat dalam


proses perizinan dapat memastikan bahwa informasi yang dibutuhkan tersedia secara
transparan dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini dapat
meminimalkan kesalahan dan sengketa dalam proses perizinan. Meningkatkan verifikasi
dan validasi sehingga informasi yang diberikan cermat dan akurat. Hal ini dapat dilakukan
dengan membandingkan informasi yang diberikan dengan sumber data yang tersedia,
serta melakukan survei langsung di lokasi.

Dalam kesimpulan, digitalisasi dapat memainkan peran penting dalam kebijakan satu
peta dalam bidang perkebunan dengan memungkinkan pengumpulan data yang lebih
akurat dan efisien, serta memudahkan pengambilan keputusan dan perencanaan
produksi yang lebih baik
kebijakan satu peta di Kabupaten Sekadau dimanfaatkan dalam perizinan usaha
perkebunan untuk memastikan bahwa penggunaan lahan perkebunan dilakukan secara
efisien dan berkelanjutan. Dalam konteks perizinan usaha perkebunan, kebijakan satu
peta membantu dalam beberapa hal, antara lain:

1. Menentukan batas lahan: Dengan menggunakan peta yang terintegrasi dan terbaru,
pihak-pihak terkait dapat dengan mudah menentukan batas lahan yang sesuai dengan
peraturan perizinan yang berlaku. Hal ini dapat membantu mencegah kegiatan
perkebunan yang tidak sah atau melebihi batas yang telah ditetapkan.

2. Menyediakan informasi yang akurat: Peta yang terintegrasi dan terbaru juga dapat
menyediakan informasi yang akurat mengenai kondisi lahan perkebunan dan
lingkungan sekitarnya, seperti keberadaan kawasan hutan, sungai, dan sebagainya.
Informasi ini dapat digunakan untuk memastikan bahwa izin perkebunan dikeluarkan
dengan mempertimbangkan faktor lingkungan dan sosial.

3. Memudahkan pengawasan: Peta yang terintegrasi dan terbaru dapat memudahkan


pengawasan dan pemantauan kegiatan perkebunan oleh pihak-pihak terkait. Pihak-
pihak terkait dapat memastikan bahwa kegiatan perkebunan dilakukan sesuai dengan
peraturan perizinan yang berlaku dan tidak merusak lingkungan atau masyarakat
sekitar.

Anda mungkin juga menyukai